3141 : The Dark Momentum [Sel...

De A-Sanusi

64.6K 9.9K 681

[Sci-fi/Mystery/Thriller] 3141, tahun di mana akan tercatat sejarah perubahan dunia. Sebuah alat teleportasi... Mai multe

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Quantum
3. Quantum II
4. Glitch
5. Good Night
6. Perfect World
7. Perfect World II
8. Perfect World III
9. Circle
10. Cogito Ergo Sum
11. Cogito Ergo Sum II
12. Cogito Ergo Sum III
13. World of the Damned
14. World of the Damned II
15.World of the Damned III
17. Infinite Infinity II
18. The Day the World Went Away
19. The Day the World Went Away II
20. Humanity
21. Relativity
22. Insanity
23. Chemistry in Physics
24. Chemistry in Physics II
25. Chemistry in Physics III
26. Intersection
27. Los Hermanos
28. Los Hermanos II
Sedikit tambahan
[Coming Soon] 3141: The Dark Momentum akan dibukukan
Update buku + behind the scene naskah (yang sempet bikin sedih, wkwk)
Update buku (voting cover karena saya suka demokrasi)
Open PO Buku (Akhirnya yeeeee)
Diskon pembelian The Dark Momentum

16. Infinite Infinity

1.5K 272 18
De A-Sanusi

Mobil ini terus terpacu, meninggalkan guratan kecemasan pada wajahku juga wajah Aksa42. Berkali-kali Aksa42 tampak linglung, tak mengetahui apa yang harus dilakukan atau ditanyakannya.

Aku yakin laju kendaraan ini begitu cepat, tetapi pemandangan gelap di sisi kanan dan kiri membuat kami seolah tak bergerak. Selain itu, aku tak merasakan kelembaman yang seharusnya kurasakan. Entah karena kecepatan konstan atau memang jalanan ini benar-benar mulus tanpa lubang sedikitpun, aku tak dapat merasakan gaya dorong yang begitu mengerikan hingga harus terhempas ke depan dan ke belakang.

Rasanya sedikit aneh ketika mengendarai mobil, tapi tak ada seorangpun dari kami yang memegang kemudi.

"Apakah tadi itu mereka?"

Berusaha memecah keheningan, Aksa42 melantunkan nada datar tak bergairahnya. Walaupun dia tak mengatakan siapa yang dimaksud dengan mereka itu, tapi aku sudah yakin apa yang dimaksudkannya.

Aku mengangguk pelan. "Mungkin."

Hanya itu, tak ada lagi percakapan di antara kita. Bayang-bayang malam seolah menelan segala lantunan suara dan meredamnya, membuat telingaku menganggap bahwa tak ada satu pun kata yang terlontar kembali dari mulut Aksa42.

Aku merasa canggung.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan sambil berpangku dada, menoleh ke arah jendela yang hanya memberikan suasana gelap malam hari dan menimbulkan pantulan samar diriku yang tengah merasa canggung.

"Petualangan pertama keluar dari rutinitas, ya?" Mulutku bergerak secara spontan. Bahkan, perlu beberapa detik sampai impuls pada sarafku dapat menangkap sinyal itu. Seolah-olah aku berada dalam fase tidak sadar ketika mengucapkan hal itu.

"Ya," jawab Aksa42, singkat, dengan guratan penasaran yang masih terlukis pada wajahnya.

Aksa42 meneguk ludahnya, menimbulkan suara halus pada kerongkongannya, menandakan ada sesuatu yang hendak diucapkannya.

"Dengar, aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk bertanya, tapi aku benar-benar penasaran." Dia melemparkan pandangannya padaku ketika aku melakukan hal yang sama untuknya.

"Jika kau memang dari dimensi lain, artinya ada dirimu yang lain di dimensi yang lainnya, kan? Lalu kenapa hanya dirimu yang terlempar ke dimensi ini? Maksudku, bukankah akan ada banyak dirimu yang melakukan percobaan, lalu kenapa hanya kau yang berhasil ke sini?"

Aksa42 memandangku dengan serius, tatapan matanya benar-benar menunjukan bahwa dia tidak sedang menanyakan pertanyaan konyol yang seharusnya tak perlu kujawab. Tentu saja, pertanyaan itu rumit, pertanyaan di luar nalar yang bahkan tak dapat kujawab dengan pasti, hanya berupa opini.

Aku sendiri pernah memikirkannya. Jika memang di dunia ini ada diriku yang lain, maka tak menutup kemungkinan jika jumlah diriku ada sebanyak tak hingga. Artinya, akan ada tak hingga kemungkinan yang diriku lakukan. Mungkin ada jutaan, atau bahkan milyaran diriku yang berhasil menciptakan alat teleportasi itu, mungkin juga ada milyaran diriku yang gagal membuat alat teleportasi itu dan terlempar ke dimensi yang tak seharusnya, tak menutup kemungkinan juga jika ada milyaran diriku yang terbakar atau bahkan meledak akibat kesalahan perhitungan ketika melakukan uji coba alat itu. Ya, artinya, aku tak dapat memastikan seluruh kejadian yang terjadi di seluruh dimensi, membuat adanya kemungkinan diriku yang lain dari dimensi yang lain juga terlempar ke dunia ini, sekaligus membuat kemustahilan terlemparnya diriku dari dimensi yang lain ke dunia ini karena peluang yang mendekati nol.

Namun, aku yakin di dunia yang lain juga ada diriku yang tengah mengobrol dengan Aksa42, kemudian ditangkap oleh federasi perdamaian dunia dan dimasukan ke dalam penjara bawah tanah yang dingin gan gelap.

Walaupun sejatinya dimensi kami berbeda dan aku tak mengetahui apa yang terjadi di sana. Namun, dengan jumlah diriku yang tak hingga, artinya ada tak hingga kemungkinan, kan?

Aksa42 mungkin belum pernah memikirkan segala hal mengenai dunia paralel, membuatnya tak sampai pada kesimpulan itu. Aku tak akan menyalahkannya, tentu saja.

"Mungkin aku hanya beruntung," kataku sambil melemparkan senyum kecil padanya, seperti yang biasa aku, uh, maksudku kami lakukan.

Aksa42 membenarkan raut wajahnya. Matanya menilik tajam, seolah menikamku dan berusaha mengeluarkan isi pikiranku. "Jadi kau sudah mulai membuat alat itu?"

"Alat itu?"

"Alat pelintas dimensi."

Bagaimana caraku menjawab pertanyaan itu? Aku pernah mengatakan bahwa aku bukanlah orang yang mudah menyerah. Tak mungkin aku memberitahunya bahwa untuk saat ini aku tidak sedang ingin membuat benda itu dan lebih tertarik untuk meneliti dunia ini, kan?

"Belum," jawabku singkat, membuatnya tak puas.

Dia berdecak sambil menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Untungnya ludah yang diproduksi dalam mulutnya tak terlempar ke mana-mana, membuatku tak perlu jijik seandainya terkena cairan kental mengerikan itu.

"Bagaimana jika kita membuatnya?"

Aku terbelalak.

Tibat-tiba saja dia berkata seperti itu. Maksudku, yang benar saja!

Aksa42 masih melihatku yang dipenuhi rasa keterkejutan, membuatnya tertawa perlahan melihat mimik wajah yang seharusnya tak kuperlihatkan. Dia menutupi mulut yang tengah terbuka itu dengan salah satu lengannya, berusaha menahan gelombang suara yang keluar dari mulutnya.

Aku masih terpaku, memandanginya dengan penuh pertanyaan.

Apakah dia serius?

Namun, seolah-olah mengerti apa yang berada di pikiranku, tiba-tiba saja Aksa42 berkata, "Aku serius!"

Ya, tak ada alasan bagiku untuk tak memercayai ucapannya. Mungkin aku pernah mencurigainya ketika membawa sebuah pistol dan menyelamatkanku dalam sebuah ketidaksengajaan. Namun, mendengar cerita bahwa sebenarnya dia sudah melihatku disekap dan segera berlari menuju mobilnya, mengambil pistol itu, meyakinkanku bahwa dia membawa pistol itu tidak dalam ketaksengajaan.

Aku menatap tajam matanya yang tengah terbuka lebar.

Dia benar-benar serius.

"Tak mungkin hanya kita saja yang membuatnya," tukasku, menghentikan rasa senang yang timbul dalam hatinya, seolah-olah aku adalah perusak suasana sialan yang selalu mengganggu waktu pesta.

"Aku tahu," katanya, memberitahu. "Aku tak mengatakan hanya kita berdua yang akan mengerjakan proyek itu, kan?"

Kuangkat sebelah alisku.

"Lalu, siapa lagi?"

"Pendahuluku."

Pendahulunya?

Jadi, apakah aku akan bertemu dengan pendahulunya? Apakah dia benar-benar sama sepertiku, atau mungkin kami?

"Ini benar-benar gila. Aku merasa benar-benar hidup." Aksa42 merengangkan tubuhnya, ia menarik kedua lengannya ke udara, menimbulkan suara khas gesekan antar sendi di masing-masing tulangnya.

"Jadi bagaimana cara kita menemukan pendahulumu itu?"

"Aku tidak tahu."

Mataku kembali terbelalak.

Yang benar saja. Dia memikirkan suatu rencana tanpa mengetahui tindakan apa yang harus dilakukannya. Mataku belum teralihkan, alisku menukik tajam dan menimbulkan lekukan dalam di bawah dahiku, meyakinkannya bahwa itu bukanlah jawaban yang bagus.

"Kau tahu dunia ini luas, kan?" tukasku, masih merasa prihatin akan keyakinannya.

"Hei, kau terlempar ke sini dari tak hingga kemungkinan yang ada. Bukankah bagi dunia paralel, dunia yang kecil ini seperti sebuah debu yang tak terlihat?"

Dia terkekeh.

Oh, sialan. Tidakkah dia berpikir bahwa bagian kecil dari tak hingga tetaplah tak hingga?

===

Jika saja lelaki itu dapat memutar balikkan waktu, tentu ia akan melakukannya sekarang. Namun, itu adalah sebuah hal yang mustahil untuk dilakukan.

Lelaki itu berjalan dengan gontai.

Lelaki itu menutupi tubuhnya dengan balutan jas hitam.

Lelaki itu menarik lidah coppola-nya hingga menutupi sebagian besar keningnya.

Lelaki itu merasakan ada bagian yang hilang dari dalam dirinya. Suatu hal penting yang membuatnya menjadi seorang manusia. Tetapi, lelaki itu juga merasakan hal lain, sisi gelap yang membuatnya semakin menjadi manusia.

Lelaki itu tak yakin akan apa yang ia rasakan, membuatnya ingin menghilangkan rasa itu.

Lelaki itu mencoba untuk menghapus seluruh emosinya.

Semuanya.

===

Mobil ini berhenti pada tempat dengan suasana yang tak terlalu berbeda dengan pemberhentian sebelumnya. Lahan kosong yang dipenuhi dengan kegelapan.Bedanya, terdapat sebuah sungai yang mengalir tenang di sisi kanan jalan. Selain itu, kini Aksa42 sadar seratus persen, tak tertidur seperti sebelumnya.

Kurasa sebentar lagi pagi menjelang. Biarpun aku tak dapat memastikannya karena aku tak memiliki penunjuk waktu, tapi melihat perjalanan yang sudah cukup lama kulakukan, kurasa tebakanku tak sepenuhnya salah.

"Kau belum tidur semalaman, ya?"

Aku tak menanggapi pertanyaan Aksa42 meskipun sebenarnya aku bisa saja berkata ya. Aku hanya tak menyukai pertanyaannya yang seolah-olah menganggapku anak kecil dan membutuhkan waktu tidur yang cukup. Aku sudah terbiasa melakukannya selama tiga tahun terakhir. Proyek gila itu cukup menyita banyak waktu tidurku biarpun pada penyelesaiannya aku bisa lebih bersantai.

"Kau memiliki ide di mana pendahulumu itu tinggal?" aku mengalihkan topik pembicaraan pada tema yang lebih serius. Ya, itu lebih penting daripada memikirkan jam tidurku, kan?

Aksa42 mengangkat kedua bahunya. "Eer, sebenarnya tidak, sih."

Bagus! Dia menawarkan bantuan dan menyarankan jalan yang sebaiknya kuambil, tapi dia sendiri masih tak yakin bagaimana cara menggapainya.

"Tapi kurasa ada sangkut pautnya dengan umur."

Napasku sedikit sesak, jadi kukeluarkan udara yang tersangkut dalam kerongkonganku itu dalam bentuk batuk. Kemudian, kembali pada pernyataannya yang sedikit membuatku penasaran, aku bertanya, "maksudnya?"

Aksa42 memberikan ekspresi yang sama denganku.

"Kau ingat dengan pertanyaanmu tentang kota Bandung yang hanya ditinggali orang-orang dewasa?"

Aku mengangguk.

"Ini hanya hipotesisku, tapi kurasa semua orang di dunia ini tinggal di kota berdasarkan umur mereka."

Kulipat kedua bibirku, memasukannya ke dalam dan membuatnya terlihat setipis roti tawar.

"Kenapa kau berpikiran seperti itu?"

Aksa42 meneguk ludahnya. "Ketika umurku dua puluh tahun, aku dipindahkan ke kota Bandung dari sebuah asrama. Saat itulah aku bertemu dengan pendahuluku."

"Asrama?"

"Aku sendiri tidak yakin. Entah asrama atau apa, tapi yang kuingat hanyalah sebuah tempat di dalam gedung bertingkat yang luas."

"Seluas apa?"

"Seluas ... sebuah kota."

Aku terperanjat, mataku terbelalak dan jantungku berdegup kencang.

Aku belum mendapatkan seluruh kengerian yang luar biasa di dunia ini.

"Kami dipindahkan secara serentak. Tak mungkin jika tanpa alasan, kan?"

Ya ampun, sampai kapan aku akan berhenti dikejutkan oleh cerita-cerita gila yang Aksa42 berikan?

"Begitu pula dengan pendahuluku. Dia, dan mereka, orang-orang yang menghuni kota Bandung, tampaknya dipindahkan. Semuanya."

"Jadi, intinya kalian seperti menggantikan mereka, begitu?"

Aksa42 mengangguk. "Aku menggantikan diriku. Maksudku, diriku yang telah menua."

Aksa42 terdengar seperti tak ingin menceritakan hal itu. Nadanya lirih, seolah ditekan dan benar-benar tak ingin mengingat semua kejadian yang terjadi pada hidupnya.

Aksa42 menghela napas.

"Aku tidak ingin memikirkan semua ini," katanya. "Aku benar-benar ketakutan."

Wajah Aksa42 terlihat cemas. Dia menggerakan kepalanya tak tentu arah, memandangi kegelapan yang sama di setiap mata memandang. Napasnya memberat, seolah-olah beban pikirannya semakin membuat udara yang ada di kepalanya terpaksa dikeluarkan.

Aku menggapai bahunya dengan lengan kananku, membuatnya menghentikan pergerakan acaknya itu, mengalihkan pandangannya dan melihatku yang aku yakin seolah-olah dia sedang bercermin.

Aku tersenyum kecil. Dan sekali lagi, seolah-olah mengerti apa yang kumaksudkan, dia menjadi sedikit tenang.

Ya, semua manusia pernah mengalami kejadian yang buruk, kan? Ketakutan dan kecemasan wajar saja datang, itu adalah sebuah hal yang tak dapat diantisipasi oleh manusia, kecuali kau tidak ingin menjadi seorang manusia. Pada akhirnya, kita hanya perlu memilih untuk menyikapinya.

Mencari kebenarannya.

Membunuh penyebabnya.

Memuncratkan darah segar pada pori-pori wajah, meninggalkan bau amis mengerikan yang tak akan pernah bisa dilupakan.

Mentari mulai menerbitkan sinarnya, mengingatkanku bahwa aku benar-benar belum tidur semalaman.

Warna jingga samar terpantulkan pada masing-masing benda. Aku dapat melihat aliran air yang semakin terlihat jelas disertai warna biru mencolok yang elok. Rerumputan hijau seolah menyambut kedatangan kami dengan kemilaunya akibat pantulan sinar matahari.

Suasana semakin bersahabat. Aku dapat melihat cakrawala yang indah terpampang tepat di wajahku, tempat di mana matahari terbit.

Namun, semua suasana ini harus hancur dalam seketika ketika aku menyadari sebuah mobil melaju mendekati kami dalam kecepatan yang luar biasa.

Lintasan lurus yang dipantulkan spion mobil ini menunjukan pergerakan benda hitam yang hampir terdistorsi karena kecepatannya.

Namun, semakin mendekat, aku dapat memerhatikannya dengan jelas. Mobil tak asing yang sedari kemarin mengikuti kami.

Mobil itu masih mengikuti kami.


Continuă lectura

O să-ți placă și

64K 1.6K 8
Book 3 of Aster Trilogy Aster (Higest rank #4 in science fiction - 8/1/17) Petualangan terakhir Aster di kota Dione masih tetap menyisakan berbagai...
14.4K 2.4K 45
[squel Smart or Genius] Takdir memiliki garisnya masing-masing, yang dapat melengkung kapan saja. Ia milik Tuhan, manusia hanya perlu untuk menerima...
4.4M 304K 47
"gue gak akan nyari masalah, kalau bukan dia mulai duluan!"-S *** Apakah kalian percaya perpindahan jiwa? Ya, hal itu yang dialami oleh Safara! Safar...
22.8K 928 23
"Dasar anak manja" Shani Indira Natio Shn dom!