Straight

Od BayuPermana31

3.4M 343K 24.8K

[ SELESAI ] Ini tentang mereka bertiga. Mario, Gisel dan Luna. Ini tentang mereka bertiga. Yang diam-diam men... Více

PROLOG
SATU : Oh God, What Should I Do?
TIGA : Araluna Effendi
EMPAT : Gisela Dewi Anggraeni
LIMA : Bekal Untuk Kevan
ENAM : Gisel Senang
TUJUH : Hujan dan Tiga Mangkuk Bakso
DELAPAN : Saran Gisel
SEMBILAN : Bertemu Raja
*INSTAGRAM #1*
*INSTAGRAM #2*
SEPULUH : Rumah Mario
SEBELAS : Bobrok?
DUA BELAS : Pesan Kevan Bikin Gregetan
TIGA BELAS : Akhir Pekan
EMPAT BELAS : Akhir Pekan [2]
LIMA BELAS : Gisel Sakit
ENAM BELAS : Bersama Kevan
TUJUH BELAS : Pesan Dari Raja
DELAPAN BELAS : Luna Bingung
SEMBILAN BELAS : Revano Yang Serius
DUA PULUH : Menjenguk Gisel
DUA PULUH SATU : Menjenguk Gisel [2]
DUA PULUH DUA : Gisel dan Revano
DUA PULUH TIGA : Bicara Empat Mata
DUA PULUH EMPAT : Chatting
DUA PULUH LIMA : Perbincangan Di Kafe
DUA PULUH ENAM : Hari Senin
DUA PULUH TUJUH : Ada Yang Suka Mario?
DUA PULUH DELAPAN : Tiara
DUA PULUH SEMBILAN : Kejujuran Gisel
TIGA PULUH : Emosional
TIGA PULUH SATU : Egois?
TIGA PULUH DUA : Bekal Kevan
TIGA PULUH TIGA : Jatuh Hati Lagi, Atau Perasaanku Tidak Pernah Berubah?
TIGA PULUH EMPAT : Ucapan Raja Yang Tak Terduga
TIGA PULUH LIMA : Digantung Itu Sakit, Bor.
TIGA PULUH ENAM : Kecap Hitam Raja
TIGA PULUH TUJUH : Worst Night [1]
TIGA PULUH DELAPAN : Worst Night [2]
TIGA PULUH SEMBILAN : Akankah Terulang Kembali?
EMPAT PULUH : Di Rumah Mario [1]
EMPAT PULUH SATU : Di Rumah Mario [2]
EMPAT PULUH DUA : Taruhan?
EMPAT PULUH TIGA : Hukuman
EMPAT PULUH EMPAT : Kecewa
EMPAT PULUH LIMA

DUA : Mario Adhiwijaya

124K 10.5K 2.1K
Od BayuPermana31

"Mario."

Mario yang masih mengenakan handuknya karena baru saja mandi menatap horor kepada kakaknya yang muncul di balik pintu.

"Udah dibilang berapa kali sih Kak, kalo masuk ketuk pintu dulu. Kalo gue lagi nggak pake anduk gimana?" Kirana hanya terkekeh geli mendengar gerutuan adik bungsunya.

"Ya nggak papa lah, lagian santai aja kali. Kayak ke siapa aja."

Mario mendengus. "Ada apa? Tumben nyamperin pagi-pagi."

Kirana masuk dan duduk di atas tempat tidur. "Papa sama Mama mau berangkat pagi ini, jadi lo cepetan pake seragam terus ke bawah buat sarapan bareng."

Mario menyemprotkan parfum dengan harum mint ke tubuhnya. "Iya nanti. Kakak turun gih, gue mau pake seragam."

"Oke." Kirana keluar dari kamar Mario setelah menutup pintu rapat-rapat. Ia sebenarnya sangat tahu bahwa Mario tidak suka jika privasinya diganggu sedikitpun.

Mario mendesah, pikirannya kini memikirkan tentang orang tuanya yang jarang sekali berada di rumah. Ayahnya yang punya kesibukan pekerjaan di bidang konstruksi membuat laki-laki paruh baya itu harus selalu dekat dengan lokasi, sedangkan ibunya memang berkeinginan untuk mendampingi sang suami.

Manis, tetapi Mario sama sekali tidak tersentuh.

Tidak ada bayangan bagaimana hubungan kedua orang tuanya karena ia jarang melihat kebersamaan mereka, jadi sekadar ucapan saja tidaklah cukup.

Dengan rambut yang belum kering sepenuhnya Mario keluar dari kamar sembari bersenandung pelan. Ia kemudian bertemu dengan Judith, kakaknya yang paling tua yang sudah rapi dengan setelan kerja.

Judith yang berambut lurus sebahu tersenyum ke arah Mario. "Mau bareng? Kakak kebetulan bakal ke suatu tempat yang ngelewatin sekolah kamu."

Mario menggeleng. "Enggak usah."

"Yaudah." Judith menyisir rambutnya sendiri dengan tangan ketika mereka sudah sampai di ruang makan.

"Kak Judith, jangan lupa pesenan aku." Judith memutar bola matanya malas.

"Lili, hari ini gue nggak bakalan ke kantor. Jadi nggak bisa beliin pesenan album idola lo itu."

Lili mendengus. "Kak Judith kan udah janji kemarin."

"Ada kerjaan yang lebih penting."

"Ish."

"Sudah-sudah, kalau kalian sudah di depan meja makan cukup diam dan makan." Ucapan tegas dari ayah Judith, Kirana, Lili dan juga Mario membuat keduanya terdiam.

"Iya, kalian makan yang cukup ya. Apalagi kamu Kirana, jangan cuma setengah piring." Ibu mereka ikut menimpali.

"Tapi kan aku lagi..."

"Diat diet diat diet, kamu udah kurus mau digimanain lagi?" Kirana manyun mendengar omelan ibunya.

"Dan kamu Mario, makan yang banyak. Biar badan kamu agak gedean." Mario yang sedang menggigit ayam gorengnya menoleh.

"Mau makan banyak atau nggak badan dia tetep kurus Ma," ucap Judith sambil melirik arlojinya. Ia takut terlambat, apalagi tempat yang harus ia datangi cukup jauh.

"Bukan kurus, tapi kerempeng." Mario menendang kaki Lili di bawah meja. "Mulut lo Kak, pengen dijejelin pake kembang makam ya?"

"Mario, language."

"Bahasa, oke." Ayah Mario hanya mengembuskan napasnya pelan.

"Papa sama Mama mau berangkat sekarang aja, takut kita terlambat naik pesawat." Ayah Mario bangkit, diikuti istrinya yang membenarkan lengan pakaiannya yang kusut.

"Kalian baik-baik ya di sini, jangan ribut, jangan berantem, jangan nakal, jangan aneh-aneh. Terutama buat Lili sama Mario." Lili dan Mario saling bertukar pandangan.

"Lili, kalo sekiranya lapar ya suruh bibi aja buat masak. Kamu jangan masuk dapur, bahaya." Lili hanya nyengir seolah tak memiliki dosa.

"Dan buat kamu Mario." Ibu Mario tampak menarik napasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melanjutkan ucapannya, , "usahakan jangan pacaran sama cowok lagi ya? Cari perempuan yang baik buat kamu."

Mario mengaduk-aduk susunya yang tinggal setengah, lalu menjawab dengan suara lemah. "Iya, bakal aku usahain."

"Sudahlah Lidya, itu keputusan dia. Nanti kita terlambat."

"Ya sudah, kalian hati-hati." Lidya tersenyum.

Mereka berempat kemudian bersalaman kepada keduanya.

Setelah Lidya dan Dewangga pergi, Lili mengembuskan napas keras-keras.

"Lega banget."

"Kok lega?" Kirana membenarkan posisi rol rambutnya yang agak miring.

"Kalo ada Papa sama Mama gue suka ngerasa nggak bebas, kaku banget." Mario mengangguk setuju. "Apalagi kalo udah bahas soal gue, sampe ini kuping panas terus dijadiin oven buat manggang kue saking panasnya juga nggak bakalan berhenti."

"Ya elo sendiri kenapa belok, ribet kan?" Lili menjulurkan lidahnya mengejek.

Kirana melotot. "Kembang Lili, kita kan udah bahas ini beberapa kali, sering banget malah. Nggak usah berisik."

Lili ikut melotot. "Jangan panggil gue kembang Lili!"

Mario terkekeh. "Terus apaan? Cabe Lili?"

"Kampret Mario!"

Judith yang merupakan anak tertua hanya mendengus, sambil memerhatikan bayangan wajahnya sendiri di cermin kecil yang tak pernah absen ia bawa kemana-mana.

"Udah adek-adekku jangan ribut terus. Kalian tau sendiri kalo Papa itu teratur banget orangnya, nama kita aja nyusun abjad. Judith, Kirana, Lili, Mario. Kalo ada yang keluar jalur pasti dia benerin."

Lili menunjuk Mario dengan dagunya. "Kok dia nggak dibenerin?"

"Lili," seru Judith memperingatkan.

Mario mengembuskan napasnya berat, ia kemudian meraih air minumnya yang entah mengapa terasa pahit ketika ditelan.

"Gue berangkat." Mario menggendong tasnya lalu pergi ke luar rumah tanpa merasa perlu pamit berbasa-basi.

"Elo sih." Kirana memukul kepala adiknya yang masih kuliah itu dengan ponselnya. Sehingga kontan membuat Lili mengaduh.

"Sakit tau ih!"

"Omongan lo direm dikit lah, disaring dulu minimal. Lagian lo pikir Mario mau jadi kayak sekarang?" Judith merasa lelah dengan topik perdebatan yang itu-itu saja setiap harinya.

"Keceplosan."

"Tapi emang bener sih Kak, tumben Papa kayak ngebiarin gitu. Mungkin karena enggak mau ambil pusing dan lebih fokus ke kerjaan dia," celetuk Kirana tiba-tiba.

"Mungkin, Papa kan workaholic."

"Lo juga gitu, gila banget sama kerja."

Judith berdecak. "Udah-udah, mending sekarang pikirin gimana caranya biar nanti pas Mario pulang keadaan nggak bakalan canggung."

"Oke."

***

Mario duduk menunggu di halte dengan ekspresi murung, ia masih memikirkan ucapan Lili tadi yang entah merupakan sindiran atau semacam pukulan telak baginya.

Ia jadi membayangkan bagaimana jika ada orang lain selain keluarganya dan kedua sahabatnya yang tahu tentang hal ini, pasti ia tak akan sanggup lagi untuk sekadar bertatap muka dengan orang lain.

Tiba-tiba sebuah bunyi klakson mobil membuatnya tersadar dari lamunan, Mario mendongak dan mendapati Revano yang tersenyum lalu melambaikan tangan kearahnya. Seolah memintanya untuk masuk ke dalam mobil.

Mario menoleh kesana-kemari dan menyadari bahwa hanya ia seorang yang berada di halte itu.

"Ayo masuk." Mario berdiri lalu masuk ke dalam mobil dengan dahi mengernyit.

"Pagi," sapa Mario berbasa-basi.

"Pagi. Kalo berangkat kirim pesan ke gue, biar dijemput."

Revano memajukan kembali mobilnya menuju sekolah mereka berdua, SMA Aditama.

"Gue belum berani," balas Mario sambil memerhatikan Revano yang fokus menyetir.

"Belum berani kenapa?"

"Ya gue masih ngerasa aneh aja sama lo." Revano menampakkan senyum mautnya yang selalu bisa membuat para siswi menjadi 'kebaperan'.

"Kok ngerasa aneh sama gue? Maksud lo aneh karena lo kaget tau kalo gue belok juga?"

Revano mengucapkan pertanyaannya itu dengan santai, yang berhasil membuat Mario sedikit terkejut dibuatnya. "Iya. Dan yang lebih heran lagi dari mana lo tau kalo gue..."

"Gue bisa bedain mana yang normal dan yang nggak. Gampang aja, lo liat tatapan mereka. Tatapan memuja yang mereka arahkan itu ke siapa, cowok atau cewek."

Mario mengangguk paham. Apakah selama ini ia terlihat sangat jelas?

"Keliatan banget ya?"

Revano menggeleng pelan. "Nggak juga."

Mario memilih menatap pajangan berbentuk kepala tokoh kartun di dashboard yang bergoyang-goyang daripada membalas, takut malah ia menjadi salah bicara.

"Nggak usah canggung gitu sama gue, santai aja."

Mario tersenyum tipis. "Oke."

Selama beberapa menit lamanya keadaan menjadi hening.

"Tapi ... lo tau daerah rumah gue dari mana? Kok bisa kebetulan lewat halte tadi?"

"Sebelumnya gue nyari tau tentang lo, jadi bukan kebetulan. Asal lo tau aja, gue niat ini udah dari jauh-jauh hari."

"Maksudnya?"

"Yah ... gue kepincut sama senyum lo dari dulu. Entah kenapa senyum lo itu nenangin."

"Hah? But seriously, gue nggak nyangka lo kayak gini."

Revano tertawa kecil. "Emang nggak ada yang bakalan nyangka kalo liat penampilan luar gue doang."

"Jadi?"

"Jangan pernah menilai seseorang dari penampilan yang bisa mata lihat, tapi nilai seseorang dari bagaimana hati merasakan."

"Lo bijak juga."

Revano kembali tertawa sambil membelokkan mobilnya menuju halaman sekolah. "Nggak juga, itu emang bener. Penampilan emang sering nipu."

Ketika mobil Revano sudah terparkir dengan sempurna, Mario hendak turun saat Revano menarik kembali tangannya.

"Gue minta satu hal sama lo, boleh?"

Mario menaikkan sebelah alisnya. "Minta apaan?"

"Kita sama-sama tau kan kalo kemarin gue nembak lo dan lo terima?" Mario mengangguk kaku.

"Nah, dengan fakta itu gue minta sesuatu sama lo. Yaitu jangan terlalu deket sama orang lain, karena jujur gue nggak suka."

Mario menyadari sesuatu, bahwa Revano adalah seseorang yang ... posesif?

"Gue usahain."

"Bagus." Keduanya turun dari mobil secara bersamaan, sempat membuat beberapa siswa mengalihkan perhatian sejenak ke arah mereka karena tidak pernah menduga hal itu sebelumnya.

Bagaimana bisa Mario berangkat bersama Revano? Tidak ada yang tahu.

Kecuali seorang perempuan dengan hoodie berwarna ungu tua yang menatap ke arah Mario sendu.

"Nanti istirahat gue tunggu di kantin."

"Oke."

"See you."

"See you too." Revano berjalan menjauh, Mario sendiri berjalan ke arah yang berlawanan karena kelas mereka beda jurusan.

"Mario!" Mario menoleh ketika mendengar suara teriakan Gisel yang kini berlari kecil ke arahnya dengan napas memburu.

"Ngapain lo lari-lari? Kalo sakit terus lo pingsan gimana? Ck." Mario merangkul Gisel kemudian.

"Lo tadi uhukk berangkat sama Revano?" tanya Gisel.

"Yoi."

Jawaban Mario sukses membuat Gisel mendesah pelan.

Mungkin ia masih harus menunggu keajaiban terjadi.

***

A/n : 1500 words pas wkwk

Btw karena saya nggak tahu boyxboy pacarannya gimana jadi saya samain aja kayak interaksi cowok yang temenan biasa.

Lagian saya rada geli kalo nulis gimana interaksi Mario-Revano -_-

Ok, see you di next chapter tentang Araluna Effendi nanti :)

Big thanks, dari saya yang pusing ngehafal sejarah+fisika untuk PAT Senin besok wkwk

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

70.7K 7.3K 28
Jeon Eunwoo yang biasa dipanggil Eunu baru berusia lima tahun. Anak dari seorang CEO muda yang berpengaruh di negeri Ginseng aka Korea Selatan, Jeon...
3.6M 288K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
2M 249K 44
Mimpi adalah bunga tidur. Namun bagaimana jika mimpi menghantuimu, mengekangmu pada setiap sudut kesunyian, menjebakmu tanpa tahu jalan keluar? Mimp...
2.3M 124K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...