The Wildest Dream

By RussylaAhmad

134K 6.7K 42

Impian Nabila adalah impian sederhana semua perempuan di dunia. Ia punya impian ingin menjelajahi alam liar b... More

Prolog
1. Miss Teacher
2. Sobat Lama Abangku
3. Raditya
4. The Same Old Feeling
5. Am I Dreaming
6. Janji Suci
7. Between A Dream And Reality
8. Ghost From The Past
9. Trauma
10. Impian Di Hidupku
11. Night In Semeru
12. Perfect Honeymoon
13. When She Comes Around Again
14. Luka Lama
15. Andai Kau Di Sini, Ibu....
16. Please Come Back Home!
16. Can't Live Without You
18. Kaulah Rumahku
19. Dia Satu-Satunya
20. Pilihan Tuhan
22. Hingga Akhir Waktu
Epilog
PROMO

21. Sang Jagoan Kecil

5.3K 251 1
By RussylaAhmad

Radit menatap cemas istrinya yang sedang menahan rasa sakit yang luar biasa di perutnya. Ia tak sabar ingin cepat sampai di ruang persalinan. Ia tak tega melihat raut kesakitan di wajah istrinya yang sebentar lagi akan berjuang untuk menghadirkan buah cinta mereka ke dunia. Tadi pagi, Nabila mengeluh jika perutnya berkontraksi. Ia diprediksi akan melahirkan minggu ini. Kandungannya sudah genap sembilan bulan. Ia langsung dilarikan ke rumah sakit begitu Radit mendapati ketuban istrinya telah pecah. Nabila terus bergerak gelisah di ranjang dorong sambil memegang erat pinggiran ranjang besi itu.

"Ya Allah... Sakit banget, Mas...." rintihnya dengan suara lemah. Mata Radit sudah berkaca-kaca. Ia tak kuat melihat penderitaan istrinya saat ini. Ingin rasanya ia menggantikan posisi istrinya sekarang jika itu bisa.

"Sabar ya, sayang. Semuanya akan baik-baik saja." ucapnya menenangkan istrinya. Nabila masih merintih kesakitan. Keringat sudah mulai membasahi wajahnya.

Akhirnya, mereka sudah sampai di depan ruang persalinan. Radit menghentikan suster yang akan menutup pintu ruang persalinan.

"Boleh saya menemani istri saya di dalam, Mbak?" tanyanya. Suster itu mengangguk.

"Silakan, Pak." Radit mendesah lega dan ia mengikuti mereka ke dalam untuk menyemangati istrinya yang sedang berjuang antara hidup dan mati demi melahirkan malaikat mereka ke dunia.

Nabila terus bergerak-gerak dengan gelisah. Radit mengelus lembut rambut istrinya yang sudah berantakan dan lengket oleh keringat. Instruksi dokter yang menyuruhnya untuk mengejan dengan sekuat tenaga diikuti oleh Nabila. Ia mencoba untuk berjuang mengeluarkan bayinya dengan tenaga ia miliki.

"Astaghfirullah..., Astaghfirullah. Aku gak kuat, Mas..." lirihnya dengan suara yang mulai parau dan melemah. Radit semakin takut akan kondisi istrinya saat ini. Ia menggelengkan kepalanya.

"Enggak, sayang. Kamu pasti bisa!" semangatnya. Nabila mencoba untuk mengejan kembali sekuat tenaga dan berteriak panjang sampai suara tangis bayi terdengar.

"Alhamdulillah... Bayinya lahir dengan selamat dan sehat. Selamat Pak, Bu...." ucap dokter lega sambil mengangkat bayi mereka. Radit mengucap syukur pada Tuhan karena akhirnya penderitaan istrinya berakhir juga dengan lahirnya anak mereka. Ia tersenyum dan menghampiri dokter yang sedang menggendong bayinya. Air matanya menetes saat melihat bayi mungil dan merah itu.

"Bayinya lelaki, Pak. Tunggu sebentar, akan kami bersihkan dulu!" Radit hanya mengangguk. Ia melirik istrinya yang sedang menutup matanya. Muncul sebuah ketakutan akan kondisi istrinya saat ini.

"Dok, istri saya...."

"Bu Nabila hanya pingsan karena kelelahan. Biarkan saja istri Bapak istirahat dulu." Radit mengangguk. Ia berharap tidak terjadi apa-apa dengan istrinya. Ia tak akan sanggup jika sampai istrinya meninggalkannya dengan anak mereka untuk selamanya.

"Tapi dia gak apa-apa kan, Dok?" dokter itu tersenyum dan menggeleng.

"Bapak tenang saja. Itu biasa terjadi pada wanita yang baru melahirkan karena tenaga yang terkuras habis saat berusaha untuk mengeluarkan bayi dan juga darah yang banyak keluar." Radit hanya mengangguk. Ia lalu berjalan menghampiri istrinya yang masih terpejam dengan tenang di ranjang. Ia mencium kening istrinya dalam.

"Terima kasih atas semua pengorbananmu untuk membawanya hadir ke dunia ini. Cepatlah bangun! Kamu harus melihat putra kita." ucapnya di depan istrinya.

***

Nabila membuka matanya dengan perlahan. Ia mendengar suara ramai di ruangannya. Ia melihat suaminya yang sedang mengobrol dengan mertuanya. Ada ayah, abang dan keluarga suaminya juga di sana. Ia memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Yah...." panggilnya masih dengan suara yang lemah. Yudha yang sedang mengobrol dengan Raffi tak jauh darinya langsung menolehkan wajahnya. Ia tersenyum lega.

"Kamu sudah sadar, Nak? Alhamdulillah... Ayah sudah panik setengah mati saat mendengar kamu sudah dilarikan ke rumah sakit." Nabila tak menjawab. Kepalanya masih terasa pusing dan pandangannya masih agak berkunang-kunang. Radit yang melihat istrinya sudah bangun langsung mendekatinya diikuti oleh kedua orang tuanya.

"Kamu gak apa-apa kan, sayang?" tanyanya masih dengan raut cemas. Nabila menggeleng.

"Gak apa-apa. Cuma pusing aja. Itu bayi kita, Mas?" tanyanya saat melihat ibu mertuanya yang sedang menggendong bayi mereka. Radit tersenyum dan mengangguk. Citra memperlihatkan bayi dalam gendongannya.

"Bayi kalian lucu sekali. Mirip Radit waktu Mama baru melahirkan dia." Nabila memandang wajah damai bayinya yang sedang terlelap. Sebuah senyum bahagia terukir dari bibirnya. Matanya berkaca-kaca.

"Dia lelaki atau perempuan?"

"Dia lelaki, sayang. Dia seorang jagoan." Nabila hanya tersenyum.

"Aku pengen gendong dia." Radit menggeleng.

"Kamu baru sadar dan masih lemah. Kamu minum dulu, ya?!" pintanya sambil mengambil botol air mineral di meja nakas dan menyodorkannya pada istrinya. Nabila meneguk air minum dan rasa haus yang begitu membakarnya terasa hilang begitu saja. Ia sudah tak sabar ingin segera menggendong jagoannya itu.

"Waktu Ayah ditelpon Radit waktu di bengkel tadi, Ayah langsung tak ingat apa-apa lagi dan langsung ke sini untuk memastikan keadaanmu. Ayah teringat saat ibumu meninggal beberapa menit setelah melahirkanmu. Ayah sangat menyesal tak bisa mendampinginya untuk berjuang melahirkanmu dan melihatnya bahagia saat kehadiranmu ke dunia karena keterlambatan Ayah sedikit saja. Ayah kehilangan momen-momen terakhir bersamanya dan tak sempat mendengar pesan terakhirnya. Untuk itu, Ayah gak mau kehilangan waktu berharga untuk menyaksikan putri Ayah yang sedang berjuang untuk melahirkan cucu kami." jelas Yudha dengan mata berkaca-kaca. Ia teringat akan ibunya. Seandainya ibunya masih hidup, pasti ia akan bahagia sekali menyaksikan kelahiran cucunya dan menjadi seorang nenek. Ia mengusap air matanya yang menetes.

"Udah ah bahasnya! Aku suka sedih dan inget Ibu. Yang penting, sekarang Nabil sudah sadar dan tidak apa-apa. Dan kita sedang berbahagia dengan kehadiran anggota keluarga baru yang akan melengkapi keluarga kita." timpal Raffi yang merasa tak enak karena ia menjadi teringat almarhumah ibunya, dan itu membuatnya ingin menangis saat ini.

"Kalian sudah siapkan nama untuk cucu kami?" tanya Aditya yang mencoba untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba berubah penuh keharuan itu. Radit dan Nabila tersenyum.

"Kami sudah sepakat untuk memberi nama Elang Angkasa Yudha Kautsar jika yang lahir lelaki, dan Kenanga Aini Yudha Kautsar jika yang lahir perempuan. Kami mengambil nama Aini sebagai nama almarhumah ibu pada nama tengah anak kami untuk mengenang beliau selalu. Karena yang lahir jagoan, kami akan menamainya Elang. Apa kalian setuju?" tanya Radit meminta pendapat kepada para orang tua. Mereka mengangguk setuju.

"Kami setuju-setuju aja. Ayah suka dengan namanya. Yang penting, putra kalian tumbuh menjadi anak yang sholeh dan berbakti kepada kalian sebagai orang tuanya." Radit dan Nabila mengangguk. Nabila menatap bayinya yang masih terlelap dalam gendongan ibu mertuanya.

"Boleh aku gendong sekarang, Ma?" tanyanya kepada mertuanya. Citra mengangguk dan menyerahkan cucunya kepada menantunya. Nabila meraih bayinya dengan hati-hati dan mendekapnya. Matanya berkaca-kaca saat melihat wajah tampan putranya yang mirip dengan Radit. Ia mengecup kening bayinya sayang dengan air mata yang mengalir membasahi wajahnya. Radit tersenyum melihat keduanya.

"Dia tampan sekali." ucapnya sambil menatap lekat wajah putranya.

"Matanya mirip sama kamu, Bil." ucap Raffi. Nabila hanya mengangguk. Bayi itu mulai menggeliat-geliat dalam dekapannya. Nabila menimang-nimangnya pelan.

"Langsung dikasih ASI ya, Bil! Kayaknya dia mulai ngerasa haus." saran Citra. Nabila mengangguk.

"Iya, Ma." ia masih menimang-nimang pelan bayinya yang terus menggeliat dan bergerak dalam dekapannya. Sungguh indah rasanya menjadi seorang ibu, impian yang bahkan hampir terlupakan dari sekian banyaknya mimpi yang pernah ia rancang dalam target masa depannya.

***

Radit tersenyum saat masuk ke kamarnya dan mendapati pemandangan istrinya yang tengah menyusui putra mereka. Nabila baru pulang tadi pagi setelah 2 hari di rumah sakit. Radit mendekati mereka dan berlutut di depan istrinya. Ia mengelus rambut hitam tebal putranya. Nabila meringis saat merasakan sakit pada payudaranya.

"Sakit rasanya Mas kalau aku lagi menyusui. Kata suster harus sering dipompa dan dikeluarin." Radit mengangguk.

"Kamu masih demam?" Nabila mengangguk.

"Iya. Ini efek dari rasa sakit di payudaraku." ia fokus menatap putranya yang asyik menikmati sumber makanannya.

"Nanti aku bantu buat ngilangin rasa sakitnya." Nabila menatap suaminya tanda tanya.

"Gimana caranya?" Radit tersenyum rahasia.

"Aku ikutan mimik kayak Dedek sama kamu." Nabila setengah terkejut saat melihat seringai mesum suaminya yang biasa ditunjukkannya kepadanya. Ia mencubit tangan suaminya.

"Modus! Bilang aja sekalian minta jatah." Radit hanya tertawa.

"Kan itu milik aku juga, sayang. Gak cuma milik Dedek aja." ucapnya sambil menatap dada besar istrinya yang terasa menggodanya saat ini. Nabila memutar matanya.

"Mas sekarang harus bisa ngontrol, ya! Jangan sampai rebutan sama anak sendiri." Radit tertawa dan menatap putranya yang masih asyik dengan kegiatannya.

"Pasti, sayang. Masa aku harus rebutan sama anak sendiri hanya karena sumber makanan yang sama."

"Kan biasanya lelaki itu susah ngalahnya. Gak peduli sama anak sendiri." Radit mendengus.

"Itu kan cuma untuk yang egois aja. Aku gak mungkin kayak gitu. Aku sangat mencintai Elang seperti aku mencintaimu." Nabila tersenyum. Ia selalu bahagia saat mendengar ucapan cinta suaminya meski sudah kesekian kali.

"Bukan modus, 'kan?" Radit menatap istrinya.

"Emangnya aku selalu kelihatan bohong? Kamu boleh apain aja aku kalau aku bohong." Nabila mengangguk.

"Iya, iya... Aku percaya." Radit tersenyum. Ia menatap putranya lagi.

"Dek... Nanti kalau punya adik, mau cewek atau cowok?" Nabila menatap tajam suaminya.

"Masss...! Elang baru aja lahir 2 hari yang lalu. Bekas melahirkan yang kemarin aja masih terasa sakitnya, udah nanyain lagi adiknya." ucapnya kesal. Radit tertawa pelan.

"Aku cuma nanya doang, sayang. Tenang aja, aku bakal hati-hati supaya gak bikin kamu hamil. Kamu juga nanti minum pil kan kalau udah genap 40 hari?" Nabila mengangguk.

"Iya. Kalau gak pakai KB, bisa kebobolan aku. Mas kan agresif banget kalau udah di ranjang." Radit tertawa.

"Ya..., kalau kebobolan, gak apa-apa juga. Dikasih sama Tuhan ini. Biarin aja." Nabila menatap kesal suaminya.

"Iya. Mas cuma enaknya doang ngasih benihnya. Tetep aku yang berjuang dan bersusah payah ngandung dan ngeluarinnya." Radit masih tertawa. Nabila menggelengkan kepalanya. Mas Radit, Mas Radit... Suamiku yang kadang ngejengkelin, tapi selalu bikin aku makin cinta tiap harinya, batinnya sambil menatap suaminya yang kini beralih mengajak putra mereka berbincang-bincang. Senyum kebahagiaan terbit dari bibirnya dan ia harap, itu semua tak akan pernah berakhir ataupun pudar termakan waktu.

Continue Reading

You'll Also Like

101K 18K 31
COMING SOON...
586K 82.4K 36
Mili sangat membenci kondisi ini. Di usianya yang baru 22 tahun, dia dikejar-kejar oleh Mamanya yang ingin menjodohkannya karena Mili harus menikah s...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
36.4K 1.8K 35
Cerita ini sedang di Revisi 8 tahun lama nya Aletha bertahan hidup dengan bayangan Cinta Pertama nya . Lebih 1 tahun dari janji seseorang pada nya...