[✓] HAMASSAAD Ukhayya Habibi

By uniessy

282K 28.6K 10.8K

Season 1 Hamas : "Weh, sebagian bab diunpublish, yang mau lengkap, beli dong novelnyeheheew!" Saa... More

QUOTE
HAMASSAAD Habibi
1. Pagi yang Menakjubkan
2. Ngantuk
3. LINE (Debat)
4. Mati
5. Lebih dari 1M
6. Disembunyikan
7. Bangkrut
8. Pertolongan
9. Ayat Unik
10. Dunia adalah Penjara
11. Tholibul Ilm
12. Berbanding Terbalik
13. Perbedaan
14. Merasa Bersaudara
15. Amalan Utama dalam Dzulhijah
16. Disayang Maka Dipahamkan
17. Belajar Shalat
19. Basah Bikin Batal?
20. Sedu Atas Rindu
21. Kuy Wudhu Before Sleep
22. Sembunyikan Aib Saudaramu
[Reminder] Puasa Arafah
[Reminder] Eid Adha Mubarak!
23. Perayaan Idul Adha
24. Percaya Janji
25. Galau Jadi Kacau
26. Babi Berlogo Halal
27. Dilarang Kepo!
28. Sunnah yang Terlupakan
29. Mengemudi Hati di Jalan yang Lurus
30. Tanya Jawab
31. Almautu Haq
32. Ketika Aku Jatuh Cinta
33. Memilih Pemimpin
34. Pendosa
35. Pekan Spesial
36. Shaum
37. Ajakan Kebaikan
[HAMASSAAD INSTAGRAM UPDATES]
38. Batas
[Reminder] Kuy Puasa Sunnah di Pekan Spesial!
39. Fenomena Sosial Media
40. Mengejar yang Allah Janjikan
41. Puji Pujian
42. Bacaan yang Menolong
43. Lil' Brother to Sister
44. Brother to Lil' Sister
45. Otewe Dufan
46. Obrolan dengan Ipat
47. Di Dufan!
[Reminder] Reading Al Kahfi
48. Cemburu
49. Ribut
50. Tak Tersentuh
51. Sekufu
52. Jangan Sok Pintar

18. Ketampanan yang Membutakan

3.4K 493 141
By uniessy

Serial HAMASSAAD – 18. Ketampanan yang Membutakan

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2016, 2 September

-::-

Hamas melangkah gontai menuju gedung olahraga kampus. Hari ini, selain dia sedang berpuasa, juga ada latihan basket selepas Asar sampai jelang Magrib nanti. Masalahnya, dia bete banget kalau sudah urusan basket belakangan ini. Gara-gara si Dani. Siapa lagi?

Di mata Hamas, Dani sepertinya sudah tidak punya telinga. Kejadian ribut di ruang ganti beberapa hari yang lalu bukannya bikin Dani jera, malah makin gencar ngambil perhatian Hamas.

Duh, geli bin jijik banget tahu ngga sih...

Puncaknya kemarin, saat latihan tanding antar tim utama dengan tim cadangan kampus. Saad yang ikut menyaksikan pertandingan latihan itu, duduk bersebelahan dengan Dani yang sedang tidak ikut turun ke lapangan karena sedang tidak enak badan.

Konsentrasi Hamas sampai hampir buyar setiap kali dia melirik ke arah Saad dan mendapati sahabatnya itu tengah terlibat perbincangan seru dengan Dani. Belum lagi gerakan-gerakan tangan Dani yang sesekali menyentuh sahabatnya itu. Yang kalau dilihat-lihat, masih dalam tahap kewajaran. Hanya saja...

Hamas muak sekali melihatnya.

Jadi begitu pertandingan usai, yang dia temui pertama kali setelahnya adalah Dani. Hamas cukup keras memberinya peringatan saat itu, berharap Dani tidak mengganggunya.

Tapi memang dasar si Dani batu. Dia cuma cengengesan, seolah Hamas terpancing dalam usahanya.

"Ngga usah cemburu, kali..." kata Dani dengan punggung menempel kasar pada satu dinding kampus. Sementara Hamas bersiap menghajarnya.

"Eh, bangsat, jangan sampe gue buka aib lo ke seluruh kampus!" ancam Hamas. "Lo kaga usah ganggu-ganggu gue, apalagi Saad!"

"Sekarang siapa yang ganggu siapa?" tantang Dani lagi, melirik kepalan tangan Hamas dengan santai.

Dan yang Hamas bisa lakukan hanya melayangkan tinjunya ke dinding di dekat kepala Dani, sebelum melepaskan cengkramannya pada pria itu. Hamas berpikir berulang kali, apakah dia harus memberitahukan perihal sakitnya Dani pada Saad atau tidak.

"Najis!" maki Hamas seorang diri. "Anjng! Mati aja tu orang!" makinya geram.

Seharian kemarin Hamas bahkan berpikir terus, tentang keinginannya untuk keluar dari tim basket. Tapi bermain basket, futsal, game, dan lain-lain kan hobinya. Kenapa kesenangannya malah terganggu dengan keberadaan manusia macam Dani?

"Nubruk lau ntar!" suara Rangga memecah lamunan Hamas.

"Eh, elu, Ngga," Hamas melebarkan tangannya, menyambut sapaan Rangga terhadapnya.

Rangga adalah teman satu tim basket dengan Hamas. Tapi Rangga lebih sering di bangku cadangan. Sebab skill basket milik Rangga memang belum sebaik Hamas. Mereka berada di tingkat yang sama.

"Lagi banyak masalah kayaknya?" tanya Rangga.

"Biasa aja sik," sahut Hamas, padahal hatinya mencelos. Apakah dia harus menyampaikan keinginannya untuk keluar dari tim basket pada Rangga ya?

Mereka berjalan bersama menuju ruang ganti. Sudah ada beberapa teman mereka yang lain, sibuk mengganti pakaian mereka. Hamas memindai satu per satu dari mereka, dan lega tidak menemukan satu pun makhluk bernama Dani di sana.

"Sob, semuanya, ada yang mau gue omongin..." kata Hamas kemudian. Agaknya dia butuh bertukar pikiran dengan yang lain sebelum bicara langsung dengan pelatih.

"Oi? Mau ngomong paan luh? Serius amat itu muka?" sahut Andreas, yang kini sudah lengkap dengan pakaian basketnya. "Eh, eh, bentar. Lo udah tahu kabar baru belum?"

"Apaan tuh?" Rangga melepas tasnya, membukanya dan mengeluarkan kaus basketnya dari sana.

"Si Dani!" kata Andreas.

Hamas menoleh, agak terkejut dengan jawaban Andreas barusan.

"Kenapa si Dani?" tanya Jo, pebasket lain yang rambutnya basah karena baru saja mengguyur kepalanya dengan segayung air.

"Digrebek 86!" jawab Andreas. Persis ibu-ibu tukang gosip di tukang sayur. Matanya berkilat semangat.

"Anjrit, ngapain?" tanya Fahri. "Belok kaga ngasih spion kali tu bocah?"

"Lagi pesta sabu di rumahnya, nyet!" kata Andreas lagi.

"What the fck?" gumam Rangga.

"Pesta sabu?"

"Tae ah seriusan lu?"

"Anjng si Dani pesta sabu?"

"Wah bangsat..."

"Eh, eh, nanti dulu," Rahman menyeruak, "ini berita shahih kaga?"

"Shahih lah, Man," tandas Andreas. "Lu kata gue emak-emak gosiper yang maen nyebarin berita ngga dikroscek dulu?"

Dani ditangkep? pikir Hamas. Pesta Sabu?

Alhamdulillah...

Lah? Si Hamas?

"Kapan kejadiannya?" kata Hamas. Entah kenapa ini sama kayak dengar besok lebaran haji bisa makan sate kambing banyak-banyak bareng yang lain.

"Semalem tuh! Lo kaga lihat berita emangnya? Masuk tipi tauk!" kata Andreas lagi, kali ini sibuk mengikat tali sepatu.

"Bocah kok bisaan pesta sabu? Kayaknya dia kaga ada tampang suka nyimeng dah?" tanya yang lain.

"Kayaknya shalatnya lumayan," tambah Rahman. "Yah, meski jarang sih..."

"Yaelah, Man, hari gini nilai orang kaga bisa dari shalatnya!" kata Jo sambil menepuk-nepuk pundak Rahman.

"Gue belum tahu tuh Pak Akmal bakalan bilang apaan atas kasus Dani. Yang jelas, tim kita kebobolan. Dani kan tim inti. Masa nyabu! Kaga ketahuan pula selama ini?" kata Andreas. "Sama satu lagi, katanya digrebek lagi pada ngefly, sekelompok cowok-cowok tahu kaga lo, ada yang bugil?! Yang gue denger, posisinya... ah, ngehek lah itu berita."

Bukan hanya Hamas yang berjengit, tapi seluruh cowok-cowok di ruang ganti langsung menyumpah serapah.

"Bangke! Maksud lu, dia gayung?"

"Si Dani homo?!"

"Doyan laki itu manusia? Anjiiir!"

"Najis, tim kita ada diisi lekong?!"

Hamas terdiam seorang diri, memerhatikan setiap reaksi dari kawan-kawannya. Dalam hati dia bersyukur sekali Dani akhirnya mendapatkan balasan atas apa yang dia geluti.

"Eh, tadi lu mau ngomong apaan deh, sob?" tanya Andreas, menepuk pundak Hamas, membuat Hamas menoleh tergagap, teringat keinginannya untuk keluar dari tim basket.

"Hah? Oh itu," Hamas kikuk. "Cuma mau nanya, lu semua mau pizza rasa apa? Gue lagi pengin makan pizza tapi kaga ada barengan, kan enak makan bareng lo pada."

"Weeeh, pizza is love, pizza is life!" sorak Rangga senang. "Gue mah apa aja asal gratis gue suka, Mas!"

"Yah, jangan pizza lagi ngapa. Kemarenan udah woi. Bosen lah!" erang Rahman.

"Modus pengin ditraktir Abuba Steak tuh kayaknya, Mas!" ledek Jo atas keluhan Rahman.

Yang lain tertawa, sedangkan Hamas tertawa kecut. Dia tidak menyangka akan mendapat kebaikan sebanyak ini. Jadi dia tidak perlu hengkang dari tim basket hanya karena kuman bedebah macam Dani.

******

.

.

.

Bakda Isya, usai latihan basket, sekelompok cowok ganteng merapat ke satu restoran yang terkenal akan steaknya yang enak; Abuba Steak. Karena Hamas sudah janji traktir, maka sembilan wajah lain yang ikut dalam gabungan itu tak ada yang menunjukkan wajah tak ceria.

Tangan Hamas melambai hangat pada Saad yang sudah duduk di satu meja panjang yang sengaja dipesan untuk makan bersama. Dan Saad berada di sana tentu karena informasi dari Hamas sebelum latihan basket dimulai.

"Pakabar, Ad?" tanya Andreas begitu berjabat tangan dengan Saad yang hari ini tampak ketjeh dengan kemeja birunya.

"Alhamdulillaah, baik," balasnya, berganti menjabat tangan teman-teman Hamas yang lain. "Abis latihan pada ngga kelihatan capeknya ya?"

"Kalau urusan traktiran, kita mah semangat, Ad!" cetus Rahman. Saad mengekeh pelan, melirik Hamas yang sejak tadi cengangas cengenges.

Pesanan mereka tiba setelah masing-masing dari mereka sibuk berkutat dengan obrolan tentang latihan yang baru saja mereka lewati. Plus membicarakan persiapan pertandingan persahabatan dengan kampus lain.

"Eh ngomong-ngomong, Dani ngga ikut? Masih sakit dia?" tanya Saad, menyuap satu potong steak ke mulutnya.

Mendadak suasana jadi beku.

"Kaga bakalan ikut lagi dia, Ad," kata Rahman. "Digapin pesta sabu semalem!"

"Astaghfirullaah..." desis Saad. "Seriusan, Man?"

"Ya serius lah," sahut Rahman. "Malah ada kabar lebih anyep lagi."

Rahman menghentikan keinginannya untuk melanjutkan kalimat. Bukan apa-apa, tapi berita pesta sabu saja sudah memalukan bagi tim mereka, apalagi kalau tentang orientasi seksual Dani yang menyimpang sampai menyebar luas...

Dan karena Saad orangnya bukan tipikal makhluk kepo, maka persoalan kabar anyep yang dikatakan Rahman tadi tidak ditanyakan lebih jauh.

"Lo pada udah jenguk Dani?" tanya Saad.

"Ngapain sik, Ad," Hamas mulai jengah sebab sejak tadi yang dibahas Saad melulu tentang Dani. Entah apa saja yang sudah diobrolkan Dani dengan Saad ketika menonton latihan tanding tempo hari. "Biar aja dia rasain perbuatannya dia sendiri."

Yang lain hanya angguk-angguk dan mengiyakan.

"Dani kan teman satu tim kalian?" Saad bertanya agak terkejut, "Bukannya dia udah bantuin kalian lewatin beberapa pertandingan ya?"

"Ad," kata Andreas dengan kunyahan steak dalam mulutnya. "Lu mah mestinya paham, gimana sakit hatinya kita lihat dia digrebek pesta sabu sama—ah, pokoknya berita itu tuh malu-maluin sumpah. Trus kita jenguk dia? Support? Najis. Dia aja nyabu kaga ada mikirin nama baik tim!"

Saad mengatupkan rahangnya. Sejujurnya dia tidak ada hak untuk mengomentari perihal perlakuan apa yang mestinya dilakukan yang lain terhadap Dani. Hanya saja, ketika berbincang dengan Dani kemarin saat menonton pertandingan Hamas, Saad sedikit banyak tahu... sesepi apa hidup seorang Dani.

"Orang sakit begitu ngapain dipikirin," dumal Jo kemudian. "Tar kalau dijenguk, dipikir kita naksir dia. Hiiih? Jijay..."

Yang lain tertawa, hanya Saad yang melongo. Sementara Hamas mengunyah steak seperti orang sakit gigi. Malas-malasan.

"Kok gitu?" tanya Saad kemudian.

"Dani digrebek lagi pesta sabu bareng cowok-cowok dan ada yang kedapetan bugil, Ad," kata Hamas cepat. Dia mendapati raut Saad yang terkejut.

"Naudzubillaahimindzalik..."

"Nah, makanya kita rada kurang respect juga."

"Geli banget gue kalau sampe ketemu dia lagi."

"Gue mendingan muter lah daripada ketemu sama dia!"

"Padahal itu bocah ceweknya banyak."

"Yang tidur sama dia auk tuh berapa."

"Ganteng Ganteng Goblok!"

"Heh, heh... udahan," kata Saad cepat. "Malah jadi pada ghibah?"

"Tauk lo pada, malah dighibahin!" kata Rahman. "Enak tuh dia pahalanya nambah banyak dari lau semua!"

"Tae lu, Man, tadi juga lu ghibahin dia!" sindir Rangga.

"Njiir, itu kan refleks pas banget lagi anget, sob..." elak Rahman.

"Padahal dia ganteng pan!" celetuk Jo.

"Iye tuh, gue aja pertama masuk klub basket juga kagum sama dia sih. Berwibawa. Aslinya, anjiir..." Andreas ngakak sendiri ingat kesan-kesan pertama dia bertemu Dani.

"Ngarep lu seganteng dia yak, Ndre?" tanya Rahman sambil tertawa-tawa. "Ternyata gantengnya penuh fitnah. Hahaha..."

"Mending gue, ganteng kaga bikin fitnah," kali ini Rangga yang bersuara, sembari membenahi leher kausnya yang baik-baik saja.

"Ganteng dari mana lu? Dari Hongkong?"

"Dari Korea gue mah hahahaha," sela Rangga lagi.

Saad hanya tertawa menanggapi celotehan teman-teman tim basket Hamas. Dia lanjut menyuapkan irisan steak selanjutnya.

"Ribut ganteng aja lu pada," Hamas bersuara. "Gue aja yang ganteng dari lahir ya selow. Ganteng gue mah apa atuh dibandingin ganteng Nabi Yusuf."

"Eeaaa, ada yang kampret galaunya," celetuk Jo. "Bawa-bawa Nabi segala lu, bahlul."

"Tapi kalau dipikir-pikir ye," Andreas mulai ngoceh. "Gue tetibaan inget kisah Nabi Yusuf aja nih. Kan gantengnya beliau juga ngundang fitnah, tapi kok digoda sama Zulaikha, kenapa ngga mau ya? Kan katanya Zulaikha itu cantik euy..."

"Yah bahas kisah Nabi, gue nyerah dah," sahut Jo. Teman-teman yang lain hanya diam mendengarkan.

"Karena Allah udah jaga hati Nabi Yusuf lah," suara Saad terdengar. "Makanya dijauhi dari hal buruk. Tapi ada yang lebih ganteng dari Nabi Yusuf kan. Yang gantengnya ngga ngundang fitnah."

"Gue tauk!" tukas Fahri dengan tepukan tangan satu kali. "Nabi Muhammad ye kan?"

"Shallallaahu 'Alayhi Wasallam," kata Saad, diiringi gumaman kalimat yang sama oleh yang lain.

"Dan mereka hidup di zaman di mana fitnah dunia belum dibuka di depan mereka..." lanjut Saad.

"Maksudnya?" tanya Rahman.

"Nah, gue demen nih, makan-makan gratis ada siraman rohani," kata Rangga. "Mas, gue nambah yak?"

"Lanjut, boi," Hamas mengacungkan jempolnya.

"Seganteng-gantengnya Nabi Yusuf, yang ngelihat mukanya palingan cuma orang rumah, kan Zulaikha tertarik karena dia sering lihat. Sampai sengaja bikin pesta khusus buat mamerin wajah Nabi Yusuf ke teman-temannya yang udah gosipin dia sebagai perempuan keganjenan," jelas Saad. "Sedangkan kita hidup di atas fitnah dunia yang sudah dibuka."

"Ad, denger penjelasan lu gue jadi laper lagi. Sumpah..."

"Ssst! Berisik lau, dengerin dulu napa," sikut Fahri pada Jo yang barusan mengeluh. "Lanjut, Ad!"

Saad tertawa, "Maksudnya, fitnah dunia sekarang udah makin gencar. Seganteng-gantengnya Nabi Yusuf, ngga ada foto unyu bin cool-nya dia di sosmed. Ngga ada satu non mahram pun yang komentar betapa gantengnya dia. Sedangkan kita?"

BRAK!

"Bangsat!" umpat Andreas sembari melongok ke Rahman yang rupanya barusan menggebrak meja dengan tangan kanannya. Beberapa peralatan makan sampai melompat sekejapan tadi.

"NAH!" kata Rahman kemudian. "Ini nih, tausyiah yang bikin gue pengin hapus sosmed..."

"Lah ngapa dah lau?" tanya Jo.

"Gue kan doyan sharing poto, nyet... sama saving poto cew—eh maksudnya like-like gitu..."

"Najis lu, Man, anak masjid masa kerjaan nge-save poto cewek?!" Andreas nyolot.

"Ya daripada saving poto cowok, jing?"

"Weh, weh..." Hamas mengambil alih. "Lu bedua ngapa sik, beginian aja sampe narik urat. Noh, muka lu merah, woi," katanya pada Andreas.

"Kalau Rasul gitu, kaga ngundang fitnah emangnya?" tanya Rangga pada Saad, mengabaikan dua temannya yang gontok-gontokan.

"Perempuan di zaman beliau lebih terjaga kan," kata Saad. "Mau mandang juga malu..."

Hamas garuk-garuk kepala, asli dia kena sindir banget. Teringat beberapa perempuan yang kalau melintas dekat Saad, pasti akan menundukkan pandangan, agak malu-malu gimana gitu. Berbeda dengan cewek-cewek di kelas Hamas, yang kerjaannya cekikikan sambil lirik-lirik Hamas, tapi kalau dilirik balik, pada muka mesum.

Wina ngga sik, pikir Hamas tiba-tiba. Tapi kalau gue gebet dia, apa gue jadi fitnah ya buat Wina?

"Wajah beliau itu bersinar, sampai para sahabat betah karena jatuh hati dalam arti jatuh hati dengan segala yang ada pada beliau. Pengin meniru lah istilahnya. Bukan jatuh hati dalam artian nafsu," jelas Saad. "Kayak gue ada di sini kan nyaman-nyaman aja dikelilingi orang-orang baik."

*sa ae qm mz*

Kayak gue yang betah banget deketan sama elu ye, Ad... pikir Hamas. Cengirannya tercetak.

"Kan banyak tuh page-page yang bahas tentang cewek yang selfie. Katanya ngga jaga diri, mau aja pesonanya dinikmati laki-laki... Bukan selfie-nya sih yang dipermasalahkan, tapi mungkin lebih ke pose. Jangankan gaya unyu, gaya natural aja bakalan bikin lo pada jadi pusing kan cuma karena mungkin aja lo ada sedikit kagum sama itu cewek?" tanya Saad.

"Anjir, Saad nyindir siapa nih?" respons Rahman. "Gue bukan? Hahaha!"

"Ngga nyindir siapa-siapa, Man. Cuma jadi pembelajaran aja buat diri pribadi," kata Saad. "Dari kasus Dani, ambil hikmah lah. Ganteng bukan buat dipamerin, punya teman mesti dimanfaatin untuk kebaikan, punya harta mestinya mendekatkan diri pada yang kuasa. Bukan malah pesta sabu..."

"Cakep, Ad!" kata Andreas. Steak porsinya sudah tandas.

"Kita hidup berapa lama sih..."

JLEB.

Langsung hening itu meja.

Kita hidup berapa lama sih...

"Ketampanan kita-kita mestinya bukan buat membutakan, tapi menyelamatkan." Saad mulai bikin qutoes. "Udahan, hehehe, maaf ya malah ceramah."

"Kaga ngapa-ngapa, boi," kata Hamas. "Lu mau nambah kaga?" tanyanya begitu melihat makanan Saad tinggal sedikit, mengingat Saad juga hari ini kan berpuasa seperti dirinya.

Saad menggeleng, "Bungkus aja gimana, Mas?" tanyanya dengan alis kanan bergerak naik sekelebatan. Hamas terkekeh.

"Siap, bosku!" katanya riang, menanggapi isyarat dari alis Saad yang berarti; buat sahur nanti. "Yang laen kalau mau nambah, lanjut aja jangan pake malu. Tenang, ada anaknya Babeh Haris di mari!"

Dan sahut-sahutan terdengar di senatero meja panjang itu, merespons tawaran Hamas dengan suka cita.

Anaknya Babeh Haris kan udah nraktir... Nah, anaknya Babeh Umar, kapan mau lamar aku >w<)/'''

Continue Reading

You'll Also Like

103K 8.2K 36
"Yayah! Mau kan jadi Yayah benelannya Aila?" tanya Aira dengan begitu gemas. Fadhil tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala gadis kecil di gen...
5.2K 471 96
Sekuel dari seri Daomu Biji atau Grave Robbers' Chronicles/The Lost Tomb. Book Title: Zang Hai Hua (aka Tibetan Sea Flower) Author: Xu Lei Chapter: 9...
2.9K 142 5
Bagaimana nasib Li Lianhua ketika Balai Baichuan mengetahui kalau dia sebenarnya adalah Li Xiangyi? Apakah Li Lianhua bisa sembuh dari racun Bi Cha...
1.8K 614 31
Semua tampak tidak masuk akal di pikiran gue. Seolah ini hanya mimpi semata. Tapi semua mimpi mimpi itu berubah menjadi nyata dalam sekejap. -Wilda A...