After Love

By ShanAFitriani

4.2M 220K 7.7K

[COMPLETE] Sinopsis : Bertemu, berkenalan, saling jatuh cinta kemudian menikah. Klise, tapi manis. Semua men... More

Sinopsis
Prolog
After Love Part 1
After Love Part 2
After Love Part 3
After Love Part 4
After Love Part 5
After Love Part 6
After Love Part 7
After Love Part 8
After Love Part 9
After Love Part 10
After Love Part 11
After Love Part 12
After Love Part 13
After Love Part 14
After Love Part 16
After Love Part 17
After Love Part 18
After Love Part 19
After Love Part 20
After Love Part 21
After Love Part 22
After Love Part 23
After Love Part 24
After Love Part 25
After Love Part 26
After Love Part 27
After Love Part 28
After Love Part 29
After Love Part 30
After Love part 31
After Love Part 32
After Love Part 31 END
My Red Daisy●The Darkest Embrace

After Love Part 15

128K 6.7K 412
By ShanAFitriani

Louis memasuki rumah sakit itu dengan berlari sangat kencang hingga ujung-ujung jas yang kancingnya sudah terbuka, berterbangan layaknya jubah hitam yang mengintimidasi. Bahkan Louis beberapa kali mengumpat di dalam lift yang menurutnya berjalan sangat lambat, padahal ruang inap itu hanya berada di lantai empat rumah sakit tersebut.

Setelah mendapatkan kabar tentang sadarnya sang istri, Louis langsung menekan tombol lift kantornya dengan tak sabar agar lift kembali membawanya turun kembali ke lobi kantornya. Ia pun mengendarai mobilnya dengan ugal-ugalan sehingga membuatnya mendapatkan beberapa kali umpatan dan makian dari pengguna jalan lainnya.

Louis tiba di depan pintu kamar inap VIP yang sudah ia sewa setiap bulannya hanya khusus untuk Aluna. Jantung berdebar keras untuk membuka pintu itu. Ia takut entah kenapa.

Sebelum Louis sempat membuka pintu itu, pintu itu lebih dulu terbuka dari dalam oleh seorang dokter berumur yang sedikit beruban.

"Tuan Hendrick? Anda sudah datang?" sapanya dengan penuh senyuman khas dokter.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Loius langsung. Walau wajahnya terlihat biasa saja tapi dari nada bicaranya yang tak sabaran, bisa diketahui Louis begitu antusias sekaligus gugup.

Bagaimanapun penantiannya selama delapan bulan tidaklah ia sia-sia. Di dua bulan pertama kecelakaan itu, Louis mengambil cuti penuh untuk dia bisa menemani dan menjaga Aluna dengan intens tanpa berpaling sedikitpun dari perempuannya itu. Ia bahkan juga memindahkan barang sehari-harinya sehingga ia mulai tinggal di rumah sakit itu layaknya pasien permanen. Sebelum pekerjaan kantor yang sangat menuntut benar-benar tak mendukung kondisinya.

Dokter itu hanya tersenyum bahagia sekaligus bangga. "Dia baik. Sangat baik. Dia melewati masa kritisnya dengan luar biasa. Doa-doa dan penantian Anda benar-benar membuat keajaiban. Bahkan kami tertegun karena ia sadar secara perlahan beberapa menit yang lalu." jelasnya. "Sekarang dia dalam, dalam keadaan yang benar-benar sehat. Hanya perlu meningkat daya tahan tubuh dan juga kondisinya. Di dalam juga ada orang tua Anda yang tadi datang menjenguk dan sekarang menemani istri Anda. Lebih baik Anda masuk sendiri dan mengeceknya. Selamat siang," kata dokter itu sopan kemudian berlalu pergi setelah mempersilahkan Louis.

Kali ini Louis tak membuang waktu lagi. Ia ingin melihat Aluna sekarang. Dengan cepat ia membuka pintu itu, berhambur masuk hingga langkah terhenti beberapa meter dari perempuan yang membuat uring-uringan hingga hampir gila selama setengah tahun lebih itu.

Di sana, di tempat tidur yang selalu menampung tubuh lemah istrinya, Aluna sedang tertawa dalam keadaan setengah duduk di kepala tempat tidur. Ia tertawa bersama Rachel, ibu Louis yang duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur bersama Joan, ayahnya.

Wajah istrinya telah berseri indah seperti dulu dengan tawa manisnya. Seolah perempuan itu tak baru saja terbangun dari setengah hidup dan setengah matinya. Tak ada lagi alat bantu berlebihan di alat pernapasannya, hanya ada infus yang tampak normal di salah satu punggung tangan Aluna. Namun apapun itu, Louis tak perduli. Aluna telah bangun, dan itu lebih dari kata berharga sekalipun.

Setelah Louis terdiam dan bergulat dengan pikirannya sendiri hanya untuk melanjutkan langkahnya, Aluna akhirnya lebih dulu menyadari keberadaan Louis. Begitu pun Louis.

Mereka berpandangan hingga Louis tertegun melihat Aluna tersenyum menyambut padanya. Dan satu kata akhirnya menghancurkan pertahanannya.

"Lou," panggil lembut Aluna.

Louis segera mengambil langkah panjang nan tegas. Meraih tubuh Aluna yang mulai sedikit kurus itu dan langsung membawanya ke dalam dekapannya. Memeluknya dengan segenap perasaan yang begitu membuncah. Merindukan istrinya.

"Kau baik-baik saja? Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit? Kau masih ingat dengan namamu sendirikan?" kata Louis membuat Rachel dan Joan menggeleng-geleng geli melihat tingkah putra mereka.

Aluna pun tak luput dari tawanya mendengar semua pertanyaan Louis. "Aku baik-baik saja. Aku tidak mengalami apapun termasuk amnesia, jika itu yang kau takutkan, Louis. Aku sehat. Lihat."

"Kalau begitu siapa namamu?"

Aluna kembali terkekeh sebelum menjawab Louis. "Namaku Aluna Ariana. 22 tahun. Dan istri seorang pria tampan bernama Louis Hendrick. Sudah senang?"

Louis pun kembali memeluk Aluna. Alunanya kembali. Dan takkan ada yang bisa memisahkan Louis dari Aluna, istri tercintanya lagi.

***

Beberapa hari ini, Louis telah merasa kembali hidup. Hidup dengan bahagia sebagaimana yang harusnya ia rasakan sejak lama, bersama istrinya, Aluna. Mereka bercanda bersama, tertawa bersama, dan selalu bersama. Louis berjanji bahwa ia akan selamanya mencintai istrinya dan takkan meninggalkannya lagi.

Sayang sekali, Ryan tak bisa menemui Aluna setelah sadar. Karena di hari yang sama, Ryan mendadak ditugaskan di luar negeri selama satu sampai dua bulan. Namun, itu menjadi keuntungan sendiri untuk Louis, bagaimanapun ia tak mau perhatian istrinya beralih sedikit pun darinya karena kedatang pria itu.

Hari ini, Aluna diperbolehkan pulang dengan syarat harus beristirahat dengan baik di rumah nanti. Aluna dan Louis pun menyanggupinya. Rachel dan Joan juga menemani anak menantu mereka untuk kembali ke rumah mengingat barang-barang Louis hampir lebih banyak dibandingkan barang-barang Aluna sendiri.

Setelah memindahkan barang-barang mereka kembali. Louis dan Aluna pun pulang dengan diantar oleh kedua orang tua Louis menggunakan mobil mereka. Louis sendiri tak terlalu banyak komentar. Ia hanya terus menggenggam salah tangan Aluna dengan erat menggunakan kedua tangannya.

"Aluna, jaga kesehatanmu. Perbanyak makan makanan yang bergizi. Jangan terlalu kelelahan. Kau menyuruh Louis saja jika perlu apa-apa. Jangan sering-sering keluar dulu. Istirahatlah terus," celoteh sang ibu mertua Aluna padanya setelah mereka telah turun dan bersiap memasuki rumah mereka.

Aluna hanya bisa tersenyum dan sedikit terkekeh melihat kekhawatiran Rachel. Aluna mengangguk-angguk patuh mendengar semua rasa Rachel. Louis sendiri hanya bisa tersenyum sembari merangkul bahu Aluna dengan posesif.

"Jika kau perlu sesuatu saat Louis tidak ada, telepon saja Bunda. Bunda selalu ada untukmu. Dan makan obatmu secara rutin. Kau harus meningkatkan daya tahan tubuhmu. Jangan sampai, menantu cantik ini jatuh sakit lagi," tambah Rachel yang membuat Joan akhirnya menggeleng-geleng.

"Sudahlah, menantu kita 'kan seorang perawat. Ia lebih tahu dari kita untuk kesehatannya," sela Joan yang tahu Rachel takkan berhenti bicara sehingga mengundang tawa kecil dari Louis dan Aluna. Joan kemudian menatap Louis dan Aluna bergantian. "Louis, jaga istrimu. Jangan sampai kenapa-kenapa lagi."

"Pasti, Ayah."

"Kalau begitu kami pergi dulu," kata Joan sebelum memasuki mobilnya kembali bersama istrinya.

Louis dan Aluna tersenyum sembari melambai pada mobil yang menjauh itu, sebelum berbalik dan memasuki rumah mereka.

"Selamat datang kembali di rumah," kata Louis antuasias semakin mempererat rangkuhannya di bahu Aluna.

Senyum yang sedari tadi terbit di bibir Aluna seketika menghilang. Ia menatap dingin tangan Louis yang masih memeluk salah satu bahunya. Kemudian ia berbalik menatap Louis yang tersenyum, seperti Louis yang dulu.

"Singkirkan tanganmu dari tubuhku."

Nada penuh kesinisan dan ketidaksukaan itu pun membuat Louis tertegun. Aluna hanya mengeluarkan wajah datar dan pandangan dinginnya saat melihat wajah Louis yang begitu kaget dengan tingkahnya yang tiba-tiba itu.

"Apa maksudmu?"

Aluna yang tak menanggapi pertanyaan Louis itu akhirnya lebih memilih menyingkarkan tangan Louis dari bahunya dengan sendirinya, seolah ia begitu jijik disentuh oleh suaminya sendiri.

"Berhentilah bersandiwara seolah kau peduli padaku. Bunda dan Ayah sudah tak ada di sini. Kita bisa berhenti berpura-pura sekarang," kata Aluna akhirnya dengan nada yang lebih pelan karena jengah, sebelum perempuan itu memutuskan untuk pergi dan memasuki kamarnya yang dulu.Kamarnya bersama Louis.

Louis pun semakin membeku di tempat. Apa maksud Aluna mengatainya bersandiwara? Demi tuhan, sekarang Louis sama sekali tak bersandiwara untuk peduli dan perhatian pada Aluna. Bagaimana mungkin dia berpura-pura akan semua itu sedangkan Louis sudah hampir gila karena menunggu perempuannya sadar dari komanya.

Louis segera mengejar Aluna memasuki kamar itu. Ia langsung mencekal tangan Aluna yang sedang mengambil baju ganti dari lemarinya. Dengan hati-hati ia membuat Aluna menghadap dan menatapnya. "Ada apa denganmu? Kenapa berubah seperti ini?! Beberapa hari yang lalu kau tak seperti ini."

Aluna hanya mendengus. Sebenarnya ia masih merasa kelelahan dan ingin tidur setelah mandi air hangat nanti. Tapi sepertinya, Louis takkan melepaskannya begitu saja.

"Aku hanya bersandiwara persis yang sering kita lakukan di depan kedua orang tuamu saat perempuan itu ada di antara kita. Aku hanya memastikan kau tak akan dibunuh oleh orang tuamu jika aku berekspresi sesungguhnya," jelas Aluna dengan dingin. "Jangan bertingkah seolah-olah tak ada yang pernah terjadi sebelumnya, Louis."

Louis mulai keringat dingin. Bodohnya ia melupakan perihal masalah yang membuat Alunanya begini. Masalah ini adalah masalah yang ingin ia kubur dalam-dalam di lubang kebodohannya agar ia bisa melupakannya dan kembali seperti dulu bersama Aluna. Sayangnya bagi Aluna tidak begitu, ia akan terus mengingat dan mengenang masalah yang membuatnya berada dan berubah seperti sekarang.

"Mungkin aku sudah koma selama lebih dari setengah tahun, tapi aku tidak akan pernah lupa tentang kau dan perempuan itu, tentang bagaimana semua pengkhianatanmu. Tapi tenang saja, aku mau lihat sampai di mana diriku bisa menahan pernikahan ini agar tetap berlanjut. Aku akan mencoba menguji diriku sampai mana menahan emosiku melihat wajahmu yang mengingatkanku pada semua kesakitan itu. Dan aku sangat tidak menjamin, aku akan bertahan selamanya," tambah Aluna yang seketika membuat Louis bak disambar petir pada setiap jengkat tubuhnya. Menyakitkan.

Jadi Aluna tidak melupakannya? Aluna tidak memaafkannya? Aluna benar, bahkan jika Louis yang menjadi Aluna, Louis pasti sudah membunuh dirinya.

Perkataan Aluna seolah menyimpan hal terburuk untuk Louis. Seolah Aluna menjelaskan bahwa ia bisa meninggalkan dirinya kapanpun yang perempuan itu mau. Dan tanpa Aluna di sampingnya, sama saja dengan fonis mati baginya. Karena Aluna adalah napas, bukan lagi setengah dari napasnya, tapi Alunalah seluruh napasnya. Tanpa Aluna, Louis mati saat itu juga.

Louis perlahan mengendurkan genggaman tangannya. Apa ini akhir dari mimpinya? Akhir dari penantiannya? Tidak! Jika Aluna tidak mencintainya lagi dan akan pergi darinya, Louis akan melakukan apapun untuk membuat Aluna agar tetap berada di sisinya. Tetap menjadi istrinya. Kembali mencintainya seperti dulu. Walaupun ia harus berkorban nyawanya sendiri. Louis pun segera menarik Aluna ke dalam pelukannya.

Tidak! Tidak akan ada perpisahan! Baik sekarang atau nanti! tegas Louis dalam pikiran.

Baginya, Aluna miliknya selamanya. Bahkan untuk di kehidupan selanjutnya, Aluna akan tetap menjadi milik seorang Louis Hendrick. Cinta Louis kepada Aluna sekarang bahkan berkali-kali lipat melebihi obsesinya dengan Victoria dulu sekarang.

Aluna hanya boleh bersama Louis, Louis tidak akan pernah membiarkan Aluna berjalan pergi dari jarak pandangannya sedikitpun. Aluna adalah alasan kenapa Louis tidak segera membunuh dirinya saat mendengar kecelakaan maut itu.

Louis benar-benar telah berubah, ia hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya di samping istri yang sangat ia cintai, walaupun sekarang Aluna sudah tidak memandangnya lagi. Ia hanya ingin menebus dosanya pada sang istri, bahkan jika ia harus berlutut dan terus mengatakan 'maaf', dengan senang hati dia akan melakukannya.

Mungkin ia egois, tapi jika hal itu bisa membuat Aluna tetap berada di sampingnya, tidak perduli bagaimana perasaan Aluna sekarang padanya, dia akan melakukannya. Egois mungkin menjadi jalan yang terbaik untuk mempertahankan istrinya.

Aluna hanya bisa diam di pelukan sepihak itu. Dia terlalu lemah untuk menolak atau pun mendorong Louis menjauh. Tatapannya hanya menyiratkan kekosongan.

"Kau akan selamanya tetap bersamaku, di sisiku, sebagai istriku. Tidak perduli kau suka atau tidak. Tanpa kau di sisiku, aku sudah mati. Aku akan membuatmu kembali mencintaiku. Walau itu harus membutuhkan waktu selamanya!" kata Louis sedikit menaikkan nada bicara, menyiratkan ketegasannya.

"Louis..." Dengan perlahan Aluna mengurai pelukan mereka dan menatap Louis tanpa ekspresi.

Nada yang digunakan Aluna, membuat Louis semakin sakit mendengar itu. Tidak ada lagi nada manja dan manis dengan sebutan yang membuatnya berbunga-bunga. Hanya nada seperti mereka berdua tidak saling mengenal.

"Perasaanmu padaku.. hanya obsesi. Bukan cinta yang tulus. persis seperti perasaanmu pada perempuan itu. Kau mulai terobsesi padaku di saat kau kehilangan obsesi lamamu. Dan kau akan terus begitu. Jika aku juga menghilang, kau pasti akan mencari obsesi baru. Dan aku sangat membenci, kau menyamakanku dengan perempuan itu. Aku tidak sama dengannya!" tambah Aluna mengeluarkan opininya.

Aluna memang tahu bahwa Victoria sudah tak ada di negara ini atau bahkan sudah meninggal. Mengingat tubuh Victoria terpental keluar melalui kaca depan mobil. Dan itu semua karena kelalaiannya tak menggunakan sabuk pengamannya. Penyebab yang kecil memang, tapi memfatalkan. Sedangkan Aluna cukup beruntung menggunakan sabuk pengaman dan kepalanya pun mengalami benturan di mobil sehingga ia koma.

Aluna perlahan berjalan pergi dan mengunci dirinya di kamar mandi. Mengatakan semua itu membuat Aluna serasa melihat perempuan itu lagi, Victoria tengah tersenyum licik di hadapannya. Mengejeknya seperti dulu.

Namun sekarang air matanya sudah habis. Air matanya sudah mengering sejak delapan bulan lalu. Habis ia tumpahkan di hari kematian ibunya. Dia sudah tidak bisa menangis lagi sekarang. Hanya bisa berekspresi kosong dan datar. Seolah ia tak tahu lagi bagaimana cara berekspresi tanpa harus berpura-pura di depan orang yang menyakitinya.

"Ini bukan obsesi, Aluna! Demi tuhan, aku sama tidak menyamakanmu dengan perempuan itu! Perasaanku padamu jauh lebih berbeda dengannya! Aku benar-benar sangat mencintaimu hingga ke semua tulangku! Dan sikapmu ini tidak pernah akan mengubah bahkan mengurangi rasa cintaku! Aku akan tetap menunggumu kembali padaku! Tidak peduli walau aku harus menunggumu seumur hidup!" teriak Louis dari luar kamar mandi membuat Aluna yang bersandar di balik pintu kamar mandi hanya bisa diam tak menganggapinya seolah tak perduli dengan apa yang baru saja Louis teriakkan padanya.

Ia memejamkan matanya sebentar sebelum kembali membuka matanya sembari menghela napas panjang, berusaha membuat dirinya tegar.

Dengan tatapan hampa, dia mendengar semua itu. Dia sudah berjanji pada dirinya. Dia tidak akan goyah atau tertipu lagi. Dia akan berusaha agar hatinya tidak bergetar lagi. Walaupun dia tidak bisa menjamin itu.

Jujur, bagian terkecil hatinya masih sangat mencintai Louis. Namun, rasa kekecewaan dan kemarahan yang besar menyingkirkan bagian kecil itu.

***

Aluna terbangun dan segera terkejut mendapati wajah Louis di depannya sesaat ia membuka matanya di pagi ini. Louis tidur dengan menghadap Aluna yang juga secara tidak langsung tidur dengan kepala menghadap pria itu.

Louis yang memang bangun lebih dulu dari Aluna, segera membalikkan wajahnya agar ia bisa melihat wajah malaikat Aluna di hadapannya begitu bangun dari tidurnya. Berharap apa yang terjadi kemarin hanyalah salah satu dari mimpi buruknya.

Louis tadi menatap wajah Aluna yang tertidur dengan sangat damai. Dia merindukan wajah ini. Wajah yang selalu membuatnya merasa tenang dan nyaman hanya dengan menatapnya. Tak ada wajah yang bisa menenangkannya seperti ini walau wajah itu tertidur sekalipun, tidak ada kecuali Aluna. Walau ia harus mendapatkan sorot matanya tak terbaca yang cukup dingin ketika Aluna akhirnya bangun.

"Selamat pagi, sayang. Morning kiss?"

Louis pun segera mendekatkan bibirnya ke bibir Aluna yang begitu ia rindukan untuk ia cecap. Namun, sayangnya Aluna lebih cepat menolehkan wajahnya dengan datar ke arah lain, sehingga Louis tidak berhasil mencium Aluna.

Louis hanya bisa terdiam melihat Aluna yang sudah bangkit dari tempat tidur itu dan masuk begitu saja ke dalam kamar mandi tanpa mengatakan sepatah kata pun, menganggap seakan Louis itu tidak ada di sana. Tak bisa dipungkiri, dada Louis sangat sesak. Dan ia baru pertama kali merasakan perasaan sesak hingga menyakitkan seperti ini.

Apa Aluna juga dulu sesakit ini? Bangun di pagi hari tanpa melihat suaminya di sampingnya? Apa sakitnya sehebat ini?

"Ternyata begini rasa sakit Aluna selama ini," gumam lirih Louis yang terkekeh miris, tanpa sadar sudah menitihkan air mata sambil mencengkram dadanya yang terasa sesak, sambil menatap pintu kamar mandi itu dengan menyedihkan.

Makan pagi pun terasa hampa bagi Louis. Walau Aluna tetap menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik yaitu memasakkan sarapan pagi untuk suaminya, Aluna masih tetap diam selama proses memasak dan juga sarapan. Hanya suara sendok dan piring saling beradu di atas piring kaca yang memecah kehening di sekitar mereka. Sedangkan Louis, matanya terus menatap sedih Aluna yang telah sangat berubah. Aluna sepertinya benar-benar tidak menganggap keberadaan Louis secara tak langsung.

Setelah Louis menghabiskan sarapan paginya hingga tandas. Louis pun segera bersiap ke kantor, memakai jas mewah dan juga menyiapkan tas kantornya, dengan sendirinya. Louis yang tampak selalu tampan, segera mengambil tas kerja dan kunci mobilnya. Kemudian berjalan menghapiri Aluna yang masih duduk memakan sarapannya yang belum habis, tanpa mengalihkan pandangannya dari makanannya untuk melihat Louis sedikit pun.

Louis pun dengan tulus dan penuh cinta mengecup pucuk kepala Aluna dengan sangat lama dari belakang tubuh perempuan itu. Sedangkan Aluna hanya terus diam dalam makannya dengan normal, seakan hanya ada dia di ruangan itu.

Selama mengecup pucuk kepala Aluna dengan dalam, Louis menutup matanya, menikmati perasaan yang sangat ia rindukan itu dengan begitu khidmat. Hingga akhirnya sebulir air mata kembali menjatuhi tepat ke pucuk kepala Aluna.

Aluna sudah belajar penuh untuk tidak memperdulikan Louis lagi. Louis pun segera menghampus air matanya diam-diam. Lalu menatap Aluna yang masih menyuap suap demi suap makanan itu ke mulutnya.

Louis kemudian tersenyum penuh cinta walau dengan kesedihan yang memancar di matanya. "Aku pergi dulu, sayang. Istirahatlah dengan cukup. Aku mencintaimu."

Aluna hanya bisa diam, bahkan kali ini perempuan itu meninggalkan Louis dan mengambil air minum yang ada di kulkas lalu kemudian menenguknya saat itu juga. Dada Louis kembali serasa ditimpa sebuah beban yang meremukkan dadanya.

Dengan langkah berat, Louis pergi meninggalkan rumah itu, disaat rasa rindunya saja pada Aluna belum terpenuhi sedikit pun. Karena yang ia butuhkan Aluna yang dulu, Aluna yang selalu tersenyum ceria kapanpun. Namun, tidak bisa di pungkiri, dia tetap senang bahwa ia masih bisa melihat wajah cantik Aluna hingga sekarang. Walau yang ia lihat hanyalah perempuan yang menampakkan kekosongan, Louis tetap bersyukur.

Aluna masih berusaha bertahan di sisinya. Dan Louis harap perempuan itu bisa bertahan selamanya.

To be continue...

***

Continue Reading

You'll Also Like

8K 1.7K 69
Lanjutan dari buku 2^^
2.4M 166K 40
(TAMAT) Tidur berdua sama sahabat cowok? Why not? Tapi beneran tidur loh ya, bukan tidur abal-abal. Cium temen sendiri? Why not? Vezia dan Keanu, sep...
1.2M 57.7K 96
"Penyesalan memang tak akan mengubah apa pun. Aku juga sangat membenci penyesalan. Tapi, sekarang aku benar-benar sangat menyesal pernah mengenalmu...
1.1M 111K 33
Pertemuan dengan Marsha melalui kejadian yang tidak terduga mengubah hidup Vincent ke arah yang tidak terduga pula. Ketika cinta tumbuh di antara ked...