After Love

By ShanAFitriani

4.3M 220K 7.7K

[COMPLETE] Sinopsis : Bertemu, berkenalan, saling jatuh cinta kemudian menikah. Klise, tapi manis. Semua men... More

Sinopsis
Prolog
After Love Part 1
After Love Part 2
After Love Part 3
After Love Part 4
After Love Part 5
After Love Part 6
After Love Part 7
After Love Part 8
After Love Part 9
After Love Part 10
After Love Part 11
After Love Part 12
After Love Part 13
After Love Part 14
After Love Part 15
After Love Part 16
After Love Part 17
After Love Part 18
After Love Part 19
After Love Part 20
After Love Part 21
After Love Part 23
After Love Part 24
After Love Part 25
After Love Part 26
After Love Part 27
After Love Part 28
After Love Part 29
After Love Part 30
After Love part 31
After Love Part 32
After Love Part 31 END
My Red Daisyโ—The Darkest Embrace

After Love Part 22

90K 5.5K 93
By ShanAFitriani

Jangan lupa tinggalkan vote dan comment. Thank you~

***

"Memories."

***

Walaupun kau ingin menghapusnya, cinta tak bisa pergi begitu saja. Karena cinta tak hanya tinggal dalam kenangan, melainkan juga dalam hati.
-Big.

***

Dengan gugup, Shopia menutup wajahnya dengan menu yang ada di tangannya. Ia terus menatap sekitarnya, dibandingkan buku menu yang ada ditangannya. Ia terus melihat pegawai-pegawai kafe dengan seksama. Terlihat seperti menghindari sekaligus mencari.

Sungguh, sebenarnya, setelah insiden mangkuk pecah itu, Shopia berjanji takkan sering datang ke kafe itu. Entah kenapa ia merasa malu, terutama pada Jun. Malu karena sudah membuat kekacauan. Ia juga cukupmalu pada Yuri sang pemilik kafe karena keributannya. Selain itu ia juga malu bertemu Jun untuk alasan yang ia sendiri juga tidak ketahui. Namun,entah kenapa ia tak bisa menahan kakinya yang malah datang ke kafe ini. Ia sendiri tak mengerti dengan dirinya.

Lama Shopia menatap sekitar, hingga timbul sedikit rasa kecewa yang aneh pada diri Shopia karena takmelihat Jun hari ini.

"Shopia?"

Panggilan itu membuat Shopia seketika terlonjak di tempatnya,membuat orang yang memanggilnya tadi mengkerutkan alirnya melihat respon Shopia yang seolah mendengar suara hantu.

"Ah, Kak Yuri?" ucap Shopia terbata berusaha tersenyum lebar.

"Kau kenapa? Sedang mencari seseorang? Jun?"

Shopia semakin gugup. Dengan cepat ia kembalimenatap menunya dan berucap. "Tidak, kenapa akumencari pria itu. Aku hanya akan memesan... Strawberry Milkshake! Itu saja."

Yuri mengangguk-angguk mengerti dan teresenyum. "Ah,begitu. Aku kira kau mencari Jun. Dia sedang di kampusnya jam sepertinya jadi dia tidak ada di sini sekarang. Kalau begitu aku akan membuat pesananmu."

Sekali lagi Shopia merasa sedikit kecewa. Kenapa pria itu tidak datang sekarang? Dan kenapaia malah mencari pria itu sekarang? Shopia rasanya ingin membentur-benturkan kepalanya tak mengerti.

Minumannya pun datang lima menit kemudian. Dibawa sendiri oleh Yuri mengingat perempuan itu memang sedang tidak sibuk dan memilih membawakan minuman Shopia secara langsung.

Shopia kembali menjadi gugup. Ia sendiri merasa takut jika Yuri membaca wajahnya yang tampak mencari Jun. Dengan cepat, Shopia menyedot minuman itu dengan skala yang banyak melalui sedotannya.

"Gadis manja, kau di sini?"

"Jun, kau sudah selesai kampus?"

Mendengar kata 'gadis manja' dan nama 'Jun', membuat Shopia seketika menyemburkan minuman yang bahkan belum sempat dia telan itu. Sehingga Jun yang Yuri yang masih berada dekat dengan meja Shopia terkejut. Bahkan beberapa pelanggan yang ada di dekat Shopia juga itu terkejut.

"Kau kenapa" tanya Jun yang masih syok dengan semburan Shopia.

Sedangkan Shopia bergeming di tempatnya. Sejak tadi ia mencari pria itu. Sejak tadi ia menghindari pria itu. Namun, saat Shopia tak melakukan semua itu lagi,pria itu malah muncul seperti jin yang lampunya digosok.

"Kenapa kau terkejut seperti itu?" tanya Jun melihat Shopia yang terdiam gugup. Sebelum akhirnya pria itu tertawa. "Apa kau masih takut kumarahi?" kekeh Jun melihat ekspresi tengah Sophia.

"Kenapa kau memarahinya?" tanya Yuri heran.

Jun terdiam sebentar. "Ah, itu... kemarin dia tidak sengaja memecahkan piring di dapur dan membuat kekacauan. Sepertinya dia merasa bersalah. Makanya dia sekarang terkejut melihatku."

Yuri mengangguk. "Ah! Jadi itu kenapa dia tampak mencari seseorang tapi terlihat bersembunyi. Ternyata dia takut padamu?"

"Benarkah?" tanya Jun mendengar ucapan Yuri. Dia hanya menatap geli pada tingkah konyol Sophia.

"Dia tidak terluka, kan?"

"Sedikit."

"Apa?!"

"Bagaimana lukamu, apa sudah sembuh?" Jun kemudian mengangkat menunduk, mengangkat ujung gaun panjang Shopia—yang sengaja menggunakan gaun panjang untuk menutupi plester lukanya—sehingga menampil kembali betis Shopia.

"APA YANG KAU LAKUKAN, MESUM?!" teriak Shopia yang spontan menampar Jun hingga jatuh terduduk karena terkejut dengan tamparan Shopia yang tiba-tiba. Shopia sendiri terkejut karena tanpa sadar, Jun telat mengangkat rok gaun panjang Shopia terlalu tinggi hingga memperlihatkan sedikit pahanya.

Dengan wajah memerah, Shopia segera berlalu dari kafe itu dengan hentakan kaki sebal. Sedangkan Jun sendiri hanya terus bergeming di tempatnya duduk dengan salah satu tangan yang memegang pipinya yang telah ditampar karena ikut terkejut. Ia sendiri masih tidak mengerti kesalahannya.

"Kenapa dia menamparku?!" seru Jun kemudian setelah menyadari bahwa seorang gadis baru saja menamparnya.

Yuri sendiri hanya bisa bersedekap menatap Jun sembari berdecak menggeleng-geleng pada tingkah Jun. "Salahmu sendiri, kenapa mengangkat rok seorang gadis. Jangan-jangan kau sebenarnya memang pria mesum?"

"Noona!" seru Jun sebal. "Aku hanya ingin melihat luka goresnya, sungguh! Noona pikir aku pria seperti apa?!" seru Jun yang tampak menggemaskan karena sebal.

Yuri sendiri hanya bisa terus menggeleng-geleng lalu pergi meninggalkan Jun yang masih terduduk di atas lantai. Beberapa pelanggang yang melihat kepolosan Jun hanya bisa ikut terkekeh melihat pria berwajah manis itu tampak seperti bocah yang sedang sebal.

***

Semenjak kejadian pernyataan kebenaran dari mantan ibu mertuanya semalam, Aluna menjadi lebih pendiam. Pendiam dalam artian dia selalu sedang memikirkan sesuatu, dan memikirkan itu membutuhkan waktu berjam-jam. Bahkan ia jalan dengan tidak fokus ke tempat kerjanya. Beberapa kali hampir menabrak tiang pun tidak membuatnya kapok.

Louis benar-benar amnesia. Kenapa dadanya terasa berat mengetahui Louis telah melupakan dirinya sepenuhnya? Apa karena rasa bersalah? Bagaimanapun semua ini bukan salah Aluna. Dia hanya melakukan apa yang patut ia lakukan sebagai pembalasan untuk orang yang sudah menyakitinya terlalu dalam.

Seharusnya sekarang ia bernafas lega karena Louis tidak akan menganggu dirinya lagi. Tapi kenapa rasanya sesakit ini? Hampir sama dengan rasa sakit yang ia rasakan saat Louis membawa seorang perempuan pulang ke rumah mereka dulu. Begitu menyakitkan.

Aluna menggeleng mengeyahkan pikirannya. Sepertinya Louis kembali mempengaruhinya. Ia menatap sekilas jam tangannya dan cukup terkaget melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ternyata ia sudah terlalu lama melamun hingga tak menyadari bahwa sudah saatnya jam untuk menutup toko.

"Noona!"

Sesaat setelah Aluna sadar dari lamunannya, suara menyebalkan Jun yang mulai terdengar kesal pun memanggilnya. Sebenarnya Jun sudah memanggil Aluna sejak tadi, tapi baru saat ini Aluna merespon dengan menatapnya polos penuh tanda tanya.

"Noona, Noona kenapa akhir-akhir ini melamun?" tanya Jun khawatir.

"Aku hanya tidak enak badan dari tadi pagi, jadinya aku sedikit tidak fokus." Memang benar bahwa tadi pagi Aluna sedikit merasa kelelahan hingga tidak kuat mengangkat tubuhnya dari kasurnya sendiri, jadi jawabannya kali ini tak bisa dikategorikan sebagai berbohong.

"Sedikit?" Jun menaikkan alisnya tak percaya. "Benarkah? Kalau Noona sakit bilang saja, nanti Noona kenapa-kenapa."

"Hei, bocah, kenapa kau jadi perhatian begini? Biasanya kau cari masalah denganku," goda Aluna yang menaik turunkan alisnya, menggoda Jun.

"Aku memang selalu perhatian sama Noona," respon Jun cepat sembari mengedipkan sebelah matanya, membalas menggoda Jun. Jun selalu menyukai Aluna, selain karena Aluna perempuan yang baik dan cantik, Jun juga suka menggoda dan mencari perhatian perempuan itu, mengingat hanya Aluna yang tak pernah jatuh pada pesonanya yang terkenal sangat tampan nan manis. "Sudahlah, ayo pulang Noona. Kafenya sudah mau dikunci."

***

Bukannya pulang dari kafe, Aluna malah menyempatkan dirinya mampir ke salah satu taman di kota yang selalu ramai walau sudah malam. Hari ini, ia hanya merasa sangat bosan untuk berada di rumah. Ia ingin berjalan-jalan sebentar melihat bulan yang bersinar terang malam ini, membuat malam terasa lebih menyenangkan.

Dan benar saja, taman itu tampak begitu ramai. Dipadati oleh orang yang berjalan-jalan menikmati keindahan taman kota, terutama dipadati oleh keluarga kecil dan juga beberapa pasang kekasih.

Aluna dengan nyaman, duduk di salah satu bangku taman setelah ia membeli sebuah cone ice cream di salah satu penjual es krim keliling yang sedang mangkal di dekat taman itu.

Ia bersandar sembari terus memakan es krim rasa cokelat itu dan menatap sekitar. Jika biasanya para orang-orang lajang akan merasa risih dengan pemandangan romantis dari banyak pasangan di taman itu, tapi tidak dengan Aluna. Ia malah tersenyum bahagia menatap semua pasangan yang tampak berbahagia satu sama lain itu. Ia senang bahwa tak semua orang seperti dirinya mempunyai kisah cinta rumit dan menyakitkan. Tapi ia juga tak bisa berbohong, jauh di dalam hatinya ia merasa cemburu. Cemburu karena semua orang bisa bahagia bersama belahan jiwa mereka, bukannya hidup seperti dirinya.

Bahkan tahun depan dia sudah tiga puluh tahun. Sungguh status yang luar biasa nantinya.Tiga puluh tahun, janda, dan berpenghasilan rendah. Ia takkan heran jika tak ada pria yang meliriknya.

Ia bahkan sekarang mulai merasakan cinta sepihak karena kehadiran pria itu, pria yang mapan dan mempunyai tunangan yang sangat cantik nan baik. Aluna bahkan berani bertaruh bahwa pria itu akan tetap memilih Sophia jika saja pria itu mendapatkan kembali ingatan.

Aluna semakin tersenyum lembut saat melihat sepasang pria dan perempuan yang sepertinya adalah pengantin baru, melihat cincin yang mereka pakai serta betapa hangatnya mereka bersama, membuat Aluna yakin bahwa mereka pengantin baru yang tengah berbahagia.

Sang perempuan berbaring di paha sang pria yang tengah duduk di atas karpet piknik kecil sabil memakan secangkir es krim dan sesekali menyuapkannya ke mulut sang perempuan yang tak bisa berhenti tersenyum bahagia, sebelum keduanya mengadahkan kepalanya menatap bintang-bintang yang tidak terhalang oleh pohon-pohon di taman itu.

Memandang itu, Aluna menjadi mengingat kenangan manisnya bersama sang suaminya pernah, Louis.

"Lou, kenapa kita ke sini?" tanya Aluna yang heran saat Louis sejak turun dari mobil—yang terparkir di parkiran taman kota—terus menariknya dengan antuasiaz seperti seorang bocah yang tak sabar memperlihatkan hasil karyanya pada ibunya.

Aluna mengernyit bingung saat mereka tiba di sebuah pohon besar yang di depannya terdapat sebuah karpet piknik kecil berserta kerajang piknik dari rotan di atasnya.

"Apa ini?" tanya Aluna yang antuasias menunggu jawaban dari suaminya.

"Ayo, kita berkencan," kata Louis sedikit antuasias.

Louis benar-benar sudah menyiapkan semuanya agar kencan mereka kali ini lebih sederhana namun lebih intens dan hangat dari yang sebelumnya. Mengingat kencan-kencan mereka sebelumnya, ia rasa terlalu formal membuatnya tak bisa terus menempel—secara harfiah—bersama istrinya.

Kencan mereka sebelumnya biasanya diisi dengan makan malam di restoran mewah. Dan bukan hanya Aluna yang selalu kecewa namun juga Louis. Karena suasana kencan romantis mengharuskan mereka berkelas, tidak banyak bicara dan hanya bisa berhadapan. Padahal Aluna dan Louis selalu memiliki humor satu sama lain yang selalu membuat mereka ingin tertawa terbahak-bahak. Serta Louis yang selalu ingin mencium dan memeluk Aluna harus ia tahan, karena ia tak mau semua itu didengar atau ditonton orang lain, baik hanya pelayan sekalipun.

Aluna, perempuan itu terdiam sebelum kekehan kemudian tawa terdengar darinya.

"Kenapa?" tanya Louis memelas. Apa Aluna tak suka dengan kejutannya ini? "Apa jelek?"

Aluna menggeleng cepat. "Kau membangunkanku tengah malam, jam dia belas, hanya untuk berkencan di taman yang sepi? Kita 'kan bisa terus bersama walau hanya di rumah."

"Aku tahu, tapi kali ini aku hanya ingin menatap bintang bersamamu. Maukan?"

Aluna tersenyum sebelum menggenggam tangan suaminya dengan hangat. "Tentu saja aku mau, ayo!"

Aluna benar-benar bahagia malam itu. Ia selalu tertawa karena tingkah Louis yang menurutnya begitu lucu dan menggemaskan. Aluna tak pernah berhenti tertawa bahagia saat mengetahui isi keranjang itu bukanlah makan malam atau buah-buah seperti biasanya, melainkan berisi cemilan jajanan khas anak-anak. Mulai dari keripik, snack, lollipop, permen karet, coca-cola, hingga es krim ada di dalam sana. Dan yang paling membuat Aluna tertawa adalah es krim kesukaan Louis ternyata susah meleleh menjadi cair, sehingga ekspresi cemberut pun tak bisa Louis hilangkan dari wajah tampannya. Tapi bukan Aluna namanya, jika ia tak bisa mengembalikan suasana hati Louis dan mengalihkan pikiran menggemaskan Louis dari es krim airnya.

Mereka benar-benar dekat saat itu. Saling berbagi cerita, lelucon, pengalaman dan yang lain-lain sembari memakan cemilan itu satu persatu. Mereka bahkan bermain mulai dari batu-gunting-kertas, tebak-tebakkan dan masih banyak lagi, yang dimana yang menang harus menyentil dari yang kalah dan yang kalah harus mencium yang menang.

Mereka melalui semuanya dengan tawa sebelum akhirnya mereka beristirahat. Louis merebahkan tubuhnya di samping Aluna yang juga telah merebahkan dirinya, menatap bintang-bintang yang bersinar terang malam itu. Membuat suasana kencan mereka semakin intens.

Louis yang mulai jengah karena sang istri lebih betah memandang bintang daripada dirinya pun perlahan menjalarkan tangan, mencari tangan Aluna. Setelah ia menemukan tangan Aluna yang berada di samping tubuh perempuan itu, Louis pun langsung menggenggamnya erat, membuat Aluna pun akhirnya menatap dirinya dengan senyuman bahagia.

"Kau suka kencan kali ini?" tanya Louis yang tak lepas menatap mata istrinya.

"Maksudmu kencan tengah malam hingga jam tiga subuh seperti ini?" Louis mengangguk sebelum Aluna akhirnya terkekeh kecil dan ikut mengangguk. "Aku sangat suka. Malam ini aku merasa begitu dekat denganmu. Bukan hanya dengan tubuhmu, tapi juga begitu dekat dengan hatimu," kata Aluna yang kembali menatap menerawang bintang yang ada di langit.

Kata-kata manis yang diucapkan Aluna itu pun membuat Louis tak bisa menahan senyuman penuh kepuasannya telah membuat Aluna sekali lagi, hari ini bahagia.

Louis yang gemas pun mengangkat sedikit kepalanya sambil menopang salah satu tangannya di tanah, sehingga sekarang wajahnya berada di atas wajah Aluna dan menatapnya penuh cinta dan kasih sayang yang lembut.

"Aku mencintaimu, Luna."

Tanpa menunggu balasan—yang sudah Louis tahu betul jawabannya—dari Aluna, Louis pun langsung menjatuhkan bibirnya di atas bibir lembut Aluna. Menciumnya tanpa menuntut, mencium istrinya dengan lembut menyalurkan semua kasih sayangnya, seolah takut melukai bibir rapuh yang manis milik istrinya.

Namun, Aluna bukannya membalas, Aluna malah membuka mulutnya, menguap dengan lebar dan memejamkan matanya selama ia menguap. Membuat Louis terpedangah menatap tak percaya sebelum pria itu mulai mengeleng-geleng geli.

"Aluna, apa kau baru saja menguap selama kita berciuman?!" tanya Louis takjub dengan kepribadian sang istri yang tak pernah membuatnya berhenti tersenyum.

Dengan mata sayu yang mengantuk, Aluna hanya menyegir sebelum mengangguk. "Maaf, udara di sini membuatku begitu mengantuk," kata Aluna dan kembali menguap sekali lagi, membuat Louis semakin gemas dengan perempuannya itu.

Setelah tertawa gemas, Louis pun bangkit dari rebahannya dan mengulurkan tangannya pada Aluna. "Kalau begitu, ayo, kita pulang. Saatnya kita kembali ke tempat tidur kita,." kata Louis sambil menaik turunkan alisnya menggoda Aluna.

"Sedang apa kau di sini?"

Lamunan yang membuat Aluna sedari tadi tersenyum pun buyar, begitu suara berat yang begitu ia kenal langsung terdengar dari arah sampingnya, membuatnya seketika bangkit dan menghentakkan kakinya mencoba berdiri. Namun yang ada kakinya malah tak siap dengan gerakan tiba-tiba itu sehingga pergelangan kakinya yang lemah langsung menjatuhkannya kembali ke bangku itu.

"Akh!" pekik Aluna karena kaget.

Ia kemudian menatap Louis yang hanya menaikkan sebelah alisnya heran melihat kelakukan yang baru saja dilakukan Aluna. Kelakuan yang tampak konyol di mata Louis hingga ia ingin tertawa namun ia tahan.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Aluna yang menatap Louis yang masih memakai jas kantornya.

"Aku ada meeting di kantor jam 10 ini. Karena bosan, aku jalan-jalan ke taman ini sebentar karena sepertinya di sini tampak ramai," jawabnya sembari mendudukan dirinya di sisi kosong bangku itu, di samping Aluna. Ia kemudian menatap Aluna dengan penasaran. "Bagaimana denganmu, sedang apa kau melamun di taman ini sendirian? Bahkan es krimmu sampai meleleh."

Aluna yang sedari tadi memegang es krim yang tadi pun mulai sadar bahwa es krimnya sudah melumer meleleh di tangannya. Tidak heran jika sejak melamun, tangannya terasa dingin.

Ia pun segera membuang es krim yang sudah tak berbentuk itu ke tong sampah yang ada di dekatnya lalu mengelap tangannya dengan tisu yang ada di dalam tasnya sembari menjawab Louis. "Aku juga merasa bosan untuk pulang ke rumah, jadi aku jalan-jalan ke sini."

"Benarkah?" kata Louis lagi yang lebih terdengar seperti basa-basi seolah tak ingin mengakhir percakapan mereka.

"Hm um," dehem Aluna membenarkan.

Mereka terdiam kembali selama beberapa menit. Aluna bisa merasakan dengan jelas bahwa suasana mereka kali ini terasa begitu canggung, membuat Aluna merasa tak percaya bahwa pria yang ada di sampingnya ini adalah mantan suaminya yang dulunya selalu menempel dengannya di awal pernikahan mereka.

"Apa kau masih mau es krim?" tanya Louis memecah keheningan mereka. "Kulihat kau baru makan sedikit sebelum es krim itu meleleh karena melamun."

"Ah, tak apa. Aku memang sedang tak berniat makan es krim," kata Aluna sedikit berbohong. Ia suka es krim itu karena itu juga adalah es krim kesukaan Louis dulu.

"Kau yakin? Kalau kau mau aku bisa membelikanmu, aku juga suka rasa itu."

Aluna terdiam. Ternyata lidah pria itu tak berubah. Louis masih menyukai es krim yang sama dengannya.

"Tidak apa-apa, tak perlu. Aku sudah puas makannya tadi, karena itulah aku biarkan es krimnya begitu saja," jawab Aluna lagi. Ia hanya takut rasa cintanya semakin besar jika ia menerima semua niat baik pria itu. Karena apapun yang dilakukan pria itu selalu membawa kenangan baginya. Bukan lagi membawa kenangan buruk itu, melainkan kenangan bahagia mereka setelah menikah. Kenangan yang mungkin ia harapkan kembali terjadi.

Ia hanya tak ingin berharap lebih.

"Ini sudah sangat malam lebih baik aku pulang,.. Akh!" Ia pun segera bangkit dari duduknya dan berniat pergi, menghindari Louis, sebelum jantungnya menjadi lebih memberontak menginginkan Louis. Tapi, Aluna malah memekik ke sakitan saat ia berdiri.

Ternyata pergelangan kakinya tak sempat terkilir saat ia berdiri tiba-tiba saat kemunculan Louis mengagetkannya.

"Kau kenapa?" tanya Louis yang heran melihat ekspresi meringis menahan sakit Aluna.

"Ah, tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa. Aku harus pulang sekarang," bohong Aluna sembari kembali berdiri dan berjalan pergi sambil tertatih-tatih, mencoba menahan rasa sakit di pergelangan kakinya.

Namun, usahanya menutupi rasa sakitnya dari Louis gagal. Karena di langkah ketiga, ia kembali meringis kecil, membuat Louis semakin yakin bahwa perempuan itu sedari tadi berbohong padanya.

Louis pun ikut bangkit dan meraih pergelangan tangan Louis membuat Aluna kembali meringis karena langkahnya tiba-tiba berhenti. Louis pun menatap Aluna tajam seolah menyorotkan pandangan tak suka dibohong. Apalagi Aluna sampai menyembunyikan rasa sakitnya sendiri, membuat Aluna sedikit bergidik ngeri dipandang seperti itu.

"Apanya yang tak apa-apa? Lihat, pergelangan kakimu sedikit bengkak!" kata Louis dengan nada yang cukup tinggi sehingga Aluna memilih diam, tak mau berbohong lebih lagi walaupun itu hanya kebohongan kecil.

"Tapi aku ingin pulang," lirih Aluna memelas. "KYA! Apa yang kau lakukan?!"

Aluna tak bisa menahan teriakan kagetnya saat tiba-tiba pria itu berjongkok di depan Aluna dan meraih kaki-kaki Aluna, melingkarkannya di pinggangnya membuat Aluna spontan memeluk leher Louis kaget karena tindakan tiba-tiba dan tidak terprediksi Louis.

"Kalau begitu aku antar kau pulang."

Louis, dia sebenarnya tak berubah. lirih Aluna menyimpulkan dalam pikirannya sendiri, mengingat kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya, namun dalam keadaan yang berbeda.

"Kalau begitu, ayo, kita pulang. Saatnya kita kembali ke tempat tidur kita," kata Louis sambil menaik turunkan alisnya menggoda Aluna.

Bukannya bangun dari karpet piknik itu, Aluna malah kembali menguap dan memperbaiki posisinya yang sedang tidur. "Kurasa aku akan tidur di sini, aku sudah tidak kuat bangun lagi," katanya sembari memejamkan matanya.

Louis hanya bisa menggeleng lalu menarik-narik kedua tangan Aluna agar perempuan itu mau bangun dari setengah sadarnya. "Ayo, Aluna, kau tidak mau 'kan kita terbangun dalam keadaan dikerumungi oleh orang-orang paginya di sini. Bisa-bisa kita dikira pasangan mesum dan kembali dinikahkan di alun-alun besok," kekehnya.

"Aku ngantuk, Lou," rengek Aluna yang matanya hanya terbuka sepertiga sembari berdiri dengan sedikit terhuyung-huyung. Aluna sendiri bukan tipe orang yang bisa begadang semalaman, jadi tak heran jika dia hampir tak sadarkan diri sekarang.

Louis hanya terkekeh kecil menatap Aluna yang berdiri dengan mata tertutup. Ia kemudian mengambil kerajang piknik itu setelah ia membereskan semuanya, termasuk sampah cemilan mereka, dan memasukkan lengannya di pegangan kerangannya, seperti ibu-ibu yang membawa tas tangannya.

Louis kemudian berjalan kembali ke arah Aluna yang masih berdiri diam di tempatnya dengan mata tertutup. Louis langsung meraih kaki Aluna, membuat Aluna yang benar-benar mengantuk, terkaget dan langsung memeluk leher Louis yang hanya bisa tertawa melihat tingkah manis istrinya.

"YAA! Kau mengagetkanku! Kalau aku tadi tidak langsung memeluk lehermu, lalu aku jatuh bagaimana?" pekik Aluna protes bahkan dalam keadaan yang kembali menguap lebar, membuat tawa Louis semakin membahana.

"Karena percuma bicara padamu, kau pasti tidak mendengarku." kata Louis.

Dan benar saja, tepat setelah Aluna protes dan marah-marah kepada Louis. Perempuan itu langsung menjatuhkan kepalanya di bahu Louis, saat Louis mulai berjalan kembali ke mobil mereka.

"Kau sudah tidur?" tanya Louis penasaran yang berjalan ke luar taman, karena sudah tak terdengar suara apa-apa dari belakang tubuhnya selain deru nafas lembut istrinya.

"Tidak."

Walau pun perempuan itu bilang tidak, Louis bisa tahu betul bahwa istrinya itu sudah benar-benar berada di ambang tidurnya. Suara serak kecilnya membuatnya yakin bahwa perempuan itu sebenarnya juga sedang berusaha menahan kantuknya.

"Tidurlah," perintah Louis sedikit membuai Aluna yang berada di punggungnya.

"Kau bagaimana?" tanya Aluna tak tega pada pria menggendongnya terus hingga ke rumah.

"Aku kenapa? Aku akan menggendongmu ke mobil lalu menggendongmu lagi ke tempat tidur, lalu ikut tertidur sembari memeluk hingga terbangun besok pagi," jawab Louis membuat Aluna gemas. "Tidurlah, aku tahu kau sudah begitu ngantuk. Aku tidak apa-apa. Malah aku menyukainya, kau begitu manis."

"Baiklah," kata Aluna kembali merebahkan kepalanya saat ia sedikit mengangkat kepalanya tadi saat bertanya pada Louis. "Selamat malam, Lou."

"Kurang lengkap." protes Louis sembari terus berjalan, membuat Aluna kembali memaksa membuka matanya sebelum ia mengangguk mengerti.

"Selamat malam, Lou. Aku mencintaimu," jawab Aluna sebelum benar-benar jatuh tertidur sepenuhnya di punggung lebar Louis.

"Selamat malam, Lunaku. Aku juga mencintaimu."

Aluna yang teringat masa lalu indah itu pun tersenyum lembut di belakang punggung lebar Louis yang tak berubah, rasa nyamannya tetap sama. Rasanya begitu bahagia, berada di punggung Louis yang sama, berjalan menyusuri taman yang indah.

Aluna pun tanpa sadar memejamkan matanya dengan nyaman dan merebahkan kepalanya di tubuh Louis, menikmati semua rasa hangat yang sudah lama tak menyelimutinya.

"Selamat malam, Lou. Aku mencintaimu." bisiknya tepat di samping telinga Louis, membuat langkah itu tiba-tiba berhenti.

"Apa?"

***

To be continue...

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 660K 76
Dia Kayla Lavanya Ainsley, sosok gadis remaja berusia 18 tahun yang harus terpaksa menikah dengan Rakadenza Zayn Haiden sang saudara tiri akibat wasi...
3.3M 102K 11
"Menikah dengan saya, atau kamu tidak akan pernah bertemu dengan anak kita lagi," desis Pandu tegas dan mengintimidasi. Bintang menatap Pandu dengan...
7.5M 733K 106
"๐’Ÿ๐’พ๐“ƒ๐‘”๐’พ๐“ƒ๐“‚๐“Š ๐’ฟ๐“Š๐“ˆ๐“‰๐“‡๐“Š ๐“‚๐‘’๐“๐“Š๐“๐“Š๐’ฝ๐“€๐’ถ๐“ƒ๐“€๐“Š" -๐’ฎ๐“‰๐’ถ๐“‡๐’พ๐‘”๐‘’๐“ Kisah ini rumit. Tentang si cantik Galaxia Starla Amodra cewek bar-bar di...
19.5M 2.7M 74
Judul awal : Pak Dosen Pak Suami ๐Ÿšซ๐Š๐€๐‹๐€๐” ๐Œ๐€๐” ๐‡๐„๐๐€๐“, ๐‰๐€๐๐†๐€๐ ๐‰๐€๐ƒ๐ˆ ๐๐‹๐€๐†๐ˆ๐€๐“๐Ÿšซ UNTUK 17 TAHUN KEATAS!! "Shella udah gedee Bu...