Hey, Bi! #Wattys2018

By haiisenjaa

962K 72.9K 521

#22 chicklit : 21 April 2018 #128 chicklit : 18 April 2018 Semesta mempertemukan Acha dengan Rama dalam ketid... More

ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
ELEVEN
TWELVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIVTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
PENGUMUMAN
THIRTY
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
BONUS (1)
FOURTY ONE (a)
FOURTY ONE (b)
BONUS (2)
BONUS (3)
BONUS (4)
SNAP
SELAMAT HARI KARTINI
QnA
FOLLOW YUK!

EIGHTEEN

16.9K 1.4K 7
By haiisenjaa

Akhirnya hari yang kunantikan datang juga. Hari ini aku sidang. Sengaja aku mengambil ijin cuti. Aku bangun bahkan sebelum adzan subuh berkumandang. Jujur saja sebenarnya aku tidak bisa tidur semalaman. Meski sudah mempersiapkan sebaik mungkin, rasa gugup dan takut itu tetap ada.

Aku bersyukur memiliki sahabat dan juga teman-teman yang selalu mendukung, membantu dan menyemangatiku. Seringkali di tengah-tengah pekerjaan yang menumpuk kuajak mereka berdiskusi tentang kasus yang kuambil untuk skripsiku. Aku butuh mendengarkan pendapat mereka. Dokter Rama juga kadang ikut bergabung dalam kelompok diskusi kecil kami. Dan aku sangat berterima Kasih karena dia mau berbagi ilmunya kepada kami yang hanya remahan rengginang ini.

Pukul enam pagi aku sudah bersiap diri. Kemeja putih serta rok hitam panjang terasa sedikit longgar ditubuhku. Rasa-rasanya aku agak sedikit kurusan. Yah belakangan ini aku memang sering telat makan. Mungkin setelah semua perjuangan ini aku bisa memperbaiki gizi kembali.

Kuperhatikan sekali lagi penampilanku dicermin. Setelah memastikan semuanya 'sempurna', aku meraih tas ransel berwarna pink yang tergeletak di meja belajar. Kuperiksa kembali barangkali ada barang yang ketinggalan. Setelah semua siap, buru-buru aku memesan ojek online.

Aku sampai di kampus pukul tujuh lebih dua puluh menit. Masih pagi, tapi ternyata teman-teman seperjuanganku sudah banyak yang datang. Ujian dimulai pukul delapan pagi, dan kami maju sesuai nomer urut yang sudah dijadwalkan. Ah, tiba-tiba jantungku kembali berdegup kencang. Tenang. Tenang Acha. Rileks.

Fiuh.

Aku menghela napas panjang. Lalu bergabung bersama teman-temanku yang lain. Kami berbincang-bincang seputar pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Kami memilih menghidari topik tentang materi skripsi. Cukup sudah persiapannya, yang penting nanti ketika didalam kami harus berusaha sebaik mungkin.

Ditengah obrolan kami, tiba-tiba ada suara seseorang yang amat sangat kukenali menginterupsi.

"Permisi, bisa pinjam Bila sebentar?"

Refleks semua mata teman-temanku menoleh ke arahnya. Aku membelalakan mataku lebar. Lelaki itu tersenyum lembut sembari menarik tanganku dan membawaku menjauh. Bisik-bisik dari teman-temanku terdengar samar.

"Dokter kok bisa disini?" Tanyaku masih agak heran dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Seingatku kemarin dia bilang mau ke Surabaya, ada seminar penting yang wajib dihadirinya.

Kulihat dia melirik jam di pergelangan tangannya. Lalu menatapku gelisah. Alisku bertaut bingung. Tiba-tiba dokter Rama memegang kedua bahuku, sedikit menundukkan badannya agar sejajar dengan tinggiku. Matanya yang tajam menatapku dalam. Mendadak aku jadi gugup.

"Ke-kenapa?"

Dia menghela napas panjang.

"Saya..." Ucapannya terhenti, aku diam menunggu kata-kata yang keluar dari bibirnya. "Cuma mau Kasih semangat buat kamu."

Ya elah. Kasih semangat doang kenapa posisinya begini banget sih. Kan baper jadinya.

"Makasih dok. Saya pasti berusaha semaksimal mungkin." Ucapku sambil mengangkat tangan kananku membentuk kepalan.

Dia tersenyum. Melepaskan pegangan tangannya dibahuku lalu mengacak pelan rambutku

"Kamu cantik. Tumben digerai begini." Ucapnya sambil membelai lembut rambut panjangku yang hari ini memang sengaja kugerai.

Mendengar ucapannya, wajahku sontak memanas. "Apasih? Dokter nggak usah gombalin saya pagi-pagi ya. Ngerusak konsentrasi aja."

Dia tertawa mendengar ucapanku sembari kembali mengacak rambutku

"Dokter ish, berantakan lagi ah." Ucapku sambil menjauhkan tangan jahilnya itu dari kepalaku. Kurapikan lagi rambut yang berantakan itu dengan jariku. Untung saja rambutku ini tipe rambut yang gampang diatur.

Dia mengamatiku, raut wajahnya mendadak berubah serius. Dia berdehem pelan. "Pesawat saya take off jam sembilan. Saya nggak punya banyak waktu. So, good luck for today. Saya yakin kamu pasti bisa."

Aku tersenyum mendengar ucapannya yang terdengar tulus itu. "Makasih dok."

"Sekali lagi bilang makasih kamu dapat pelukan gratis dari Saya."

Lagi-lagi dia bercanda. Refleks kupukul tangannya membuat dia malah tertawa.

"Nggak usah ketawa terus deh."

"Kamu lucu." Dia masih terus tertawa. Aku mengerucutkan bibirku sebal. "Jangan cemberut dong. Kan Saya cuma tiga hari ke Surabaya nya."

"Ih, siapa juga yang nanya."

"Saya cuma mau ngasih tau aja. Biar kamu nggak kangen sama Saya."

"Dokter pede banget." Cibirku.

Dia tertawa lagi. Sedetik kemudian tubuhku ditarik lembut ke dalam pelukannya. Wajahku memanas saat mendengar dengan jelas detak jantungnya yang berdegup kencang. "Saya pergi dulu ya. Maaf kalau saya nggak bisa menyemangati kamu secara langsung."

"Nggak apa-apa. Justru saya makasih banget dokter udah mau bantuin saya, ngajarin saya. Makasih banyak." Ucapku tulus. Aku memang sangat berterima Kasih pada lelaki di depanku ini. Tanpa dia, mungkin aku nggak akan bisa sesiap ini.

Dokter Rama semakin merapatkan pelukannya. Seharusnya aku melepas pelukannya, tapi entah kenapa aku malah menikmatinya. Menghirup dalam-dalam aroma parfum miliknya yang pasti kurindukan. Eh?

Apa sih, kenapa aku jadi mikir ngelantur begini. Aku menggelengkan kepalaku. Dokter Rama melepas pelukannya. Dia tersenyum menatapku. "Saya pergi dulu ya. Jangan rindu. Biar saya aja yang rindu. Soalnya rindu itu berat. Kamu nggak akan kuat."

Aku mencibir. "Dilan banget ya."

Dia tertawa lagi. "Ya udah saya berangkat ya, Bi. Kamu yang semangat. I'll see you soon. Bye."

Aku menatap punggung yang pelukable itu menjauh, sampai menghilang dibelokan. Mendadak pikiranku tersadar. Kenapa jadi begini ya? Adegan 'cheesy' yang barusan berasa kita ini lagi... Eum, pacaran. Iya kan? Padahal kita bukan siapa-siapa. Hanya partner kerja dan kebetulan dia adalah anak dari dosen pembimbingku sekaligus sosok yang sangat berjasa di kehidupanku, Bu Ambar.

Suara cie-cie terdengar kompak, aku memutar badanku kembali berjalan ke arah teman-temanku yang kini menatapku kepo level dewa.

"Cha, sini deh. Itu bukannya Dokter Rama? Anaknya Bu Ambar?" tanya Vivi padaku. Aku mengangguk mengiyakan.

"Bu Ambar siapa Vi?" kali ini giliran Nova bertanya. Ini anak ya, kuliah udah hampir lulus masih aja nggak hafal dosennya.

"Ya elah. Dosen kita Nov. Dosbingnya si Acha." sahut Elisa yang kini ikut menggosip bersama kami. Padahal sejak tadi dia sibuk melafalkan materi yang akan disampaikannya. Maklum, dia maju urutan pertama sih. Ibaratnya, dosen yang menguji masih lagi fresh-freshnya. Pasti lebih berat juga mental yang harus disiapkan. Yah, berasa kayak kelinci percobaan aja.

"Bu Ambar yang modis abis itu?" tanya Resi yang emang punya ingatan topografi yang kuat. Aku kembali mengangguk.

"Anjay. Lo kok bisa sih sama anaknya Bu Ambar?" Nova menggeplak tanganku. Aku mengaduh keras. Buset. Tenaga badak ini bocah.

"Gue tau nih, kayaknya si Acha tuh cinlok gegara keseringan bimbingan ke rumahnya Bu Ambar." Resi kembali berasumsi. Aku menggeleng keras.

"Bukan. Ngarang banget dah lo, Res."

"Lo beruntung banget sih. Boro-boro anaknya dosbing gue ada yang cakep, kalo gue datang kerumahnya aja kadang ditolak. Asem banget kan?"

Kami semua tertawa mendengar ucapan Vivi. Kalau saja mereka tahu bahwa hubunganku dengan Bu Ambar bahkan jauh lebih dekat daripada itu. Teman-temanku mendadak jadi wartawati. Mereka semua bertanya kepo seputar bagaimana perkenalanku dengan Dokter Rama. Bahkan mereka yakin aku dan dokter Rama berpacaran, padahal aku jelas-jelas sudah membantahnya.

Obrolan kami pun terhenti saat beberapa dosen penguji tampak sudah mulai berdatangan. Mendadak kami semua diam dan kembali ke fokus masing-masing. Aku sendiri sibuk berkomat-kamit, membaca untaian doa agar urusanku hari ini dipermudah dan berjalan dengan lancar.

Urutan nomor satu pun dipanggil. Tampak Elisa berdiri dengan panik. Kutepuk bahunya memberi semangat. Sebelum masuk ke dalam ruangan yang katanya bak neraka itu, Elisa memejamkan mata dan mulai berdoa. Perempuan berkacamata itu menghela napas, menenangkan diri, lalu menghilang ditelan pintu berkayu.

Beberapa menit berlalu. Aku tidak tahu bagaimana nasib Elisa di dalam sana. Kami yang berada diluar sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai tiba-tiba, segerombolan manusia-manusia pembuat onar datang, membuat suasana menjadi gaduh seketika.

***

Continue Reading

You'll Also Like

250K 33.7K 32
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...
1.1M 87.2K 57
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
1.2M 56.3K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
71.1K 6.2K 27
Juwita pernah menaruh hati pada Jeremy, namun terpaksa ia pendam karena sahabatnya Serena memiliki perasaan yang sama dan berbalas. Bertahun-tahun ia...