complicated feeling | ✓

By ardhiac

1.9M 97.6K 5.5K

[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dad... More

Tolong dibaca
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Sorry
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44 - End (2)
Liam's Letter
Epilog
Extra Part
Extra Part II - Before Marriage

Part 44 - (1)

27.5K 1.2K 52
By ardhiac

[Note: Tolong baca A/N di bawah, ya]

**

-fourth week-

05.38 am

Soekarno-Hatta International Airport

Udara dingin bekas hujan semalam yang membasahi embun masih terasa sampai pagi ini. Langit gelap masih setia menemani, karena sang mentari masih asik mengumpat di balik gunung.

Tampak keenam orang yang tengah menunggu dengan gusar di depan restoran terminal 2E. Tak henti-hentinya mereka menatap jam yang bertengger manis di pergelangan tangannya. Berulang kali juga salah satunya menelepon seseorang yang saat ini menjadi alasan kenapa mereka semua menunggu.

"Engga diangkat. Gimana, nih?" Lisa mengulang kembali pertanyaan yang sudah hampir sepuluh kali ia tanyakan. Mereka semua pun kembali menghela napas dan mengacak rambutnya frustasi. Namun, Lisa tetap berusaha menghubungi orang tersebut sampai ia mendapat respon.

Disaat-saat seperti ini, Keira memang sering sekali menyusahkan mereka dengan alasan yang dari dulu tak pernah berubah dan tak akan pernah bisa dirubah. Terlambat dan kesiangan. Dua hal itu yang selalu melekat pada diri Keira.

"Apa jangan-jangan dia masih tidur?" Tanya Rio sembari bergidik ngeri jika hal itu memang benar. Bisa-bisa penerbangan yang akan berangkat dalam kurun waktu sepuluh menit lagi dibatalkan oleh mereka. Tidak mungkin 'kan kalau mereka pergi, tetapi salah satu darinya tidak ikut.

"Im here, guys!" Pekik Keira dari kejauhan. Ia terlihat sedang bersusah payah berlari sambil memegang satu koper besar yang berada di tangan kanannya.

Melihat wajah Keira yang tak berdosa dan tak mempunyai rasa bersalah sama sekali, membuat Samuel hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. "Kesiangan. Am i right?" Tanyanya tepat mengenai sasaran.

"Sorry, gue bener-bener ngantuk. Untung aja tadi dibangunin nyokap, kalo eng--,"

"Kalo engga penerbangan yang akan berangkat sepuluh menit lagi, jadi batal cuma karena kebiasaan buruk lo, Keira." Ivy dengan cepat memotong ucapan Keira dengan kesal. Memang tidak sepenuhnya, tetapi cukup membuat mood Ivy mendadak turun.

Karena merasa sangat bersalah telah membuat para sahabatnya menunggu, Keira pun menundukkan wajahnya. "Iya, gue minta maaf."

Samuel pun memilih untuk menengahi mereka, karena mengingat waktu yang semakin lama semakin sempit. "Udah, lebih baik kita cepet masuk ke dalem." Ucapnya sambil mengambil koper yang berada di sebelahnya. Setelah itu, bergegas menuju pintu masuk keberangkatan.

Melihat Keira yang masih saja menundukkan kepalanya, Liam pun menghampiri Keira dan menggenggam tangannya erat. "Lain kali jangan diulangin lagi, ya?"

Seketika, senyum sumringah tercetak jelas di bibir Keira. Dengan mantap, ia mengangguk. "Ay ay, Captain!" Ucapnya dengan semangat berkobar.

Liam pun langsung mengacak rambut Keira dengan gemas. "That's my girl."

Setelah melalui pemeriksaan security check point menggunakan metal detector dengan sangat ketat, mereka semua segera menuju pelataran, karena pesawat yang mereka naiki akan segera take off dalam beberapa menit.

Mereka semua sangat bersemangat mengingat waktu penerbangan yang mereka ambil adalah pagi. Itu tandanya mereka dapat menikmati proses terbitnya matahari di atas sana. Apalagi dengan fasilitas business class yang nantinya akan sangat memanjakan diri. Ah, menyenangkan sekali.

"Li, kira-kira sampe Sydney jam berapa?" Tanya Samuel sambil menaiki tangga khusus menuju pintu masuk pesawat. Melangkah tepat di belakang Liam dan juga Keira.

"Sekitar jam sebelas." Samuel pun mengangguk secara tak sadar mendengar jawaban Liam.

Tak berapa lama kemudian, setelah mereka semua sudah duduk di seatnya masing-masing, seorang pramugari mengumumkan bahwa pesawatnya akan segera lepas landas. Mereka pun segera mengatur ponselnya dengan mode terbang dan mengeluarkan headphone dari dalam tasnya. Yeah, its time to take off!

•••••

11.25 am

Sydney International Airport (Kingsford Smith)

Menakjubkan.

Satu kata yang dapat menggambarkan bagaimana kesan pertama mereka, setelah menginjakkan kaki di bandara Sydney. Memang terlihat seperti mall, karena di sana terdapat banyak sekali toko-toko fashion maupun resto dan cafe dengan brand ternama dunia. Bahkan, hampir sebagian dari orang-orang yang menunggu keberangkatan maupun kedatangan, menghabiskan waktunya dengan berbelanja dan berkeliling.

Sembari menunggu jemputan supir yang telah disiapkan oleh papanya Liam, mereka semua pun memutuskan untuk mengunjungi starbucks terlebih dahulu. Hitung-hitung untuk mengisi perut sebelum waktu makan siang tiba.

"Li, Mama kamu kenapa engga berangkat bareng kita aja?" Tanya Keira sambil memakan chocolate croissantnya. Ia merasa penasaran karena Mama Liam memilih untuk pergi sendiri kemarin malam. Padahal akan lebih baik jika pergi bersama, 'kan?

Liam mengedikkan bahunya. "Aku juga engga tau," ucapnya. Tak lama kemudian, ia melihat sebuah mobil yang tak asing baru saja berhenti tak jauh dari tempatnya saat ini. Merasa yakin bahwa itu adalah mobil jemputannya, Liam pun segera mengajak mereka semua untuk meninggalkan starbucks, "Yuk, keluar, kayanya mobilnya udah dateng."

Mereka semua pun bergegas keluar dan menuju mobil tersebut. Benar saja, mobil tersebut merupakan mobil jemputan mereka, yang ternyata supirnya merupakan supir kepercayaan keluarga Liam selama puluhan tahun.

Sepanjang perjalanan, mereka semua tak henti-hentinya menatap kagum dan berkomentar mengenai keindahan kota Sydney, yang memang sangat jauh berbeda dengan Indonesia. Mulai dari pemandangan, lalu lintas, masyarakat yang tertib, sampai udara yang terbebas dari polusi.

Namun, setiap negara memang memiliki perbedaannya masing-masing. Jadi, tetap saja Indonesia sudah pasti memiliki kelebihannya tersendiri. So, just let it be.

12.40 pm

Sampai di depan halaman rumah Liam, mereka semua pun segera keluar dan langsung dibimbing masuk oleh salah satu pekerja di sana. Rumah itu terlihat sama dengan yang di Jakarta, hanya saja memang terlihat lebih besar. Semua dinding didominasi oleh warna putih dan diisi dengan perabotan mewah.

"Liam, is that you?" Suara berat berasal dari arah tangga menggema di seantero rumah yang sunyi itu. Mereka semua pun menolehkan kepalanya dan terlihatlah seorang lelaki yang berumur kisaran empat puluh tahun sedang menuruni anak tangga dengan badan kekar dan tegapnya.

"Yeah, long time no see, Papa." Liam menghampiri lelaki tersebut dan memeluknya erat. Menyalurkan rasa rindunya selama kurang lebih setahun ini. Tak berapa lama kemudian, ia melepaskan pelukannya. "Pa, ini mereka teman Liam yang kemarin Liam kasih tau mau liburan ke sini,"

Mereka semua pun tersenyum dan mulai menyalami lelaki tersebut dengan sopan. Tak lupa juga memberitahu nama mereka masing-masing.

Karena Liam sudah berjanji untuk memberitahu kamar yang akan ditempati mereka semua, Liam pun meminta izin terlebih dahulu kepada Papanya.

"Tidak apa, Papa juga masih ada sesuatu yang harus dikerjakan di kantor. Papa akan kembali saat makan malam." Kata lelaki tersebut sebelum akhirnya berpamitan keluar dan melajukan mobilnya.

"Li, bokap lo masih muda banget. Apa emang karena bule, ya?" Tanya Rio yang sejak tadi terpana akan karisma yang dipancarkan papanya Liam. Ia membayangkan kalau itu adalah dirinya dalam dua puluh tahun mendatang.

"Mungkin itu salah satu faktornya. Lagipula umurnya gak jauh beda sama nyokap gue," jawab Liam. setelah itu mulai menuju lantai atas dimana kamarnya dan kamar yang akan teman-temannya tempati berada.

••••••

Setelah beristirahat dan selesai membersihkan diri, mereka semua pun segera turun menuju ruang makan, karena Mama Liam sudah memanggil untuk melaksanakan makan malam. Saat waktu siang tadi, mereka memilih untuk tidur karena selama kurang lebih tujuh jam berada di pesawat membuat mereka kelelahan. Apalagi mengingat mereka harus sudah berada di bandara pagi-pagi buta. Jadi, melewatkan jam makan siang cukup membuat perut mereka meronta-ronta.

"Wah, ini semua Tante yang masak?" Tanya Keira. Ia takjub begitu melihat meja makan yang penuh akan berbagai macam makanan lezat dan menggiurkan. Tetapi, ia lebih takjub kepada pembuatnya karena dapat menyelesaikan masakan itu hanya dalam waktu beberapa jam.

"Iya, silahkan dimakan, ya. Ambil sebanyak yang kalian mau, anggap saja rumah sendiri." Mama Liam mempersilahkan mereka semua sembari memberi piring yang sudah berisi nasi dan juga peralatan makan.

Diberi izin seperti itu, mereka sama sekali tidak menolak, melainkan dengan sigap mengambil berbagai macam lauk hingga piringnya penuh dengan makanan. Bahkan, lauknya lebih banyak daripada nasi yang akan mereka makan.

Mama dan Papa Liam yang menyaksikan itu, hanya bisa tersenyum geli dan menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah mereka.

Beberapa menit kemudian, piring yang tadinya penuh dengan berbagai macam makanan, kini sudah habis dan bersih, tak ada makanan yang tertinggal satupun.

"Makasih Om, Tante, atas makanannya. Kita semua kenyang banget," ujar Samuel mewakili para sahabatnya.

"Tidak masalah, lagipula Om senang kalau Liam membawa teman-temannya ke sini." Balas Papa Liam yang duduk di tengah-tengah meja makan itu. Tempat yang memang dikhususkan untuk kepala keluarga.

Tiba-tiba, Liam bangkit berdiri dari duduknya. "Sebentar, ya, gue mau ke toilet dulu." Ia pun langsung melangkahkan kakinya menuju dapur dimana toilet berada.

Melihat Liam yang sudah berada lumayan jauh dari ruang makan, Mama dan Papa Liam merubah raut wajahnya menjadi serius. Sontak semua yang berada di meja makan menjadi penasaran dan bertanya-tanya. Kecuali Keira, ia sangat tahu apa yang akan diucapkan oleh kedua orang tersebut. Seketika, rasa bersalah menyelimuti dirinya.

"Apa kalian tahu kalau Liam mengidap penyakit Leukimia?" Mereka semua, kecuali Keira menggeleng cepat, tetapi juga terkejut diwaktu yang bersamaan saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Papa Liam.

"Keira belum kasih tahu kalian?" Mereka semua pun menolehkan kepalanya ke arah Keira yang sekarang tengah menundukkan kepalanya.

"Jadi lo udah tau, Kei?" Tanya Samuel.

Dengan sedikit keberanian, Keira mengangguk dan membalas tatapan mereka. "Maaf, tadinya gue mau kasih tau kalian, tapi setelah gue pikir-pikir, akan lebih baik kalo itu jadi rahasia. Jadi, gue minta maaf."

Melihat akan ada sebuah perdebatan jika tidak segera dihentikan, Papa Liam pun memilih untuk membuka suara...

"Liam mengidap penyakit itu sejak ia masih anak-anak. Awalnya, Om dan Tante mengira kalau gejala-gejala itu hanyalah hal biasa. Tapi, setelah ia tumbuh dewasa, gejala itu semakin lama semakin parah. Jadi, Om dan Tante memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Setelah Dokter menjelaskan semuanya, kami berdua benar-benar shock, termasuk Liam yang kebetulan memang mendengar itu semua.

Dokter pun memberikan berbagai macam pengobatan agar ia sembuh, sampai catatan medis menunjukkan bahwa penyakit itu telah hilang dari tubuh Liam. Tetapi, sekitar satu tahun yang lalu, sebelum Liam memutuskan untuk pindah sekolah ke Jakarta, penyakit itu datang kembali. Lebih parah dari sebelumnya. Hingga saat ini, penyakit itu masih betah berada di dalam tubuh Liam. Bahkan Dokter sudah menyerah untuk menanganinya.

Hingga sekitar satu bulan yang lalu, Dokter memprediksi bahwa hidup Liam hanya akan bertahan selama empat minggu. Begitu mendapat kabar itu, Om benar-benar kaget. Apalagi mengingat bahwa Liam anak kami satu-satunya. Jadi, sesuai prediksi yang sudah menunjukkan minggu terakhirnya, Om berharap kerja sama kalian untuk menggunakan waktu itu dengan waktu berharga yang akan membuatnya bahagia.

Om memang tidak percaya dengan itu semua, tetapi tidak ada salahnya jika kita berjaga-jaga. Om tahu, selama ini Liam selalu berusaha untuk tetap bersikap semuanya baik-baik saja, tapi baik Om maupun Tante pasti akan tahu dan ikut merasakan apa yang dia rasakan. Jadi, Om harap kalian mengerti."

Hening.

Hanya ada suara isak tangis yang terdengar berasal dari Mama Liam dan juga para gadis.

Ini semua terlalu tiba-tiba bagi mereka yang baru saja mendengar dan mengetahuinya. Bahkan, itu bagaikan tersiram lumpur panas yang sekejab membakar kulit dan melumpuhkan organ tubuh.

Larut dalam kesedihan, mereka tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mendengar semua ucapan mereka dari balik dinding dengan hati yang bergemuruh. Rasa sesak menjalar ke seluruh sel tubuhnya.

Tanpa terasa, satu butir air mata jatuh mengaliri wajahnya. Namun, dengan cepat ia menghapusnya dan kembali menuju ruang makan dengan topeng yang setia menutupi kesedihannya. Berpura-pura tidak tahu dengan apa yang baru saja ia dengar.

••••••

"Tumben pagi-pagi gini udah bangun," Keira menolehkan kepalanya ke samping dan melihat Samuel tengah berdiri di sebelahnya. Menatap lurus pemandangan pantai Bondi yang terlihat di sekitar perumahan dari atas balkon.

Keira tersenyum walau tahu Samuel tidak melihatnya. "Mau ngerasain udara pagi di Sydney." Jawabnya yang sepenuhnya adalah alasan belaka. Tentu saja ia tidak bisa tidur, karena perbincangan saat malam tadi masih terekam dengan jelas diotaknya.

"Alasan paling klise yang pernah gue denger. Gue tau lo, Keira. Lo engga akan bangun pagi kalo emang engga ada yang ganggu pikiran lo."

Keira pun menghela napasnya dengan berat. Samuel benar, ia memang tahu segala hal tentangnya. Bahkan, Keira lupa kalau Samuel sangat mudah menebak dirinya jika sedang berbohong.

"Gue engga tau harus bersikap kaya gimana lagi. Walaupun gue udah berusaha keras untuk bersikap tegar dan nerima semua hal gak logis ini, gue tetep engga bisa untuk ngilangin sikap egois gue yang engga mau hal ini terjadi. Terlalu berat, Sam. Apalagi ini semua masih terlalu awal buat gue, buat kita semua."

Samuel meringis. Ucapan Keira memang sangat tepat mengenai sasaran. Mengingat bahwa dirinya adalah orang pertama yang mengenal Liam, tentu saja akan terasa berat olehnya juga.

"Gue engga tau lagi harus berbuat apa kalo emang hal itu beneran terjadi. Semuanya bakalan berubah, Sam. Gue... gue ngerasa engga akan bisa kaya dulu lagi." Tambah Keira. Kali ini, setiap perkataan yang keluar dari bibirnya, seakan tertahan di tenggorokan dan membuatnya sakit untuk berucap.

Samuel pun akhirnya memiringkan tubuh Keira agar berhadapan dengannya. Memegang erat kedua bahu Keira. "Liat gue, Kei. Lo engga boleh ngomong gitu, lo harus percaya kalo gue akan selalu ada di samping lo setiap saat. Gue akan lakuin berbagai macam hal supaya lo bisa seneng kaya dulu."

Sontak, air mata yang sejak tadi Keira harapkan tidak muncul, ternyata datang juga. Melihat pancaran mata Samuel yang bersungguh-sungguh membuat Keira merasa takut hal itu terjadi.

Ia takut kalau perasaannya untuk Samuel akan datang kembali. Ia takut kalau akhirnya Liam akan tergantikan dan terlupakan, hanya karena perasaan yang sudah ia tutup rapat-rapat, kini terbuka kembali dan merubah segalanya.

"Gue berhutang banyak sama lo, Sam. Gue selalu ngerasa kalo gue adalah sosok orang paling menyedihkan disaat lagi sama lo. Gue engga pernah bisa bikin lo bahagia dari kita masih kecil. Bahkan, Lo selalu jadi sosok pahlawan buat Keira yang selalu lemah."

Lo salah besar, Kei. Dengan adanya lo di samping gue, itu udah cukup bikin gue bahagia, walaupun gue tahu kalo memiliki lo adalah hal paling mustahil yang pernah gue impikan.

Samuel tersenyum getir seraya menatap Keira yang tengah menangis sesenggukan di hadapannya.

••••••

To be continued.

[A/N]

Hai, aku mau promosi gapapa, ya. Follow instagram-ku yuk, usernya prahastiwiardhiaa thankyou!!!!:)



September 3, 2016.

Continue Reading

You'll Also Like

561K 35.3K 47
[ADLINA'S SIDE STORY] Mamanya meninggal waktu melahirkan. Papanya yang sangat membencinya Cinta pertamanya yang ikut meninggalkannya. Kehidupannya se...
1.7M 39.7K 20
❞𝙣𝙜𝙜𝙝 𝙗𝙖𝙗𝙮. 𝙒𝙝𝙮 𝙞𝙨 𝙮𝙤𝙪𝙧 𝙗𝙤𝙙𝙮 𝙙𝙚𝙡𝙞𝙘𝙞𝙤𝙪𝙨 ❞𝙏𝙝𝙚𝙣 𝘾𝙝𝙖𝙣𝙮𝙚𝙤𝙡 𝙨𝙪𝙘𝙠𝙚𝙙 𝙖 𝙫𝙚𝙧𝙮 𝙨𝙢𝙖𝙡𝙡 𝙗𝙖𝙚𝙠𝙝𝙮𝙪𝙣...
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 76.8K 35
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...