Hey, Bi! #Wattys2018

By haiisenjaa

962K 72.9K 521

#22 chicklit : 21 April 2018 #128 chicklit : 18 April 2018 Semesta mempertemukan Acha dengan Rama dalam ketid... More

ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
TWELVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIVTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
PENGUMUMAN
THIRTY
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
BONUS (1)
FOURTY ONE (a)
FOURTY ONE (b)
BONUS (2)
BONUS (3)
BONUS (4)
SNAP
SELAMAT HARI KARTINI
QnA
FOLLOW YUK!

ELEVEN

19.7K 1.7K 6
By haiisenjaa

"Jam tujuh tepat kamu sudah harus siap. Saya jemput di kosan."

Aku memutar bola mataku jengah mendengar nada bossy dari lelaki didepanku ini. Memangnya dia siapa seenaknya memerintahku ini dan itu. Lagipula aku kan nggak bilang iya dengan ajakannya.

Entahlah. Sejak peristiwa beberapa hari yang lalu, dimana si dokter mesum ini dengan seenaknya mengikrarkan diriku sebagai pacar bohongannya, dia mulai bersikap semaunya sendiri padaku. Bahkan aku ingat, aku tidak pernah sekalipun menyetujui ucapannya tempo hari. Saat itu, aku yang terlampau syok hanya bisa berdiam diri dan menurut saja saat dia membawaku pergi.

"Maaf dok, Saya sudah ada janji pergi sama orang lain." Ucapku bohong. Nyatanya memang tidak ada yang mengajakku pergi bersama ke acara resepsi pernikahan dokter Eza nanti malam. Ah, nasib jomblo ya beginilah. Selalu bingung kalau ada acara kondangan tapi tidak ada gandengan.

"Sama siapa?"

"Eumm, sama dokter Dili. Iya. Dokter Dili." Aku berbohong lagi. Padahal aku tahu, dokter Dili sudah mengiyakan ajakan dari dokter Elvira.

Aku memang tidak sengaja mendengar percakapan keduanya di kantin beberapa hari yang lalu. Dan aku pun bisa menarik kesimpulan bahwa ternyata dokter Elvira ini menyukai dokter Dili sejak lama. Aku jadi tidak enak hati. Selama ini aku dan dokter Dili cukup dekat. Bahkan tidak sedikit yang menggosipkan aku dengan dokter Dili.

Suara tawa dokter Rama terdengar remeh. "Kamu jangan bohong sama saya, Bila. Memangnya saya tidak tahu kalau Dili sama Elvira?"

Sial! Darimana bisa tahu sih orang ini?! Wajahku rasanya memanas karena malu ketahuan berbohong. Bisa-bisa lelaki didepanku ini berpikir bahwa aku memang berharap ajakan dari dokter Dili untuk pergi bersama.

"Sa-saya nggak mau pergi sama dokter." Ucapku pada akhirnya. Tidak mau lagi berbohong dan menyebut nama orang lain sebagai tumbal.

Aku memang tidak mau semakin memperparah gosip yang beredar belakangan ini. Sejak ucapan dokter Rama yang melibatkan aku sebagai pacar pura-puranya didepan Katy beberapa hari yang lalu, semua orang di lingkungan rumah sakit sering membicarakan hal-hal buruk tentang diriku.

Banyak yang bilang bahwa aku ini perempuan genit dan penggoda. Lebih parahnya lagi ada yang memfitnahku bahwa aku ini pakai susuk. Sampai-sampai semua lelaki mendekatiku dan suka padaku.

Padahal aku tidak pernah menanggapi mereka-mereka yang berniat mendekatiku. Dokter Eza buktinya. Sejak awal kedatangannya disini aku tidak pernah sekalipun merespon perasaannya padaku. Karena aku tahu, lelaki seperti dokter Eza hanya melihatku dari luarnya saja. Seperti halnya Erik dan juga dokter Dili.

"Kenapa? Kamu takut digosipkan sama saya? Saya nggak keberatan kok." Ucapnya santai.

"Tapi saya yang keberatan. Udahlah, dokter Rama ajak orang lain saja. Saya permisi."

Aku meninggalkan ruangan dokter Rama dengan perasaan kesal. Biar saja dianggap tidak sopan. Aku memang sudah lelah berdebat dengannya. Dan aku tidak mau memperburuk gosip-gosip yang beredar selama ini tentang diriku.

***


Aku menatap pantulan diriku dikaca. Gaun hitam yang kubeli beberapa hari yang lalu bersama Kinar terlihat kontras dengan kulitku yang putih pucat. Kupoles wajahku dengan make-up tipis-tipis. Aku tidak suka make-up yang terlalu menor, berasa ondel-ondel jadinya. Setelah memastikan tidak ada sesuatu yang menempel di gigiku yang putih rapi ini, ritual terakhir yaitu menyemprotkan parfum beraroma white musk ke seluruh tubuhku.

Perfect!

Setelah menolak ajakan dokter Rama siang tadi, aku memutuskan untuk berangkat bersama Kinar dan juga Bagas. Memaksa kedua sahabatku itu untuk menjemputku di kosan.

Aku melirik jam di dinding kamarku. Sudah hampir jam setengah delapan tapi kenapa Kinar dan Bagas belum juga datang menjemput. Apa jangan-jangan mereka lupa? Saat sedang sibuk menghubungi Kinar dan juga Bagas, tiba-tiba pintu kamar kosku diketuk.

Nah, itu mereka datang. Aku bergegas merapikan penampilanku. Meraih clutch berwarna senada dengan stilleto-ku lalu bersiap berangkat.

"Lama bang---- lho?" Aku membelalakan mataku saat melihat sosok yang berdiri di depan pintu kamarku. Aku celingak-celinguk , mencari keberadaan Kinar dan juga Bagas dibalik tubuh tinggi dokter Rama. "Kok dokter sih? Mana Kinar sama Bagas?"

"Mereka saya suruh berangkat duluan."

"Kok bisa gitu?"

"Ya bisa. Udah ayo. Kita berangkat sekarang."

Aku yang masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi akhirnya hanya bisa menurut pasrah saat dokter Rama menarik tanganku. Bahkan dia yang mengunci pintu kamar kosku.

"Mau sampe kapan bengong terus begitu?"

"Aww." Aku mengusap hidungku yang disentil usil oleh dokter Rama. Kesadaranku mendadak kembali sepenuhnya.

"Saya nggak mau berangkat sama dokter. Biar saya pesen uber aja."

Dokter Rama merebut paksa ponsel milikku. Lalu menyimpannya disaku jas miliknya.

"Nggak. Kamu tetap berangkat sama saya."

"Dokter ih. Balikin handphone saya nggak?"

"Nggak."

"Balikin."

"Berangkat sekarang baru saya balikin handphone kamu."

Aku berdecak kesal. Mau tidak mau akhirnya menuruti permintaan dokter tukang paksa itu. "Ya udah iya."

"Good. Daritadi nurut kan enak."

"Dasar tukang paksa!" Teriakku kesal sambil berjalan mendahuluinya. Bisa kudengar suara tawanya yang terdengar puas karena berhasil mengerjaiku.

***

Sepanjang perjalanan aku diam seribu bahasa. Masih merasa kesal dengan sikap Dokter disebelahku ini yang suka seenaknya sendiri. Aku memilih menatap pemandangan dari kaca samping. Di malam minggu seperti ini jalanan benar-benar padat merayap. Banyak pasangan-pasangan yang tampak berkeliaran menikmati kencan.

Aku melirik dokter Rama dari sudut mataku. Dia tampak fokus menyetir. Dan aku baru sadar bahwa dia tampak luar biasa ganteng malam ini dengan jas hitam yang melekat sempurna ditubuhnya.

Setelah satu jam berkutat dengan kemacetan, akhirnya sampai juga di hotel Bintang lima tempat resepsi dokter Eza. Suasana sudah tampak ramai. Tamu undangan dari berbagai kalangan tumpah ruah di ballroom hotel.

Mendadak dokter Rama menarik lenganku. Aku menatapnya bingung. Sedetik kemudian ada sensasi menggelitik saat tangan besar itu melingkupi tanganku yang terasa sangat kecil dalam genggamannya.

"Biar kamu nggak hilang."

Lah? Dikiranya aku anak kecil pakai acara hilang segala? Meski dongkol, kubiarkan saja dia menggenggam tanganku dan membawaku berkeliling. Mataku mencari-cari sosok yang kukenal. Hingga suara sorakan ciye ciye serempak terdengar dari segerombolan teman-teman ruanganku. Tampak juga Kinar dan Bagas yang tertawa lebar. Dasar sahabat macam apa mereka?! Awas saja ya.

"Jadi gosip itu beneran ya dok?" Tanya mbak Indi sambil tersenyum jahil menatap ke arah tautan tanganku dan dokter Rama. Buru-buru aku melepaskan tanganku dari genggamannya.

"Apaan sih mbak. Gue kebetulan aja berangkat bareng sama dokter Rama." Jawabku mengelak. Dokter Rama sendiri malah senyum-senyum nggak jelas.

"Halah, beneran juga nggak apa-apa kali Cha." Ledek Kinar.

Aku memberi isyarat agar Kinar menutup mulutnya. Sahabatku itu malah tertawa semakin kencang. Dasar Kinar kampret! Bahkan teman-teman diruang OK pun juga turut meledekku habis-habisan. Aku sudah tidak tahu lagi bentuk wajahku. Pasti sudah sangat memerah menahan malu. Sedangkan dokter Rama tidak sama sekali melakukan pembelaan. Lelaki itu tetap tenang sambil senyum-senyum saja sejak tadi.

"Kalian sudah memberi selamat ke dokter Eza?"

Akhirnya bersuara juga orang ini.

"Sudah dok."

"Ya sudah. Kalau gitu Saya kesana dulu ya. Yuk Bi."

Tanganku ditarik paksa oleh dokter Rama. Orang ini benar-benar ya. Seenaknya aja tarik-tarik anak orang. Suara ciye ciye kembali terdengar kompak. Ya ampun, jatuh sudah harga diriku.

"Selamat ya dok." Ucapku pada dokter Eza yang tampak ganteng dengan baju adat jawanya. Dokter Ginaya pun juga tampak sangat cantik. Keduanya benar-benar terlihat sangat serasi.

"Terima Kasih, mantan gebetan. Gimana? Kamu sekarang nyesel nggak udah nolak saya dulu?"

"Dih, nggak lah. Sampai sekarang juga saya tau perasaan dokter Eza cuma main-main."

Dokter Eza tertawa mendengar ucapanku. Lalu dia mengacak-acak rambutku. Hingga suara deheman dari dua orang yang berbeda menginterupsi. Tampak Dokter Rama dan juga dokter Ginaya melotot lebar melihat kedekatanku dengan dokter Eza.

"Udah kangen-kangenannya?" Tanya dokter Ginaya jutek.

Aku tersenyum kikuk lalu buru-buru kabur. Sedangkan dokter Rama masih tampak berbicara serius dengan dokter Eza dan juga dokter Cakra yang tiba-tiba bergabung. Ketiganya terlihat sangat akrab.

Bosan menunggu, akhirnya aku menuju ke stan makanan. Perutku yang keroncongan sejak tadi meronta-ronta minta diisi. Setelah mengambil makanan, aku menuju balkon hotel ini, tempat yang jauh dari keramaian. Karena pada dasarnya aku tidak terlalu nyaman berada di tengah keramaian.

Saat enak-enaknya sedang menikmati makanan, tiba-tiba saja seseorang menarik keras rambut panjangku dari belakang. Refleks aku berteriak dan meringis sakit. Piring ditanganku pun terjatuh dan pecah berantakan. Namun, sepertinya tidak ada seorang pun yang bisa menolongku. Pintu menuju ruang balkon pun juga sengaja telah ditutup.

"Ini peringatan pertama dan terakhir buat lo. Jauhi Rama!" Suara itu berbisik tepat ditelingaku. Dan aku bisa melihat bagaimana matanya menatapku tajam penuh kebencian.

"Lepasin. Argh, sakit."

"Lo tuh nggak ada apa-apanya dibanding gue. Salah besar kalo lo pikir bisa ngerebut Rama dari gue."

Aku menggeleng pelan. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa. Dokter Rama yang memaksaku untuk menjadi pacar pura-puranya demi menghindari Katy.

"A-aku nggak pernah merebut dokter Rama dari kamu. Arghh."

Sialan! Rasanya benar-benar sakit. Seolah rambutku di cabut paksa dari kulit kepalaku. Dasar cewek physco! Please.. Siapapun tolong dong!

"Bullshit! Asal lo tau, Rama itu punya gue. Cintanya dia itu cum---"

"Katy! Lo apa-apan sih?!"

Tiba-tiba pintu balkon terbuka lebar. Dokter Rama berlari ke arahku. Menyentak kasar tangan Katy yang menjambak rambutku. Tubuhku dipeluknya protektif.

"Mana yang sakit?"

Aku menggeleng pelan. Tidak tahu harus berkata apa. Sedikit syok karena tiba-tiba diserang oleh seseorang yang bahkan tidak sama sekali kukenal.

Rahang dokter Rama mengeras. Wajahnya tampak begitu marah. "Gue bisa laporin tindakan lo ini ke polisi."

Wajah Katy berubah panik. Air mata bahkan mengalir dikedua pipinya.

"Rama... Kenapa sih? Kenapa kamu lebih milik cewek kayak dia dibanding aku?" Nada suara Katy terdengar frustasi. Sebenarnya aku sedikit kasihan dengannya. Pasti Katy benar-benar mencintai dokter Rama sampai dia nekat berbuat seperti itu.

"Kat, lo denger ya. Sejak lo ngerusak kepercayaan gue, sejak itu pula nama lo udah gue hapus di hati dan pikiran gue. Sekali lagi gue tau lo nyakitin Bila, gue nggak bakal segan-segan ngelaporin lo ke polisi."

Perkataan dokter Rama mengakhiri drama malam itu. Lelaki itu menarik tubuhku menjauh. Meninggalkan Katy yang kini jatuh terduduk sambil menangis tersedu-sedu.

Setelah kejadian tidak mengenakkan itu, akhirnya dokter Rama mengajakku pulang lebih dulu. Aku tetap diam seribu bahasa, bahkan saat dokter Rama memakaikan seatbelt untukku.

"Maafkan saya, Bi." Ucapanya pelan sambil merapikan rambutku yang berantakan bekas jambakan.

Aku mengalihkan pandanganku ke arahnya. Menatap sorot matanya yang sarat akan kekhawatiran. Sedetik kemudian tubuhku direngkuh lembut kedalam pelukannya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

937K 71.6K 55
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
2.3M 12.8K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
584K 39.8K 47
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
195K 28K 29
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...