The Last Blue

Par Arasther

272K 23.7K 4.9K

Bagaimana jika identitas keluargamu ditentukan dari warna mata? Seperti... Pemilik mata hijau, YinYang di dun... Plus

Tempat Apa Ini?
Ada Seseorang
Bad Mood
Pesan
Orang Aneh dan Penguntit
Bukan Seseorang
Malam Pertama di Rumah Baru
Janji
Biru Kuadrat
Mata dan Identitas
Sejarah yang Hilang
Roh Jahat
Rumah Cermin Balfas
Malaikat Hitam Gallchother
Tanda
Lubang di Pohon
Saudara Perempuan
Potongan yang Diawetkan
Dress Biru
Pesta Abu-abu
Teka-teki
Tiga Bangsawan
Wujud Asli atau Palsu
Hari yang Panjang
Tukang Bohong
Teror Toilet Sekolah
Wilayah Para Ular
Sejujurnya
Tak Ada yang Abadi
Keluarga Svartelli
Selamanya Ganjil

Hantu Sekolah

5.6K 641 159
Par Arasther

Punya masalah is no matter
Ada kemudahan after hard time
Arasther datang membawa chapter
Untuk dibaca from time to time ^3^)

#pantun abal (cry)

Ngaku deh, pasti ada yg ngira aku mati kan? Wqwqwq well the fact is I'm still alive alhamdulillah.

Maaaaaff banget, maaf, maaf, maaf, maaf ;_;) udah ninggalin cerita 4 bulan lamanya..
(Kuharap masih pada inget alur ceritanya._.)

Dan alasan kenapa aku gk update2 segini lamanya itu dirahasiakan ;D hahaha karena dirasa memalukan dan menyedihkan serta berbahaya kalo dishare•

Makasih banget, buat semuanya, kalian sangat peduli dengan cerita ini walaupun gk update2 TwT).

Banyak yang nanya 'kapan update?, kok gk update lg?, ceritanya gk dilanjut?, dll.' Dan bahkan beberapa hari/minggu/bulan kemudian masih mampir ke sini buat nitip komen yang sama, and I swear I think that's cool, very cool!

Itu sungguh membuatku terharuuu~ gracias mis amigos☆

Sesuai janjikuuu, foto Ben
bertebaran di chapter ini~

Selamat membaca!

◇◇◇◆◆◆◇◇◇◆◆◆◇◇◇

-Blu-

TENG..! TENG..! TENG..!

Dentingan bel raksasa dari tower utama menyeruak nyaring memisahkan pertemuan kami dengan Bu Dornell hari ini. Ada yang kecewa karena pelajaran sejarah tersayangnya selesai, ada pula yang senang karena sudah terlalu lelah belajar.

Kalau aku, aku sangat bersemangat ingin bertemu Lavina sekarang juga.

Aku akan meminjam buku sejarah dan mempelajarinya bersama Lavina.

Dia hanya ingin melengkapi ingatannya dan aku ingin membantu mewujudkan hal itu. Aku sudah berjanji. Lavina. . . dia telah gentayangan selama setidaknya 300 tahun, dan itu bukan waktu yang menyenangkan untuk mewujudkan keinginan yang tertunda. Kasihan sekali kan?

Kalau dibulatkan dari tahun berakhirnya kekuasaan Raja Estefan Sanchez, kira-kira selama itulah dia terjebak di sini. Dan kalau dihitung dari umur Lavina meninggal-sekitar 9 tahun- dimana ia lahir pada 11 Agustus 1500 dan diperkirakan meninggal dalam perang besar Kerajaan De Paz-Roderigo, berarti dia sudah 370 tahun gentayangan.

Tapi semakin aku ingin membantu Lavina, semakin dilemaku menggoyahkan keputusan yang sudah kuambil. Menolongnya kembali ke alam baka atau membiarkannya tinggal bersamaku hingga aku mati?

Tapi apa artinya 370 tahun dengan 9 hari? Itu tidak sebanding. Lavina jauh lebih pantas menerima kedamaian ketimbang diriku, yang kesepiannya berakhir karena memiliki seorang saudara.

Lavina sudah menderita begitu lama. Tempatnya bukan di sini, aku sadar itu. Kalau pun aku membiarkannya tinggal denganku hingga aku mati, aku pasti akan menjadi hantu gentayangan. Bagaimana tidak? Rasa bersalah pasti selalu mengikutiku. Dan setelah itu kami akan sama-sama terperangkap di Ghostana Lent atau di suatu tempat. Selamanya.

"Yang lain, silakan pulang," ucap Bu Dornell dengan lantang sebelum mengancingkan tutup tas kulitnya. Mejanya sudah kosong, buku-buku sejarah yang ditumpuk di sana telah lenyap.

"Uh oh!" Aku kembali dari pikiran panjangku. Mataku mencari orang yang membawanya. Dan ketemu! Dari balik jendela aku bisa melihat si ash-blond* caramel cotton candy sedang membopongnya pulang ke perpustakaan.

Aku berdiri dan mengangkut tasku. "Selamat siang Bu Dornell!" salamku saat melewatinya. Ia membalas sama dan tersenyum.

Mataku menelusur ke lorong kelas 7 mencari si pembawa buku. Ada beberapa cowok pirang di sana. Tapi, aku bisa mengenali Kean dengan jelas. Dia sedang berjalan di depan kelas 7.3 jauh di depanku, membopong buku sambil uh, berjoget? Walaupun hanya berjoget kecil, tapi tetap saja itu mencolok. Dengan santainya ia melewati kerumunan manusia di sana tanpa peduli sedikit pun. Pemandangan yang cukup konyol. Pikirku.

Aku harus mengeluarkan tenaga lebih untuk menyusulnya. Buku itu adalah tujuan utamaku. Saat melewati tower utama, mataku menangkap sosok jangkung dengan jaket bulu yang biasa dipakainya. Itu Beni, dia sedang berdiri sambil melamun ke kelas Letra. Ia selalu menunggu Letra di sana, di dekat tangga kecil tower, setiap hari.

"Kean, tunggu," panggilku dari sampingnya. Akhirnya tersusul juga.

Ia menoleh dan menatapku dengan ekspresi setengah melongo dan setengah menunggu jawaban, "Ada apa?"

Otakku terhipnotis sesaat oleh pancaran matanya. "Lumut," gumamku mengucap warna matanya pelan sekali.

"Apa?" tanyanya.

Duh, aku pasti terlihat bodoh barusan! "Aa...ku saja yang kembalikan bukunya," tawarku dengan malu dan langsung mengalihkan pandangan ke tumpukkan buku di tangannya.

"Serius?" ia menatapku ragu.

"Iya, berikan padaku."

Ia menggeleng pelan. "Mana bisa aku memberikan buku-buku berat ini pada seorang wanita. Harga diriku bisa jatuh."

Oh, manisnya..

"Yah.." aku menggaruk rambutku pelan. "Begitu pula harga diriku. Sudah mengejarmu untuk meminta buku dan ternyata tidak diberikan," lanjutku disusul dengan tawa paling garing yang pernah kubuat.

"Baiklah, jatuhkan saja punyaku," ia terkekeh dan akhirnya menyerahkan buku-buku itu. Dan aku bersumpah itu adalah kata dan suara kekehan paling imut yang pernah kudengar. "Jangan lama-lama di sana, langitnya sudah mulai gelap," candanya.

Aku tergelak kecil. "Kukira itu memang selalu gelap."

"Tidak, aku serius," ucapnya pelan. "Maaf aku harus pergi sekarang, ada hal penting di rumah. Dah!"

"Iya, terima kasih," balasku sambil memperhatikan punggungnya menjauh.

Ia benar-benar orang yang manis. Manis wajah, ucapan.. suaranya pun manis. Bahkan warna kulitnya. Ya ampun, ada ya orang seperti itu?

Seperti kembang gula karamel yang berjalan. Sesekali aku ingin memakannya.

Wajah Kean dan percakapan terakhir kami terekam jelas dalam kepalaku. Terutama nada suaranya, ekspresinya, matanya, dan rambut ash blond-nya.

BRUK.

Hantaman keras terdengar saat buku-buku di tanganku jatuh berserakan ke lantai, tepat saat pundakku menabrak pundak seseorang.

"Oh!" Pekikku segera memunguti beberapa buku yang terjatuh di lantai.

"Maaf aku tidak s-"

Suaraku tercekat tatkala melihat sosok yang telah kutabrak. Seorang lelaki yang tingginya sama denganku. Kulitnya pucat seperti mayat. Putih sekali sampai ke kuku dan bibirnya.

Ia mengenakan seragam abu-abu yang sekilas mirip dengan seragam Kean. Lalu aku menyadari kalau seragam itu berbeda saat melihat logo di kantung bajunya.

Hawa aneh dan canggung menaungi kami selama kami bertatap. Dia tidak mengatakan apapun melainkan memandangiku datar. Lama sekali. Rasanya mataku tersedot oleh kantung matanya yang hitam. Benar-benar cowok yang menyeramkan.

"Itu.. apa bahumu sakit? Aku benar-benar minta maaf," ucapku.

Wajah datarnya berubah kesal dan kedua alis hitamnya bertaut. "Aku jijik dengan cewek kulit putih," ucapnya menegaskan kata jijik dengan sinis.

J-Jijik?

Oh, aku benar-benar tersinggung.

"Apa katamu?"

"Kau tuli ya? " balasnya dengan aksen sinis. "Kembalilah ke asalmu ke Neiva atau Neville* apalah itu, orang kulit putih menyebalkan, kau membuatku ingin muntah."

Kedua lenganku gemetaran karena kesal. Ingin rasanya kutonjok mulut keparatnya itu. Memangnya tahu dari mana dia asalku? Aku bahkan bukan dari Neville atau Neiva.

"Asal kau tahu ya, aku memang orang sini, dan aku dari Kota San, bukan dari Kota Neville atau Neiva."

Dia memiringkan kepalanya melihat ke belakangku dan terkekeh, "Nah, bertambah satu."

Aku menengok untuk melihat apa yang ia lihat. Dan di belakangku ada Jaira sedang berjalan tergesa-gesa menghampiri kami.

"Blu? Sedang apa kau di sini sendirian?" tanyanya.

Aku bergeser ke kiri agar ia bisa melihat cowok pucat di belakangku. Hanya menunjukkan kalau aku tidak sendiri.

Ia mengulurkan tangannya yang penuh bercak cat dan mengambil buku di tanganku. "Pelajaran terakhir dengan Bu Dornell ya? Kau beruntung, aku tadi dapat biologi, Pak Bee, sungguh kelas yang menegangkan."

Aku tak menghiraukan Jaira dan malah kebingungan mencari cowok pucat tadi. Ia menghilang entah ke mana.

"Kau lihat anak laki-laki yang tadi di belakangku?"

"Anak laki-laki?" tanyanya balik sambil menengok ke lorong di belakang dan di depannya. "Mungkin kau melihat hantu." Ia menggidikkan bahu.

Aku mengambil buku di tangannya dengan kasar. "Kau ini kenapa, sih? Semua orang kau bilang hantu. Ave, laki-laki itu."

"Kuberi tahu ya, jangan berkeliaran sendirian sepulang sekolah," tukasnya menatapku intens.

Aku menatapnya kesal, "Kau sendiri?"

Ia menunjukkan telapak tangannya yang penuh bekas seni abstrak dan cipratan cat. "Aku terpaksa harus ke ruang seni sendirian. Aku juga sedang buru-buru pulang. Memangnya kau tidak tahu sekolah ini berhantu?"

Sial.

Jaira menatapku lebih serius, "Apa kau masih berteman dengan Avena Svartelli itu?" tanyanya. Aku menelan ludah dan berharap ia tidak mendengar suaranya.

"Sudah kuduga," ia berdecak kesal.

"Memangny-"

"Ini peringatan terakhirku, Blu. Jangan berteman dengan hantu itu! Pokoknya jangan!" desaknya memutus ucapanku.

"Bagaimana aku bisa percaya kata-katamu?" balasku.

Jaira menoleh ke belakang cukup lama. "Akan kuceritakan sambil jalan." Tangannya mengisyaratkanku untuk pergi. "Lebih baik kau kembalikan bukunya besok saja, ini sudah terlalu sore."

Aku penasaran dan ikut melihat ke dalam lorong. Entah apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan Jaira. Tapi, aku melihat lorong ini semakin ramai oleh siswa. Dan kurasa siswa-siswa hantu.

Jaira benar, sekolah ini berhantu!

"Bisa jalan lebih cepat?" Jaira terus mendesakku dan memimpin jalan.

"Aku tidak mau menembus mereka," bantahku sambil berusaha menghindari warga sekolah hantu di lorong.

Jaira lekas menarik lenganku, "Persetan, lewati saja."

"Hei! Jangan asal tarik, aku membawa buku!" geramku seraya memeluk erat tumpukan buku sejarah di lenganku agar tak jatuh.

"Grrh, cepat taruh dalam kelas!"

"Bukakan pintu kelasnya! Tanganku penuh!"

Ia membukakan pintu kelas dan setelah itu kami berlari bak dikejar anjing. Hari ini akan menjadi rekor menembus hantu paling banyak yang pernah kualami. Ew sangat-sangat absurd. Saat tubuhmu melewati mereka memang biasa saja tapi rasanya aneh sekali.

"Hey! Berikan aku bukti," tukasku masih berlari.

Ia berpikir sejenak seperti memilih awal cerita. "Hmm.. Pernah dengar kebakaran besar di lapangan Jalan Kewtop?"

Aku mengangguk. "Ya."

"Ave mati dalam kebakaran itu. Bersama keluarganya mereka hangus menjadi abu. Dia bagitu marah dan tak bisa beristirahat dengan tenang. Dia kembali untuk melampiaskan amarahnya dan mengurung jiwa-jiwa tak bersalah. Jiwa manusia yang tak terlibat dalam tragedi itu."

"Tunggu!" Aku memperlambat langkah kami ketika sampai di depan gerbang sekolah. "Sungguh? A-Apa itu benar? Ave bilang padaku bahwa yang meninggal hanya orang tuanya," kataku dengan pandangan cemas. Setengah percaya setengah tidak.

"Coba pikirkan baik-baik. Apa mungkin ia akan bilang dirinya ikut hangus menjadi abu?" tegas Jaira.

Tidak.. Tentu tidak.

"Dia mungkin terlihat seperti manusia biasa tapi dia lebih mengerikan daripada yang terlihat," tambahnya. "Dengarkan kata-kataku."

"Tidak mungkin," aku menutup mulutku rapat-rapat.

"Tidak ada yang tak mungkin, Blu," ucapnya kemudian pergi meninggalkanku di depan gerbang. "Semoga kau selalu dilindungi!" teriaknya dari kejauhan.

Oh, Ave..

◇◇◇◆◆◆◇◇◇◆◆◆◇◇◇

Maaf chapternya pendek =3=) padahal udah nunggu lama ya.. T_T

Nih foto-foto Ben Immanuel, awas terpesona, nanti kena marah Letra lho! XD


~Tinggalkan jejak so I can see you~
(O,O)/



-♡Arasther♡-

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

816K 128K 62
Sebagai seseorang dengan kekuatan supernatural, Ametys tentunya sudah terbiasa dengan beberapa hal mistis yang terjadi. Namun, tidak disangkanya jika...
44.5K 257 8
PERINGATAN KERAS, CERITA HANYA UNTUK ORANG DEWASA 21 TH KEATAS.
42.3K 5.2K 37
[ Rose versi lokal version ] Menceritakan tentang penghuni komplek kocak yang menjadi kumpulan karang taruna ditinggal di komplek Ratulangi. Sepert...
478K 2.9K 10
Mature Content! Just an imagination!