The Last Blue

By Arasther

272K 23.7K 4.9K

Bagaimana jika identitas keluargamu ditentukan dari warna mata? Seperti... Pemilik mata hijau, YinYang di dun... More

Tempat Apa Ini?
Ada Seseorang
Bad Mood
Pesan
Orang Aneh dan Penguntit
Bukan Seseorang
Malam Pertama di Rumah Baru
Janji
Biru Kuadrat
Mata dan Identitas
Sejarah yang Hilang
Roh Jahat
Rumah Cermin Balfas
Malaikat Hitam Gallchother
Tanda
Lubang di Pohon
Saudara Perempuan
Potongan yang Diawetkan
Dress Biru
Pesta Abu-abu
Teka-teki
Tiga Bangsawan
Hantu Sekolah
Wujud Asli atau Palsu
Hari yang Panjang
Tukang Bohong
Wilayah Para Ular
Sejujurnya
Tak Ada yang Abadi
Keluarga Svartelli
Selamanya Ganjil

Teror Toilet Sekolah

5.6K 539 256
By Arasther

Mulutku berhenti melumat makanan di dalamnya, mataku beralih ke Ave dengan ekspresi kaget namun setengah menutupinya. Kalau hantu tukang bohong, apa Lavina masuk hitungan?

Pikiranku melayang kemana-mana. Ke segenap kisah yang pernah diceritakan Lavina. Tentang koleksi teddy bear-nya yang lengkap, kekesalan terhadap pengasuh pribadi istananya, air matanya yang berlinangan ketika menceritakan betapa sayangnya ia dengan seorang pemarip kerajaan, dan tentang ingatan cacat yang membuatnya terjebak di dunia. Aku pasti sangat terpukul dan kecewa jika semua itu bohong. Lavina tak mungkin menipuku. Dia menyayangiku dan aku pun menyayanginya lebih dari apapun, dia adikku yang tercinta.

Aku menarik bangkuku sedikit lebih maju dan meyakinkan diriku sendiri. Lavina bukan pembohong. Aku tahu itu. Dan aku bersumpah aku akan selalu memaafkannya. Apapun faktanya.

Mataku beralih ke sketsa gadis tanpa lengan bergaun lolita yang sedang Ave gambar. Dia sangat berbakat. Proporsi gambarnya sesuai dan ia pandai membuat detail. Andai aku juga pandai menggambar, aku pasti akan menggambar orang-orang kesukaanku. Orang tuaku, nenek, teman-teman, dan mungkin.. orang yang kutaksir. Haha, itu takkan pernah terjadi.

"Ave, boleh aku lihat bukumu?" tanyaku menyela aktivitasnya. "Tentu." Ia tak merasa keberatan dan meniup ampas-ampas penghapus yang tersisa di atas gambarnya sebelum mengulurkan buku itu padaku.

Aku meletakkan peralatan makanku dan memasukkan kotak bekalku ke kolong meja. Kusambut uluran buku itu lalu kuletakkan tepat di depanku. "Ini, adikmu?" tunjukku ke lukisan gadis berambut coklat tua dan mata biru terang di halaman pertama.

Ave mendongak dan tergelak kecil. "Itu aku. Tidak mirip ya?"

"Mirip, serius. Makanya kukira adikmu."

Ia tertawa lagi, "Lalu mengapa tak mengira itu aku?"

Kuangkat buku itu setinggi kepala Ave. Lalu aku membandingkan keduanya. "Hmm.." aku melirik lukisan dan wajah bergantian. "Apa ya yang beda, kalian mirip sekali," gumamku.

Ave memiringkan kepalanya dan memandangku bingung. "Sudah ketemu?"

"Itu dia!" Akhirnya aku menemukan penyebabnya. Buku itu kutaruh lagi di meja. "Ave, boleh pinjam kuas?"

"Apa yang mau kau lakukan?"

"Aku akan melakukan vandalisme*," ucapku menyeringai sambil menaikkan satu alis.

"Apa!?" Pekik Ave, ia mengamankan kuas beserta catnya dengan cepat dan memarahiku.

"Pinjam kuaas! Sungguh! Aku tak akan merusak lukisanmu!" Aku mencondongkan badanku ke depan berusaha meraih kuas paling kecil di genggaman tangannya.

"Baiklah, kalau sampai kau melakukan vandalisme..." ia memberikan kuasnya kepadaku. "Aku tak akan memaafkanmu," tegasnya.

"Percaya padaku. Kau hanya perlu duduk di situ dan jadi model lukisan ini. Aku akan membuatnya mirip 95%."

"Apa? Bukannya itu mengurangi kemiripannya?" selanya.

"No no. Berikan catnya padaku."

Akhirnya, aku bisa memakai kuas Ave! Hihihi. Aku penasaran bagaimana rasanya.

Aku menekan tube cat berwarna coklat tua dan memberinya sedikit air. Aku tak tahu banyak tentang melukis, yang kutahu pokoknya warna cat akan semakin pudar jika diberi air. Kucelupkan ujung kuas ke dalam secuil cat yang sudah cair itu dengan hati-hati. Semoga ini berhasil. Aku mendekatkan ujung kuas ke buku dengan ragu. Kuas itu tidak kusapukan, melainkan hanya kutitikkan sedikit-sedikit ke bagian pipi lukisan Ave untuk membuat bercak freckles.

"Sudah?" tanya Ave. "Jangan bilang kau hanya melukis ulang warna rambutku."

"Sedikit lagi," ucapku sambil sesekali menoleh ke Ave untuk mencontoh freckles-nya.

"Here you go," aku menaruh kuas dan buku sketsa Ave bersamaan. Mata Ave membelalak tatkala melihat finishing yang kubuat.

"Oh. My. God." Ia menutup mulutnya.

"Em, ini bukan termasuk vandalisme, kan?" Aku menggaruk rambutku ragu dengan maksud dari ekspresinya itu. Seperti terkejut saking jeleknya hasil lukisanku, tapi juga seperti kaget saking terpesonanya dengan bakat terpendamku.

Ia lantas memelukku senang. "Kau jenius, terima kasih!"

"Eh?"

Ia melepas pelukannya dan tersenyum lebar, "Kapan-kapan melukis sama-sama, yuk!"

"Eh, aku tak selihai yang kau kira," aku tergelak kecil, tak kusangka hasil lukisanku bagus walaupun cuma sekadar bintik-bintik. Apa ini artinya aku punya potensi dalam melukis? "Kalau pelukis ahli yang mengajakku, tentu, tapi kau harus ajari aku."

"Tentu!"

"Beritahu saja kapanpun kau bisa, aku luang setiap weekend," sahutku.

Ia mengacungkan jempol.

TENG..!! TENG..!!

"Bel masuk, aku ke toilet dulu ya," tukasku langsung lari kekuar kelas.

"Blu, tunggu, biar kutemani!" sahut Ave.

"Tidak usah, tak apa!" balasku.

Aku bergegas lari ke toilet. Beberapa saat kemudian, langkahku terhenti di depan jendela paling belakang kelas 8.3 karena ketukan yang keras.

Aku menoleh dengan refleks. Tak ada siapa-siapa dibalik jendela. Hanya debu dan kaca yang memantulkan cahaya mentari. Tiba-tiba aku tersadar, ada tulisan 'see you later' diantara debu-debu yang menempel. Sempat terpikir olehku hantu Jane yang menulisnya.

"Siapa kau?" gumamku pelan.

Huruf J tiba-tiba muncul di dalam kaca.

Diikuti dengan huruf A

Kemudian N

Lalu yang terakhir... E.

"BAAAA!!!" Shai menggedor kaca jendela sambil melompat di dalam kelas mengangetkanku.

Aku tak akan bohong kalau aku tak kaget. Sumpah. Jantungku hampir saja keluar!

"Darn you!!" pekikku marah.

Shai tergelak girang penuh kemenangan dengan ekspresiku. Ia kembali menggedor-gedor jendela, kali ini lebih pelan. Ia menunjukkan lilin bening di tangannya dan mulai menulis 'booo' di debu kaca. Kuakui lilin itu memang tidak kelihatan dari luar. "Tak pernah tahu temanku ini penakut juga, ahahaha!" Ia membuka jendela itu dan mencoba meraihku dari sana.

"Itu tidak lucu," aku memelototinya dan mundur.

"Ooh, jangan marah!" Ia memohon padaku dengan sangat.

"Jangan pernah kau ulangi," tegasku lalu pergi setelah Shai mengiyakannya.

Sial..

Aku berjalan dengan agak kesal ke toilet, jantungku masih berdegup kencang. Kau tahu, sebenarnya aku benci sekali dikagetkan.

Sampailah aku di dalam toilet perempuan. Keempat bilik kecil terdekat terisi penuh. Tersisa satu bilik kosong di paling ujung. Bilik yang paling aneh karena pintunya memiliki dua kunci. Satu untuk mengunci dari dalam dan satu dari luar. Pasti bilik itu jadi tempat favorit untuk melakukan penganiayaan. Mau tak mau aku masuk. Ini keadaan darurat-buang-air-kecil. Masa bodoh dengan bilik paling ujung. Aku sudah pernah pipis di situ dan tak ada hantu.

Aku mengunci pintu toilet dengan kesal.

Terdengar senandung kecil dari bilik di sebelahku saat aku buang air. Orang di dalamnya berdiri dan tak sengaja menyenggol pembatas bilik kami sehingga timbul bunyi BRAK yang cukup kuat. Aku tersentak namun tak peduli. Ia kembali bersenandung lalu menarik kaus kakinya yang kendur.

BZZT..

Lampu di atas bilikku tiba-tiba konslet dan meredup. Suasana toilet menjadi aneh. Orang di bilik sebelah masih saja bersenandung, membuatku merinding dalam keremangan toilet. Saat aku menoleh ke bawah pembatas bilik, kaki orang itu ternyata sudah tak ada. Artinya orang itu sudah pergi. Tapi aku masih mendengar suaranya di dalam.

Aku segera membenarkan rokku dan meraih kunci toilet.

CKLEK!

Aku dikunci dari luar!

Aku ketakutan, jantungku berdegup kencang. Kudorong pintu itu kuat-kuat, namun aku tak sanggup mendobraknya.

"Buka!!" teriakku menggedor-gedor pintu dengan marah. "Buka pintunya!!!" Suaraku memekik kencang.

Suara senandung itu hilang. Toilet menjadi hening seketika. Aku menendang pintu toilet sekuat mungkin tapi tetap tak bisa terbuka. Aku pun mencari cara lain dengan memanjat. Tapi, pembatas biliknya terlalu tinggi.

Aku menendang pintu itu untuk yang terakhir kalinya, "Brengsek!"

"Apa kau hater-ku?! Jawab! Kau pikir ini menyenangkan? Cepat keluarkan aku dan temui aku empat mata!!" ucapku bertubi-tubi.

"Hmm.. hmm... hm.. hmm..." senandung itu kembali lagi. Terdengar semakin dekat dan dekat dengan pintu bilikku.

"Siapa kau?" ucapku dengan tegas walau kutahu jantungku berdegup ketakutan.

Aku melirik ke pintu bilik dan mendapati darah mengalir di tengah-tengah pintu. Badanku gemetar ketakutan, darah itu bukannya mengalir begitu saja. Itu membentuk huruf I. Aku bergeser ke sudut bilik dan memegangi jantungku yang berdegup tak karuan. Kemudian muncul darah lagi membentuk huruf A dan M bergantian.

"S-Siapa kau s-sebenarnya.." ucapku gemetaran.

Di bawah tulisan 'I am' itu muncul huruf J kapital yang penuh dengan darah.

Aku memejamkan mata dan berteriak kuat. Terdengar suara langkah kaki mendekat. Aku semakin histeris. Tiba-tiba pintu toilet terbuka dan dia memegang lenganku.

"HEY!" seseorang berteriak dan menampar pipiku kuat.

Aku membuka mata dan berhenti berteriak. Marta ada di depanku, wajahnya pucat dan tampak ketakutan. Ia menanyakanku apa yang terjadi. Aku tak menjawabnya. Ia bertanya lagi apa aku baru saja melihat hantu atau ada hal ganjil yang terjadi di toilet. Aku menggeleng dan menggenggam erat tanganku yang gemetaran.

Marta menarikku kuat, kakiku begitu lemas, ia menyeretku keluar dengan paksa hingga aku benar-benar bisa berdiri. Dan sebelum kami sepenuhnya keluar dari toilet wanita, aku sempat menoleh ke belakang untuk melihat bilik sebelahku tadi. Dan aku sungguh tercengang, di depan pintu itu tertempel kertas bertuliskan,

RUSAK

Toilet Sedang Dalam Perbaikan

Marta membawaku ke kelas, dia segera melapor ke guru matematika di depan kelas dan memberitahunya bahwa aku berada di toilet. Mereka berbincang sebentar lalu Beliau pergi keluar meninggalkan kami.

"Lain kali jangan pergi sendiri," tandas Marta berlalu ke mejanya.

"Kau dari mana sih? Ketua kelas kita jadi pusing mencarimu kemana-mana," sambung Beni. Shai dan Ave merapat ke meja kami dan memandangiku dengan khawatir.

"Kau pucat sekali. Apa kau baik-baik saja?" tanya Ave. Shai memegang pundakku yang sedikit gemetar, membuatku badanku sedikit menghadapnya, "Apa yang terjadi?"

"Aku.. didatangi hantu Jane."

"Di mana?" tukas Ave cepat.

"Toilet."

Beni melirik Ave dan Shai bergantian, ia seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Hey, aku pernah dengar dari Letra, kalau kau ingin pergi ke toilet sebaiknya jangan sendiri."

"Benar," sahut Shai. "Toilet itu tempat yang sering dikunjungi hantu Jane."

"Maafkan aku Blu, harusnya tadi aku menyusulmu," sahut Ave.

"Tak apa, Ave, itu salahku."

Shai mengangat lengan kananku dan memperhatikannya saksama, "Kau beruntung kau tak terluka. Dari cerita-cerita siswi yang bertemu hantu Jane di toilet, mereka mendapat luka di tubuhnya. Syukurlah kau tidak kenapa-napa. Luka mereka bukan main parahnya, seperti sayatan besar."

Aku memegangi bagian tungkakku, tiba-tiba kulit belakang leherku terasa perih. "Aw... apa ini?" ringisku.

Aku merasakan cairan menempel di jemariku dan saat kulihat itu ternyata darah.

Leherku disayat!

"Uh, teman-teman, bisakah kalian lihat belakang leherku?"

"Lepaskan tanganmu," Shai mengangkat telapakku dari tengkukku.

"Lehermu tidak kenapa-napa," sambung Beni.

Ave berdiri menyibak rambutku ke depan. "Tidak ada apa-apa, Blu."

"Tidakkah kalian lihat? Leherku berdarah," aku menunjukkan telapak tanganku yang penuh darah. Mereka bertiga nampak bingung melihatnya. Ekspresi mereka seperti mengatakan kalau aku sedang berbohong. Leherku terasa semakin perih terlebih lagi saat Shai menyentuhnya. "Lihat, tak ada darah," ia mengulurkan telapaknya.

"Aku bersumpah ini perih sekali," rintihku.

"Jangan-jangan.." gumam Ave memandangiku intens.

"Apa yang terjadi padaku?"

"Kau kena ilusi hantu Jane."

◇◇◇◆◆◆◇◇◇◆◆◆◇◇◇

*vandalisme : perbuatan merusak karya seni/barang berharga.

Apakah sekolah/universitas/kantor kalian berhantu?
;_; (yes o no)

☆SHARE STORIES☆
☆SHARE STORIES☆
☆SHARE STORIES☆

Kalian pernah nggak ngalamin hal horor dalam toilet? :v

Misalnya, Thor mau mandi di wc hotel, trus masuk ngebuka tirainya. Habis itu Thor naruh handuk. Pas mau balik badan nutup tirai, eh tirainya udah ketutup.-tapi boong

Hehehe :'v

Don't forget to leave a comment ;D

Continue Reading

You'll Also Like

8.9K 1.1K 84
This is MTL and for reading offline purpose use only! All copyrights BELONG TO THE ORIGINAL AUTHOR. Author: Yu Qiongbao Rimu 钰穹汘里目 Status: 84 Chapter...
791K 61.4K 37
Desa Pagar Mentimun digemparkan oleh seorang perempuan yang hidup kembali saat hendak dikuburkan. Retno, seorang novelis horor yang mendengar beritan...
2M 123K 53
APA LIAT-LIAT? SINI MAMPIR! [𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐃𝐔𝐋𝐔 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐋𝐔𝐌 𝐁𝐀𝐂𝐀!] [ NOTE. SEBAGIAN PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT] GENRE : BUCIN...
163K 29.6K 37
ᴛᴇʀɴyᴀᴛᴀ 12 ᴩᴇᴍᴜᴅᴀ ɪᴛᴜ ʙᴜᴋᴀɴʟᴀʜ ᴀɴᴀᴋ ꜱᴇᴍʙᴀʀᴀɴɢᴀɴ,ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ʙɪꜱᴀ ᴍᴇʟɪʜᴀᴛ,ᴍᴇʟᴀᴋᴜᴋᴀɴ,ʙᴀʜᴋᴀɴ ᴍᴇɴyᴀᴋꜱɪᴋᴀɴ ʜᴀʟ-ʜᴀʟ yᴀɴɢ ᴛɪᴅᴀᴋ ꜱᴇᴍᴜᴀ ᴏʀᴀɴɢ ʙɪꜱᴀ ᴍᴇʟɪʜᴀᴛɴyᴀ. Hig...