The Force of First Sight

By rachma11

31.9K 2.1K 61

Pertemuan yang berawal dari ketidaksengajaan telah mengubah pandangan Kenza Valencia terhadap Rafa Marvelle... More

《Prologue》
《One》
《Two》
《Three》
《Four》
《Six》
《Seven》
《Eight》
《Nine》
《Ten》
《Eleven》
《Twelve》
《Thirteen》
《Fourteen》
《Fifteen》
《Sixteen》
《Seventeen》
《Eighteen》
《Nineteen》
《Twenty》
《Twenty One》
《Twenty Two》
《Epilogue》
《Announcement》
《New Story》

《Five》

1.1K 107 2
By rachma11

Tidak salah kalau kemarin aku belajar. Ternyata sekarang ada ulangan matematika. Aku mengerjakan soal dengan sangat tenang. Walaupun ada beberapa yang tidak kumengerti, tetapi aku berusaha memahaminya.

Setelah satu jam menyelesaikan ulangan harian, aku pun memeriksa lembar jawaban yang sudah terisi penuh. Lalu, aku beranjak dari bangku dan meletakkannya di meja guru dengan penuh keyakinan. Begitu pula dengan Vexia. Tadi kami tidak menyontek sama sekali karena soal yang diberikan berbeda antara murid yang duduk di sisi kanan dan di sisi kiri. Saat kami berdua kembali ke tempat duduk bel istirahat berbunyi nyaring.

"Anak-anak, waktunya sudah habis. Segera kumpulkan atau saya yang akan mengambilnya," perintah Bu Lina dengan tegas.

Mau tidak mau, semua temanku mengumpulkannya. Aku tahu di antara mereka pasti ada yang belum selesai. Dari raut wajahnya ada yang terlihat frustasi dan pasrah. Sebenarnya ulangan harian tadi tidak terlalu sulit. Hanya saja, butuh tingkat ketelitian yang tinggi.

"Anterin gue ke kantin," ucap Vexia.

Aku mengangguk. "Iya, gue anter."

Aku dan Vexia ke meja guru untuk sekadar bersalaman dengan Bu Lina. Beliau sedang merapikan lembar jawaban yang lumayan berantakan. Segera kami membantunya dengan cepat.

"Terima kasih," kata beliau.

Kami berdua tersenyum. "Sama-sama, Bu."

Saat di ujung kantin, langkah kakiku terhenti begitu melihatnya. Vexia memandangku dengan tatapan bertanya. Seakan mengerti, Vexia mengikuti arah mataku dan langsung terkejut.

Kenapa rasanya sangat sakit ketika melihat orang yang kita sukai sedang bersama wanita lain?

Aku berlari meninggalkan kantin. Sekuat tenaga aku menahan air mata agar tidak menetes di hadapan para murid yang sedang berlalu lalang. Aku memilih ke kolam belakang yang letaknya cukup jauh dari keramaian.

Di sini tidak ada siapa-siapa, aku pun menangis. Aku sangat tahu kalau aku tidak pantas bertindak seperti ini. Sudah jelas kalau aku bukan siapa-siapa untuknya.

Tepukan di bahu membuatku sadar jika ada yang mengikutiku. Aku membalikkan badan dan mendapati ada Kak Devan. Aku menghapus kasar air mata yang masih tersisa di pipiku. Nyatanya tidak bisa, pemandangan tadi begitu menyakiti hatiku. Sekuat apa pun aku menahan air mata yang menggenang, pasti akan mengalir juga.

"Lo kenapa?" tanyanya.

"Nggak papa, kok," jawabku dengan suara parau.

Kak Devan menaikkan sebelah alisnya. "Gara-gara Rafa?"

Dengan terpaksa, aku mengangguk pelan. "Kakak ngapain ke sini?" ucapku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Gue mau jelasin sesuatu," sahutnya cepat.

Aku mengerutkan kening. "Jelasin apa?"

"Yang lo lihat tadi nggak kayak yang lo pikirin. Mereka deket sebagai temen dan bukan pacaran."

Aku berusaha memercayai perkataan Kak Devan. Tetapi, rasanya aku masih tidak yakin akan hal itu.

"Apa Kak Rafa ada rasa sama cewek itu?" tanyaku untuk memastikan.

"Nggak ada. Cewek itu udah punya pacar."

Aku merasa ada yang aneh, hatiku berkata lain. Yang kulihat tadi Kak Rafa menatap penuh kekaguman kepada wanita itu. Yang tak lain adalah Kak Sheren. Setahuku dia baik dan tidak sombong. Hanya saja, aku tidak mengenalnya.

Kak Devan masih berdiri di depanku seakan menunggu apa yang ingin diperjelas lagi.

"Tapi, kok, mereka secepat ini kenal deket? Kan, Kak Rafa masih anak baru," ujarku.

"Yang gue tau mereka dulunya temen SMP."

"Semuanya udah jelas. Makasih, Kak," ucapku sambil tersenyum tipis.

"It's okay."

Setelah dia pergi aku duduk di kursi dekat kolam. Menikmati sejuknya angin yang dapat menenangkanku. Setidaknya aku merasa lebih baik sekarang.

☆♡☆♡☆

"Ve, gue duluan. Ada urusan soalnya," ucapku seraya bangkit dari kursi.

Vexia tersenyum dan mengacungkan jempolnya. "Oke, take care."

Aku mengangguk mantap dan berjalan cepat menuju parkiran. Saat di koridor aku bertemu Kak Rafa yang sedang berjalan santai. Kuberikan senyuman saat kami berpapasan. Tapi, dia tidak mempedulikanku dan tetap menatap lurus ke depan.

Sekali lagi aku merasa kecewa oleh sikapnya. Mungkin ini belum saatnya, besok masih ada waktu dan aku akan mencoba lagi. Aku yakin jika kita terus berusaha, maka akan ada hasilnya.

Setelah sampai di parkiran, aku langsung melajukan mobil. Tadi aku disuruh mama untuk menjemput Audy yang baru pulang dari camping. Aku memang punya adik perempuan yang sekarang kelas 3 SMP.

Kenza Valencia: Dy, gue di depan.

Titania Audy: Oke, Kak.

Aku melihat Audy membawa barang-barangnya yang cukup banyak. Aku pun turun dari mobil dan membantunya memasukkan barang-barang ke bagasi.

"Mau makan nggak?" tanyaku ke Audy.

"Mau banget, Kak," jawabnya sambil menyenderkan kepalanya di jok mobil.

Aku langsung menuju restoran fast food yang tidak terlalu jauh dari sini. Terdengar napas yang teratur di sampingku. Aku menoleh dan ternyata Audy tertidur.

Setelah dua puluh dua menit, kami pun sampai juga. Aku melirik kaca spion sekilas dan mengerjapkan mata. Aku hafal betul warna mobil dan plat nomor itu. Bukankah mobil yang ada di sebelahku ini milik Kak Rafa?

"Dy, bangun." Aku menggoyangkan tubuhnya perlahan.

"Udah nyampe, Kak?" tanyanya masih dengan mata yang menutup.

"Iya, kamu mah tidur mulu," ucapku kesal.

"Biarin. Aku, kan, capek pake banget," balasnya sambil menutup pintu mobil dengan keras.

Aku mengambil sweater di jok belakang dan memakainya untuk menutupi seragam sekolah yang kupakai. Lalu, aku keluar mobil dan berjalan pelan. Audy sudah masuk dan meninggalkanku sendirian.

Dugaanku benar, Kak Rafa ada di sini. Aku memilih tempat duduk yang paling jauh dari jangkauannya agar tidak terlihat olehnya. Tidak lama kemudian Audy datang.

"Kak, ngapain duduk di sini, sih?" protesnya tak terima.

Aku mengerucutkan bibir. "Bawel, deh. Mending kita makan."

Aku mengambil dua potong pizza dan memakan dengan santai. Setelah itu aku meneguk cepat minuman soda hingga bersisa setengah. Sebenarnya aku tidak terlalu lapar. Ini dikarenakan aku ingin menjadi kakak yang baik.

Kuperhatikan saksama dari sini. Terlihat dia sedang memainkan ponselnya. Sepertinya dia sudah selesai makan dari tadi. Tapi, kenapa tidak pulang saja?

"Dy, aku mau bayar dulu."

Audy mengangguk dan melanjutkan makannya yang belum habis. Kalau mau ke kasir, aku harus melewati meja Kak Rafa. Dan aku hanya bisa berharap jika dia tidak mengetahui keberadaanku.

Aku berjalan cepat dan tidak berani melirik ke arah samping. Saat aku melewati meja Kak Rafa, dengan tak terduga dia menahan tanganku sehingga mau tidak mau aku berhenti. Aku tidak berani mengucapkan apa pun.

"Lo cemburu sama Sheren?" tanyanya dingin.

Pertanyaan itu membuatku tersentak. Aku pun memberanikan diri untuk duduk di hadapannya dan menatap tepat di manik matanya.

"Buat apa gue cemburu?" tanyaku balik.

"Lo kan suka sama gue," ucapnya dengan senyuman miring.

Sekarang aku bungkam, tak bisa menyangkal ucapannya itu. Dari mana dia tahu kalau aku menyukainya?

Aku menunduk. "Kata siapa?"

"Katanya Devan."

Sial. Semuanya ketahuan. Sekarang, aku harus bagaimana?

"Suka sebagai Kakak kelas aja kok," ujarku dengan nada meyakinkan.

Dia melirikku sinis dan mengangkat sebelah alisnya tanda tak percaya. "Nggak lebih dari itu?"

Aku menggeleng lemah. Rasanya aku belum bisa jujur tentang perasaanku padanya. Terlalu cepat kalau harus mengungkapkan sekarang.

Setelah itu dia pergi. Meninggalkanku dengan berbagai macam pertanyaan yang mengusik otakku. Aku menuju toilet untuk mencuci mukaku. Lalu, aku baru pergi ke kasir.

Saat kembali ke meja, ternyata Audy baru selesai makan. Dia tadi memang memesan lumayan banyak. Jadi, dia tidak melihatku bersama dengan Kak Rafa tadi.

"Kenapa lama banget, Kak?" tanyanya penasaran.

"Tadi sekalian ke toilet dulu," jawabku apa adanya tanpa memberi tahu kejadian yang sebelumnya.

Audy menarik tanganku. "Ayo, pulang."

Saat perjalanan aku tidak membicarakan apa pun dengan Audy. Dia terlihat serius memainkan game di ponselnya. Hanya ada lagu dari radio yang mengisi kesunyian mobilku.

Setelah melewati kemacetan, akhirnya sampailah juga di rumah tepat pukul lima sore. Aku turun dari mobil tanpa membantu Audy membawa barang-barangnya. Yang aku inginkan sekarang hanyalah sendirian di kamar.

☆♡☆♡☆

Kalo kalian nemu typo tolong ingetin gue ya? Barangkali udah gue koreksi, tapi ada yang kelewatan hehe....

Don't forget to vote and comment, thanks.☺

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 135K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
5.8M 246K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
30.8M 2M 103
COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerita berjudul "Private...
2M 327K 66
Angel's Secret S2⚠️ "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Angel's Secret- •BACK TO GAME•...