SongFic Chansoo Event [END]

By BigBoss_BB

71.2K 8.6K 4.9K

? 1st Anniversary Acc (Chansoo) JOIN FOR FREE!! ? IT'S TIME FOR ME TO READ UR STORY BERANI PLAGIAT, BUANG AJ... More

Say hi to all Author and Reader...
???? RULES ????
πŸ‘» TAHAPAN πŸ‘»
???? IDE (CLAIM SONG)????
πŸ‘» FF (PENULISAN) πŸ‘»
πŸ‘» PENILAIAN πŸ‘»
πŸ‘» REWARDS πŸ‘»
πŸ‘» LIST PESERTA πŸ‘»
πŸ‘» List Peserta Fix πŸ‘»
(1) Peter Pan
(2) Die Kraft der Liebe
(3) He Is Real
(4) For Life
(5) U're
(6) Baby Don't Cry
(7) I sing for you
(8) I Remember
(9) Stay
(10) Too Late
(11) Raspberry Sorbet
(13) My First (ELECTRIC) Kiss
(14) Its My Turn
(15) Verleiding
(16) F.R.I.E.N.D
(17) Walk On Memories
(18) OVERDOSE
(19) BLACK JACK : Bloody Nightmare
(20) I Can't Stop Loving You
(21) Unperfect Marriage
(22) Me, You, and Our destiny
(23) Twenty Four
(24) Fall
(25) What U do?
(26) Forever
(27) You Hurt Me
(28) Winter Heat
β›” INFO β›”
PENUTUPAN VOTE
????SORRY????
πŸŽ‰ WINNER 🎊

(12) Lucky Ones

2.1K 342 344
By BigBoss_BB

LUCKY ONES

AU – Chansoo – BL – romance – hurt – NC – smut – M

By Beth91191

TN: Maaf jika hasilnya kurang memuaskan, sungguh aku sudah best effort nulis FF ini. Semoga menikmati. ^^

.

Oh, the sun is rising

I hold the map that will find you

I follow the coordinates and follow course

No matter, this silver compass

Will point to you

The sky is beautiful because it resembles you

Today today you are dazzling

This familiar yet strange path, I will bend

The parallel lines that are you and me

I will climb over and over I don't mind

I'm swept by big waves

At the end of this voyage

.

.

.

Hari itu adalah hari yang berat.

Hari berat yang sama yang sehari-harinya ia jalani. Begitu beratnya hingga ia tak ingat betapa beratnya hidupnya itu.

Kyungsoo, bocah laki-laki yang bahkan belum genap 21 tahun itu mendudukan tubuhnya hati-hati di emperan terdekat yang mampu ia capai, usai hampir 9 jam lamanya berdiri tanpa duduk, menjajakan rokok-rokok kepada pengunjung sebuah festival musik.

"Argh..."

Kyungsoo membuka sepatu pantofel berkaos kaki lobangnya hati-hati, karena sakit ia rasakan di sana sangat sangat sakit.

Ini malam keduanya berjaga long shift 9 jam di festival musik ini. Kakinya yang lecet kemarin karena mondar-mandir kesana-kemari seharian di festival musik, diperparah dengan lecet-lecet baru yang tercipta hari ini, seakan makin mempertegas rasa sakit itu, seakan makin memperdalam lukanya.

"Auuhh..."

Kyungsoo melepas kaos kakinya dan menatap miris pada jari-jari dan tumitnya sendiri. Beberapa bagian tampak menghitam karena saking seringnya memakai sepatu, beberapa sudah mengapal, namun lecet itu tetap ada dengan rasa sakitnya yang nyata.

"Uhh.. Sssshhh..."

Kyungsoo berusaha meluruskan kakinya dan menggerak-gerakannya, sembari menepuk-nepuk pahanya yang pegal, sembari dibukanya celemek bodohnya yang 2 hari ini ia isi dengan kotak-kotak rokok dan pemantik.

.

Fyuuuuuh...

.

Kyungsoo menghela nafasnya sembari melihat ke sekitar, melihat orang-orang berkerumun di panggung kejauhan sana. Mereka tampak menikmati festival musik ini sekali... batin Kyungsoo.

Beberapa pria berkelakar di foodtruck-foodtruck tak jauh darinya dengan omongan yang sudah melantur, mabuk. Karena sponsor utama acara ini adalah perusahaan bir, tentu saja banyak orang mabuk di sini.

Bir, rokok, musik yang hingar bingar, wanita-wanita berpakaian minim, pria-pria mabuk... Fyuuuuh... Kyungsoo menengadahkan kepalanya dan melihat langit malam dengan serakan bintang di atas sana. Beberapa tampak berkedip terang. Beberapa tampak berkedip redup.

Ini malam yang semarak.

Pesta pora.

Semua orang berbahagia malam itu.

Namun tidak dengan dirinya.

Kyungsoo kembali menghela nafas panjang... Fyuuuuuuuh... Dan kepalanya kembali tertunduk, sembari mengambil beberapa lembar uang dari saku celananya.

Beberapa pria berpikir ia sangat imut dan memberinya tips tambahan di luar harga dari sebungkus rokok. Beberapa meraba pantatnya seakan itu hal wajar yang dilakukan kepada seorang penjaja rokok pria sepertinya, dua kali ia dipeluk orang asing hari ini, dan puluhan mengajaknya minum bersama, belasan mengajaknya berkencan, dan beberapa secara frontal mengajaknya tidur dengan imbalan uang selembar dua lembar.

Kyungsoo menolak itu semua.

Bukan.

Bukan karena ia pria baik-baik yang punya harga diri apalah itu namanya.

Bukan juga karena ia pria perjaka yang belum pernah melakukan seks bahkan dengan wajah polosnya itu.

Ayolah... Kyungsoo itu jalang, gundik, pekerja seks, pemuas nafsu pria-pria homo yang menganggapnya begitu imut hingga ingin memakannya, bahkan bukan baru setahun dua tahun ini saja, namun sejak ia SMA.

Tapi imbalan long shift-nya untuk festival musik ini sangat besar. Cukup besar hingga ia rela untuk tidak main-main mengambil side-side job itu, mengangkangkan kakinya dan menerima imbalan yang tak seberapa di tengah-tengah menjajakan rokok,

Kecuali.........

Jika ia sudah menyelesaikan long shift-nya, baru ia berpikir untuk menerima satu atau dua pria malam ini. Tubuhnya sangat sangat sangat lelah. Dua adalah jumlah maksimal yang sanggup layani.

"Hyak! Hyak! Hyak! Fightiiiiing!"

Kyungsoo berusaha bangkit untuk mandi, berganti pakaian, sedikit bersolek atau apalah itu namanya, namun seketika tubuhnya oleng dan— "Auuuhh..." Seorang pria menangkapnya begitu cepat dan Kyungsoo tak menyadarinya bahwa pria itu ada di dekatnya sedari tadi.

"M-maaf..." Kyungsoo menatap wajah pria yang menangkap tubuhnya itu rekat-rekat, selama beberapa detik jantungnya seakan tak berdetak, Kyungsoo tercengang, hingga akhirnya pria itu membantunya untuk kembali berdiri dengan senyuman kaku yang berusaha ia buat. "Kau bisa berdiri?" tanya pria itu sopan dan entah mengapa kepala Kyungsoo seperti dipukul keras dengan suara pria itu yang entah kenapa terdengar begitu teduh, begitu...mendebarkan.

Kyungsoo berusaha menutupi ekspresi keterkejutan di wajahnya, dan buru-buru bangkit sepenuhnya, melepaskan tubuhnya dari rengkuhan pria itu."Maaf." Kata itu kembali Kyungsoo rapalkan. "Dan... terima kasih, Tuan."

Kyungsoo hendak pergi namun suara deheman pria itu menghentikannya. "Hmmmmm...." Kyungsoo menoleh dan mendapati ekspresi berpikir di wajah tampannya. "Kemarin......"

"Kemarin?" Kyungsoo seakan gema di dalam ruangan kosong.

"Kemarin..." ulang pria itu membenarkan letak jaketnya.

"Kemarin??" Kyungsoo mengangkat alisnya menanti apa yang sebenarnya pria ini ingin katakan tentang kemarin.

"Kemarin......" Kyungsoo hampir meledak ketika pria itu untuk ketiga kalinya mengucapkan kata kemarin. DEMI TUHAN APA YANG INGIN KAU KATAKAN, TUAAAAN???! Namun ia tak sampai benar-benar meledak ketika pria itu seakan mendapatkan otaknya kembali dan mengambil dompet dari saku belakang celananya, sembari berseru, "Kemarin aku melihatmu lalu lalang di motel depan sana dengan beberapa pria yang berbeda. Jadi—" Pria itu berhenti sejenak, "—berapa bayaranmu semalam?"

Mwo?

Kyungsoo menatap datar selama sedetik, dua detik, tiga detik pada pria itu, dan kemudian ia tersenyum sinis, seakan mengejek, bukan pada pria itu tapi pada dirinya sendiri, atau pada ekspektasi-ekspektasi yang ia buat di kepalanya.

"100.000 won short time," jawab Kyungsoo lugas. "2 jam 190.000 won, dan 4 jam 350.000 won. Hotel dan kondom kau yang bayar. CIF TOYS OKE. NO DP NO CIM. Dan aku mau chimaek dengan ayam setengah ori setengah spicy."

Pria itu menatap Kyungsoo dari atas ke bawah, atas ke bawah, seakan berpikir, seakan menghakimi atas penawaran yang telah Kyungsoo buat, namun kemudian ia menyahut singkat. "Baiklah. Ikut aku," ucapnya seraya memasukan kembali dompet ke dalam mantelnya.

.

.

.

"Aaaah..." Kyungsoo menegak nikmat sekaleng bir di tangannya, tanpa berpakaian sehelai benang pun, di atas sebuah ranjang berseprei merah maron. Beberapa kotak ayam tergeletak di dekat kakinya, setengahnya sudah ia lahap habis, dan sepertinya ia sudah kenyang padahal masih banyak ayam tersisa.

"Aku kenyang dan aku mulai mengantuk. Jadi....." Kyungsoo mengangkat kepalanya dan menatap tajam ke arah pria yang sudah memberinya 1.000.000 won di muka, membawanya ke salah satu hotel termewah yang ada di Seoul, namun belum juga menyentuhnya, bahkan setelah ia menelanjangi tubuhnya sendiri tadi. "...kapan kau akan memakaiku?"

Memakai?

Seakan Kyungsoo adalah barang, dan ia sendiri menganggap tubuhnya memanglah sekedar hiasan.

Setidaknya itu satu-satunya harta yang ia punya.

.

Pria itu tak menjawab dan Kyungsoo perlu mengulangi pertanyaannya.

Sekali...

Dua kali...

Tiga kali...

"Customer-nim..." seru Kyungsoo nyaris habis kesabaran.

"Kau..." Pria itu akhirnya berhenti membaca buku tebalnya dengan sampul hitam pekat, dan kemudian menatap dingin ke arah Kyungsoo. "...tidurlah."

"Tidur?"Kyungsoo mengangkat alisnya sebelah.

Ayolah... Kyungsoo bisa tidur dimana saja... tapi tidak di sini di hotel dengan harga per malamnya 10x lipat dari harga sewa kontrakannya per BULAN, dengan seorang pria yang sudah membayarnya di muka untuk 10 jam servis darinya, dengan Kyungsoo sendiri sudah melucuti pakaiannya, bertelanjang tubuh.

Kyungsoo di sini untuk mendesah dan mengerang, mengulum ataupun menjilat, menungging ataupun mengangkang, membiarkan lubangnya dijejal dengan p*nis atau apapun, dan kemudian klimaks, titik. Karena memang begitu yang seharusnya dilakukan oleh seorang pelacur seperti dirinya.

Dan pria itu kembali membaca buku bodohnya... Itu membuat alarm di kepala Kyungsoo menyala begitu saja.

.

.

.

"Apa yang kau lakuka—an," tanya pria itu terlambat, karena Kyungsoo dalam sekejap berdiri tanpa menutupi tubuh polosnya dengan pisau yang entah dari mana ia temukan.

"SIAPA KAU?!" tanya Kyungsoo dengan tangan bergetaran.

Namun pria itu tak bereaksi, (mungkin) masih berpura-pura tenang.

"DEMI TUHAN SIAPA KAU?? APA MAUMU?? KENAPA KAU MEMBAWAKU KE TEMPAT SEMEWAH INI!! MEMBERIKU UANG BERLIMPAH PADAHAL TAK MENGHARAPKAN TUBUHKU!! APA KAU POLISI?? APA KAU WARTAWAN?? JAWAB AKUUUU... AKU SERIUS!!"

Pria itu akhirnya bergerak juga, menutup bukunya dan meletakannya di sebelah.

Kepalanya terangkat dan matanya menatap Kyungsoo begitu dingin, begitu tajam, seakan menantangnya untuk berani maju menusuknya atau entahlah.

"KENAPA KAU DIAM SAJA HUH????? KENAPAAAAA??" Air mata begitu saja mengalir dari mata Kyungsoo dan pria itu masih saja duduk dengan dinginnya, bahkan mengangkat kakinya, menyilangkannya, dan menumpuk tangannya sendiri di dada. "KUMOHON JAWAB AKU.........."

"Apa menurutmu aku begitu?"

Dan jawaban pria itu sungguh membuat Kyungsoo meledak. "HAAAAAAAAARRRGHHH!" Kyungsoo berhamburan mendekati pria itu dan anehnya pria itu begitu tenang. Kyungsoo dalam sekejap sudah berada di depan pria itu dan entah bagaimana itu terjadi pria itu begitu reflek memegangi tangan Kyungsoo, membuat pisau yang ia bawa terlempar jauh ke belakang sana, dan mereka sudah berpindah posisi di atas lantai, dengan pria itu mengunci tubuh Kyungsoo di bawahnya.

"Aku. Bukan." Pria itu menatap Kyungsoo tajam dan segera melepaskan kunciannya karena dilihatnya Kyungsoo merasakan kesakitan.

Pria itu hendak berdiri namun tiba-tiba Kyungsoo mendorong pria itu dengan seluruh tenaga yang tersisa, membuat pria itu terduduk dengan kaki terbuka, dan Kyungsoo begitu saja bersimpuh di antara selangkangannya, serta merengkuh kejantanannya.

Bahkan di saat Kyungsoo mulai menarik turun resleting celananya, pria itu masih tampak tenang, terlalu tenang. Pria itu justru terlihat mempersilakan Kyungsoo membuka celananya begitu saja, mengeluarkan sebuah p*nis besar dari dalam sangkarnya, dan begitu saja mengulumnya.

"Ssssshhhhhhh............" Suara desisan itu keluar begitu saja. Pria itu akui cara Kyungsoo memberinya blowjob begitu ahli. Ia pikir ia bisa mendorong Kyungsoo untuk berhenti melakukannya, namun ia tak bisa.

"Aaahh...."

Ini terasa enak. Ini terasa nikmat. Kyungsoo menjilatinya seluruh batangnya. Mengemut buahnya. Dan menjulur-julurkan lidahnya di sekitaran lubang kencingnya. Membuat seluruh aliran darahnya seakan berkumpul di sana.

Semua kenikmatan ini ibarat dipupuk perlahan, perlahan, dan perlahan. Pria itu sudah hilang akalnya, menggeliatkan tubuhnya ke depan karena dirasa ia akan segera sampai. "AAH... AAH.. AAH..." Dan ia pun berseru menggelegar. "KYUNGSOO-YAAAAAHHH..."

Kyungsoo tersentak ketika pria itu mendorongnya kasar ke lantai, dan segera merengkuh tubuh mungilnya, menciumi bibirnya dan kemudian mengarahkan p*nisnya begitu saja ke dalam lubang miliknya, menghujamnya begitu dalam, begitu berantakan, dan tangan Kyungsoo begitu kaku tak sanggup bergerak, bingung. Persenggamaan ini begitu bergelora, begitu membara, namun Kyunsgoo tampak bingung, secercah air mata keluar dari matanya, namun pria itu tak melihatnya. Pria itu begitu terburu untuk menuntaskan birahinya yang semula ia tahan namun terkuar begitu saja karena Kyungsoo yang mengundangnya.

Tusukan, hujaman, dan hentakan membahana mengisi ruang-ruang kosong di antara mereka dan Kyungsoo justru menangis keras di dalam hati.

Aku bahkan belum menyebutkan namaku.

Aku bahkan belum menyebutkan namaku.

.

Keesokan paginya Kyungsoo terbangun dengan pria itu sudah tak ada di sana, dan Kyungsoo kembali menangis.

.

.

.

Kyungsoo kembali menjalani kehidupannya dengan abu-abu.

Setiap harinya ia bangun pagi-pagi sekali bahkan matahari belum bangun untuk mengantarkan koran-koran dari komplek satu ke komplek lainnya. Usai menjadi loper koran, Kyungsoo langsung menuju pabrik roti dan mengambil stok roti lapis mereka serta satu kardus susu untuk dibagi-bagikan di stasiun. Ini Senin pagi dan orang-orang senang mendapat sarapan gratis darinya.

Setelah menjalani pagi yang ramai, Kyungsoo bergegas menuju sebuah restoran China, menjadi tukang cuci piring karena itu satu-satunya yang tahu caranya. Membersihkan tumpukan sisa makanan pengunjung, yang kadang bercampur dengan tisu, bekas tulang, puntung rokok, dan Kyungsoo tak boleh jijik pada itu semua.

Siang beranjak malam dan Kyungsoo bergegas menuju hypermarket yang ada di stadion Jamsil. Membagi-bagikan flyer, menjadi pajangan selamat datang adalah pekerjaannya selanjutnya. Beberapa orang mengabaikannya, sedikit pria homo hidung belang menggodanya, dan Kyungsoo menghadapi itu semua dengan senyuman. Sebelum akhirnya malam benar-benar pekat dan Kyungsoo berpindah ke sebuah tempat hiburan malam, Bar & Karaoke, menuju pekerjaannya berikutnya.

Kyungsoo menjadi barista dengan mengenakan kemeja putih dan dasi kupu-kupu hitam. Di pahanya tergantung celemek hitam dan ia tampak sangat-sangat tampan dengan rambut yang disisir rapi dan diklimis belah samping.Kyungsoo begitu diagung-agungkan di tempat hiburan malam itu. Banyak pria mengantri untuk menidurinya. Dan ia selalu bekerja full slot, hingga dini hari. Hingga ia hanya tidur 3 jam saja setiap malamnya, dan ditambah 1 jam saat istirahat makan siang di restoran China.

.

Kehidupan Kyungsoo terus berulang, berulang, berulang. Tanpa lelah, dengan senyum yang berusaha ia paksakan, ia terus menjalani harinya yang monoton, melakukan pekerjaan kotor hingga ke pekerjaan 'kotor'.

Kyungsoo tak akan bekerja seekstra ini dengan keahliannya yang minim jika tak ada alasan di baliknya. Ibu Kyungsoo sedang sakit parah, koma, dan membutuhkan banyak-banyak-banyak uang untuk menyokong kehidupan Ibunya.

Kyungsoo dan Ibunya adalah sebatang kara, tak memiliki saudara ataupun keluarga lainnya. Mereka hanya memiliki satu sama lain, dan entah dimana Ayah Kyungsoo saat ini. Mereka memiliki banyak hutang sejak Kyungsoo masih sangat kecil, dan kini tak lain hanya Kyungsoo yang sanggup melunasinya, setidaknya mencicilnya dengan seluruh bunga-bunga yang biadab.

Kyungsoo harus hidup sangat sangat terbatas, tinggal di sebuah flat kumuh tanpa jendela dengan kasur berjamur dan ruangan yang lembab, dengan gang sempit antara kamar yang satu dengan depannya. Kyungsoo tak melanjutkan SMA nya hingga tamat dan memilih menjadi pelacur dengan seluruh serabutan pekerjaan yang ia lakukan. Serta untuk urusan makan, ia mengandalkan sarapan gratis dari pabrik roti, makan mie polosan di restoran China, dan makan malam dari Bar dan Karaoke sebelum mulai bekerja menjadi bartender, dan Kyungsoo tak tahu bagaimana bisa masih sanggup hidup hingga hari ini jika bukan demi Ibunya.

.

.

.

Kyungsoo mendapat kabar Ibunya kritis malam itu, ketika Kyungso baru saja selesai mandi, bersiap untuk bekerja di Bar & Karaoke. Kyungsoo bergegas begitu saja, dengan ijin sekenanya pada atasanya, dan langsung meluncur keluar. Namun betapa kagetnya ia ketika langkahnya terhenti ketika sebuah mobil mewah warna merah darah berhenti tepat di depannya. Kyungsoo berpikir mobil itu sangatlah familiar, hingga akhirnya sang Pemilik mobil keluar dari dalam mobil. "Kyungsoo-sshi, Masuklah! Aku antar kau ke RS Seoul!" Muncul lah seorang pria yang bahkan Kyungsoo sempat lupa padanya, setelah hilang puluhan hari lamanya menghilang, namun muncul begitu saja. "C-customer-n-nim??"

Kyungsoo bahkan tak tahu namanya, dan ia tak sempat berkata apapun karena pria itu secepat kilat menarik lengannya, kasar, dan mendorongnya untuk masuk saja ke dalam mobil.

Sejuta pertanyaan menghantam kepala Kyungsoo.

Bagaimana kau tahu Ibuku kritis?

Bagaimana kau tahu Ibuku di RS Seoul?

Bagaimana kau tahu aku di sini?

Bagaimana kau tahu namaku?

Bagaimana—

.

.

.

"IBUUUU...."

Kyungsoo bersimpuh di luar pintu ruangan dokter yang baru saja menangani Ibunya yang nyaris tiada.

Kita harus mengoperasinya secepatnya. Namun ini tak bisa dilakukan tanpa surat pernyataan bahwa wali pasien sanggup melunasi pembayaran. 300 juta won.

Kata-kata dokter itu sungguh menghancurkannya.

Uang yang selama ini ia simpan darkerja banting tulang setiap harinya sudah lenyap setelah dibayarkan kepada rentenir yang mengejar-ngejarnya. Kyungsoo tak memegang uang sebanyak itu kecuali beberapa lembar untuk bekal berobat harian Ibunya, serta untuk kebutuhan sehari-hari saja.

Kyungsoo begitu hancur, meratapi kehidupannya sendiri, meratapi nasibnya. Bagaimanapun Ibunya harus hidup. Ibunya harus dioperasi. Ibunya harus selamat. Bagaimanapun caranya. Andai ia bisa menukar nyawanya dengan nyawa Ibunya tentu ia akan melakukannya, namun tak bisa, tak bisa, tak bisa.

Kyungsoo tak tahu harus kemana mencari 300 juta won. Andai ia harus menjual tubuhnya SETIAP jamnya dalam SEHARI pun, ia membutuhkan 125 hari untuk dapat mengumpulkan 300 juta won, itupun andai ia tak mati tiba-tiba karena kelelahan atau entahlah.

"IBUUUU...... IBUU......."

Dan Kyungsoo mungkin lupa, Pria itu masih berdiri di sana, tak jauh darinya, mengamati dengan simpati di hatinya, namun ia tak berkata apa-apa, membiarkan Kyungsoo menata hatinya.

.

.

.

Pria itu mengantarkan Kyungsoo pulang dini hari nyaris pagi-pagi.

Tubuh Kyungsoo begitu lelah dan ia sudah lelah menangis selama berjam-jam.

"Apakah aku harus mengikhlaskanmu mati, Ibu?" tanya Kyungsoo pada hembusan nafasnya sendiri yang tercetak di kaca-kaca mobil pria itu. "Toh aku juga akan mati kan, Ibu?"

"Toh kita akan segera bertemu kan, Ibu?"

Pria itu yang tengah konsen menyetir menoleh lemah ke arah Kyungsoo, tahu, sangat jelas tahu apa yang Kyungsoo maksudkan.

Kyungsoo adalah pengidap kanker stadium akhir. Ia akan mati dalam beberapa bulan. Kyungsoo kira jika ia memperjuangkan nyawa Ibunya, seenggaknya kelak saat ia mati ada seseorang yang bisa mengunjungi makamnya, membersihkannya, karena Kyungsoo tak punya siapapun di dunia ini kecuali Ibunya.

Dan tak seperti kebanyakan orang, pria itu tak membujuk maupun menenangkan Kyungsoo, ia hanya terdiam seperti apa yang ia tampilkan semalaman itu, atau malam pada puluhan hari yang lalu.

.

Dan kemana akhirnya mereka berdua berakhir dini hari itu?

.

.

.

"Aaaaah... Aaaah... Aaaahh..." Kyungsoo mendesah di bawah pria yang bahkan belum ia tahu namanya itu, bahkan di kediaman pribadinya, sebuah apartemen harga ratusan milyar won, yang membuat Kyungsoo makin memohon untuk digagahi.

Kumohon... Kumohon... Kumohon beri aku uang yang banyak...

Lakukan apapun pada tubuhku dan berikan aku uang yang banyak.

.

.

.

Kyungsoo menghisap sebatang rokok sambil mendudukan tubuhnya. Dilihatnya pria itu baru saja keluar dari kamar mandinya yang bahkan lebih besar dari pada kamar kontrakannya. Rambut pria itu tampak basah, mengalirkan air ke dada polosnya, membuat lekak-lekuk di sana terlihat lebih indah.

Kyungsoo tersenyum merona dan menyadari betapa tampannya pria yang baru saja ia layani itu. Sangat tampan. Semakin ia lihat semakin terlihat tampan.

"Jadi......" Kyungsoo menepuk-nepuk abu rokok itu ke lantai dengan cueknya. "...mana bayaranku malam ini?"

Pria itu tersenyum sinis, mendudukan tubuhnya di sofa tepat sebelah Kyungsoo berbaring dengan setengah telanjang, usai meletakan sebuah asbak tepat di lengan Kyungsoo.

Kyungsoo memohon pria itu untuk memakai dirinya sepuas yang ia mau, asalkan pria itu memberinya banyak uang.

"Dan kau tak lagi penasaran lagi akan identitasku?" ucap pria itu membuka suara.

Kyungsoo tergelak sesaat. Wajahnya begitu merah karena begitu lucunya pria di hadapannya ini.

Apakah itu penting? Asal kau memberiku banyak uang andai kau minta nyawaku sekalipun aku akan berikan.

"Siapa kau?" tanya Kyungsoo akhirnya, itupun hanya setengah terpaksa, setengah ingin segera menyudahi prolog ini, agar ia segera menerima uang itu.

"Namaku Park Chanyeol. Mungkin kau akan berpikir aku gila, tapi aku tidak gila. Dunia ini berbentuk parallel dan aku adalah polisi, penjaga antar paralelitasnya. Setahun terakhir aku sudah melintasi seratus dunia untuk mencarimu, Do Kyungsoo."

Mwo?

"Aku bertemu dengan seratus Do Kyungsoo, dan akhirnya aku menemukanmu, Do Kyungsoo yang tepat untukku— untuk menolongnya."

.

.

.

Dan di sinilah mereka berada.

Kyungsoo berjalan hati-hati mendekati sebuah ranjang rumah sakit dengan seluruh peralatan medis canggih mendampinginya, seorang pria yang terbujur lemah di atas tempat tidur, tak sadarkan diri.

Kyungsoo tak ingin mempercayai matanya. Kyungsoo tak ingin mempercayai matanya.

Tapi memang itu yang Kyungsoo lihat.

Pria itu tampak begitu familiar namun tak sefamiliar itu.

Kyungsoo menangis karena hatinya terasa begitu sakit dan ia perlahan mengambil duduk di sebelah sosok itu, menyentuh tangannya dengan sangat hati-hati seakan jika ia terlalu kasar makan akan terkoyaklah kulit mulus sosok itu.

"Banguuun... Banguuun..." Kyungsoo terisak begitu serak.

Kumohon banguuun...

Kau memiliki segalanya. Kau memiliki orang tua yang mencintaimu. Kau memilikinya. Kau memiliki orang yang teramat mencintaimu, kau memiliki Park Chanyeol. Kumohon banguuuun... Kumohooon...

Kau tak tahu betapa irinya aku padamu, KUMOHON BANGUUUUN... BANGUUUN... Banguun..

Dan sosok di atas ranjang itu tak bereaksi apa-apa.

Kyungsoo menoleh pada sosok lain yang berdiri di belakang jauh memperhatikan mereka berdua, bersama dengan seorang pasangan suami istri setengah baya, yang tampak sangat hangat seperti orang tua pada umumnya, dan mereka tak bisa menahan diri mereka untuk tidak menangis.

DO KYUNGSOO KUMOHON BANGUN!!!

.

.

.

Dunia seperti sebuah buku yang tertutup. 'Manusia' hanya hidup di satu halamannya saja, berkutat di sana, tak bisa melompat ke halaman di hadapannya, bahkan ke halaman di belakangnya. Sedangnya di dalam buku itu ada 50 lembar dengan total 100 halaman yang ada dan tak banyak dari penduduk halaman itu tahu bahwa dunia ini berbentuk seperti buku. Pada titik yang sama kau bisa meloncat, menembus halaman-halaman itu dan menuju halaman yang lain, karena bentuk dunia ini tak sesederhana itu.

Sang Pencipta bisa membuat sebuah jaringan rumit di otak 'manusia' yang terhubung satu sama lain namun tak benar-benar terhubung, tak benar-benar bekerja seluruhnya, dengan sebuah rangsangan, seakan hanya satu bagian yang aktif dan lainnya tidak, bekerja secara misterius, dan hanya Sang Pencipta yang memahaminya.

Lalu mengapa Sang Pencipta yang Maha Pintar itu tak sanggup menciptakan dunia yang serumit otak manusia?

Setiap dunia memiliki 1 Kyungsoo dan 1 Chanyeol, menjalani kehidupan yang berbeda-beda, dengan peran yang berbeda-beda. Beberapa dunia menghasilkan manusia-manusia yang terlalu pintar melebihi dunia lain yang masih terbelakang. Semakin belakang suatu dunia berada di urutan buku maka peradaban mereka lebih maju, lebih cerdas, lebih teratur, lebih modern, hingga mereka bisa menemukan cara untuk melompati halaman satu ke halaman lain, hingga akhirnya Sang Pencipta mungkin menutup 'serial manusia' itu dan berpindah ke serial-serial lain yang dikehendakinya. Dan itu adalah teori yang baru sanggup dipikirkan oleh 'manusia' di dunia Chanyeol berada, Chanyeol sang polisi penjaga antara paralelitas. Dunia mereka berada di urutan terakhir 100, sementara dunia Kyungsoo, si penjaja seks baru dunia ke 21.

Chanyeol dunia 100 hidup sangat bahagia dengan Kyungsoo dunia 100. Mereka berdua bertemu saat masih pendidikan kepolisian, mereka sering berlatih bersama cara melompat dari dunia satu ke dunia yang lain, berlatih bela diri, berlatih menggunakan senjata-senjata berbagai jenis. Mereka begitu kasih dan menyayangi satu sama lain. Hingga akhirnya mereka menikah 5 tahun yang lalu, usai lulus dari akademi kepolisian dan mengenyam jabatan sebagai penjaga paralelitas. Semua begitu sempurna, begitu indah, seperti layaknya kehidupan mayoritas masyarakat dunia 100, dimana tingkat kebahagiaan di sana nyaris 100%.

Namun sebuah kecelakaan akibat konflik dengan beberapa penjahat dari dimensi lain membuat Kyungsoo gagal melakukan lompatan dimensi yang seharusnya dilakukan dengan sangat hati-hati, hingga jantungnya menjadi seakan rusak tak berdetak, namun tak benar-benar rusak, dan ia bisa mati kapan saja andai alat-alat canggih itu tak menyokong nyawanya.

Sementara itu Chanyeol yang tak pernah mengenal kata sedih dalam hidupnya tak bisa menerima kenyataan ia bisa kehilangan Kyungsoo. Ia bertekad melakukan apapun, apapun, demi membuat Kyungsoo-nya hidup kembali. Dokter berkali-kali melakukan pembedahan untuk menyalakan kembali detak jantung di dada Kyungsoo, menyuntikan obat, mengaliri listrik, bahkan mencoba melakukan transplantasi jantung dengan jantung donor namun tubuhnya menolaknya. Medis tahu cara menyembuhkan seluruh penyakit yang diderita dunia lainnya namun tidak dengan penyakit ini. Mereka belum menemukan obatnya.

Setelah di rasa di dunianya ia tak bisa menemukan jalan keluar, setahun yang lalu Chanyeol mulai melakukan perjalanannya mencari kesembuhan Kyungsoo. Chanyeol mengunjungi dunia 88 untuk mengembangkan kloning organ namun itu tak berhasil untuk Kyungsoo. Chanyeol tak berhenti sampai di situ. Ia melompat ke berbagai dunia lain, mencari cara pengobatan setiap dunia hingga ke pengobatan primitf namun ia tak menemukan solusinya. Hingga akhirnya ide untuk mendapat donor jantung dari Kyungsoo yang sama dari dunia lainnya mencuat begitu saja.

Dengan bantuan data rahasia dari teman-temannya di kepolisian, Chanyeol mendatangi satu-persatu Kyungsoo di setiap dunianya.

Chanyeol tak berniat membunuh siapapun. Chanyeol bukan pembunuh. Ia hanya berusaha mencari 1 dari 99 dunia itu dimana Kyungsoo nyaris mati, dengan catatan dengan jantung yang sehat, itu saja, dan ia akan meminta dengan sangat baik-baik kesediaannya untuk mendonorkan jantungnya setelah meninggal.

.

.

.

"Dan jika aku mati kau akan menyembuhkan Ibuku? Membiayainya dan merawatnya hingga ia meninggal?" tanya Kyungsoo, sang barista, lirih di atas ranjang rumah sakit yang terasa begitu aneh baginya itu. Dokter hendak melakukan pemeriksaan kesehatan umumnya sebelum menentukan kapan sebaiknya melakukan operasi donor dilakukan.

"Aku sudah melegalkan perjanjian kita di duniamu, melalui pengacara yang ada di sana," sahut Chanyeol dengan mata menatap sayu. "Demi Kyungsooku, aku pasti akan menepatinya."

Dan kata Kyungsooku terasa begitu menyakitkan bagi Kyungsoo karena bagaimana pun ia juga Kyungsoo. Ia tetap Kyungsoo. Ia tetap Do Kyungsoo. Walau ia tak terlahir dengan kehangatan dan kasih sayang kedua orang tua, walau ia tak dibesarkan dengan pendidikan yang cukup, walau ia tak tumbuh dengan cinta dari seorang kekasih, walau ia tak bekerja dengan terhormat melainkan bekerja menjijikan, tapi ia juga Kyungsoo.

Kyungsoo berusaha membuang pandangannya ke jendela di luar sana, dan bintang di dunia itu tampak begitu terang dan berkelipan seperti lampu natal, tak seperti bintang di bumi yang hanya sedikit dan tak terang.

Andai aku terlahir sebagai dia...

Andai aku terlahir sebagai dia...

Air mata Kyungsoo mengalir begitu saja.

.

.

.

Kyungsoo mencoba membaringkan tubuhnya di ranjang datar seperti balok besi, namun betapa terkejutnya ia bagaimana bisa balok yang tampak keras itu ternyata begitu empuk, begitu nyaman, dan ruangan ia menginap malam itu di salah satu kamar di kediaman Chanyeol terlihat mirip dengan yang ada di film-film masa depan, namun lebih canggih, jauh melebihi apa yang sanggup dibayangkan oleh manusia dunia 21.

Lampu di dalam tampak putih redup dan di hadapan Kyungsoo ada sebuah kaca transparan besar memperlihatkan kota dunia 100 dari lantai 1221. Kyungsoo perlahan berdiri dan mendekatkan dirinya pada kaca besar itu, berusaha mengintip keluar dengan peraaan teramat takjub, tak menyangka ia kemarin lusa di jam sama ia masih berkutat dengan alkohol dan pria-pria mesum, namun kini ia berada di dunia yang jauh berbeda dengan dunianya, dan ia seketika merasa tak siap mati.

Ia tak mau mati.

Ia ingin hidup.

Mungkin tidak hidup di dunia sefantastis ini namun di dunia asalnya, bersama dengan Ibunya, atau entahlah tapi yang pasti ia ingin hidup.

Ia ingin melihat lebih banyak hal di dunianya yang belum pernah ia lihat sebelumnya, namun ia tak tahu harus berbuat apa. Ia ingin melanjutkan sekolah. Ia ingin menjadi penyanyi karena ia begitu suka menyanyi. Ia ingin menjadi pelukis. Ia ingin menjadi penulis. Ia ingin liburan ke pulau Jeju karena ia tak pernah kesana. Ia ingin ke Busan dan menangkap gurita di sana karena kata pegawai di restoran China gurita di sana bisa tangkap oleh para wisatawan.

"Aku tak ingin mati... Aku tak ingin mati... Aku tak ingin mati..." Kyungsoo menangis sendirian di kamarnya, menyadari ia tak ada pilihan lain selain mati.

Hasil pemeriksaan Kyungsoo 90% akan mati seminggu dari sekarang. Semakin lama tubuhnya akan semakin menurun, dan itu tak akan baik untuk kondisi jantungnya, dan mereka menyarankan untuk melakukan donor itu besok, demi Tuhan besok.

"Kyungsoo?"

Chanyeol tiba-tiba saja sudah berada di belakang Kyungsoo dan Kyungsoo tak bisa menahan dirinya untuk tak bersujud di hadapan pria itu. "Kumohon ijinkan aku hidup jika memang aku punya seminggu hari lagi untuk hidup, atau bahkan lima hari, tiga hari, atau bahkan sehari untuk hidup ijinkan aku hidup."

Chanyeol tak pernah merasa sehancur ini dalam hidupnya melihat Kyungsoo, Kyungsoo yang tampak begitu mirip dengan Kyungsoonya dalam segala hal, watak, perilaku, kesukaan, dan kebiasaannya, melihat Kyungsoo ini sungguhlah seperti melihat Kyungsoo-nya.

Ia tak tahu harus berbuat apa. Logika dan hatinya berkata berlawanan, egoisme dan kata nuraninya bertubrukan.

CHanyeol menarik Kyungsoo dalam pelukan dan menangis bersamanya.

"Kumohon maafkan aku. Kumohon maafkan aku. Kumohon maafkan aku, Do Kyungsoo."

.

.

.

Chanyeol memohon pada dokter untuk memundurkan operasi itu selama mungkin, menunggu kondisi Kyungsoo di titik terlemahnya, sembari ia menikmati rasanya hidup. Chanyeol mengajaknya berjalan-jalan di dunia 21, menonton, belanja, melihat kembang api, mengunjungi kebun binatang, melukis, menulis, menangkap gurita, dan bermain-main di pantai. Kyungsoo mengambil kursus bahasa Inggris karena ia suka mendengarkan lagu bahasa Inggris. Chanyeol yang jago bermain gitar pun membantu Kyungsoo menciptakan sebuah lagu, dan mereka merekamnya bersama. Mereka lebih banyak tertawa dan bahagia, melupakan seluruh kenyataan yang ada, melupakan siapa dan darimana Chanyeol sebenarnya berasal. Seakan mereka memang berasa dari tempat yang sama, dan ditakdirkan bersama.

Hingga akhirnya setelah 2 minggu berjuang, Kyungsoo kini hanya bisa berbaring di atas ranjang di dunia 100, berseberangan dengan ranjang Kyungsoo yang sedang mati suri, yang dengan arogannya seakan tengah duduk santai menikmati secangkir kopi, dan menunggu kematian Kyungsoo yang ini sehingga ia bisa dihidupkan kembali.

"Kyungsoo..." Chanyeol mengenggam tangan Kyungsoo, si barista, dan entah sejak kapan ia menjadi begitu sayang padanya di samping perasaannya pada Kyungsoo yang sudah ia nikahi 5 tahun lamanya.

"Hmm..." Kyungsoo begitu lemah hingga tak sanggup banyak bicara.

"Ibumu......" ucap Chanyeol hati-hati. "Ibumu sudah sadar. Ibumu selamat dari masa kritis."

Syukurlah, Tuhan... Syukurlah...

"Apa—kau ingin bertemu dengannya?" tanya Chanyeol yang secara lemah mendapat gelengan dari Kyungsoo.

Dokterpun mengisyaratkan agar operasi untuk segera dimulai.

"Terima kasih, Kyungsoo... Terima kasih... Terima kasih..." Chanyeol mengulang-ulang kalimat itu karena betapa ia merasa berterima kasih atas pengorbanan, tidak , persetujuan Kyungsoo untuk merelakan jantungnya setelah ia tiada.

Namun Kyungsoo yang sudah tak bertenaga itu hanya menggeleng dan tersenyum. "Tidak," ucapnya nyaris tanpa suara. "Aku yang— terima kasih— Park Chanyeol."

Selama 2 minggu terakhir hidupnya akhirnya ia mampu merasakan kebahagiaan, dan itu sudah lebih dari cukup dibanding seluruh nafas di dadanya selama 21 tahun.

.

Dan berakhirlah kisa perjalanan kisah cinta bocah laki-laki dengan takdir yang seharusnya terjadi padanya, meninggal di usia 21 karena kanker stadium akhirnya sudah menyebar ke seluruh tubuh.

Sementara itu Kyungsoo dunia 100 berhasil sadar dari koma berkepanjangannya dan ia bersatu kembali dengan Chanyeol yang memang ditakdirkan untuknya.

Chanyeol memeluknya haru dan ia tahu mereka tetaplah berbeda walau memilki kemiripan fisik dan watak, namun jiwa mereka berbeda.

Chanyeol tak menyesali keputusannya.

Ia hanya— merindukan Kyungsoo yang ia kenal luar biasa berjuang demi kehidupannya. Ia mengangguminya.

.

.

.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaahhh..." Kyungsoo terbangun dengan air mata di matanya.

"WAE?? WAE???" Chanyeol ikut terbangun di sebelahnya, terkejut mendengar teriakan kekasihnya yang terbangun di tengah malam buta.

"PARK CHANYEOOOOOL......" Kyungsoo langsung memeluk Chanyeol begitu saja. "AWAS KAU BERANI MENINGGALKANKUUUU!!! AWAS KAUUUUU!!! AKU BERMIMPI KAU MEMBUNUHKU DEMI KYUNGSOO YANG LAIN!! Jadi aku ada dua dan kau lebih memilih aku yang lain dan bukannya akuuuuuuu!"

"Hehhh??" Chanyeol menggaruk kepalanya tak mengerti. "Kau sehat, Baby-yaah?? Kau kebanyakan baca novel sci-fi yaaaaaaah??"

"HUAAAAAAAAAAAAAAAA........ SUNGGUH!! AWAS KAU SAMPAI MELAKUKANNYA!! LEBIH BAIK KAU SAJA YANG MATI! PAHAM??????"

"Hahahahahahahahahaha..." Chanyeol tertawa meledak.

"HYAAAAAAAK.... AKU MINTA KAU BERJANJI, PARK CHANYEOOOOOL!!!"

"Nde.... Nde........" Chanyeol berjanji akhirnya. "Baiklah, Kyungsoo-ku Cutie Pie...." Chanyeol menarik Kyungsoo dan memaksa wajah Kyungsoo untuk menatap wajahnya. "Aku tak akan membiarkanmu atau Kyungsoo-Kyungsoo yang lain mati. Aku berjanji. Puas???"

"HUAAAAAAAAAAAAA TAK BERUNTUNG SEKALI DIAAAAA....." Kyungsoo kembali menangis, dan Chanyeol yang setengah baru sadar dari tidur itu hanya bisa memeluknya gemas. "Uluwh uluh uluuuuhh... Babyku benar-benar sedih... Jangan sedih lagi... Ada Chanyeol di sini... Aku yang beruntung mengenalmu. Kita beruntung bisa bersama."

Chanyeol menarik Kyungsoo untuk kembali berbaring dan berkata, "Ayo kita tidur lagi. Besok jadwal EXO sangat padat," dan dipeluknya tubuh mungil Kyungsoo erat, dielusnya lembut punggungnya, dan tak dilepaskannya barang sedetik pun.

I love you, Do Kyungsoo.

.

.

.

At the raging moment

And you stop in my world

You are my only one

The moment I discover you

You shine more radiantly

I'll be the lucky one

You and I

Here

Keep on coming

In the same time

Oh, the moment we become one

We'll be the lucky ones

.

END

12-04-2018

Continue Reading

You'll Also Like

59.5K 506 5
well, y'know? gue fetish sama pipis dan gue lesbian, eh gue sekarang sepertinya bi, kontol dan memek ternyata NYUMS NYUMS Apa ya rasanya Mommy? juju...
63.5K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
197K 16.4K 27
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
85K 7.9K 21
Romance story🀍 Ada moment ada cerita GxG