The Wildest Dream

Oleh RussylaAhmad

134K 6.7K 42

Impian Nabila adalah impian sederhana semua perempuan di dunia. Ia punya impian ingin menjelajahi alam liar b... Lebih Banyak

Prolog
1. Miss Teacher
2. Sobat Lama Abangku
3. Raditya
4. The Same Old Feeling
5. Am I Dreaming
6. Janji Suci
7. Between A Dream And Reality
8. Ghost From The Past
9. Trauma
10. Impian Di Hidupku
11. Night In Semeru
12. Perfect Honeymoon
13. When She Comes Around Again
14. Luka Lama
16. Please Come Back Home!
16. Can't Live Without You
18. Kaulah Rumahku
19. Dia Satu-Satunya
20. Pilihan Tuhan
21. Sang Jagoan Kecil
22. Hingga Akhir Waktu
Epilog
PROMO

15. Andai Kau Di Sini, Ibu....

4.1K 252 0
Oleh RussylaAhmad

Radit langsung memacu motornya dengan cepat menuju rumah istrinya tak peduli dengan keselamatannya di jalan. Yang ia pikirkan saat ini adalah, ia ingin cepat-cepat bertemu istrinya dan menyelesaikan kesalahpahaman itu. Ia menyesal tidak mengatakan yang sejujurnya saja kepada istrinya. Ia langsung memarkirkan motornya di halaman rumah dan langsung mengetuk pintu rumahnya.

"Assalamualaikum! Nabil..., Nabil!" serunya memanggil nama istrinya sambil terus mengetuk pintu. Tak lama, pintu terbuka menampilkan mertuanya yang memandangnya dengan tatapan heran.

"Radit? Nabil belum pulang. Ada apa, Nak? Kelihatannya kamu sedang panik." Radit tak tahu harus menjawab apa. Ia sangat bingung dan panik luar biasa saat mendengar istrinya belum pulang. Ia takut terjadi apa-apa dengan wanitanya.

"Emmm..., nanti aku ceritakan. Sekarang, aku mau nyari dia dulu. Ceritanya panjang, Yah." Yudha semakin penasaran dengan apa yang sedang terjadi dengan putri dan menantunya. Ia hanya mengangguk saja. Lebih baik, ia menuruti kata menantunya saja.

"Yaudah, Yah..., aku pamit dulu sekarang! Assalamualaikum." pamitnya sambil menyalami mertuanya dan berlalu dari sana meninggalkan Yudha yang masih melongo di depan pintu dengan raut yang penuh tanda tanya.

Radit melajukan motornya kembali menuju tempat kerja Raffi. Ia berharap istrinya ada di sana. Dengan tergesa-gesa dan tak sabar, ia memasuki kantor tempat Raffi bekerja. Setelah bertanya kepada resepsionis dan langsung berlalu dari sana tanpa mempedulikan tatapan kagum dan terpesona para wanita di sana, ia langsung menaiki lift dan menuju ruangan tempat Raffi berada. Setelah menemukan ruangan yang dicari, ia langsung masuk ke sana dengan tak sabar dan berharap bisa menemukan istrinya di sana.

"Mbak, maaf..., saya mau ketemu sama Raffi." ucapnya pada seorang perempuan yang kebetulan ditemuinya di sana. Perempuan itu mengangguk.

"Oh, bentar..., saya panggilkan dulu." Radit hanya mengangguk. Tak lama, ia melihat Raffi yang menghampirinya dengan raut bingung.

"Ada apa, Dit? Tumben lo nyamperin gue di jam kerja?" Radit harap-harap cemas. Ia begitu gugup dan gelisah.

"A-apa Nabil ke sini?" tanyanya masih dengan diliputi kegugupan. Raffi mengerutkan keningnya bingung.

"Ke sini? Nabil gak pernah ke sini. Bukannya..., seharusnya dia udah pulang? Ini kan udah jamnya anak sekolah bubar." Radit menarik nafas sejenak sambil memejamkan matanya. Raffi curiga ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka.

"Kita ke kantin bentar! Ceritain yang sebenarnya dengan apa yang terjadi di antara kalian." Radit mengangguk. Lalu, mereka berdua berjalan meninggalkan ruangan itu.

***

Radit gugup setengah mati saat melihat tatapan menyelidik Raffi. Bagaimana kalau Raffi ikut salah paham dan menuduhnya sudah menyakiti adiknya?

"Jadi..., ada apa sebenarnya dengan kalian?" Radit menatap kakak iparnya sendu. Ia bingung harus memulai dari mana.

"Nabil..., Nabil..., gak sengaja lihat gue...," Raffi semakin penasaran dengan penjelasan Radit.

"Dia gak sengaja lihat gue lagi makan siang sama Senja dan anaknya, Raf...." Raffi terkejut.

"Senja? Apa dia...." Radit mengangguk. Raffi membulatkan matanya hampir tidak percaya.

"Iya, Raf. Dia mantan gue yang dulu. Kami gak sengaja ketemu beberapa hari yang lalu dan anaknya betah sama gue. Anaknya minta ketemu sama gue lagi dan gue..., gak tega Raf nolaknya. Gue gak ada maksud sama sekali buat sengaja nemuin Senja. Dan kebetulan..., waktu di kafe tempat kami bertiga makan..., Nabil gak sengaja lihat kami dan akhirnya dia salah paham." jelasnya dengan raut sendu. Raffi masih menatap Radit serius.

"Lo..., gak ada maksud buat ngekhianatin adik gue, 'kan?" Radit menggeleng tegas.

"Astaghfirullah! Enggak sama sekali, Raf. Gue berani sumpah kalau gue gak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia. Cuma adik lo wanita yang gue cintai sekarang." Raffi mencoba mencari dusta di mata hitam Radit yang menatapnya serius.

"Gue dan Ayah sebagai walinya udah mempercayakan Nabil sama lo. Gue cuma minta, jangan pernah nyakitin dia. Kalau sampai itu terjadi..., gue gak akan segan-segan ngehajar lo gak peduli lo sahabat gue." Radit meringis saat mendengar ancaman Raffi yang tidak main-main saat sudah menyangkut adik kesayangannya. Ia tak mampu membalas tatapan tajam Raffi kepadanya.

"Gue tak akan berani lakuin itu, Raf. Gue bersumpah kalau gue gak pernah selingkuhin Nabil. Kami cuma salah paham aja. Gue bingung harus nyari Nabil ke mana. Gue takut terjadi apa-apa sama istri gue, Raf." Raffi merasa iba melihat wajah frustasi sahabat sekaligus adik iparnya itu.

"Cuma satu tempat yang menjadi tempat pertama yang Nabil kunjungi saat dia lagi sedih." ucapnya pada akhrinya. Radit merasa ada setitik harapan untuk ia segera menemukan wanitanya dan ia tersenyum.

"Temenin gue sekarang ke tempat itu, Raf!" pintanya dengan raut memohon.

***

Nabila terisak di hadapan nisan di mana ibunya berbaring tenang di sana. Air matanya menetes tak terhitung dan membasahi nisan makam ibunya. Wajahnya terlihat berantakan dan raut putus asa sangat jelas tergambar di wajahnya.

"Nabil harus gimana, Bu? Nabil juga berhak bahagia. Kenapa disaat Nabil sudah mulai mencintai seorang lelaki, dia malah mengkhianati Nabil? Apa yang salah dengan diri Nabil, Bu?" keluhnya masih dengan isakannya.

"Andai Ibu ada di sini, mungkin Nabil gak akan semenderita ini. Aku butuh pelukanmu, Bu...."

Air matanya masih mengalir dan belum berhenti. Ia begitu putus asa dan sempat terlintas di benaknya untuk menyusul ibunya saja agar ia tak merasakan sakit hati lagi karena mencintai. Tapi, ia teringat akan nyawa lain yang ada dalam perutnya saat ini. Bayinya ingin merasakan sebuah kehidupan dan terlahir ke dunia ini. Ia segera beristighfar dalam hati atas pikiran sempitnya itu.

"Aku sangat mencintai Mas Radit, Bu. Aku tak mau kehilangannya. Tapi..., kalau dia memilih untuk meninggalkanku..., aku harus bagaimana, Bu? Nabil sangat bingung sekali." ucapnya masih dengan sesenggukan tangisnya. Ia merasa dirinya sudah lelah lahir batin. Ia mengelus perutnya pelan. Ia tak boleh egois. Sefrustasi apa pun dirinya, ia tak boleh mengabaikan anaknya yang lebih membutuhkannya saat ini. Akhirnya, setelah cukup lama di sana, ia memutuskan untuk pergi dari sana.

"Nabil pulang dulu ya, Bu...?! Aku mencoba untuk tegar apa pun yang akan terjadi nanti. Aku..., mencoba untuk siap jika seandainya aku harus menghadapi kehilangan lagi." ucapnya sambil beranjak dari sana meninggalkan kuburan ibunya dan meninggalkan pemakaman yang terasa hening dan sunyi itu.

Sementara itu, tak lama setelah Nabila meninggalkan pemakaman, Radit dan Raffi datang ke sana dengan masih diliputi kegelisahan dan harapan bahwa Nabila sedang berada di sana, di makam ibunya. Kedua lelaki itu menyusuri jalan yang membelah jejeran makam dan kebetulan mereka melihat seorang bapak penjaga makam di sana. Mereka berdua menghampiri lelaki tua itu.

"Maaf Pak, mau tanya..., kalau tadi ada perempuan yang datang ke sini, tidak?" tanya Radit. lelaki tua itu mengerutkan keningnya.

"Perempuan yang datang ke sini lebih dari satu, Mas." Radit terlihat berpikir sejenak. Bagaimana ia harus menjelaskan kriterianya?

"Dia istri saya, Pak. Berkerudung." jelasnya. Bapak itu terlihat berpikir sejenak.

"Ada banyak perempuan berkerudung yang datang ke sini. Tapi..., barusan saya lihat seorang Mbak yang berkerudung ungu muda, pake baju ungu muda juga motif bunga-bunga dan celana hitam panjang. Dia baru saja pergi dari sini, soalnya belum ada pengunjung lain lagi saat Mbak itu ada di sini." Radit membulatkan matanya. Tak salah lagi, itu adalah istrinya....

"Itu istri saya, Pak! Sekarang, dia pergi ke mana?" tanyanya tak sabar. Bapak itu menggeleng.

"Saya kurang tahu, Mas." Radit kembali kecewa. Harapannya yang sempat menemukan titik terang seakan meredup kembali.

"Apa makam itu yang dikunjungi Mbak tadi?" tanya Raffi sambil menunjuk sebuah nisan berwarna merah hati yang tak begitu jauh dari mereka yang merupakan makam almarhumah ibunya. Bapak itu mengangguk.

"Iya, Mas." Raffi menepuk pundak Radit.

"Gue yakin, sesedih apa pun Nabil, dia gak akan melakukan perbuatan nekat. Dia gak akan pergi jauh-jauh. Dia cuma pengen nenangin diri aja." ucapnya menenangkan. Radit hanya mengangguk.

"Gue cuma takut terjadi apa-apa sama istri gue, Raf. Gue gak akan bisa maafin diri gue sendiri kalau sampai terjadi apa-apa dengan dia." Raffi mengangguk. Ia mengerti perasaan Radit saat ini.

"Lo gak usah khawatir. Nanti, gue bantu bujuk dia supaya mau damai sama lo." Radit hanya mengangguk. Lalu, mereka memutuskan untuk pergi dari sana dengan hati yang tidak puas karena wanita yang mereka cari keberadaannya belum berhasil ditemukan.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

134K 14.9K 49
I can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower
196K 11.2K 30
"Daripada sama dia, aku lebih baik jadi janda seumur hidup!" Sepenggal kalimat penolakan mutlak yang Rena katakan. Tapi, bagaimana bisa satu bulan ke...
182K 2.7K 8
Andin seorang anak tunggal yang harus bekerja keras karena orang tuanya jatuh miskin dan bangkrut. Ia juga akhirnya terpaksa mau di menikah muda kare...
1.8K 113 10
[ Cerita Dewasa ] Kisah kedua saudara kembar yang sedang mempertanyakan, apa itu cinta ? Nika gadis manja yang selalu sial dalam kisah cintanya, tak...