After Love

By ShanAFitriani

4.3M 220K 7.7K

[COMPLETE] Sinopsis : Bertemu, berkenalan, saling jatuh cinta kemudian menikah. Klise, tapi manis. Semua men... More

Sinopsis
Prolog
After Love Part 1
After Love Part 2
After Love Part 3
After Love Part 4
After Love Part 5
After Love Part 6
After Love Part 7
After Love Part 8
After Love Part 9
After Love Part 10
After Love Part 11
After Love Part 12
After Love Part 13
After Love Part 14
After Love Part 15
After Love Part 16
After Love Part 17
After Love Part 19
After Love Part 20
After Love Part 21
After Love Part 22
After Love Part 23
After Love Part 24
After Love Part 25
After Love Part 26
After Love Part 27
After Love Part 28
After Love Part 29
After Love Part 30
After Love part 31
After Love Part 32
After Love Part 31 END
My Red Daisy●The Darkest Embrace

After Love Part 18

102K 5.5K 187
By ShanAFitriani

"Goodbye For Real."

Night everyone... Happy reading and enjoy^^
Don't forget to vomment~

Media : Love Me The Same - Jessica

***

Satu, Dua, Tiga.
Hanya dalam tiga detik, aku jatuh cinta. Hanya butuh tiga detik untuk membuatku jatuh cinta pada seseorang. Namun untuk melupakan seseorang, tiga detik pasti tidak mungkin cukup.
- Love Rain.

***

"Dengan ini, kalian, Tuan Louis Hendrick dan Nyonya Aluna Arina, kunyatakan resmi bercerai sesuai jalur hukum negeri ini dan takkan memiliki status apapun lagi."

Tok! Tok! Tok!!

Bertepatan dengan suara menggelegar dari sang hakim, suara ketukan palu yang sama menggelegarkannya pun terdengar mendominasi di ruangan besar itu. Membuat seketika seisi ruangan menjadi mencekam dan bernuasa aneh.

Louis, sang pria tersebut tampak tak terawat selama seminggu menunggu pengadilan ini. Di rahang tegas dan sekitar bibirnya ditumbuhi rambut bakal janggut yang halus, bajunya pun tampak kusut di sana sini. Benar-benar tak terawat sama sekali selama seminggu ini.

Louis hanya bisa menatap tajam palu yang terketuk itu seolah akan memakannya bulat-bulat tanpa menguyah. Siapa pun yang melihat keadaan Louis sekarang, takkan ada yang menyangka bahwa ia adalah CEO perusahaan besar di negara ini, melainkan orang akan mengira dia adalah pengangguran yang ditinggal istrinya karena mereka hidup terlalu miskin.

Sedangkan perempuan yang duduk di kursi samping yang tak terlalu jauh dari Louis hanya memandang tanpa minat ke palu itu, bahkan ia lebih memilih menundukkan kepalanya. Seolah lega atau pasrah, entahlah.

Tak ada orang tua Louis yang datang, hanya mereka berdua. Hati Rachel terlalu sakit untuk melihat hal itu sedangkan Joan lebih memilih bersama istrinya dan menenangkannya dibandingkan menemani putranya yang bodoh tersebut.

Aluna hanya bisa terus diam. Tidak punya emosi lagi. Ia tidak tahu harus mengeluarkan mimik apa untuk keadaan seperti ini. Namun satu yang ia ketahui, serasa ada sebuah bagian penting dari dirinya yang lenyap tiba-tiba saat ini. Namun ia bergeming, dia tidak boleh lengah, hatinya tidak boleh goyah. Dia sendiri yang memilih jalan ini dan dia sendiri yang harus menjalaninya. Mungkin hari berikutnya akan lebih baik dari ini.

Mungkin.

Mereka berdua pun berjalan keluar bersama dari pengadilan itu. Namun tak bisa dibilang bersama juga, lebih tepat hanya keluar secara bersamaan dengan jarak fisik yang terlihat jelas, seolah mereka menjaga jarak.

"Louis," dengan lembut Aluna memanggil nama itu saat melihat Louis hendak memasuki mobilnya yang ia parkir tepat di depan pengadilan. Tampak sekretaris Louis dengan sabar menunggu Louis karena ia harus mengantar jemput Louis. Aluna kemudian mengulurkan tangannya pada Louis, meminta jabat tangan formal.

Louis berbalik, menatap Aluna dengan dalam. Dengan tatapan terlukanya. Ia melepaskan gagang pintu mobilnya yang sudah ia sentuh dan berjalan perlahan, ke depan Aluna, saling berhadapan. Pandangannya kemudian ia jatuhkan ke tangan Aluna yang masih terulur kepadanya, menunggu balasan jabat tangannya.

"Apa ini?" tanya Louis yang lebih mengarah kepada arti jabat tangannya itu, dengan nada yang sinis dan tatapan yang meremehkan.

"Tanda perpisahan dan akhir dari semua takdir tak menyenangkan ini. Kembali ke jalan kita masing-masing. Aku ingin kita pisah secara baik-baik tanpa dendam lebih lagi, karena semua ini telah selesai. Sebagai orang asing." kata Aluna tulus sembari semakin menjulurkan tangannya untuk segera dibalas oleh Louis.

Jujur, Aluna sendiri tak begitu suka dendam dan benci terlalu dalam kepada seseorang karena itu hanya menjadi bahan pikirannya lagi. Baginya, dendam dan benci sudah sirna karena ketukan palu tadi. Namun bukan berarti lubang paku yang ditancapkan Louis di hatinya tidak berpengaruh, lubang itu masih ada dan dalam. Ia sungguh, ia hanya ingin menjadi orang asing satu sama lain.

Tetapi bukannya menerima uluran tangan itu, Louis malah mendengus dingin sambil menatap rendah tangan itu. Pandangannya kemudian beralih pada wajah cantik Aluna yang masih saja terlihat kurus seperti koma dulu.

Dengan langkah menakutkan dan pandang setajam elang yang hendak mencengkram dan membunuh mangsanya. Ia berjalan mendekati Aluna hingga jarak mereka benar-benar menempel dan wajah Louis hanya berjarak sepuluh senti dari wajah cantik Aluna. Ia juga menatap tajam mata coklat besar itu dengan begitu menakutkan hingga seolah ingin melubangi pandangan Aluna.

"Ini memang berakhir, Aluna. Kita sekarang hanyalah orang asing dengan masa lalu yang menyakitkan kita. Tapi ingat kata-kataku ini! Aku sangat mencintaimu dan akan tetap mencintaimu selamanya. Aku sangat-sangat mencintaimu hingga cinta itu sekarang mendarah daging bahkan hingga ke tulangku. Dan perceraian sial ini, tak merubah apapun bahkan perasaanku," bisik Louis penuh penekanan setiap katanya seolah memaksa Aluna untuk mengingatnya dengan baik-baik. "Jika aku tak bisa memiliki saat ini, maka di kehidupan selanjutnya saat kita berengkarnasi akan kupastikan, kau menjadi milikku selamanya."

Aluna hanya bergeming akan semua perlakuan Louis. Kedekatan jarak ini, tatapannya, serta kata-kata itu membuat Aluna terdiam seribu bahasa seolah kata-kata itu adalah ancaman. Membuat Aluna ketakutan, bukan untuk dirinya, namun untuk pria itu. Kata-katanya seolah menyimpan misteri. Pria itu tampak tak hanya mengancang Aluna seorang, melainkan dirinya sendiri pula.

"Sampai bertemu, di kehidupan selanjutnya, sayang," bisik Louis lagi. Dan kali ini, Louis mengecup lembut penuh cinta bibir Aluna. Bakan melumatnya dengan perlahan, memanfaaatkan keterkejutan Aluna yang terdiam. Sebelum akhirnya pergi memasuki mobil mewahnya dan menghilang dengan kecepatan yang membuat pengguna kendaraan lain merinding melihatnya.

Dan seingat Aluna, itulah saat terakhir kali ia melihat Louis...

***

7 tahun kemudian...

"Selamat datang. Anda ingin pesan apa?" kata perempuan itu dengan ramah saat melihat seorang perempuan berambut panjang berwarna hitam memasuki café yang selalu ramai itu.

"Apa kau sedang mengejekku atau menggodaku?" tanya perempuan berperut besar yang sedang mengandung enam bulan.

"Tentu saja tidak, pelanggan. Tapi maaf kami tak menyediakan susu hamil di sini," tambah perempuan cantik itu dengan nada jahil.

"Sial kau, Aluna."

Mereka berdua pun tertawa bersama setelah mengakhiri percakapan aneh mereka mengingat mereka berdua sudah bersahabat semenjak awal kuliah, sebelum mereka mulai berteriak hingga membuat beberapa pengunjung kafe tersentak kaget.

"Seryn!!"

"Aluna!!"

"Hei, kalian! Jangan ribut! Kalian akan membuat pelangganku kabur dengan suaramu yang seperti tikus terjepit itu! Apa kalian tidak malu?" Yuri—yang merupakan sang pemilik kafe sekaligus sahabat Aluna lainnya—muncul dari arah belakang Aluna melerai keributan lucu mereka. Membuat Aluna dan Seryn hanya bisa kerkekeh.

"Kau yang harusnya malu. Hari ini Aluna berulang tahun tapi kau malah tidak memberinya libur." Seryn melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Mereka bertiga pun berjalan ke sebuah meja yang berbentuk bundar kemudian duduk bersama sambil melepas rindu pada Seryn yang sebulan ini pergi menginap di rumah mertua bersama suaminya di luar kota.

"Hei, walau begitu tapi aku membuatkannya kejutan," kata Yuri dengan sombong sebelum ia menepuk tangannya sebanyak dua kali dengan keras, memanggil seseorang. "Jun!"

"Happy birthday!" Jun, Yuri, Seryn dan beberapa karyawan kafe lainnya pun berteriak girang saat Jun datang sambil membawa sebuah kue ulang tahun rasa vanilla dengan toping buah-buahan kesukaan Aluna di tangannya.

Aluna hanya bisa bergeming karena terkejut dengan mulut yang terbuka bahagia. Para pelanggan pun tampak tak terganggu dengan keributan itu bahkan ikut tersenyum dan beberapa menepuk tanggannya. Bagaimanapun, bagi mereka Aluna bukan hanya sekedar karyawan biasa. Ia rekan kerja yang baik kepada semuanya. Bahkan kafe Yuri punya banyak pelanggan tetap itu pun karena mereka suka akan keramahan Aluna kepada mereka.

Dan untuk pelanggan gadis-gadis, mereka selalu berdatangan karena ingin melihat Jun selalu membuat pandangan mereka tak berpaling.

"Noona, ayo tiup lilinnya! Aku sendiri yang membuat kue ini!" ucap Jun dengan antusias saat ia meletakkan kue itu di hadapan Aluna. Tawa geli orang yang mendengar suara cadel Jun dalam Bahasa Indonesia yang masih mengandung aksen Korea pun juga terdengar.

Jun atau Lee Jun adalah seorang remaja laki-laki yang sekarang berumur 20 tahun dan masih berstatuskan pelajar atau lebih tepatnya mahasiswa. Jun sendiri ada dan berkuliah di Indonesia karena keinginannya sendiri. Dia tinggal sendiri di Indonesia di asrama tempat ia berkuliah.

Jun selalu memanggil perempuan yang lebih tua darinya dengan sebutan Noona yang memang merupakan kata sapaan sopan pada perempuan yang lebih tua di Korea. Dia tak mau memanggil Yuri, Seryn, Aluna atau karyawan lainnya dengan 'kakak' menurutnya terlalu tak enak untuk lidah koreanya. Katanya rasa dan aksen yang keluar aneh dan membuatnya semakin ditertawakan dengan geli. Jadi tak heran jika Jun mencampur beberapa kata dengan Bahasa Korea, tidak perduli jika mereka mengerti atau tidak.

Selain itu, Jun mempunyai daya tarik tersendiri yang membuat pelanggan berdatangan. Mereka—terutama para gadis remaja seperti Jun—mengatakan bahwa Jun sangat manis dengan wajah tampan Koreanya yang begitu baby-face. Apalagi saat Jun tersenyum, matanya akan terlihat mengecil dengan manisnya, bahkan membuat ibu-ibu yang datang serasa ingin memelihara Jun. Dan dengan sifat Jun yang manis seperti anak kucing dan selera humor yang terkadang polos membuatnya menjadi primadona. Tapi terkadang dia juga menyebalkan.

Jun juga sangat dekat dengan Aluna, itu juga salah satu alasan kenapa Jun bekerja di tempat itu. Selain ingin menambah penghasilan untuk kehidupannya di Indonesia, dia juga ingin bekerja di tempat yang sama dengan Aluna.

Saat itu dua tahun yang lalu Jun pernah tersesat di Jakarta—saat pertama kali ke Indonesia—dia sempat digoda oleh tante-tante yang gemas padanya, hingga membuatnya ketakutan, mengira dirinya akan diculik tante-tante. Ia pun menangis di tengah jalan besar itu, membuat para tante-tante itu kaget dan bubar. Dan saat itu Aluna yang membantunya menemukan alamat asramanya berbekal Bahasa Inggris mereka.

Sejak itu pun, Jun selalu menempel persis seperti anak kucing pada Aluna seolah Aluna adalah induknya. Dan kali ini penjabarannya benar-benar cocok dengan Jun. Kucing manis dan manja. Bahkan Seryn menggodannya dan mengatakan Jun sebagai bayi besar.

Dengan antuasias, Aluna pun segera meniup lilin di dua angka itu dengan antuas membuat semua bertepuk tangan, sebelum mereka bubar dan kembali ke pekerjaan mereka masing-masing.

"Hei, kembali ke dapur! Kau harus kembali memasak atau jaga kasirnya," perintah Yuri yang gemes ingin menendang Jun yang bergeming dan duduk di kursi kosong di meja itu, bukannya kembali ke dapur sesuai dengan bagian keahliannya di kafe itu. Selain di dapur, terkadang Jun juga melayani pesanan jika sedang tak ada pesanan makanan penutup.

"Eisshh, kenapa hanya aku yang diusir!" rajuknya dengan bibir yang cemberut, kelakukannya sungguh kontras dengan tubuh sempurnanya yang tinggi dan maskulin. Benar-benar bayi besar.

"Karena kau karyawan."

"Aluna Noona juga!"

"Hei, dia bukan sekedar karyawan. Dia kolega dan juga keluarga," kata Yuri yang sontak membuat mereka bertiga saling merangkul untuk membenarkan kalimat Yuri, membuat Jun hanya mendengus lalu berlalu ke meja kasir membuat ketiga terkikik geli.

"Bagaimana kabarmu bayi kecil? Apa kau merindukan kakak?" tanya Aluna sambil mengelus perut Seryn yang sudah membuncit.

"Kakak apanya? Kau itu tante! bukan kakak," ralat Yuri yang mengejek membuat Aluna mendelik padanya.

"Kau mau kubunuh? Aku ini masih muda."

Saat mereka sedang asyik mengobrol tentang kehidupan lucu mereka bertiga, Jun tiba-tiba kembali ke meja mereka dengan wajah manisnya. "Noona, kalian lihat gadis yang di sana?"

Sontak Aluna, Seryn, dan Yuri melihat arah pandang Jun ke salah satu meja pojok yang ada di dekat dinding kaca depan sendirian. Seorang perempuan berambut pirang gelap yang sangat indah dan bergaun biru, tengah menatap keluar dinding kaca seperti menunggu seseorang.

Sebagai sesama perempuan, Aluna sangat mengakui kecantikan perempuan itu. Sangat cantik malah. Matanya bulat, kulit seputih susu, cukup tinggi semampai, tubuh yang langsing bak model dan wajah yang cantik tapi terlihat polos. Aluna seperti melihat apa arti kecantikan fisik sebenarnya melihat perempuan itu. Dan sepertinya perempuan itu blasteran.

"Dia cantik, kenapa? Kau menyukainya?" Yuri yang juga melihat itu akhirnya menggoda Jun sambil menaik turunkan alisnya.

Tetapi Jun malah kembali mendelik kepada Yuri. Seolah yang Jun tatap bukanlah atasannya. "Tidak! Dia bukan tipeku."

"Lalu bagaimana tipemu," Kali ini Seryn yang berbicara untuk menggodanya.

"Seperti Aluna Noon,." jawab Jun langsung tanpa berpikir panjang, membuatnya mendapatkan jitakan dari Aluna sendiri, kata-kata Jun selalu membuatnya merasa seperti pedofil.

"Kau mau mati di tanganku?" desis Aluna.

Jun pun dengan cepat mengusap kepalanya yang seperti biasa selalu mendapatkan jitakan, entah itu dari Aluna, Yuri dan orang-orang yang gemas padanya. "Eisshh! Aku cuma bilang tipeku seperti Aluna Noona, bukan aku akan mencium, Noona! Jitakan Noona bahkan semakin keras setiap harinya! Apa semua janda memang sensitif?"

"Woah, kau benar-benar ingin mati rupanya!"

Jun yang melihat amukan Aluna yang hendak meledak pun segera berlari bersembunyi di balik punggung Seryn yang menurutnya satu-satunya yang normal. "Aluna Noona, bagaimana bisa kau tetap cantik saat marah." goda Jun lagi dengan senyum polosnya, membuat Seryn menggeleng-geleng.

"Memangnya ada apa dengan gadis itu?" tanya Seryn akhirnya. Ia pusing melihat Jun yang kadang sangat manis tapi terkadang juga menyebalkan dengan mulutnya yang selalu minta dijepit itu agar diam.

"Aku cuma mau bilang, dia sedang menunggu tunangannya yang katanya akan datang beberapa menit lagi. Kalau tunangannya sudah datang, tolong beritahu dia bahwa gadisnya itu tengah menunggu di meja 22," jelas Jun dan kembali berlari ke kasir menghindari Aluna yang tampak masih dendam dengan kalimat 'janda' itu.

"Kalau begitu aku kembali bekerja dulu," kata Aluna memotong sepotong kue untuknya sebelum bangkit dari tempat duduknya.

"Todak usah bekerja terlalu keras. Karyawan kita sangat banyak kok," sahut Yuri yang tidak tega melihat sahabatnya itu terlalu banyak bekerja. Ia bahkan dulunya enggan menerima Aluna yang ingin melamar kerja sebagai karyawan kafenya karena Aluna sudah seperti keluarganya. Namun, ia juga tak bisa mengabaikan keinginan Aluna yang benar-benar ingin bekerja dan mendapatkan upahnya sendiri.

Tepat setelah perceraian Aluna, Aluna pun pindah rumah kembali ke rumahnya yang dulu saat masih bersama ibunya. Selain itu, Aluna juga mengundurkan diri dari rumah sakit swasta milik keluarga Louis karena mulai tak merasa nyaman di sana mengingat dulu semuanya lebih sering memanggilnya dengan sebutan 'Nyonya Hendrick'.

Aluna pun entah kenapa berhenti dari jurusan kesehatan. Ia tak ingin melamar kerja di rumah sakit lain. Semenjak pernah koma, Aluna mulai selalu memiliki trauma akan rumah sakit, walaupun sekarang tidak sama sekali. Itulah untuk mengisi waktu dan uang bulanannya, Aluna pun meminta pekerjaan pada Yuri yang memang sekarang mempunyai kafe besar.

Ia juga mulai merasa nyaman di kafe itu bersama karyawan-karyawan lainnya yang selalu baik padanya, tak terkecuali Jun yang kadang manis dan kadang juga jahil, tetap membuatnya betah bekerja di sana.

Sekarang Aluna sudah kembali menjadi Aluna yang dulu. Benar-benar Aluna yang dulu. Perempuan itu sangat pintar untuk memperbaiki dirinya sendiri.

"Tidak apa-apa. Lagipula hari ini sangat ramai."

Aluna pun berlari kecil ke bagian meja dan kaca etalase kafe itu untuk melayani pembeli dan pelanggan lainnya. Ia juga selalu menyempatkan menyapa dan menyambut setiap kali ia mendengar bel masuk kafe itu berbunyi. Tak jarang para pelanggan setia pun menyapa Aluna dan Aluna akan membalasnya dengan hangat.

Aluna pun berdiri di belakang meja kasir setelah berhasil menyingkirkan Jun dari meja bagiannya itu. Ia lebih sering menjaga kasir serta melayani di bagian kue-kue di kaca etalase toko mengingat pelayan yang mengantar makanan sudah cukup banyak dan bisa mengurus pelanggan-pelanggan itu. Namun, bukan berarti Aluna tak melayani pesanan, terkadang Aluna juga mengantar pesanan ke meja.

Drrttt... getar di saku apron karyawannya bergetar. Melihat kasir sepertinya tampak sepi, ia pun menjawab panggil di ponselnya itu sembari berbalik membelakangi meja kasir.

"Oh, Kak Ryan ada apa? Aku sedang bekerja.... Kak Ryan dan Kak Selena sudah pulang?!... Kenapa hanya dua hari pulangnya?... Baiklah aku akan ke sana nanti malam... Sip, kakakku tampan..." telpon Aluna sambil membelakangi kasir.

Itu adalah Ryan. Setahun setelah perceraiannya, ia diangkat sebagai anak oleh ibu Ryan dan ia menyetujuinya mengingat dirinya begitu menginginkan sosok seorang ibu. Ryan sendiri sekarang sudah menikah bersama Selena, anak salah satu koleganya di luar negeri. Mereka baru saja menikah dua tahun yang lalu. Dan Ryan menelponnya, menyuruhnya ke rumah mereka nanti malam untuk makan malam bersama dan dengan senang hati Aluna melakukannya, mengingat ia juga cukup dekat dengan Selena yang begitu baik padanya.

"Benarkah? Ada oleh-oleh untukku?! Woahh..." tanya Aluna riang saat mendengar suara Selena yang mengatakan ia membelikan Aluna oleh-oleh dari Autralia.

"Permisi."

Aluna yang mendengar intrupsi dari belakang tubuhnya pun, akhirnya memilih mengakhiri sambungan telepon itu untuk melayani pelanggan kafe. Setelah menyimpan ponselnya kembali ke saku apronnya, ia pun berbalik untuk melihat sang pelanggan bersuara berat itu.

"Ada apa... tuan...?" suara ceria Aluna melirih saat melihat sang pelanggan itu.

Nafasnya tercekat di tenggorokannya dan matanya pun memanas, membawa sebuah memori ke kepalanya. Memori yang sudah ia biarkan berlalu sehingga rasa sakit dari memori itu tidak menyakitinya lagi.

Walaupun ia tak pernah sakit lagi atau merasa frustasi setiap mengingat masa lalunya, tetapi belum berarti juga bahwa ia telah siap bertemu dengan masa lalunya. Karena itu akan membuat syok seperti sekarang. Hingga rasanya ia tak tahu cara bernafas yang benar.

"Louis," lirih Aluna dengan sangat kecil hingga tak ada yang bisa mendengarnya bahkan pria itu sendiri.

"Iya?... Aluna?"

To be continue...

Taemin Shinee - Jun



See you~

Continue Reading

You'll Also Like

14.7M 1.5M 53
[Part Lengkap] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Reinkarnasi #01] Aurellia mati dibunuh oleh Dion, cowok yang ia cintai karena mencoba menabrak Jihan, cewek...
55.1M 4.2M 58
Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaksi | A Story Teen Fiction by PoppiPertiwi...
ZiAron [END] By ✧

Teen Fiction

7.8M 734K 69
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. TERIMAKASIH] _________________________________________________ (16+) Hanya kisah kedua pasang...