Aluna | END

By Shineeminka

2.2M 225K 47.2K

The second story of Aliandra Aku tahu kalau pada kenyataannya akan sulit bagiku untuk mendapatkan cintanya k... More

Prolog
Satu : Benarkah Kau Mencintainya?
Dua : Ketika Ragu Itu Datang
Tiga : Marcelino Eleiezer Herland
Empat : Suara Ombak
Lima : Puncak Rinjani
Enam : Tangisan Aluna
Tujuh : Tepian Masa Lalu
Delapan : Senja Yang Dinanti
Sembilan : Aku Hanya Cemburu
Sepuluh : Jangan Paksa Aku
Sebelas : Menetapkan Perasaan
Dua Belas : Kembali Bertemu
Tiga Belas : Cinta Dan Rasa Sakit
Empat Belas : Janji Di Atas Awan
Lima Belas : Patah Hati Untuk Kesekian Kalinya
Spesial Malam Tahun Baru | Luka Yang Tersimpan Dalam Sebuah Cerita
Enam Belas : Terlalu Mencintaimu
Tujuh Belas : Mencintai atau Dicintai?
Delapan Belas : Terjebak Pada Cinta Yang Salah
Sembilan Belas : Bait Pertama Dalam Cinta
Dua Puluh : Hati Yang Kembali Terluka
Dua Puluh Satu : Tersusun Kembali
Dua Puluh Dua : Sepotong Hati Yang Baru
Dua Puluh Tiga : Rasa Sakit
Dua Puluh Empat : Tidak Bisa Melepaskannya!
Dua Puluh Lima : Kencan Pertama
Dua Puluh Enam : Siapa Yang Kau Cintai?
Dua Puluh Delapan : Kita Harus Berpisah
Dua Puluh Sembilan : Mawar Biru Untukmu (Bag.1)
Dua Puluh Sembilan : Mawar Biru Untukmu (Bag.2)
Tiga Puluh : Bahagia Atau Kecewa?
Tiga Puluh Satu : Selembar Potret
Tiga Puluh Dua : Kecupan Pertama dan Terakhir
Tiga Puluh Tiga : Semoga Ini Mimpi
Teruntuk Kamu

Dua Puluh Tujuh : Kenangan Yang Menyakitkan

33.8K 6K 1.7K
By Shineeminka

Enam tahun yang lalu. Kedua kakinya berlari menyusuri koridor rumah sakit, tangannya digenggam erat oleh sang kakak. Tak henti-hentinya hatinya melafalkan doa.

Ya Allah selamatkan Ayah dan Ibu Aluna...

Namun doa'nya tidak terkabul. Dia melihat Ayahnya sudah terbujur kaku di atas ranjang pesakitan. Dia menangis kuat. Terus memanggil Ayahnya.

"Ayah bangun.... Ayah bangun!" Dia berharap tangisan dan teriakan memilukannya dapat membangunkan Ayahnya. Seluruh tubuhnya terasa sakit, namun dia tidak bisa menjelaskan sakit seperti apa yang saat itu dia rasakan. Sungguh semuanya terasa sakit, sangat sakit.

"Aluna kamu harus sabar yah. Ini yang terbaik untuk Ayahmu," ucap seorang tetangga yang ikut melihat keadaan kedua orangtuanya.

Terbaik? Terbaik untuk siapa? Semenjak kepergian Ayahnya banyak tangisan yang mengiringi hidup mereka.

Dia, kakak dan Ibunya pernah tidak makan seharian penuh. Setiap malam dia mendengar ibunya selalu menangis. Ibunya terlihat tegar namun pada kenyataannya Ibunya hancur. Dia yang dicintai telah pergi dan Allah pun mengambil kedua kaki ibunya.

Dia dan Aliandra terus berjuang melawan rasa sakit.... Berjuang melawan kehidupan yang tak seindah cerita fiksi yang selalu keduanya baca.

Senyuman tetap terukir di wajah keduanya namun tanpa ada yang tahu hati keduanya selalu menangis. Menangisi kepergian Ayahnya dan menangisi kelumpuhan Ibunya.

Sungguh terkadang rasa kesal dan marah memenuhi hatinya. Dia menghujat Allah disetiap salatnya. Mempertanyakan banyak hal... Dia ingin kehidupannya kembali seperti semula.

Sentuhan lembut di tangannya menyadarkan Aluna dari kenangan masa lalunya yang menyakitkan.

"Semuanya akan baik-baik saja Aluna," ucap Nino menggenggam erat tangan kanan Aluna.

Aluna hanya diam. Matanya menatap Nino dengan pandangan kosong. Nino hendak memeluknya namun Aluna memilih untuk menghindar.

"Apa aku melakukan suatu kesalahan padamu?" akhirnya pertanyaan yang sudah Nino simpan selama berhari-hari terucap dari bibirnya, "Beberapa hari ini kamu seakan terus menolak keberadaanku di dekatmu."

Aluna memilih tetap diam. Bahkan dia mengalihkan pandangannya dari wajah Nino.

"Aluna," Nino kembali membawa tangan Aluna ke dalam genggamannya. Dia menggenggamnya dengan sangat erat hingga membuat Aluna tidak bisa melepaskan genggamannya, "Katakan apa salahku padamu."

Aluna tetap diam tidak bergeming. Bibirnya terkatup rapat.

Nino menghela napas panjang. Dia mengingatkan pada dirinya sendiri kalau saat ini bukan waktu yang tepat untuk meminta jawaban akan perubahan sikap Aluna padanya.

****

Perjalanan dari Berlin ke Jakarta akhirnya berakhir. Rasa sakit semakin menghantam hati Aluna saat dia mulai memasuki area rumah sakit. Semua bayangan enam tahun lalu semakin terlihat jelas.

Nino yang tahu akan rasa takut yang menyelimuti hati Aluna membawa tubuh Aluna ke dalam rangkulannya, untuk kali ini Aluna tidak menolaknya. Dia membutuhkan pegangan untuk meneguhkan pijakannya.

Perlahan Aluna mulai memasuki ruangan yang ditempati oleh Aliandra. Tangisnya tidak terbendung saat melihat keadaan Aliandra. Dia seakan kembali melihat sosok ibunya yang terbaring lemah di atas ranjang pesakitan. Dia menenggelamkan wajahnya tepat di samping kepala Aliandra. Isak tangis tak kunjung berhenti. Tangisan ketakutan akan kehilangan orang yang dicintai.

“Kakak... Dia yang telah menyebabkan Ayah pergi... Dan kini dia pun penyebab engkau dan Arkhan mengalami apa yang dulu Ayah dan ibu alami.... Kenapa harus dia yang Kak Alin cintai? Kenapa harus dia yang Allah jodohkan denganmu?”

Nino menghampiri Aluna yang kini masih terisak, “Jangan menangis!” dengan lembut dia membelai pipi Aluna yang sudah basah oleh air mata, “Yakinlah kalau Kakakmu dan
Arkhan akan baik-baik saja.”

Aluna sudah berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau semuanya pasti akan baik-baik saja. Tapi ketika kakinya melangkah memasuki Bandara Flughafen Berlin-Schönefeld GmbH (FBS) Bayangan kepergian Ayahnya terus terbayang di pelupuk matanya. Dia takut kalau akan ada diantara keduanya yang akan pergi untuk selama-lamanya.

Nino memeluk erat tubuh Aluna, “Enyahkan segala pikiran negatif dari dalam kepalamu!”

“A...aaku..takut.”

“Tidak ada yang perlu kamu takutkan. Serahkan semuanya pada Allah, bukannya itu yang selalu kamu katakan padaku.”

Aluna menenggelamkan wajahnya di dada Nino. Menyembunyikan Isak tangisnya yang kembali pecah tidak terbendung.

Setengah jam lebih Aluna dan Nino bertahan di ruangan Aliandra, setelah itu baru keduanya menuju ruangan dimana Arkhan sedang ditangani.

Aluna menghentikan langkahnya saat melihat pemandangan yang ada di hadapannya.

Lili sedang menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Radit, Jasmine pun terlihat menangis dalam gendongan seorang suster dan Alka tengah menundukkan wajahnya, bahunya bergetar dengan kuat menandakan kalau kini dia juga sedang menangis.
Rasa benci seketika Aluna rasakan saat melihat wajah Alka. Dengan langkah lebar dia menghampiri Alka dan tanpa ada yang dapat mencegahnya Aluna berhasil melayangkan tangannya ke pipi Alka dengan sangat kencang.

“Semuanya salahmu bajingan!” teriak Aluna memekakan telinga, “Kenapa kau harus kembali ke dalam kehidupan Kakakku.... Mana janjimu yang berkata akan menjaga mereka berdua dengan baik? Dulu kau mencampakkan Kakakku seperti sampah dan kini kau kembali hanya untuk membawa rasa sakit yang baru untuk Kakakku.... Dan dulu kau juga yang membuatku dan Kakakku harus kehilangan Ayah kami... Kau pembunuh Alka, Kau pembunuh..."

Alka menatap Aluna dengan tatapan kebingungan.

Pembunuh? Siapa yang pembunuh?

Lili dan Radit terperangah kaget, sedangkan Nino yang memang sudah tahu akan rahasia yang Aluna simpan selama hampir enam tahun itu memilih untuk diam. Membiarkan
Aluna membuka rahasiannya.

Rahasia tentang kecelakaan yang membuat Ayahnya meninggal.

“Apakah kau lupa Tuan Alka... biar aku ingatkan... enam tahun yang lalu di jalan Kenanga kau telah menabrak sepeda motor dan setelah itu dengan teganya kau malah mengabaikan korban yang telah kau tabrak..”

Tubuh Alka seketika membeku. Meskipun kejadian itu sudah sangat lama namun dia masih mengingatnya. Di hari itu dia baru kembali dari kantor cabang di Bandung, dia
mengendarai mobilnya di atas batas kecepatan rata-rata karena dia harus segera sampai di Bandara. Ada pertemuan penting yang harus dia hadiri hingga tiba-tiba mobilnya oleng dan menabrak sebuah sepeda motor. Namun, yang dikatakan oleh Aluna tidak semuanya benar. Dia masih punya hati, dia tidak meninggalkan korban yang dia tabrak, dia menelepon ambulan untuk mengangkut korban bahkan semua biaya rumah sakit dia yang menanggung. Saat tahu korban yang tertabraknnya meninggal dia memberikan uang santunan sebanyak seratus juta melalui pengacara perusahaannya untuk diberikan kepada keluarga korban. Bahkan dia pun hendak mendatangi rumah duka namun dilarang oleh pengacara perusahaan dengan alasan takut pihak media mengetahui kecelakaan yang melibatkan dirinya itu, saat itu dia memang tengah diajukan untuk menjabat sebagai Direktur Utama setelah lima tahun menjabat sebagai Wakil Direktur, oleh karena itu diharapkan tidak ada yang tahu akan kecelakaan maut yang melibatkannya itu. Tapi sungguh dia tidak tahu kalau Kedua orang tua Aliandra lah yang dulu menjadi korban kecelakaan itu.

“Andai ibuku tidak memintaku menjaga rahasia ini.... sungguh Demi Allah aku akan memberitahu Kakakku kalau suami yang dia cintai ternyata seseorang yang telah membuatnya harus kehilangan Ayah yang sangat dia cintai... karena kaulah semua kesakitan kami rasakan...dan kau dengan teganya saat itu hanya menganggap Kakakku sebagai seorang pelacur.... andai Kakakku benar-benar menjadi seorang pelacur.. kaulah yang menyebabkan semua itu terjadi...kau Alka... kau penyebab semua kesakitan keluargaku... Aku berusaha untuk memaafkanmu karena ibu berkata padaku kalau kau adalah lelaki yang baik yang sengaja Allah jodohkan dengan Kakakku.. dan yang membuatku menelan kesakitan ini seorang diri karena Kakakku sangat mencintaimu..aku diam selama ini karena Kakakku sangat mencintaimu... Tapi apa yang kau lakukan, di hari kepergian ibuku untuk selama-lamanya kau malah pergi meninggalkan Kakakku.. dia menanggung sakit seorang diri... Padahal saat itu dia sangat membutuhkanmu,”

Aluna jatuh terduduk. Menangis hebat dalam tangisan yang tidak tertahankan.

Nino langsung membawa tubuh Aluna ke dalam pelukkannya. “Dia yang membunuh Ayahku... dia yang menyebabkan Ibuku harus kehilangan kakinya... dia yang telah membuat hidupku dan Kakakku hina di mata semua orang... karena dia hanya menganggap Kakakku sebagai seorang pelacur.... salahkah bila aku membencinya.... salahkah bila aku ingin membunuhnya,” racau Aluna dalam pelukkan Nino, tidak terkendali.

Lili ikut berjongkok di dekat Aluna, tangannya membelai lembut pucuk kepala Aluna, “Sabarlah Aluna... jangan penuhi hatimu dengan dendam. Kita berdoa untuk kebaikkan Aliandra dan Arkhan.”

“Aku sudah sabar selama ini... Membiarkan dia kembali bersama Kakakku dan keponakanku tapi yang terjadi... Dia malah akan kembali mengulangi apa yang dulu pernah terjadi.... Aku sungguh membencinya!”

“Aluna istighfar... Semuanya sudah diatur oleh Allah,” ucap Radit ikut berusaha menenangkan Aluna yang meronta dalam pelukkan Nino.

Alka diam membeku. Matanya menatap sendu pada Aluna yang berada dalam pelukkan Nino. Kenapa dunia begitu sempit? Sungguh demi apapun dia tidak pernah menyangka kalau Aliandra dan Aluna adalah putri dari seseorang yang telah dia renggut nyawanya.

Radit menepuk bahu Nino. Matanya memberi isyarat pada Nino untuk membawa Aluna pergi. Tidak baik kalau Aluna berada dekat dengan Alka.

Nino menurut perlahan dia merangkul bahu Aluna, "Kamu butuh udara segar."

Aluna menatap tajam Nino. Kilat kebencian terpancar jelas dari mata coklat Aluna.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Aluna? Kenapa Aluna seakan berubah menjadi sosok yang sama sekali tidak dia kenali?

Alka mengerti akan ketidak nyaman Aluna pada dirinya. Akhirnya dia memilih untuk pergi. Meninggalkan sejenak putranya yang kini tengah berjuang di ruang operasi seorang diri.

"Kamu kenapa?" pertanyaan itu Nino ajukan saat Aluna telah duduk di bangku yang menempel pada dinding rumah sakit. Tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Aluna.

Aluna tidak mengucapkan sepatah katapun. Matanya fokus menatap ke arah lampu yang berada tepat di atas pintu ruang operasi.

"Ante...," Dengan ragu-ragu Jasmine menghampiri Aluna. Dia berdiri tepat di depan Aluna, "Jasmine rindu, Ante Aluna."

Senyuman yang sudah beberapa hari ini tak pernah lagi Nino lihat akhirnya dapat kembali dia lihat. Aluna tersenyum dengan begitu manis pada Jasmine.

"Ante juga merindukan Jasmine," ucap Aluna. Dia mendudukkan Jasmine di atas pangkuannya. Dia peluk tubuh Jasmine dengan sangat erat. Berulangkali dia menciumi pucuk kepala Jasmine.

Jasmine mendongakkan wajahnya. Memandang wajah Aluna dengan tatapan polosnya, "Ante Aluna kenapa marah sama Ayah Alka?"

Aluna diam. Tidak menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir mungil Jasmine. Dia malah lebih memilih menyenandungkan sebuah shalawat yang terdengar sangat merdu namun membuat orang yang mendengarnya merasakan sebuah kesedihan. Jasmine yang berada di dalam pelukkannya terbuai dan akhirnya tertidur.

Nino memperhatikan semuanya. Bagaimana cara Aluna membuai Jasmine dalam kelembutannya. Sekilas terbersit dalam hatinya keinginan untuk memiliki seorang buah hati. Aluna pasti akan membuai buah hati mereka dengan penuh kasih sayang. Dan mungkin mereka akan menjadi keluarga yang bahagia meskipun tidak ada cinta untuk Aluna di hatinya.

Bogor, 9 Jumada Ula 1439H

Continue Reading

You'll Also Like

648K 54.6K 31
Kisah tentang seorang seniman muda, pelukis terkenal yang harus terjebak pada dua pilihan. Rasyid mencintai Melody, perempuan di masa lalunya, namun...
54.5K 2.8K 66
[CERITA MASIH LENGKAP] Bukan cerita playgirl, tapi cuman cerita cewek yang udah dijodohin tapi masih pacaran sama orang lain. Abis pacaran terus putu...
7.4K 1K 44
Satu cerita yang selalu ia dengar dari sahabatnya selama enam tahun ini, berhasil membuatnya tertarik dan penasaran pada tokoh utama dalam cerita ter...
212K 15.1K 30
Lima tahun merupakan waktu yang tak singkat untuk melewati hari-hari ini tanpa kehadiran dirimu.