complicated feeling | ✓

By ardhiac

1.9M 97.6K 5.5K

[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dad... More

Tolong dibaca
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Sorry
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44 - (1)
Part 44 - End (2)
Liam's Letter
Epilog
Extra Part
Extra Part II - Before Marriage

Part 25

8.1K 398 20
By ardhiac

Setelah mendapat kabar dari pihak kepolisian bahwa pelaku yang menabrak Keira telah berhasil ditangkap, Samuel, Liam dan yang lainnya pun dengan segera menuju kantor polisi tujuan mereka. Benar-benar sangat penasaran dengan orang yang telah berani mencelakai temannya itu.

Sesampainya di sana, mereka semua langsung dibimbing oleh salah satu polisi untuk menuju sel tahanan sementara, di mana pelakunya sedang mendekam di dalamnya saat ini.

Dan ... ya, tebakan mereka selama ini memang benar. Ternyata, orang yang mereka curigai belakangan adalah pelakunya. Ya, siapa lagi kalau bukan Jane. Di sana. Di dalam sel tahanan seorang diri. Tidak ada seorangpun yang berada di dalamnya, kecuali cewek tersebut.

Begitu melihat Samuel, Liam dan yang lainnya sedang menuju ke arahnya, Jane seketika tertawa dengan sangat keras. Tawanya menggelegar seantero ruangan.

"Gue bahkan udah ngga kaget lagi kalau lo pelakunya," cetus Samuel sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mendengar Samuel, tawa Jane makin bertambah semakin keras. Ia seperti sedang menyaksikan pertunjukan humor di hadapannya. "Kalian itu terlalu bodoh."

"Ya, kita emang bodoh. Tapi, kita ngga gila kaya lo," sahut Lisa seraya menatap Jane dengan tajam.

"Hidup lo terlalu sia-sia kalau isinya cuma dipenuhi sama dendam dan iri. Bener-bener ngga berguna," Liam pun ikut membuka suara saat dirinya melihat wajah Jane yang terlihat begitu santai. Bahkan, rautnya pun seperti orang yang tidak punya dosa.

Jane pun menyeringai dikala ia menghentikkan tawanya. "Kalian engga mikir kenapa gue dengan mudahnya ditangkap?"

Saat itu juga, mereka semua pun kontan mengerutkan dahinya. Bingung dengan ucapan Jane yang tidak dapat mereka mengerti.

"Maksud lo apa?!" Tanya Jane dengan suara yang naik beberapa pitam. Sungguh, ia sudah muak dengan segala rencana kotor Jane yang sama sekali tidak dapat mereka tandingi. Harusnya, kebaikan selalu kalah dengan kejahatan. Tetapi, kenapa sekarang rasanya seperti kejahatan baru saja memenangkan permainan?

Jane yang tadinya hanya duduk saja, kini bangkit berdiri dan bersedekap dada. Memandang mereka semua dengan senyumnya yang tidak biasa. Senyuman yang membawa derita begitu dalam. "Harusnya, sekarang kalian tuh di rumah sakit. Jagain Keira di sana dan bukannya nemuin gue di sini."

Ivy sudah mulai habis kesabaran dan menarik rambut Jane dari luar. Tidak peduli dengan bahunya yang sakit karena menjangkau tubuh cewek itu. "Sialan! Maksud lo sebenernya apa, hah?"

Jane mengedikkan bahunya. "Lebih baik lo liat sendiri."

Samuel mengumpat. "Shit!"

Tanpa menunggu lama lagi, mereka semua pun langsung keluar dari kantor polisi dan menjalankan mobil menuju rumah sakit. Saat ini, tidak ada lagi yang bisa mereka pikirkan selain bayangan Keira yang sedang terbaring lemah. Dan sialnya lagi, mereka pun harus menerima kenyataan pahit saat lalu lintas dilanda kemacetan yang sangat panjang.

Akhirnya, Lisa pun memutuskan untuk menghubungi orang tua Keira. Setidaknya, dengan cara itu, mereka semua bisa tahu bagaimana kondisi Keira saat ini. Ia juga tidak lupa untuk mengaktifkan mode speaker di sambungan teleponnya, agar mereka semua dapat mendengar pembicaraannya.

Namun, begitu teleponnya tersambung, betapa terkejutnya mereka saat mendengar suara...

"Lisa, Ke-Keira-"

Belum selesai mendengar ucapan lebih lanjut dari Mama Keira, tiba-tiba mereka mendengar suara gaduh yang saat itu juga langsung mereka ketahui. Suara Papa Keira yang sedang memanggil-manggil nama istrinya.

•••

Tadinya, Keira merasa bahwa saat ini, ia sedang berada di sebuah taman nan indah dengan air terjun yang berada di dekatnya. Bunga melati berwarna putih yang begitu cantiknya terhampar luas di sekitar taman bagaikan kerajaan yang menawan. Harumnya aroma bunga yang begitu menyengat, membuat jiwa bagaikan dibawa terbang ke atas awan. Menari-nari dengan burung cemari yang berkicau dengan halusnya. Menikmati keindahan panorama bumi yang memanjakan pandangan.

Semua itu benar-benar terasa indah.

Namun, keindahan tersebut runtuh begitu saja bagaikan sebuah mimpi yang hitam dan kelam. Sunyi begitu senyap dan gelap gulita. Tak ada pancaran cahaya yang terlihat, bahkan seujung kuku pun. Tubuhnya terasa dilempar dan ditimpa sebuah batu yang memikul berat bahunya. Ia berusaha untuk bangkit, namun apa daya kekuatannya berada pada titik rendah. Tak mampu lagi berdiri dan hanya bisa menatap gelapnya hitam di hamparan sana.

Hanya bisa menunggu, menunggu dan menunggu. Menunggu kapan datangnya secercah cahaya yang mengangkat dirinya ke terangnya dunia. Hingga pada akhirnya, Tuhan mengabuli itu semua dan mendatangkan sebuah cahaya dengan sinarnya yang menyakitkan mata.

Aku merasa bahagia sekarang. Mungkin bisa dibilang sangat-sangat bahagia. Tuhan mengabuli permintaanku dengan mendatangkan seseorang dengan sinarnya yang terang. Aku tidak tau apa yang membuatnya seperti itu. Tapi, yang aku tau,tubuhnya begitu bercahaya dan tidak tersentuh. Ia begitu silau untuk dilihat dengan mata telanjang. Walaupun ia hanya menemaniku dengan jarak yang lumayan jauh, tetapi aku merasa begitu senang dan bahagia, karena setidaknya, aku tidak harus sendiri lagi.

Lalu, aku pun melihat bahwa ia mulai mendekatiku. Secara perlahan, namun menghapus jarak di antara kami. Begitu sampai di hadapanku, ia mengulurkan tangannya ke arahku. Aku pun menatapnya bingung. Untuk apa ia seperti itu?

"Ada apa dengan tanganmu?" Tanyaku heran.

"Kau harus ikut denganku," jawabnya dengan suara yang sangat-sangat lembut dan begitu menenangkan.

"Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti."

"Kau harus ikut denganku, karena aku akan membawamu ke tempat yang lebih indah. Tempat di mana kau seharusnya berada. Ikutlah, Tuhan kita ingin bertemu denganmu."

Setelah ia berbicara seperti itu, ia semakin mengulurkan tangannya ke hadapanku. Bahkan, ia hampir mengambil tanganku kalau aku tidak menjauh.

"Kenapa aku harus bertemu dengan-Nya?" Aku kembali bertanya. Makin heran, bingung dan penasaran.

"Karena ini sudah waktunya bagimu untuk bertemu-Nya," jawaban yang sama yang kembali dia berikan untukku.

Sebenarnya, aku tidak cukup puas, tapi pada akhirnya aku pun mengangguk. "Tapi, bolehkah aku izin dengan kedua orang tuaku terlebih dahulu?"

Dia mengikuti. Mengangguk. "Boleh, tapi waktumu hanya dua menit."

Setelah itu, ia menghilang. Begitu juga dengan tempat yang aku pijak saat ini. semua cahaya gelap digantikan oleh pemandangan sebuah ruangan dengan nuansa berwarna putihnya. Dan, inilah waktunya.

Kedua orang tua Keira saat ini sedang menunggu dengan cemas di depan ruangan Keira, setelah garis detak jantung yang diperlihatkan layar monitor di sebelah ranjang anaknya melemah. Dan setelah meminta pertolongan dari para dokter, mereka pun diharuskan untuk menunggu di luar.

Mungkin sekitar lima belas menit kemudian, dokter pun menyuruh kedua orang tua Keira masuk ke dalam ruangan. Seketika itu juga, saat-saat yang mereka harapkan selama ini pun menjadi kenyataan. Anak gadisnya sudah sadar.

Tanpa menunggu lama lagi, mereka berdua pun langsung memeluk tubuh Keira erat sembari mengucap syukur kepada Tuhan beberapa kali.

Begitu bahagianya mereka, sampai tidak sadar bahwa sedari tadi air mata Keira meluruh begitu cepat. Perasaan bersalah membengkak besar di dalam dadanya. Hati yang begitu kecewa dengan kerinduan yang mendalam. Menahan janji yang harus ia penuhi tak lama lagi. Janji yang akan memisahkan memisahkan dirinya dengan cinta.

"Nak, apa kamu sudah merasa lebih baik? Apa tubuh kamu masih terasa sakit?" Tanya Mama Keira seraya tangannya membelai wajah Keira dengan lembut. Mengirim sejuta kasih sayangnya yang tiada tara.

Keira menggeleng lemah dengan senyuman pucatnya. "Mama, Papa, Keira minta maaf kalau selama ini belum bisa jadi anak yang baik. Belum bisa jadi anak yang selalu memberikan kalian kebahagiaan. Belum bisa membuat kalian berdua senang dan bangga. Maafin Keira juga kalau selama ini cuma bisa bikin Mama dan Papa kecewa dengan segala hal yang Keira lakukan. Bahkan, cuma bisa bikin malu di depan orang-orang. Tapi, Mama dan papa harus tau kalau kalian adalah kebahagiaan terbesar Keira di dunia ini. Kalian adalah harta berharga yang akan selalu Keira simpan dengan baik."

"Keira, kamu ngomong apa sih, Nak? Mama dan Papa engga pernah kecewa dengan kamu-"

Ucapan papa Keira pun terpotong begitu Keira menginterupsi. "Apapun yang terjadi, Mama dan Papa harus relakan kepergian Keira. Biarkan Keira pergi dengan tenang tanpa rasa sedih dan bersalah sedikitpun. Dan satu hal lagi yang perlu Mama dan Papa tau. Keira begitu menyayangi kalian berdua. Tidak ada yang bisa menggantikan perasaan ini sedikitpun. Kasih dan sayang Keira engga akan pernah hilang sampai kapanpun," ucap Keira seraya mengikis air matanya yang turun begitu cepat. Lalu, kembali menatap lingkaran cahaya di depannya. Seperti sebuah tanda bahwa waktunya sudah berakhir. Sudah saatnya untuk ia pergi dan meninggalkan sumber terbesar kebahagiaannya.

Tepat setelah itu, bunyi nyaring terdengar kencang. Layar monitor menunjukkan sebuah garis lurus yang begitu panjang. Dan saat itu juga, Keira berhenti bernapas.

Beberapa dokter yang masih berada di sana pun langsung mengambil tindakan cepat. Menyuruh kedua orang tua Keira menunggu di luar. Lagi. Entah sudah yang ke berapa kalinya.

200 joule, 280 joule, 360 joule. Beberapa kali alat Defibrilator menempel pada dada Keira, namun monitor masih menunjukkan garis datar panjang yang bergerak cepat. Para dokter pun hanya bisa terdiam dengan rasa bersalahnya. Harapan untuk menolong pasien yang sudah mereka tangani beberapa minggu ini sirna begitu saja. Lalu, sembari menghapus peluh-peluh di dahinya, salah satu dokter pun menginstruksikan perawat yang berada di sana untuk melepas semua alat-alat medis yang tersambung di tubuh Keira.

16.55 pm. Waktu dimana Keira menghirup napas terakhirnya.

Terima kasih, Tuhan. Terima kasih karena engkau telah melahirkanku ke dunia. Menitipkanku kepada sosok yang begitu berharga dan setulus hati menyayangiku dengan kasih sayang mereka. Memperlakukanku layaknya aku adalah seorang pelita. Dan sekarang, aku ikhlas kalau engkau memang mau bertemu denganku. Membawaku ke manapun engkau akan membawaku. Namun, hanya satu permintaanku. Tolong jagalah kedua orang tua dan teman-temanku dengan caramu.

•••

[A/N]

Hayoooo, apa yang akan terjadi di part selanjutnya, ya? Oiya, sebenernya part ini beda banget sama yang belum aku edit dulu. Tapi, kali aja aku berubah pikiran dan bikin alur yang berbeda di editannya wkwk

Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!

July 22, 2016.

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 273 54
(COMPLETE) Kemunculan gadis cantik bernama Josie sebagai siswa baru sukses membuat SMA Prapanca gempar! Bukan hanya karena tingkahnya yang tengil, me...
132K 5.7K 45
Seorang gadis polos, culun. namun, berdarah kebangsawanan ini, Kaily Queenita. gadis itu menyukai seorang pria yang popular di sekolahnya, tampan, co...
1.7M 39.7K 20
❞𝙣𝙜𝙜𝙝 𝙗𝙖𝙗𝙮. 𝙒𝙝𝙮 𝙞𝙨 𝙮𝙤𝙪𝙧 𝙗𝙤𝙙𝙮 𝙙𝙚𝙡𝙞𝙘𝙞𝙤𝙪𝙨 ❞𝙏𝙝𝙚𝙣 𝘾𝙝𝙖𝙣𝙮𝙚𝙤𝙡 𝙨𝙪𝙘𝙠𝙚𝙙 𝙖 𝙫𝙚𝙧𝙮 𝙨𝙢𝙖𝙡𝙡 𝙗𝙖𝙚𝙠𝙝𝙮𝙪𝙣...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 75.2K 34
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...