08:20

By atkonotes

963K 91.9K 2.2K

Menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan properti dan real estate memang bukan sesuatu hal yang buruk. N... More

Prolog
1. Better Than My Prejudice
2. Ngejulid Sampai Lembur
3. Sebotol Good Day dan Sebungkus Nasi Padang
4. 'Good Time', We Chat.
6. One Day With Lukas
7. PJ (Pajak Jadian)
8. CFD
9. Seperti Tidak Pernah Mengenal
10. Me & You Like Sky & Earth. It's Too Far.
11. Rahajeng?
12. I'm Fine and I'm Happy.
13. Nyari Mangsa
14. Meet Lukas & Rahajeng
15. Sisi Lain Lukas
16. Resign
17. Kabar Dari Melbourne
18. Who Is He?
19. Teror
20. A Guy From Melbourne
21. Berakhir
22. Shocked
23. Rencana Baru
24. The End of This Year
25. Lembar Terakhir
Epilog
Terima Kasih

5. Jaga Jarak Aman. Tapi, Gagal.

37.7K 3.8K 282
By atkonotes

Disty sedang tersenyum bahagia dan berkali-kali mengucapkan terima kasih ketika kami semua memberikan kado untuknya. Ya, kalau aku jadi dia sih juga senang banget. Rasanya monas mau aku panjat sekalian. Tapi, nggak mungkin. Orang aku takut ketinggian.

Oke, perlahan dia membuka kado dari kami semua. Yang pertama dia mendapatkan sling bag dari Tory Burch, itu kado dari Sashi. Lalu, yang kedua dia membuka kado dari Daviena. Dia dapat jam tangan cantik dari Fossil. Yang terakhir dari barisan perempuan yaitu, aku. Dia dapat handbag cantik dari Coach.

Kalau untuk barisan laki-laki sendiri sih, bermacam-macam juga. Tama ngasih luggage dari Michael Kors. Lukas ngasih sunglasses dari Marc Jacobs. Mas Bagas ngasih flats dari Kenzo. Lalu,yang terakhir Alan. Dia ngasih Disty seperangkat alat salat. Serius, deh. Gak bohong. Gila banget kan? Katanya, biar Disty makin taat beribadah.

"Thank you, genks. Meskipun gue tau ini barang diskonan. Kecuali Alan, gue tau ini barang grosiran. Sekali lagi terima kasih."

Pedas banget kan tuh mulut. Masih mending lho kita ngasih barang dengan harga diatas geprek-geprek itu. Tapi, jawaban dia malah begitu.

"Ya elah, lo cuma ngasih geprek doang," sahut Alan yang sepemikiran denganku.

"Bercanda sih, Lan. Gue makasih banget deh sama kalian semua," balas Disty.

"Ah, boong."

"Apaan sih, Lan? Gue jujur salah, gue bercandain lo sensi."

"Gue bercanda juga sih, Dis."

Ya elah. Gitu aja tuh orang berdua nggak kelar-kelar. Satunya bercanda dibuat serius, giliran diseriusin ngajak bercanda.

"Yuk genks, udah kelar sesi pemberian kado. Jangan ada perselisihan diantara kita. Mari kita kerja keras kembali demi sesuap nasi," ucap Mas Bagas yang kemudian kami semua langsung kembali ke kubikel.

***

"Lo kenapa tumben banget gak mau makan siang sama anak-anak?" tanya Daviena saat kami memasuki mushola untuk menunaikan ibadah salat dzuhur.

"Gue lagi bosen aja sih, Dav," jawabku sekenanya.

"Gak biasa-biasanya lo gitu."

"Iya, kalau makan di luar kan lama, sedangkan gue males lama-lama."

Daviena membuka keran air. "Bukan lo banget deh, Ta."

Aku tersenyum. Lalu, menyusulnya membuka keran air untuk berwudhu. Kemudia kami melaksanakan salat dzuhur bersama karena tadi aku tak sempat ikut berjamaah dengan alasan banyak yang harus aku selesaikan. Namun, sebenarnya bukan itu yang terjadi. Aku sengaja karena jika aku ikut berjamaah seperti mereka, sehabis salat mereka akan langsung makan siang bersama dan aku menghindari Lukas. Untungnya, Daviena bisa kupaksa untuk tidak berjamaah. Dosa banget ya?hehe.

By the way, jangan tanya kenapa aku menghindar. Karena alasannya aku tak ingin baper dengan semua perlakuan Lukas. Tapi, yang perlu kalian catat dalam otak adalah dia hanya berniat baik padaku.

"Ta, lo sama Lukas ... "

Aku buru-buru memotong pertanyaan Daviena. Takut ditanya yang aneh-aneh sebenarnya. Apalagi bawa nama Lukas. "Nggak ada apa-apa kok, Dav."

"Bukan gitu, Ta," sanggahnya sambil melipat mukena yang tadi ia gunakan untuk salat, "gue tau Lukas orang baik. Gue kenal banget dia dari awal masuk kantor ini, kemungkinan kecil kalau lo disakitin."

"Siapa yang bisa jamin dia nggak akan nyakitin gue, Dav? Itu kan opini lo tentang dia karena kalian teman akrab. Tapi, kalau sama yang lain belum tentu juga orang akan beropini sama seperti lo," balasku, "lagi pula Dav, gue sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Percaya deh."

"Gue emang gak bisa jamin, Ta. Tapi, gue paham banget gimana Lukas. Soal hubungan, emang lo yakin nantinya kalian akan gini-gini aja setelah kejadian Good Day, nasi padang, Good Time, terus beli kado, atau bahkan ke rumah Sashi?"

Aku tercengang. Bagaimana Daviena bisa tau semuanya yang aku lakukan beberapa hari terakhir dengan Lukas?

"Lo tau dari mana?"

"Gue tau semuanya, Ta. Lukas cerita sama gue. Setiap hari dia cerita tanpa henti tentang lo. Dari dia sadar ada lo di sini sampai dia mulai tertarik sama lo."

Aku terdiam sambil mencerna perkataan Daviena barusan. Aku bahkan nggak menyangka kalau Lukas ternyata nggak sekadar membuatku baper. Dia benar-benar tertarik.

"Makanya itu, pas dia bilang mau ngedeketin lo, gue dukung sepenuhnya."

"Gue ... "

"Dan gue tau, lo lagi menghindar dari Lukas kan?"

Daviena tau segalanya. Daviena melihat segalanya. Apa yang aku tutupi akhirnya harus terbongkar.

"Gue ... iya, gue memang menghindar. Itu semua karena gue nggak mau kalau ujung-ujungnya gue akan baper padahal dianya nggak bermaksud gitu. Gue nggak mau ketika gue diatas terus dijatuhin gitu aja," ucapku jujur. Because, I never had relationship with someone.

"Tapi, Lukas nggak gitu. Percaya sama gue, Ta. You will find your happiness. He saves me, he cares to me, and he is the best guy I've ever known . But, I'm not the woman who he wants, Ta," balasnya dengan penekanan dikalimat terakhir.

Jadi, sebenarnya Daviena menaruh harapan lebih terhadap Lukas? Aku jadi bingung. Akankah aku terjebak pada cinta bersegi yang menjadi rumit? No, I don't want this situation.

"Dav, do you have feelings for him?"

Daviena mengangguk. "Dulu."

"But, don't close your heart and don't lie to yourself. Please, give him a chance," sambungnya.

"I don't know, but love can not be forced. Gue nggak tau apa yang akan terjadi setelah dengar semua perkataan lo barusan."

***

Lembur lagi lembur lagi. Sepertinya aku akan berkata seperti itu kalau minggu depan pun aku masih harus lembur.

Capek bro. Beneran deh.

Oh iya, ngomongin soal Lukas, acara menghindarku gatot. Iya, gagal total. Tau nggak? Pas aku sama Daviena makan di pantry, dia ikut join bersama kami. Mau nolak nggak mungkin wong konco dewe.

"Good Day, Ta. Biar gak bosen."

Baru diomongin langsung nongol tanpa diminta dan botol Good Day yang rasanya enak itu terpampang manis di depanku. Kulirik orang-orang di sekitar, kayaknya nggak ada yang sadar waktu dia ngasih. Soalnya pada fokus sama kerjaan sendiri-sendiri.

"Genks, minggu depan ada tanggal merah tuh hari jumat. Lumayan bisa dipake buat jalan, dari jumat sampai minggu," ceplos Alan sambil melihat kalender yang berada di dinding.

"Nanjak, yuk?" ajak Mas Bagas dan langsung disambut semangat menggebu-gebu dari Tama, yang katanya hobi banget lihat keindahan ciptaan Tuhan.

"Ayo Mas, yang deket aja."

"Gue nggak bisa, Mas. Pas hari minggunya ada acara di gereja," sanggah Lukas.

Agak mencelos sih, hatiku. Kami memang berbeda. Dia dengan kalung salib yang menggantung di lehernya, sedangkan aku dengan mukena dan sajadah yang selalu kubawa ketika salat. Dia yang setiap minggu ke gereja, sedangkan aku yang setiap dzuhur ke mushola kantor. Dia yang setia dengan Alkitab, sedangkan aku berpegang teguh dengan pedoman hidupku, yaitu Al-Qur'an.

Itu yang sedikit membuatku goyah, walaupun dulu ketika SMA ada temanku yang bilang 'jalanin aja dulu, orang gak sampai nikah ini' ketika salah satu teman sekelasku pacaran beda agama. Tapi, sekarang kondisinya sudah berubah. Terutama untukku yang sudah berusia dua puluh lima tahun, sudah bukan waktunya lagi untuk bermain-main dengan hubungan. Meskipun aku nggak pernah pacaran hehehe.

"Yah, nggak seru dong, Kas," komentar Mas Bagas.

"Abis gimana lagi, Mas."

"Lo ikut gak, Lan?"

Alan mengangguk saat ditanyai Mas Bagas. "Ikut, dong."

"Cewek-cewek?"

"Sorry, Mas. Cukup dulu aja kulit gue sampe gosong," tolak Disty.

"Sas? Dav? Ta?"

"Sashi ikut kalau Aretta ikut."

Aku langsung melirik jahat pada Sashi yang lagi nyengir kuda. "Siapa lo ikut-ikut gue?"

"Gue liat nanti aja, Mas. Belum pernah naik gunung sebenarnya," sambungku pada Mas Bagas.

"Gue mager, Mas. Mau nyalon." Oke, Daviena memang harus terlihat anggun.

"Ujung-ujungnya lo pada mah nggak ikut," ujar Mas Bagas yang terkesan nyinyir itu.

"Iya, makanya kita aja," ucap Alan.

Pembicaraan kubu laki-laki akhirnya berlanjut. Sedikit yang kudengar seperti, logistik, carrier, sepatu, sendal gunung, dan sampai seberapa banyak mereka membawa baju untuk ganti. Baiklah, aku nggak ngerti urusan itu. Jadi, kuputuskan pergi ke pantry untuk membuat teh hangat.

"Biasanya kopi, Ta?"

Aku terkejut saat suara Lukas tiba-tiba terdengar di telingaku. Kutengok dia yang sedang menuang gula dan teh ke cangkirnya.

"Gue nitip air panasnya, ya?"

Aku mengangguk. Lalu, dia berkata lagi. "Sabtu besok lo ada acara ga, Ta?"

"Enggak. Kenapa?"

"Gue mau ngajak lo jalan."

Aku mengangguk lagi. Nggak tau kenapa bawaanya mau ngangguk terus. "Ke mana?"

"Ke mana aja," jawabnya sambil tertawa.

"Nggak ada tujuan, dong?"

"Lo ikut gue aja, deh."

"Oke."

"Gue jemput di kost-an lo ya?"

"Iya."

Dia tersenyum. Aku pun begitu. Ya, semoga saja dengan aku yang mencoba mendengarkan semua perkataan Daviena dan mencoba untuk membuka hati, sesuatu yang baik akan terjadi. Semoga saja.

***

Berhubung besok lebaran, mohon maaf lahir dan batin ya.

Continue Reading

You'll Also Like

573K 44.6K 29
Rahayu Audya. Seorang editor majalah wanita. Menyukai puisi dan membaca novel dan segala hal yang puitis. Tapi dia hampir tidak mempercayai cinta lag...
206K 25.1K 31
Reuben Rasya Atmadja, bertahun-tahun mencintai Alia-sahabatnya. Dan dia berpura-pura ikut bahagia atas kebahagiaan sahabatnya yang sudah menjalin cin...
64K 5K 50
Aleta seperti diberi kesempatan menjadi pemeran utama dari sebuah cerita yang ia sendiri tidak tau berjudul apa, ia terus ditempatkan pada adegan-ade...
516K 46K 39
Sejak mengenal dunia kedokteran, Sabina Ayudya menjalani hidupnya seperti rangkaian anamnesa dan pemeriksaan yang menghasilkan diagnosa yang tegak un...