Tuan Kim dan Sang Pelacur

Oleh VanadiumZoe

76.2K 11.2K 4.1K

Kim Seok Jin mendapat kiriman hadiah dari rekan bisnisnya di Macau, Seraphina, seorang Pelacur paling cantik... Lebih Banyak

UNGKAPAN-KATA
PROLOG
LIE
1
3
CERULEAN
1
2
3
4
5
6
7
8
WINTER SCENT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
BLOSSOM TEARS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
FOREVER RAIN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
PEACH
1
2
3
4
5
UNGKAPAN-RASA

2

2.2K 234 109
Oleh VanadiumZoe

Note: Hai ak baru sadar kalau marga Jiyeon ke-ketiknya Song Jiyeon harusnya Jung Jiyeon ya, tolong maafkan akuh... di part ini aku tulis Jung Jiyeon, semoga tidak bingung.

Selamat membaca.

--


👑 🦊 👑

🍁🍁🍁

Pagi di hari berikutnya Seraphina terbangun setelah jemari seseorang mengusap pipinya, dia membuka mata dan mengerjap-ngerjap dalam limpahan matahari pagi dari balik jendela kaca yang tirainya dibiarkan terbuka.

"Aku harus berangkat sekarang," kata Seokjin, dalam intonasi berat dan agak serak. Dia menegakkan punggung, memerhatikan Sera yang berantakan seraya berusaha duduk.

Selimut yang menutupi tubuh polos Sera turun sampai melewati dada, gadis itu mendongak hanya untuk menjadi terpana. Dia terkesiap sewaktu tangan Seokjin menarik selimut untuk menutupi dadanya, sementara dia masih memerhatikan pria itu yang sudah berdiri tegak dalam keterkaguman sampai lisannya terkunci.

Sera ingat kalau kliennya ini adalah pria tampan, sangat tampan malah. Tetapi pagi ini, Kim Seokjin berdiri dalam setelan jas hitam Bottega Veneta, dengan senyum tipis, dagu runcing terangkat, rambut hitam yang tertata rapi, sosok pria 35 tahun setinggi 185 senti itu tampak begitu berwibawa. Perawakan Seokjin seolah-olah terlihat membesar ketika sudut matanya tertarik ke atas, begitu lancip dengan manik coklat pekat.

Singkatnya, Kim Seok Jin memberi kesan terlalu sempurna bagi lawan bicaranya.

"Astaga, kau tampan sekali, Tuan Kim."

Pujian itu lolos tanpa penghalang, Sera serta merta ingin berdiri tapi tertahan karena Seokjin sudah lebih dulu membungkuk, mengusap puncak kepalanya dengan sentuhan yang kelewat lembut. Otomatis aliran darah Sera naik dan berhenti di kedua pipinya, dia mengerjap lebih sering ketika suara Seokjin yang terlampau rendah mengalun di telinganya.

"Kau bisa minta sekretaris Zhang untuk mengantarmu pulang, tinggal tekan angka 12," kata Seokjin, sembari melirik telepon di meja nakas.

"Tidak perlu, Tuan Kim, ada yang menjemputku," jawab Sera setelah berhasil mengendalikan dirinya.

"Oke, aku pergi. Jaga dirimu."

Seokjin berlalu keluar dari kamar itu, meninggalkan Sera yang termangu di ranjang tidur sampai pintu kamar terayun dan tertutup. Pipinya masih hangat, dia tersenyum senang lalu buru-buru menyambar ponsel.

"Soobin Oppa!" pekik Sera saat teleponnya tersambung. "Aku sudah selesai, bisa jemput sekarang?"

"Aku di jalan, kok. Cepat mandi, aku bawakan baju ganti."

"Oppa memang yang terbaik, saranghae...." Sera cekikikan sambil berjalan ke kamar mandi.

"Ya, ya, ya... mandi sekarang. Kita sarapan di rumahku saja, Liu masak banyak makanan."

"Kau itu beruntung sekali ya, punya istri sehebat cece Liu." Sera melihat paper bag di atas wastafel, isinya satu stel baju, lengkap dengan pakaian dalam dari merek terkenal.

"Oppa! Tuan yang semalam, membelikanku baju ganti." Sera meneliti merek pakaian itu.

"Oya?—" kata Soobin di seberang. "Apa dia memperlakukanmu dengan baik?"

"Iya, terlalu baik malah. Astaga!" Sera memekik kegirangan sambil memeluk baju barunya. "OMG—oh my god, oh my god, Oppa! Mereknya L.K Bennett loh, pakaian dalamnya Victoria Secret, ya ampun mimpi apa aku semalam."

Tawa bahagia Sera menggelegar di kamar mandi, sementara Soobin sudah ngomel-ngomel karena sekarang dia tiba di lobi tapi Sera belum mandi. Butuh menunggu selama lima belas menit bagi Soobin yang kini memerhatikan kamar mewah itu; ranjang besar, sofa dengan meja kaca depan tivi 55 inch. Pemandangan kota Beijing tergambar bak lukisan dari balik dinding kaca, ada meja kerja juga dan kamar itu sangat luas.

"Kamar ini luas sekali—yak! Pakai bajumu di kamar mandi!" teriak Soobin secepat yang dia bisa, saat Sera keluar hanya dengan handuk di kepala.

"Lupa!" Sera tertawa lalu masuk kamar mandi lagi, dia keluar tiga menit kemudian dan berpose di depan pintu. "Oppa, bajuku bagus tidak?" katanya, lalu tertawa senang saat Soobin mengangguk.

"Kapan sih, pakaian yang kau kenakan terlihat buruk?" Soobin memutar bola mata ke langit-langit. "Kajja (ayo)! Kita pulang sekarang, aku lapar."

Sera membereskan pakaiannya semalam ke dalam paper bag, termasuk pakaian yang sudah terlanjur Soobin bawa untuknya. Dia mengapit lengan Soobin selama mereka menulusuri selasar hotel sampai lobi, sibuk menceritakan tentang kebaikan kliennya.

"Ah, baguslah," kata Soobin, mengacak rambut Sera yang masih setengah basah. "Aku selalu khawatir kau dapat klien yang buruk, jangan ada lagi yang memukulmu seperti waktu itu."

"Oppa, kenapa kau mengingatnya terus, sih?"

Sera cemberut, dia tidak ingin mengingat satu klien sadomasokis yang hampir membuatnya mati, setelah dia diborgol, dipukuli lalu orang itu juga memasukkan benda tumpul ke alat kelaminnya. Andai Soobin tidak datang tepat waktu, mungkin saat itu Sera sudah kehilangan nyawa.

Pintu otomatis lobi terbuka, seorang anak perempuan berlarian ke arah Sera dan Soobin, Sera yang tidak siap malah menarik Soobin ke samping dan membuat anak kecil itu jatuh ke lantai.

"Are you okay?" Sera lekas mendekati anak perempuan itu, senyumnya otomatis terbit saat anak itu menggelengkan kepala.

"Yah, thank you."

"Ah, kau cantik sekali, di mana ibumu?" Sera mengedarkan pandang, kemudian atensinya tertuju pada sosok yang baru ditunjuk oleh anak perempuan tadi.

Seorang wanita dalam balutan dress selutut Alexander McQueen yang melukis lekuk tubuh muncul, rambut hitam bergelombang yang dibiarkan tergerai bergerak lembut saat pintu otomatis tertutup di belakangnya. Stiletto Jimmy Choo sepuluh senti yang mengetuk lantai seolah-olah berpendar keperakan, saat wanita itu melepas kaca mata hitamnya, melihat ke arah Seraphina—bukan, tapi pada sosok anak perempuan yang berdiri di dekat Sera.

"Reeya, ke sini! Apa putriku mengganggumu?" tambahnya pada Sera.

"Ah, tidak kok, tadi dia terpeleset."

"Mommy—tadi aku jatuh dan dia yang membantuku."

Wanita itu tersenyum, agak sungkan. "Terima kasih, putriku memang sangat lincah."

"Tidak apa-apa, sungguh." Sera tersenyum, tertawa kecil pada Reeya yang sudah merapat pada sosok ibunya.

"Baiklah kalau begitu, kami permisi dulu." Wanita itu berlalu, begitu pula dengan Sera dan Soobin.

Sewaktu Sera dan Soobin melewati pintu, seorang pria bersetelan jas rapi dengan dasi kupu-kupu menyapa wanita itu dalam bahasa korea yang kaku.

"Nyonya Jung Jiyeon, selamat datang." Pria berwajah bulat dan bersih itu terlihat panik dan agak pucat, giginya yang kecil dan jarang-jarang terlihat jelas saat senyumnya dilebarkan.

"Anda datang tanpa pemberitahuan, saya jadi tidak bisa menyambut kedatangan anda, Nyonya."

"Tidak apa-apa Sektetaris Zhang, santai saja," ujar Jiyeon. "Apa Seokjin masih di kamarnya?"

"Tuan Kim sudah berangkat pagi-pagi sekali, Nyonya." Pria itu menunduk gugup, memberi isyarat pada asistennya untuk memanggil cleaning service.

"Nyonya, mau istirahat? Saya akan menyiapkan kamar anda segera."

"Tidak perlu dibereskan, aku hanya ingin istirahat sebentar."

Jiyeon melangkah pasti sambil menggandeng Reeya, tapi langkahnya di tahan Zhang Xitao dengan sigap. Pria parlente itu berdiri depan private lift sambil tersenyum lebar, kedua tangannya agak gemetar, saling menggenggam depan perutnya yang menjorok ke dalam di balik kancing emas jas hitamnya yang tersemat rapi.

"Tuan Kim berpesan untuk merapikan kamarnya terlebih dahulu, petugas kebersihan masih berada di sana, saya khawatir itu akan membuat Nyonya tidak nyaman. Mari, saya antar ke ruang istirahat selagi menunggu kamarnya siap." Zhang menunjuk lounge mewah di lobi, senyum lebarnya tidak pudar barang sedetik.

"Aku bisa sendiri," jawab Jiyeon cepat, lalu berlalu pergi.

Zhang Xitao buru-buru melipir ke dalam lift, menelepon manager kebersihan dan memberi perintah.

"Bersihkan, jangan sampai ada yang tertinggal," katanya. "Kita semua bisa mati di tangan Tuan Kim, kalau barang atau bau perempuan semalam tersisa di kamar. Kau mengerti?"

Zhang menarik napas lega panjang-panjang, mengusir kekhawatiran karena Jiyeon dan Sera sempat berpapasan. Kemudian dia kesal bukan kepalang tanggung, sewaktu mengingat jika perintah Seokjin dini hari tadi membuatnya pontang panting mencari pakaian wanita dengan merek yang spesifik.

"Ah, dasar pelacur tidak tahu diri, menyusahkanku saja." 

🍁🍁🍁

"Tuan Kim, anda yakin ingin bertemu dengan perwakilan buruh yang berdemo?" kata Stephen Lau, General Manager Hyunjin di kantor pusat Beijing.

Kedatangan Kim Seok Jin yang terlampau pagi membuat para petinggi pabrik perakitan mobil itu pontang panting, menyiapkan segala sesuatu yang ingin diketahui oleh Sang Presiden Direktur Utama. Seokjin sudah berada di Beijing sejak kemarin, awalnya memilih menerima laporan secara virtual. Akan tetapi, siapa yang bisa menebak jalan pikir Sang Penguasa itu?

Kim Seok Jin memang dikenal sering melakukan hal tiba-tiba, sesuka hatinya.

Hari ini Seokjin ingin menemui para pendemo meski kemarin sudah dilakukan mediasi oleh pihak perusahaan, tetapi dia tidak puas dengan hasilnya. Para buruh itu dipecat, alasannya tidak kompeten dan mengganggu dalam menyingkapi skandal kerugian perusahaan.

"Kau keberatan, Stephen Lau?"

Pandangan Seokjin bergerak lamban pada sosok sang manager, intonasi perintah sebeku gunung es itu menciutkan nyali Stephen lebih cepat dari detik jam. Dia buru-buru berlalu untuk menemui perwakilan buruh, lalu meminta staf lain menyiapkan ruang meeting. Di samping Seokjin, direktur yang menggantikan Yeonjun sementara, memandunya ke ruangan.

"Siapa nama karyawan perwakilan itu?" tanya Seokjin pada direktur pengganti, Lee Heesung.

"Xi Yohan, dia sudah bekerja pada kita sejak pabrik ini dibangun."

Sekarang Seokjin sudah duduk berhadapan dengan karyawan senior itu, kisaran umur 50 tahun, duduk tidak nyaman di bawah tatapan Seokjin yang kelewat tenang. Lalu, ruangan itu seolah-olah membeku, ketika suara berat Seokjin terdengar, memantul-mantul ke seluruh penjuru ruang.

"Perusahaan sedang ada di posisi kurang baik karena seorang penghianat, kita mengalami kerugian ratusan juta dolar. Saat para buruh berdemo selama 7 jam, perusahaan kembali merugi sampai 77,8 juta dolar. Kau tahu tentang itu, Xi Yohan?"

Karyawan itu terkejut mendapati Sang Penguasa mengetahui namanya, sementara direktur country tidak pernah hafal dengan karyawan kasta terendah meski mereka sering bertemu.

"Ya, Presdir Kim, saya mendengar tentang itu."

"Aku sangat menghargai semua karyawanku tanpa terkecuali," kata Seokjin, tenang dan terukur. "Aku ingin kita semua bekerja sama memperbaiki kekacauan ini, perusahaan akan memberimu pilihan. Diberhentikan dengan pesangon seadanya atau bekerja lembur dengan gaji tetap dan tidak ada karyawan yang dipangkas.

"Orang-orang Tionghoa dikenal sebagai pekerja keras sejak jaman nenek moyang mereka. Jadi, apakah aku bisa mengandalmu, Xi Yohan?"

"Ya, tentu saja, Presdir Kim."

Luapan rasa senang terulas otomatis di wajah tua Yohan, matanya berkaca-kaca saat Seokjin tersenyum hangat kepadanya. Bahunya yang tadi turun kini naik dan dadanya terbusung.

"Saya akan bekerja sebaik mungkin, kupastikan semua karyawan yang berdemo akan segera kembali bekerja. Kami tidak akan dipecat, 'kan?"

"Tentu saja tidak, kalian adalah aset berharga di perusahaan ini." Seokjin berdiri, membungkuk singkat yang serta merta membuat Yohan tertunduk lebih dalam.

"Terima kasih untuk kerjasamanya," tukas Seokjin.

Karyawan itu berlalu dengan penuh semangat, sementara Heesung menatap bingung pada sang presdir.

"Tuan Kim, para pendemo itu rata-rata sudah tua dan akan segera pensiun, terlalu rentan jika mereka harus lembur kerja."

"Memang itu lah tujuannya, Heesung. Kita tidak perlu memangkas karyawan tetapi mereka akan menyerah dengan sendirinya dan mengundurkan diri, karena alasan kesehatan yang menurun," jawab Seokjin.

"A-apa?"

"Mereka harus membayar kerugian sebelum pensiun, lagi pula nama baik perusahaan tidak sebanding dengan para karyawan tua itu, kau mengerti?" Seokjin menegakkan punggung, air mukanya tampak begitu jumawa.

"Aku ingin bertemu Yeonjun, panggil dia ke ruanganku."

"Baik, Tuan Kim." 

🍁🍁🍁

"Berengsek! Kau pikir, kau itu siapa? Berani-beraninya mengancamku!" Choi Beomgyu membanting gagang telepon setelah mengakhiri dialog dengan seseorang, dia memaki habis-habisan sampai wajahnya merah padam, kesal bukan kepalang tanggung.

"Siapa lagi yang membuatmu kesal?" tanya Soobin, yang baru saja tiba di ruangan Sang Mucikari.

"Laki-laki keparat yang hampir membunuh kesayanganku. Bisa-bisanya dia mau pesan lagi, dasar bedebah sialan!"

"Oh," Soobin duduk di sofa dengan muka datar, tak acuh saat Beomgyu lagi-lagi memaki.

"Hyeong... ada ya, laki-laki sebejat itu di dunia ini?"

"Ada, dan aku sedang bicara dengan salah satunya."

"Bajingan! Aku ini baik hati, loh." Beomgyu tersenyum, tampak terlalu cantik untuk seorang lelaki. "Kapan aku pernah memasukkan benda tumpul ke alat kelamin para kesayanganku? Orang itu gila, Hyeong!"

"Oke, terserah kau saja." Soobin menghela napas panjang, terlampau muak dengan perangai Beomgyu. "Aku harus mengantar Sera ke mana nanti malam?"

"Nah, ada kabar bagus. Seraphina dibeli oleh seorang taipan dengan harga fantastis," seringai Beomgyu terulas, dia tampak senang tapi tidak dengan Soobin.

"Dia dibeli—siapa?"

"Kim Seok Jin, chaebol Korea Selatan itu membelinya seharga 2 miliar Yuan. Sinting!" Tawa Beomgyu pecah, terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata.

"Beritahu Sera, minggu depan orang suruhan tuan Kim akan menjemputnya," ujar Beomgyu. "Dan selama itu Sera tidak boleh dipakai oleh orang lain, tapi bisa menari di bar," tukasnya.

Soobin diam saja di sofa duduknya, terlampau terkejut dengan kabar yang diterimanya. Dia bekerja pada Beomgyu sebagai pengantar barang, Soobin mengenal Seraphina sejak gadis itu didatangkan ke rumah pelacuran sepuluh tahun silam. Kala itu umur Sera baru tiga belas, sekarat, setelah diselundupkan ke China dalam peti kayu selama tiga hari tanpa makanan.

Pembawaan Sera yang ceria dan menyenangkan, mengantarkan ikatan keluarga tak kasat mata di antara keduanya. Istri dan anaknya juga dekat dengan Sera, sekarang, haruskah dia kehilangan gadis itu secepat ini?

"Orang itu membelinya," kata Soobin pada istrinya, Liu Yifei, setelah sampai di rumah siang itu, sementara Sera tengah bermain Gonggi dengan putrinya di ruang depan.

"A-apa?"

"Minggu depan Sera akan dibawa kembali ke Korea."

Liu tidak bisa menutupi kekecewaan, dia melirik Sera yang cekikikan dengan Shishi karena sudah menang dua kali putaran. Adik kecilnya itu akan dibawa pergi jauh dan dia tidak bisa melakukan apa-apa, dunia hitam nan pekat Choi Beomgyu terkenal sampai ke underground, tidak ada yang mau berurusan dengan mucikari tengik itu beserta para pelacurnya.

"Sera sudah tahu?"

"Akan kuberi tahu setelah dia selesai bermain dengan Shishi," jawab Soobin.

"Kita masih bisa menelepon Sera atau mengunjunginya kapan-kapan," Liu mengusap bahu Soobin yang kian jatuh. "Doakan saja orang itu memperlakukan Sera dengan baik."

"Yah," pandangan Soobin tertuju pada Sera yang kini tersenyum ke arahnya. "Semoga saja."

[]

FYI: 2 miliar yuan itu setara kisaran 314 juta dolar, sementara jumlah kekayaan Seokjin mencapai 12 milyar dolar (deskripsinya ada di part LIE) ... jadi masih masuk akal kan, ya.

Betul sekali teman-teman, saya menghitungnya wk wk wk #penuliskurangkerjaan


Sampai jumpa hari Jumat

👑 Zoe 

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

119K 9.6K 86
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
354K 16.3K 112
"Ottoke? ommoya? nuguyaa? haisss, wajahnya membuatku ingin menerkamnya saja. haiss, ommo apa yang aku lakukan semalam? kenapa aku bugil seperti ini...
101K 5.6K 56
Ini tentang Nazira Shafira Aulia yang harus mengalami cinta segitiga dengan sepasang saudara kembar. Mereka adalah Farhan Habibie Alfaqih dan Farzan...
6.2K 714 25
It just when you meet someone who can be your moodboster everyday. -Feb, 2019 by auliadv All Rights Reserved