complicated feeling | ✓

By ardhiac

1.9M 97.6K 5.5K

[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dad... More

Tolong dibaca
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Sorry
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44 - (1)
Part 44 - End (2)
Liam's Letter
Extra Part
Extra Part II - Before Marriage

Epilog

40.3K 1.4K 184
By ardhiac

Tak terasa, lima tahun sudah Liam meninggalkan Keira sendiri. Tentunya begitu banyak hal yang telah terjadi pada kehidupan Keira. Ia menjadi pribadi yang lebih baik sekarang. Segala sifat buruknya semasa sekolah dulu, kini ia buang jauh-jauh. Dan mengenai Liam, ia juga sudah mulai menerima semuanya dengan lapang dada. Ya, walaupun ia sendiri juga masih sering menangis pada malam hari.

Di malam harilah Keira selalu memimpikan dirinya bersama dengan Liam berdua. Di setiap ia menjatuhkan kepalanya di atas bantal, ia selalu berharap bahwa di sebelahnya terdapat Liam yang sedang menatapnya. Seandainya itu semua memang terjadi, ia pasti telah menjadi sosok yang paling bahagia di dunia. Seperti apa yang liam ucapkan padanya.

Keira selalu berharap bahwa Tuhan akan mengabulkan doanya dan mengembalikan Liam ke sisinya. Bertatap wajah dengannya disetiap ia membuka mata. Tersenyum bahagia lewat tatapan matanya. Andai ia bisa menyusulnya ke atas sana, ia pasti akan melakukannya sejak lama. Namun sayang, semua itu tidak akan pernah terjadi.

Butuh waktu kurang lebih satu tahun bagi Keira melupakan segala kenangannya bersama Liam. Ia tidak menyangka bahwa melupakan seseorang yang sangat berarti bagi dirinya, terasa sangat sulit dari yang ia bayangkan. Terlebih, orang tersebut sudah pergi sangat jauh. Meninggalkan dirinya sendiri bagaikan sebuah langit tanpa bintang.

Menjalani hari-hari tanpa dirinya sungguh menyesakkan Keira. Hatinya terasa tercabik-cabik oleh sebuah pisau tajam. Rasanya sangat perih dan sakit. Segala kenangan indah yang selalu menghampirinya pada malam hari, seolah mengejeknya bagaikan ia adalah sosok paling menyedihkan di dunia.

Tiada hari bagi Keira tanpa menatap foto dan segala pemberian yang Liam beri untuknya. Tiada hari pula bagi Keira tanpa menghubungi dan mengirim pesan ke nomor Liam, walau ia sendiri tahu bahwa melakukan itu justru semakin menjatuhkan dirinya ke dunia nyata. Ke dunia dimana semua memang sudah berakhir dan tak akan pernah kembali.

Surat yang Liam berikan untuknya, bahkan sekarang sudah sangat usang dan mudah sekali robek. Setiap hari ia membacanya tanpa bosan. Bekas air mata yang selalu jatuh membahasi surat tersebut pun masih terlihat jelas di sana.

Karena sesungguhnya, tiada lagi perpisahan paling menyedihkan selain... kematian.

••••••

Seorang wanita muda yang sangat cantik itu, terlihat sedang melangkahkan kakinya ke salah satu gedung perkantoran besar Jakarta. Semua pasang mata menatapnya kagum, karena ia terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Senyum merekah juga tak luput dari bibir merahnya.

Ia pun masuk ke dalam ruangan kerjanya, setelah lift yang ia naiki berhenti di lantai dua belas, lantai tempatnya bekerja. Dengan lihai, ia mengambil beberapa dokumen yang sudah ia kerjakan kemarin. Ia cek kembali sampai dokumen itu memang sudah benar-benar selesai dengan sempurna.

Barulah ia bisa bernapas lega karena pekerjaannya sudah benar-benar selesai. Papanya dari dulu memang tidak pernah tega memberikannya pekerjaan banyak, walaupun ia sendiri selalu meminta tugasnya diberi penuh untuknya. Tanpa ada bantuan sama sekali dari para asistennya.

Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangannya. Ruangan yang sudah ia tempati, tepat setelah ia lulus kuliah setahun yang lalu. Walaupun ia adalah seorang anak dari pemilik perusahaan, tetapi ia tetap tidak mau diberi jabatan yang tinggi terlebih dahulu. Awalnya, papanya langsung memberikan ia jabatan sebagai direktur keuangan, namun dengan cepat ia menolak dengan alasan masih belum banyak pengalaman.

Akhirnya disinilah dirinya berada. Di ruangan yang khusus disediakan untuk manajer divisi keuangan. Ya, itulah jabatannya.

Saat ingin mengambil ponselnya yang bergetar, wanita itu melihat tanggal di sebuah kalender yang menunjukkan tanggal 29 April. Tanggal dimana kekasihnya meninggalkan ia sendiri dan pergi ke dunia yang berbeda. Tak ingin kembali ke masa kelam hidupnya, wanita itu pun menyingkirkan kalender tersebut dan mengambil ponselnya yang bergetar.

"Ya, halo?"

"Keira, lo inget hari ini hari apa?"

"Engga, kenapa?" Tanyanya balik. Pura-pura tidak tahu dengan hal tersebut.

"Keira... sampe kapan, sih, lo mau terus-terusan kaya gitu? Lima tahun udah berlalu, Kei. Lo harus mulai ikhlasin itu semua. Lo harus berhenti nyiksa diri lo sendiri."

Keira tersenyum getir. Orang itu memang selalu saja berbicara seperti itu, tanpa tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. "Gampang lo ngomong kaya gitu, karena elo ngga ngerasain apa yang gue rasain!"

"Oke, gue emang engga sepenuhnya ngerasain apa yang lo rasain. Tapi, gue sayang sama lo, Kei. Gue engga tega ngeliat lo kaya gitu terus. Kalo dia masih ada disini dan ngeliat apa yang terjadi sama lo, dia pasti akan ngelakuin hal yang sama kaya gue. Lo harus sadar itu, Kei."

Wanita itu menghela napasnya berat. Ia memang sadar dengan itu semua, tetapi... rasa sakit itu masih terasa sampai sekarang. Masih membekas dalam di hatinya.

"Gue rasa ini memang saat yang tepat untuk kita berdua merubah segalanya. Gue akan jemput lo sepulang dari kantor. Tunggu gue."

Sambungan telepon pun terputus. Lagi-lagi, wanita itu menghela napasnya. Entah sampai kapan kesedihan ini akan terus berlanjut. Sejujurnya, ia sangat tersiksa. Ia tersiksa tiap kali mengingat kekasihnya itu. Ia tersiksa tiap kali bayang-bayang kekasihnya menghampiri pikiran dan mimpinya. Semua itu akan berujung dengannya kembali seperti dulu. Seperti awal-awal kematian memisahkan ia dengan kekasihnya.

Dilanda kerinduan yang sangat membelenggu, wanita itu pun membuka tasnya dan mengambil surat yang selalu ia simpan di dalam kotak kecil. Supaya tidak akan rusak pikirnya.

Satu butir air mata pun meluruh di wajah cantiknya. Sama seperti dulu. Bahkan, ia sampai hafal dengan tiap-tiap kata yang tertulis di sana. Semua telah tertulis dengan sangat jelas di otaknya, tanpa ada yang tertinggal satupun. Hanya itu satu-satunya barang yang Liam tinggalkan untuknya selain kalung dan juga boneka. Selebihnya hanyalah kenangan-kenangan indah yang mengisi hatinya.

Selesai membaca ulang surat tersebut, ia mulai menghapus air mata yang sedari tadi mengaliri wajahnya. Keheningan yang tiada henti turut menemaninya dalam kesendirian. Baginya, semua itu sudah biasa. Keheningan dan kesendirian. Benar-benar kombinasi yang sangat menyenangkan, juga... menyedihkan.

"Keira?"

Keira pun menolehkan pandangannya dan melihat Lisa tengah berdiri menatapnya. Ia benci itu, ia benci disaat Lisa memergokinya sedang menangis seperti itu.

"Keira, lo harus mulai menutup hati lo buat dia dan mencari kebahagiaan baru," Lisa menghampiri Keira dan memeluknya erat. Mengelus lembut punggung sahabatnya itu agar berhenti menangisi hal yang sama. "Lo boleh aja sesekali menengok ke belakang, tapi lo harus inget satu hal, jangan lupain apa yang udah ada di depan mata."

"Gue engga bisa, Lis, hati gue terlalu beku untuk itu." Keira pun mengendurkan pelukan Lisa dan menatap ke arah lain. Ia tidak ingin Lisa melihat air matanya yang kembali menuruni wajahnya.

"Hati lo terlalu beku karena lo engga pernah mau berusaha untuk mencairkannya, Kei. Engga selamanya menatap ke belakang itu membuat bahagia. Ada kalanya dimana dia akan pergi dan meninggalkan luka yang sangat dalam. Mulailah menatap ke depan, Keira. Lo harus mulai menatap Samuel yang jelas-jelas selalu ada di samping lo disaat lo terpuruk. Dia selama ini selalu nolak perempuan yang suka sama dia cuma karena elo, Kei. Kenapa? Karena dia selalu percaya kalo suatu saat nanti Tuhan akan menyatukan kalian berdua."

"Dia beda, Lis! Sekuat apapun dia berusaha untuk membuat gue bahagia, dia engga akan pernah bisa sama kaya Liam." Balas Keira sedikit kencang. Ia mulai kesal dengan semua nasihat yang masuk ke telinganya hari ini.

"Sadar, Kei, sadar! Liam udah engga ada! Apa lo mau nunggu selamanya hanya untuk seseorang yang udah engga ada di dunia ini?" Air mata Lisa perlahan mulai ikut turun dengan mulus. Ia sangat sedih melihat Keira yang tidak pernah bisa ceria seperti dulu. Ia rindu akan masa-masa sekolah dimana Keira selalu menjadi sosok yang periang.

"Gue mohon sama lo, Keira, berhenti nyiksa diri lo sendiri hanya karena ini semua. Gue yakin Liam juga engga akan senang ngeliat lo kaya gini. Lo selalu bilang sama gue kalo Liam sering datang ke mimpi lo dengan ucapan yang sama 'kan?" Keira pun mengangguk. "Itu tandanya kalo dia emang bener-bener mau lo untuk bahagia. Dia mau lo terus ngelanjutin hidup tanpa ada masa lalu yang menghantui. Lihat mata gue, gue percaya kalo masa depan lo udah nunggu di depan sana. Gue mau lo untuk membuka sedikit celah di mata lo untuk menatapnya, bisa?"

Dengan sedikit keraguan, Keira pun menganggukan kepalanya. Biar bagaimanapun, semua yang diucapkan Lisa memang benar adanya. "Makasih, ya, gue engga tau lagi harus berbuat apa kalo engga ada lo." Keira kembali memeluk Lisa dengan erat. Betapa beruntungnya ia dapat mempunyai sahabat seperti yang satu itu.

"Keira, sahabat itu bukan hanya sebatas teman yang hanya mau meluangkan waktunya di saat mereka senang. Tetapi, sahabat merupakan teman yang akan selalu ada di saat mereka sedih maupun terpuruk. Dan disinilah gue. Bestfriends for life, right?"

Keira mengangguk. Lalu, ia pun teringat dengan ucapan Samuel saat meneleponnya tadi. Di sana, ada beberapa kata-kata yang sulit ia mengerti. "Lis, tadi Samuel telepon gue katanya dia mau jemput gue sepulangnya dia dari kantor."

"Terus-terus?" Tanya Lisa penasaran.

"Ya, gue engga sempet jawab karena dia udah nutup teleponnya. Tapi..." Keira pun menghentikan kalimatnya sejenak. Tidak menyadari bahwa Lisa menunggunya seperti hewan yang kelaparan menunggu makan. "... tapi sebelum itu dia bilang kalo ini adalah waktu yang tepat untuk gue sama dia merubah semuanya."

"Apa?! Dia bilang gitu sama lo?!" Tanya Lisa sambil berteriak kencang. Keira pun mengangguk dengan tangan yang menutupi telinganya. Kebiasaan Lisa yang satu itu memang tidak pernah hilang dari dirinya.

"Iya, emang maksudnya apa, sih?"

"Ya ampun, Keira! Lo itu beneran polos atau emang pura-pura polos, sih?" Lisa berdecak heran sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Keira. "Itu tandanya, dia akan merubah status hubungan kalian. Hubungan yang lebih serius dari sekedar sahabat. Hem... pantes aja penampilan lo hari ini keliatan beda."

"Beda gimana? Gue setiap hari emang kaya gini, kok." Balas Keira sembari mengecek penampilannya. Tetapi, ia merasa tidak ada yang berbeda.

Lisa menatap jam tangannya sekilas. "Oke, gue tau kalo jam pulangnya Samuel itu jam tujuh malem dan sekarang udah mau jam lima. Mending lo mandi sekarang dan gue milihin baju yang pas untuk lo." Lisa pun mendorong Keira masuk ke dalam kamarnya, lalu ia menuju lemari kecil milik Keira. Terasa seperti masa sekolah dulu. Hanya saja, dulu ia mendandani Keira untuk Liam, sedangkan sekarang untuk Samuel. Waktu memang benar-benar berjalan sangat cepat.

Tidak lama kemudian, Keira pun keluar dari kamar mandi. Lisa dengan segera menjalankan tugasnya mendandani Keira dengan sangat teliti dan hati-hati. Sebenarnya, tanpa Keira memberitahu, Lisa sudah tahu sendiri karena Samuel juga meminta sedikit bantuannya tadi.

"Oke, selesai. Gue yakin sebentar lagi pasti Samuel akan jemput lo. Gue juga mau balik, soalnya Rio udah nunggu di bawah."

Mendengar nama Rio disebut-sebut, Keira pun tersenyum penuh arti menatap Lisa. "Cieee, gimana hubungan kalian berdua? Belom ada kemajuan?" Tanya Keira.

"Ya, seperti yang lo tau. Hubungan kita engga jelas dan tanpa status. Gue heran sama dia, kenapa sih dia itu engga langsung ngutarain perasaannya aja? Kenapa seakan-akan hubungan kita ini emang engga ada artinya buat dia?" Wajah Lisa pun mendadak sedih. Ia memang sekarang sudah terlihat seperti sepasang kekasih dengan Rio. Tetapi, kejelasan hubungan mereka berdua membuatnya kesal sendiri.

"Duh, dulu aja sok munafik gitu engga mau sama dia. Tapi sekarang kenapa malah kebalik, sih?" Keira mencolek-colek dagu Lisa dengan maksud menggodanya. Masalah hubungan kedua sahabatnya itu memang selalu menarik untuk dibicarakan. "Contoh Ivy sama Ken, deh. Mereka berdua adem-adem aja hubungannya. Engga pernah berantem sama sekali."

"Mereka berdua mah jangan diomongin lagi. Seluruh dunia juga tau kalo Ivy dan Ken adalah pasangan yang engga pernah ada masalah." Ucap Lisa. "Yaudah, gue balik dulu, deh. Rio udah bawel sms gue terus. Bye, good luck, beib." Lisa pun segera keluar dari ruangan Keira, setelah mencium kedua pipi sahabatnya itu.

••••••

07.00 pm

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Seketika saja, jantung Keira berdebar dengan sangat kencang mengingat Samuel akan segera menjemputnya. Ia memang tidak seharusnya berdebar seperti itu, karena Samuel setiap hari memang selalu menjemputnya. Tetapi, kali ini terasa sangat berbeda sekali.

Ini gara-gara Lisa, sih. Kenapa coba dia harus bilang kalo Samuel mau ngerubah status hubungan kita.

Keira pun tertawa kecil. Kita? Bahkan kata-kata itu terdengar sangat menggelikan untuknya. Bagaimana tidak, Samuel yang notabane-nya adalah sahabatnya sejak kecil, entah kenapa ia tidak lagi merasakan itu. Kini, ia lebih merasa bahwa mereka adalah sepasang kekasih tanpa pernyataan cinta. Ck, sangat membuat pusing kepala.

Kemudian, terdengarlah sebuah getaran dari ponselnya. Keira pun melihat bahwa nama Samuel terpampang jelas di dalamnya. Kini, yang ia rasakan adalah tangannya gemetaran dengan sangat kencang. Ia sangat gugup.

"Kei, gue udah di bawah. Cepet turun, ya."

Belum sempat berbicara bahkan membalas ucapannya, Samuel telah terlebih dahulu memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Keira mendecak kesal, kalau seperti ini justru makin membuat jantungnya berdebar. Lagipula, tumben sekali Samuel seperti itu. Biasanya, Keira yang selalu melakukan hal tersebut.

Apa jangan-jangan omongan Lisa bener, ya?

Karena dilanda penasaran yang begitu besar, Keira pun memilih untuk bersiap-siap turun ke bawah dan menyusul Samuel. Sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk berkaca terlebih dahulu. Biar bagaimanapun, ia harus terlihat rapi dan cantik di depan sahabatnya itu.

Sampai di depan lobby kantornya, Keira melihat Samuel tengah menunggunya sambil bersandar di pintu mobil. Penampilan Samuel terlihat sangat berbeda sekali. Pakaian kantornya terlihat seperti baru saja dibeli hari ini. Kancing kerahnya yang dibiarkan terbuka membuatnya terlihat semakin tampan. Dan... sexy.

Ya, Samuel kini juga sama dengannya. Sama-sama bekerja di perusahaan orang tua. Tetapi, begitu Samuel lulus kuliah, ia langsung memegang jabatan direktur karena papanya sudah memberi tanggung jawab penuh padanya. Terlebih, Samuel merupakan anak laki-laki paling tua dikeluarganya. Jadi, ia tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.

Dan entah perasaan apa yang kini datang menggerayangi diri Keira, ia juga tidak tahu. Yang jelas, sungguh berbeda sekali dengan apa yang ia rasakan untuk Liam dulu. Sungguh berbeda.

"Lama banget, sih." Itu kata Samuel begitu melihat Keira sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Iya, tadi ada yang ketinggalan. Jadi, gue harus balik lagi ke ruangan." Balas Keira yang sepenuhnya adalah alasan semata. Bagaimana mungkin ada yang tertinggal, disaat ia sendiri lama mengontrol rasa gugupnya saat di ruangan.

"Yaudah, sekarang kita berangkat, ya. Takut keburu tutup tempatnya." Keira pun mengangguk dan langsung masuk ke dalam mobil, setelah Samuel membukakan pintu untuknya.

"Sebenernya kita mau kemana, sih?" Tanya Keira. Ia sangat penasaran karena Samuel tidak mau memberitahu kemana tujuan mereka.

"Cuma makan malam di restoran biasa. Gue tau lo belom makan dan gue juga sama. Jadi, ya ... udah gitu aja." Jawab Samuel yang sama sekali tidak menghilangkan rasa penasaran Keira. Tetapi, kalau itu memang benar, Keira pasti akan merasa seperti wanita bodoh karena terlalu dramatis hanya untuk makan malam biasa.

"Ngomong-ngomong, lo cantik banget malam ini." Samuel pun menatap wajah Keira seraya memberikan senyum paling manisnya. Tiba-tiba saja, wajah Keira bersemu merah. Dalam hatinya, ia sangat senang karena itu berarti Samuel memang memerhatikannya.

Saat melihat Keira datang menghampirinya tadi, hal yang pertama Samuel lihat adalah penampilan Keira yang memang sangat berbeda sekali. Biasanya, Keira tidak pernah mau menggunakan baju yang terlalu mewah jika ke kantor. Tetapi, hari ini tidak, Keira malah terlihat lebih feminim dan juga cantik pastinya. Tiada satu hal pun yang tidak Samuel suka jika sudah menyangkut Keira, walaupun itu terlihat jelek sekalipun.

Setelah satu jam berada di tengah-tengah padatnya kota Jakarta, Keira dan Samuel pun sampai di tujuan mereka. Memang benar, Samuel hanya membawanya ke sebuah restoran yang biasa. Hanya saja, tempatnya memang terlihat sangat sepi.

"Sam, apa makanan disini engga enak, ya? Padahal baru jam delapan malem, tapi kok sepi banget." Ucap Keira dengan polosnya.

"Tempat ini emang udah gue booking."

"Hah?" Tanya Keira yang sama sekali tak mengerti dengan ucapan Samuel. Sudah di-booking? Apa maksudnya?

"Iya, tempat ini udah gue pesen khusus untuk kita berdua. Gue 'kan cuma mau kita makan berdua tanpa ada yang ganggu."

For God sake! Tiba-tiba saja wajah Keira memerah layaknya remaja yang sedang jatuh cinta. Ia benar-benar sudah tidak bisa lagi menghentikan debaran jantungnya yang berdetak dengan sangat kencang. Demi Tuhan, Samuel memesan seluruh restoran tersebut, hanya untuk makan malam berdua dengannya.

Samuel pun menuntunnya menuju sebuah tangga yang berada di tengah-tengah bangunan. "Gimana, suka?" Tanyanya begitu mereka sampai di bangunan paling atas restoran tersebut.

Keira tidak bisa lagi berkata-kata, begitu melihat Rooftop yang sudah dihiasi dengan cahaya lilin yang mengelilingi. Mawar-mawar merah yang menghiasi di setiap ia melangkahkan kaki. Alunan musik dari biola yang makin membuat suasana menjadi romantis. Itu semua sangat indah. Tidak-tidak, memang terlihat sangat indah.

"Sam ..." hanya satu kata itu yang dapat terucap dari bibir Keira. Karena sesungguhnya, tidak ada lagi baginya hal paling indah selain apa yang Samuel beri untuknya sekarang.

Melihat air mata Keira yang akan segera keluar, Samuel pun menangkup wajah Keira dan menghapusnya lembut menggunakan jarinya. "Gue mohon sama lo untuk jangan ngeluarin air mata dulu, Kei. Ini belum saatnya. Tunggu sampe gue bener-bener ngebuat lo nangis karena bahagia. Sekarang, kita makan dulu."

Mendengar hal tersebut, Keira pun hanya bisa tertawa kecil dan memukul dada Samuel dengan pelan. Dari dulu, Samuel memang selalu saja membuat ia bahagia dengan apa yang dilakukannya. Ia memang benar-benar merasa bahwa Samuel sangat berharga untuknya.

Selama mereka menyantap makan malamnya, Samuel sama sekali tidak melepaskan tatapannya dari Keira. Tentu saja hal itu sangat membuat Keira gugup. Terlebih, mata berwarna coklat itu menatapnya dengan sangat dalam. Ia bahkan hampir merasa ikut masuk ke dalamnya.

Keira pun berdeham untuk menghilangkan keheningan yang menemani sejak tadi. "Tadi di kantor gimana, baik-baik aja?"

"Baik." Jawab Samuel singkat tanpa berkedip sekalipun. Tatapannya hanya fokus tertuju pada wanita yang sejak dulu begitu ia sayang dan cintai.

"Sam ... sebenernya gue engga nyaman kaya gin-"

"Oke," Samuel pun memotong ucapan Keira dan bangkit dari duduknya. Menghampiri bangku wanita tersebut dan berlutut di depannya.

"Sam, lo mau ngapain?" Tanya Keira bingung. Pasalnya, posisi Samuel saat ini terlihat seperti seseorang yang akan menyatakan cintanya. Bagaimana tidak, ia sedang duduk di atas bangku sedangkan Samuel berlutut tepat di hadapannya.

"Keira, gue udah memikirkan hal ini sejak lama. Bahkan, lebih lama dari yang bisa lo kira. Lo inget "kan apa yang gue bilang di telepon tadi?" Keira pun mengangguk. Bagaimana mungkin ia tidak ingat dengan yang satu itu. "Sejujurnya, saat ini emang adalah waktu yang paling tepat untuk kita, Kei. Untuk kejelasan hubungan kita. Seperti yang lo tau, kita udah sahabatan dari kita masih kecil banget. Tentunya, udah begitu banyak hal yang kita lalui sama-sama.

Lo dan gue, kita sama-sama udah tau sifat masing-masing. Gue udah tahu berbagai macam hal tentang apa yang lo suka dan lo engga suka. Kelebihan dan kekurangan, bahkan hal-hal buruk yang orang lain engga tau, gue tau, Kei. Begitu juga dengan lo, lo udah tau segalanya tentang gue. Dan setelah gue pikir-pikir, kenapa kita engga mulai membangun sebuah hubungan baru bersama-sama? Kita bisa memulai semuanya dari awal tanpa harus selalu membawa kata sahabat sebagai alasan."

Air mata Keira pun meluruh dengan sangat deras. Ini semua benar-benar di luar dugaannya. Semua kata-kata Samuel sangat menyentuh hatinya. Kali ini ia sadar bahwa Samuel sudah benar-benar memenangkan hatinya.

"Gue sadar kalo gue emang engga pernah bisa sepenuhnya memenangkan hati lo. Gue juga sadar bahwa gue engga akan pernah bisa menggeser posisi Liam di sana, di hati lo. Tapi, gue akan berusaha sekeras mungkin untuk bisa menjadi nomor satu di hidup lo, Kei. Gue akan selalu berjuang untuk selalu memberikan sebuah kebahagiaan tanpa batas untuk lo. Terdengar sangat kekanakan, tapi emang cuma lo satu-satunya perempuan yang gue ingin dan butuhkan.

Rasa sayang gue untuk lo, semakin hari semakin bertambah besar, Kei. Engga ada sedetikpun yang gue lewatkan tanpa berdoa sama Tuhan, supaya kita berdua bisa dipersatukan dalam sebuah hubungan yang sah. Keira, gue sayang sama lo lebih dari kata-kata yang bisa terucap. Gue cinta sama lo lebih dari apa yang bisa dibayangkan. Itu semua bener-bener di luar kontrol tanpa bisa gue cegah."

Samuel pun merogoh sesuatu dari dalam saku celananya. Kemudian, terlihatlah sebuah kotak beludru kecil berwarna merah. Samuel pun membukanya, lalu terdapat satu cincin putih bermutiara di sana. Keira membelalakkan matanya. Ia sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat.

"So, would you be a star in my life?" Samuel menatap dalam mata Keira. Berharap-harap cemas bahwa wanita di hadapannya ini akan menerima lamarannya.

Tanpa Samuel sangka sebelumnya, Keira mengangguk cepat. Ia terkejut sekaligus bahagia karena perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Dengan segera, ia mengambil cincin tersebut dan memasangkannya di jari tengah milik Keira.

"Gue janji akan segera memindahkan cincin itu ke jari manis lo. Secepatnya." Keira mengangguk kembali dan menghambur masuk ke dalam pelukan Samuel. Ia menangis, air matanya turun dengan sempurna. Namun, ia tahu bahwa itu adalah air mata kebahagiaan.

Tidak ada lagi kata-kata yang mampu menggambarkan bagaimana perasaan Keira saat ini. Senang, sedih, haru dan bahagia. Semua tercampur menjadi satu. Pernyataan cinta paling romantis dan mengharukan sepanjang hidupnya.

"I love you, Keira." Samuel melepaskan pelukannya sejenak untuk mencium kening Keira. Bibirnya menyentuh kening wanita yang kini menjadi tunangannya dengan hangat. Hal yang sejak dulu sangat ia inginkan, kini terwujud.

"I love you too, Samuel."

Kini, kebahagiaan telah menyelimuti dua insan yang saling mencintai. Sinar cahaya rembulan dan kilauan bintang yang bertebaran, menjadi saksi bisu bagaimana perjalanan panjang mereka yang penuh liku dan rintangan mendapat titik cerah.

Karena sesungguhnya ... hati tahu kemana ia akan berlabuh.

•••

Liam, apa kamu bisa melihat aku sekarang?

Apa kamu bisa melihat aku dari atas sana?

Aku sangat-sangat merindukanmu, Li. Aku merindukan segala hal yang telah kita lalui dulu. Aku merindukan perhatian dan kasih sayang kamu. Andai kamu masih ada di sini, sama aku, bisa aku pastikan bahwa kamu memang telah menepati janjimu yang akan selalu membahagiakanku.

Andai kamu tau, lima tahun yang aku lalui, adalah lima tahun terberat yang aku rasakan. Tanpa kamu, tanpa kehadian kamu, tanpa senyum kamu. Aku tersiksa.

Tapi, kalau aku pikir-pikir, waktu tiga bulan yang kita lalui dulu, udah lebih dari cukup buat aku menyimpan segala kenangan kita. Engga ada satupun yang terlupakan dari memori aku. Bahkan, kamu perlu tau kalau sampai detik ini, aku masih sayang dan cinta sama kamu. Rasa sayang dan cinta aku engga pernah berkurang sedikitpun untuk kamu.

Dan kalau kamu bertanya apakah aku bahagia saat ini, jawabannya adalah ... aku bahagia.

Aku sangat-sangat bahagia, Liam.

••••••

TAMAT.

(A/N )

Gimana, epilognya mengecewakan ngga nih? Feelsnya berasa atau engga disini? Apa emang bener-bener jelek sampe gak mau baca sampe abis?

Tapi, alhamdulillah, akhirnya cerita ini benar-benar selesai aku tulis. Aku engga akan berhenti bilang terima kasih buat kalian yang dari awal mengikuti perjalanan cerita ini. Tanpa kalian, cerita ini engga akan ada artinya sama sekali.

Oh iya, kalau ada yang mau kalian (bebas, apa aja) tanyain, tinggal comment aja, ya. Aku akan jawab sebisa mungkin.

Thanks.

Bunch of love,
Tiwi

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 173K 37
Pernah merasa cemburu setengah mati tapi hanya bisa menahan dan menangis dalam diam? Bagaimana pula jika kamu cemburu jika pacarmu lebih dekat dengan...
69.4K 10.6K 66
Haha. Satu kata itu mampu mewakili bagaimana konyolnya hidup ini. Semesta selalu saja memberikan kejutan. Di kehidupan yang penuh drama ini, kita...
7.5M 521K 64
Dari sekian banyak gadis yang ingin menjadi kekasih CEO super sempurna, Savana bukan salah satunya. Dia hanya ingin menyelesaikan kuliah dengan baik...
53.9K 4.3K 48
# 1 - Nyesek 16 Agustus 2022 # 1 - Drummer 2 Oktober 2021 # 1 - Accismus 11 September 2021 # 1 - Liaitzy 30 Mei 2022 # 4 - Dowoon 18 Desember 2022 #...