That time when we're together...

By Hayioctober

19.2K 1.4K 73

Contoh, sebagai gadis populer, aku juga harus mengalami ini. "kamu mutusin aku?" setidaknya, suaraku terdenga... More

1. It just happens...
2. How long are you gonna be broken heart?
3. Life doesn't get better easily
4. Bad day
5. Dating your classmate should have some sort of warning.
6. Sometimes, shit just follows you everywhere
7. bad luck
8. He cares?
9. when you want to throw yourself under a moving bus
10. Crazy plan by crazy people
11. That level of beauty you have
12. Another world war
13. Please heart
14. Stupid people makes stupid plan
15. Another stupid people
16. Good job!
17 when you dig your own grave
18. There goes another dignity
19. you serious?
20 a stranger comes
21. stumbled
22. Such a cute teddy bear
23. There goes self esteem
24. When your habit kicking in.
25 Can death just come?
26. Sweet Cheese Cake
27. It will be fine
28. Fine doesn't come that fast
29. Meeting the cat
30. The sister
31. Double date
32. French Fries
33 Party prep
34. A little flirting
35. Gossip time
36. Balada Indomie
38. Rainy
39. Crashing a Party Like ....
40. That level of silliness
41. A basket of fruit and a bouquet of flowers
42. The packages
43. The proposal
44. Hand in hand
45. Ignored
46. I am special, you know.
47. Healing time
48. Is it a battlefield?
49. Being a refugee
50. A kiss
51. The 'perhaps' option
52. It's over. The end
53. A new friend
54. Another bazaar story
55. A Flirting game
56. Some cats are fighting
57. sometimes, you just have zero expectation
58. It is over
59. Dejavu
60. It is not funny.
61. Tisyu talk
62. Why should I?
63. When you can freely talk with your ex, congrats.
64. Late night drama
65. Lets do the talk. Under the stars. Talk about times.
66. That time when we're together and that time that will be spent together.

37. A yoga story

210 17 1
By Hayioctober

37

Aku menarik nafas panjang. 

Mengeluarkannya lagi.

 Menarik lagi. 

Mengeluarkan lagi. 

Dan begitu seterusnya sekitar 30 menit.

"kamu tidur sambil duduk?"

Mataku terbuka. Menatap orang yang mengajakku bicara beberapa saat sebelum memejamkan mataku kembali. Kami habis merayakan ultah Putri semalam. Setelah makan kami putuskan untuk nonton sampai pagi. Lupakan kalau itu malam senin.

Dia.

Benar. Memang sudah waktunya dia muncul. Aku perlu semua orang untuk muncul dan mengganggu ketenangan hidupku untuk memastikan kalau semester ini akan sama buruknya dengan semester kemarin. Aku bahkan heran kenapa dia perlu waktu 2 minggu untuk muncul. Seharusnya pertemuan ini sudah terjadi di minggu pertama.

Seperti, tepat setelah anak kosanku merasa perlu Me-reinvite Garra di bbm. Mengiriminya pesan yang sampai sekarang tak kuketahui apa karena mereka mengirimnya disaat aku tidur. Aku bahkan nyaris tak tahu kalau mereka menginvite Garra sampai melihat kontak anak itu muncul di update status. Serius, aku perlu mengancam akan membuang kuali Ningrum agar dia mengaku kapan kejadian invite ini terjadi karena kebetulan, aku yang punya hape, tak tahu kalau ini terjadi.

Namun, entah kenapa dia akan selalu sepaket muncul bersama Piso.

"PIKO. PIIIIKKKOOOOOO." Dia menutup laptopku tanpa alasan yang jelas dan memajang mukanya Cuma beberapa centi didepan mukaku. "Piso? Kamu pikir aku pisau? Oke, anggap pisau karena sebentar lagi aku mungkin bakal tusuk kamu sekalian."

Plak!!!

"Mecca!!" Piso menghantamkan keningnya ke atas laptopku yang baru saja ditutupnya. Dia langsung kembali mendongak setelah kepalanya kupukul.

"minggir. Mulut kamu bau." Tak diam namun dia toh mundur dan duduk bersila didepanku dengan Garra yang masih tetap berdiri saja disebelahnya.

Senin sore yang cerah dan aku menghabiskannya di pinggir danau kampus. Diatas rumput hijau. Menjauhi acara senam aerobik anak kosan yang entah kenapa di semester ini jumlah jamnya di tambah. Mereka tak terlihat tambah kurus atau bahkan sekedar bugar dengan aerobik itu namun ngotot menambah jam. Mereka seharusnya menyadari kalau aerobik gila-gilaan itu tak ada gunanya kalau jam makan mereka juga ditambah.

"tidur?" dia melambaikan tangan di depan mukaku.

Membuka mataku dan kali ini beserta plototan. "Yoga! Aku yoga dan kamu gak perlu tahu." aku berdecak dan dia balas mendecak. "teman kamu gak duduk, itu artinya dia gak mau mampir. Angkat pantat kamu, sana pergi."

Aku punya yoga yang perlu aku lakukan.

"kamu jelas-jelas tidur." Piso sialan. Kupastikan aku melotot dengan benar sekarang. anak ini sepertinya terlalu biasa diplototi sampai tak bisa mengartikan apa arti plototan.

"kamu mau apa?" aku yakin tak punya urusan dengannya.

"bukan aku tapi dia." Dengan begitu, dia menarik lengan Garra hingga cowok itu terduduk. Tak begitu mulus karena tarikan itu kencang dan dia menghantamkan pantatnya. Meski rumput, tetap saja itu pendaratan yang tak sempurna. Dia terjengkang. Lalu untuk beberapa saat hanya suara Garra yang memaki Piso.

"Piko. Piko." Dia menarik nafas panjang. "ya sudah. Ngomong aja." Setelah itu dia pergi. Meninggalkan aku dan Garra duduk berhadap-hadapan.

Aku kembali bersila dengan tangan didada. Melakukan satu-satunya pose yoga yang kutahu sambil menunggunya bicara. Bicara? Dia bahkan tak menatapku. Beberapa saat menatap sesuatu yang sepertinya dibelakangku. Hingga aku berbalik dan saat aku kembali menengok, dia sudah menengok padaku. Lagi-lagi, tak bicara.

Berapa lama kami akan tatap-tatapan seperti ini?

"sebagai catatan, bukan aku yang invite bbm dan bukan aku juga yang bbm. Apapun isi dari bbm itu, diluar tanggung jawab aku." Kalau dia kesini untuk mengungkit itu, bukannya sudah agak terlambat? Itu kejadian minggu kemarin. Aku tak mungkin menginvitenya setelah yang dilakukannya terakhir kali. Akan ku ingat hingga mati kalau dia pernah tak membalas bbmku.

Dia mengangguk.

"kamu bukan kesini buat bahas itu?" lalu untuk apa dia duduk berhadapan denganku seperti ini? "jadi, buat apa kamu kesini?"

Kemudian dia membuka tasnya. Mengeluarkan beberapa baju dan celana yang masih terbungkus rapi. Sekali lihat aku langsung tahu.

"ya tuhan." Nafasku tercekat. Begitu saja aku sudah merebutnya. Baju? Celana? Benar-benar. Cekatan, aku langsung menelpon. Tak lama, telponku langsung diangkat. Tanpa membiarkan orang yan diseberang bicara, aku langsung bicara.

"Naya. Kamu gila?!! Gak usah sok gak ngerti. Kamu sendiri yang bilang aku diputusin. Kamu hina aku selama di rumah karena ini?!! tunggu aja. Kamu gak bakal aku lepasin!" Aku memakinya beberapa kali sebelum dengan beringas menutup telp dan membanting hapeku ke dasar tas. Mendapati Garra yang terpatung memandangiku. "iya, panggilan buat dia emang nama salah satu penghuni kebun binatang. Dia gak mungkin manusia kalau berani ngelakuin ini."

Naya sialan. Hidupnya saja sudah menjadi aib bagiku dan kenapa dia harus menambah alasan agar kami bisa saling membunuh?

Ini alasan kenapa dia sangat kesal tahu aku dan Garra putus. Walau kenyataannya kami tak punya hubungan apapun tapi dia tak tahu itu dan Cuma tahu kalau kami sepertinya berakhir. Dia mengirimi baju pada Garra agar mempostingnya di IG. Anak itu benar-benar melakukan apapun untuk promosi. Dia pasti gila melihat follower Garra.

"dia bahkan minta aku ganti rugi." apa ini masuk akal?! Dia marah karena tak mungkin meminta baju-bajunya dikembalikan dan jelas merugi. Karena itu dia membully ku selama liburan. Dasar gadis sialan. Tunggu saja.

Terlalu emosi, aku sampai lupa ada Garra di depanku. Dia terbengong begitu saja melihatku mengoyak plastik bagus dari baju dan celana itu.

"Dia emang gila tapi aku gak nyangka dia udah segila ini." setelah tadi berusaha merobek pakaian itu, aku kembali memunggutnya, melipat dan menyusunnya dengan baik. "ambil aja. Begini-begini bajunya cukup keren. Kalau gak mau kamu bisa buang. Gak usah merasa gak enak."

Dengan begitu aku mengangsurkan tumpukan baju itu lagi kepadanya. Dia tak menerima jadi aku menaruh pakaian itu dipangkuannya.

"kamu bilang apa sama kakak kamu?"

Aku tak percaya kami akan membahas ini karena pada dasarnya tak ada yang perlu dibahas. Maka aku Cuma mengangkat bahu dan merobek sebungkus besar snack. Aku menawarkannya. Dia tak mengambilnya.

"kamu alergi udang?"

"huh?"

"Selama liburan kemaren, kamu gak pernah ikut makan kalau menunya udang." Bukan karena aku begitu perhatian tapi dengan dalih itu, Farhan selalu merasa perlu mengambil jatah double dan membaginya denganku. Ya, moment langka dimana aku dan Farhan bisa sepaham adalah dalam hal kuliner.

Cowok didepanku ini, tersenyum. Disaat aku menduganya punya penyakit?

"jadi, kamu bilang apa sama Naya?"

Disela-sela mengunyah snack aku menjawab. "gak ada. Aku bilang aja putus."

"dia gak nanya kenapa?"

Serius? ini Naya. "pasti. Setiap lihat muka aku dia bakal tanya ini itu. Abis itu dia bakal menghina aku habis-habisan. Tenang aja, diantara semua hinaan dia, dia gak hina kamu satu kalipun."

Sama seperti kasusku dengan Jedi, orang mungkin akan mengira kalau Jedi dan Garra adalah adik kandungnya alih-alih aku. Mama dan papa merasa perlu mengusir salah salah satu dari kami kalau Naya mulai mengomel dan aku yang Cuma diam menimpali sesekali agar api amarahnya semakin berkobar.

"didalam otak Naya, aku tuh manusia paling berbahaya dan dia manusia yang paling peduli sesama. Jadi dia merasa perlu melindungi semua orang dari aku." Begitu katanya. Aku mengutip ini dengan fasih karena ini kalimat favoritnya. Sungguh, anak itu pasti tak pernah masuk jam kewarganegaraan.

"kalau dia hubungi kamu, jangan pernah dibalas. Gak usah sok baik sama dia. Dia gak pantas dibaikin." Bila bertemu di jalan, tabrak aja sekalian.

Hah. Bisa kubayangkan muka Naya saat ditabrak. Akan kuserahkan semua hartaku untuk melihatnya. Jadi aku bisa mengungkit kejadian itu seumur hidupnya.

Garra tertawa.

"kamu pikir aku becanda? Aku serius. Benar-benar serius. kalau kamu tabrak Naya, sumpah aku gak bakal bilang siapapun." Tanganku terkepal penuh keseriusan tapi cowok itu malah makin tertawa. "apa yang lucu?"

"Mecca... Mecca..."

Disini aku, dibawah pohon beringin tinggi serta terkenal angker. Di pinggir danau yang katanya kalau malam benar-benar angker. Disaat matahari sore menyinari kami. Diantara para mahasiswa yang rata-rata duduk disini karena diperbudak wifi. Garra, cowok yang sebenarnya tak begitu kukenal. Kami Cuma bertemu dan berpisah. Bertemu dan berpisah disetiap momentnya yang cenderung menciptakan kenangan memalukan. Dia tiba-tiba tertawa disaat aku sedang memberinya saran hidup agar selamat.

Apa dia kesurupan? Semua hal disini bisa membuat orang kesurupan. Kemana Pimo tadi pergi? Pimoooo teman kamu sepertinya kesurupan.

"jadi, kamu gak merasa terganggu sama Nabillah?" tanyanya setelah reda tertawa. "aku udah berusaha jelasin kita gak ada apa-apa dan minta dia berhenti gangu kamu tapi kayaknya gak banyak berhasil. Dia tetap nerror kamu kan di sosmed?"

"dia berhenti kalau kalian balikan. Kenapa kamu gak balikan sama dia?"

"bukan itu yang aku tanya."

"tapi itu bisa menyelesaikan masalah." Apa coba yang kurang dari gadis itu sampai mereka tak bisa balik jadian?

"terus, kamu sendiri kenapa gak balikan sama Jedi?" mulutku berhenti dari mengunyah. Alisnya naik sebelah melihat perubahan ekspresiku. Aku berdecak dan dia kembali tertawa.

"aku sama Jedi itu udah selesai dan kita baik-baik aja. Gak kayak kamu. Kok bisa kamu suka sama dia?" well, anak itu memang cantik tapi tampang bukan segalanya. Masa tanda-tanda gilanya tak terlihat sama sekali sebelum pacaran?

"ya. Orang emang gak bisa dinilai dari tampang." Dia melihatku.

"kita lagi ngomongin nababil kan?" kenapa dia sepertinya mengejekku?

Dia mendengus tertawa. "nababil itu, nabillah?"

Untuk beberapa saat dia mendengarku memaki nabillah. Maksudku, dia sebaiknya tak membuatku menjadi korban. Meski aku tak menganggap anak itu serius, semua orang menganggapnya serius. Dia mungkin saja serius dengan semua ancaman itu.

"argh. kamu bikin aku gagal yoga."

***

Continue Reading

You'll Also Like

Hiraeth. By γ…‘

Teen Fiction

25.3K 11.4K 37
[ C O M P L E T E D ] hiraeth (n.) : rasa kehilangan, nostalgia, kerinduan, keinginan yang tulus, rasa penyesalan dan keinginan untuk kembali kepada...
17.6K 1.7K 27
β€’β€’β€’ Writing challenge with Aarunya Media β€’β€’β€’ Aran mencintai Reta, sangat, dan itu baik. Tapi, caranya mencintai Reta sangatlah tidak sehat, banyak me...
996 133 9
Ini kisah tentang Liana Pahlevi, gadis berusia 17 tahun yang berusaha membantu seorang pria keluar dari masa-masa sulitnya. Mengulurkan tangan dan te...
1.3M 66.5K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...