Broken Wings

By claudieazalea

1.1M 68K 1.8K

Pernikahan seharusnya menjadi impian yang menyenangkan bagi banyak wanita. Tapi tidak dengan Kara. Pernikahan... More

2. Bertahan
3. Menenangkan Diri
4. Benci untuk mencinta
5. Keresahan baru
6. Seseorang dari masa lalu (1)
7. Seseorang dari masa lalu (2)
9. Penolakan
8.Penguasaan diri
10.Kejutan
11. Alasan untuk tersenyum
12. Mimpi Buruk
13. SATU (#1)
14. Segala sesuatu ada maksudnya
15.Ketika rasa itu perlahan mulai datang
16. Membunuh perasaan
17. Te Amo
18. Ambigu
19. Yang ditakutkan terjadi
20. Double Shit
21. Perjanjian tak tertulis
22. Salahkah aku yang berharap?
23. Gosip
24. Bahu yang kuat
25. Konfrensi pers dadakan
26. Apa yang terjadi?
27. Refleksi masa lalu
28. Lebih dari sekedar rasa nyaman
29. I'm Sorry.. I can't
30. Filosofi gerbang Bradenburg
31. Mencintai dalam diam
32. Check up
33. Titik permulaan kesadaran
34. Angin segar
35. Apa yang kau lakukan terhadapku?
36. Perkelahaian
37. Lakukan demi hati
38. Keputusan
39. Upaya perdamaian
40. Waktu perenungan
41. Rindu
42. Ingin diperjuangkan
43. Rumah
POLLING PEMBACA
45. I'm Yours
Extra Part
Tanya pembaca (Pemberitahuan)
REQUEST CERITA

1. Penderitaan

76.3K 2.9K 75
By claudieazalea

Aku bersalah karena tidak memberitahumu.. Maafkan aku. -Kara-

Jalanan terlihat lenggang, di sepanjang jalan hanya terlihat satu dua mobil yang berlalu lalang. Tentu saja jalanan sangat sepi, ini adalah hari kejepit nasional. Banyak penduduk kota Jakarta yang bepergian keluar kota. Kesunyian itu memudahkan sebuah mobil ferrari berwarna merah meluncur sempurna membelah jalan kota Jakarta.

Sang pengendara yang dikenali sebagai artis pria papan atas itu boleh berbahagia karena ia dapat sampai ke lokasi shootingnya dengan mulus tanpa hambatan.

Seketika handphonenya berbunyi, ia menekan tombol accept pada handsfree bluetoothnya. Disebrang telefon ia bisa mendengar suara seorang pria tampak sedang memberikan sebuah informasi penting padanya.
Lalu seketika pria itu menginjak pedal rem nya, ia menepikan mobilnya ke kiri, dengan nafas penuh amarah ia berusaha mengontrol emosinya.

"Apa kau yakin itu benar-benar dia?"

"Ya. Saya yakin, Bos."

"Sial!" ia mengomel seorang diri, buku-buku jarinya memutih akibat mencengkram setir terlalu kuat. Ia mengeraskan rahangnya.

"Halo.. Bos? Bos? Apa anda masih disana?" disebrang sana tampak suara seorang pria sedang berusaha menangkap sinyal, memastikan apa kira-kira lawan bicaranya bisa mendengar suaranya.

"Ikuti terus dia. Dan usahakan dirimu agar tidak terlihat olehnya!" Pria itu memberi perintah dengan nada kesalnya, tak perduli akan sapaan halo yang dikatakan lawan bicaranya.

"Baik, Bos. Akan saya lakukan."

Setelah mendapat kepastian bahwa anak buahnya melakukan apa yang ditugaskan kepadanya, pria itu pun menutup telefonnya. Ia menggeram kesal. Mengetahui apa yang baru saja disampaikan anak buahnya benar-benar membuatnya kesal. Tak sabar rasanya untuk segera sampai ke rumah. Ia benar-benar butuh pelepasan atas emosinya yang sekarang sedang membuncah.

Gerak dadanya naik turun, ia kewalahan mengatasi emosinya. Segera ia mengatur ritme nafasnya untuk kembali teratur. Setelah dirasanya dirinya sudah cukup tenang, ia pun kembali menghidupkan mobilnya dan bergegas meninggalkan tempat itu.

****

Siapa yang tak kenal Javier Lucas Reynardi atau yang biasa dikenal Javier Rey. Pria berkebangsaan Indonesia namun berdarah campuran Spanyol itu adalah seorang artis papan atas yang begitu berbinar di tahun ini. Begitu banyak film-film laga yang ia bintangi bahkan seorang sutradara hollywood sudah ada yang meliriknya untuk ikut bergabung dalam sebuah debut film terbarunya. Siapapun wanita yang melihat Javier pasti mereka akan dengan mudahnya terkagum.

Bagaimana tidak, sosoknya adalah sosok sempurna bak dewa yunani. Setiap garis wajahnya menunjukkan bahwa ia adalah pria tegas dan tidak terbantahkan, sorot matanya tajam dan dingin, alisnya tebal, bulu-bulu halus tercukur rapi disepanjang garis rahang semakin menambah unsur kejantanan dalam dirinya. Kaum hawa di bumi ini menyebutnya mewarisi ketampanan yang setara dengan Enrique Iglesias. Sekilas tidak ada yang cacat pada dirinya.

Saat Javier masih melajang, ia akan dengan mudahnya menemukan wanita manapun untuk menemani malam-malamnya. Begitupun dengan dunia malam yang begitu erat menjerat kehidupannya. Hal yang tentu saja meresahkan bagi Jodi Reynardi--Ayah Javier. Kehidupan artis papan atas benar-benar memberi dampak buruk bagi ketenangan jiwanya sebagai seorang ayah yang selama ini membesarkannya seorang diri. Tidak perlu ditanyakan dimana Ibu nya berada, karena bisa dipastikan setiap orang yang menanyakan hal itu, Javier selalu menolak menjawab.

Tidak ada yang spesial dengan masa kecilnya bersama sang Ibu. Dan disetiap pencapaian kesuksesannya, kalimat pertama yang ia berikan ucapan terimakasih adalah ayahnya.

Meski Ayahnya kerap kali memintanya untuk menggantikan posisinya sebagai CEO di perusahaan karet miliknya dan Javier selola menolak, tapi ayahnya tidak pernah memaksanya. Ia tetap membebaskan putranya menentukan pilihannya.

Hingga suatu saat Ayahnya menyadari bahwa merestui Javier untuk terjun ke dunia entertaiment adalah suatu masalah besar. Masalah yang akhirnya merusak moralitas Javier. Bagi ayahnya, kehidupan Javier yang seperti itu harus diseimbangkan dengan hadirnya seorang wanita yang mungkin dapat merubah kehidupannya. Kara---adalah alternatif terbaik menurut ayah Javier untuk menemani hari-hari putra tunggalnya itu.

Seperti yang terjadi malam itu.. saat Javier baru saja pulang dari lokasi tempatnya shooting, dengan sigap Kara akan menyiapkan segala apapun kebutuhan Javier. Mulai dari menyiapkan air mandi, hingga pakaian tidurnya.

"Aku belum ingin membersihkan diriku di dalam sana." Kata Javier saat Kara hendak menyiapkan air mandi hangat untuknya. Kalau sudah begitu Kara hanya akan mengangguk dan segera meninggalkan Javier seorang diri di dalam kamar. Ia tidak ingin berlama-lama dengan Javier. Ia begitu takut.... Takut kalau hal itu sampai terjadi lagi.

"Mau kemana?" suara berat milik Javier menghentikan langkah kaki Kara yang hendak pergi meninggalkan kamar mereka.

"Menyiapkan makan malam untukmu." Jawab Kara dari balik bahunya.

Javier berjalan menghampiri Kara. Semakin Javier melangkah mendekat maka semakin takut pula Kara untuk menatap wajahnya. Ia masih saja tidak membalikkan tubuhnya padahal ia tahu betul Javier sudah berada tepat dibelakangnya.

"Kemana saja kau satu hari ini?" tanya Javier dingin, suaranya terdengar mengintimidasi. Sementara Kara masih enggan membalikkan tubuhnya. Bahunya bergetar menahan takut.

"Pergi melihat-lihat pameran lukisan." Suaranya bergetar melemah.

"Benarkah? Apa kau menikmatinya?"

Javier tahu benar bahwa Kara adalah seorang pelukis handal. Sudah banyak karyanya yang laku dipasaran seni. Melihat-lihat pameran lukisan adalah salah satu dari sekian banyak rutinitasnya yang dapat berfungsi menghilangkan kejenuhan dalam dirinya.

"Y-ya tentu saja.."

"Bersama siapa?" Javier menanyakan sesuatu yang membuat jantung Kara berdegup lebih kencang. Kara terbata-bata hendak mengatakannya. Ia mati-matian hendak berkata jujur.

"Aku bilang kau bersama siapa kesana?! Jawab Kara!" bentaknya kuat. Kara semakin takut, airmata hendak jatuh di pipinya.

Oh tidak, jangan lagi Tuhan..

"Berbalik!"

Kara masih diam mematung ditempatnya dan enggan berbalik. Ia begitu takut. Bisa dipastikan ketika ia berbalik ia akan mendapati tatapan penuh amarah milik Javier. Dan ia sungguh tak ingin melihatnya.

"Berbalik Kara!" ulangnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras.

Takut, akhirnya Kara membalikkan tubuhnya, ia menunduk memandangi lantai marmer kamarnya. Ia sungguh tak berani menatap pria yang sekarang berdiri menjulang dihadapannya ini.

Javier meletakkan jari telunjukknya dibawah dagu Kara, ia mengangkat wajah Kara dengan satu dorongan kasar dibawah dagunya. Kini mata mereka saling bersitatap. Kara bisa merasakan aura gelap itu mulai menguasai Javier. Tatapannya sendu seolah memohon belas kasihan, airmata bahkan sudah menetes satu demi satu di pipi lembutnya.

"Jadi katakan, bersama siapa kau pergi?" suara Javier mulai melembut.

"Damian.." Kara mengumpulkan segenap keberaniannya untuk berbicara. Tak ada gunanya mengelak dari Javier. Ia tahu betul orang-orang utusan Javier pasti yang memberikan informasi ini padanya. Dan sialnya, kenapa ia tidak berhati-hati dengan sebisa mungkin melakukan penyamaran.

Segera Javier menjalankan jemarinya menuju lengan mungil milik Kara. Semula ia membelai lembut setiap inchi kulit lembutnya tapi dengan segera ia kemudian mencengkram kuat lengan itu diantara jemari-jemari besarnya. Satu kepalnya membuat Kara merintih kesakitan.

"Aku sudah mengatakan padamu bukan? Aku tidak suka istriku pergi bersama pria asing. Dan kau telah membodohiku!" ia menatap tajam pada Kara.

"T-Tapi.. Damian bukan orang asing, Jav. Dia sahabatku.." Kara membela diri.

"Jav.. sakit.." Kara mengeluh merasakan cengkraman kuat itu seperti tidak mau pergi untuk menyakitinya. Dan ia tahu, penderitaannya baru saja dimulai. Javier tidak akan dengan mudahnya melepaskan.

"Sayangnya kau harus mendapat hukuman yang setimpal, Kara." Javier tidak mempedulikan pembelaan juga erangan Kara.

Javier melepaskan cengkramannya pada lengan istrinya. Kara mundur secara perlahan, berharap langkahnya dapat membuat ia menjauh dari Javier. Hingga ia tak sadar tahu-tahu dirinya sudah menepi dipojok ruangan. Ia benar-benar tidak bisa kemana-mana lagi sekarang.

Kemudian Javier melepaskan sabuk celananya, ia menjuntaikan sabuk itu hingga menyentuh ke lantai. Menggulung ujung sabuk celananya kedalam kepalan tangannya. Memberi kesan kuat pada setiap genggamnya untuk kemudian menyentakkannya dengan kasar ke lantai marmer kamarnya. Bunyinya menimbulkan ketakutan tersendiri bagi Kara.

"Tidak.. jangan Jav, jangan.. ku mohon.." ia menggeleng kuat, tangannya terangkat ke udara melambangkan penolakan. Namun sepertinya Javier tidak peduli. Ia terus bergerak maju.

"Ku harap kau tidak lupa bahwa kau sudah menjadi milikku sekarang.." Javier menghentakkan tali pinggangnya. Ctasssss!! Langkahnya pasti dan penuh amarah.

"Aku bersalah karena tidak memberitahumu, Jav. Maafkan aku.." Kara berharap pengakuannya meluluhkan kemarahan suaminya.

"Pelajaran yang setimpal tetap harus diberikan padamu, Istriku sayang.." ia menyeringai dingin. Ctassss!! Lagi-lagi bunyi itu menambah ketakutan pada diri Kara.

Ia mendekat. Dan langkahnya menjadi semakin dekat dengan Kara. Sangat dekat hingga Kara dapat melihat dengan jelas sosok dihadapannya berubah menjadi malaikat maut dalam suatu waktu. Bahkan Kara dapat mendengar dengan jelas deru nafas berat milik Javier menandakan kemarahan meliputi dirinya.

Lalu, tanpa dikomando sabuk itu sudah jatuh dengan kasarnya mengenai kulit-kulit lembutnya. Hentakkannya begitu kuat hingga menimbulkan jeritan tak tertahankan bagi Kara. Javier membabi buta, ia tidak dapat lagi mengontrol emosinya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah membalaskan kekesalan yang menumpuk di hatinya.

Satu, dua, bahkan tiga hentakkan belum cukup menetralkan suasana hatinya yang terbakar cemburu.

"Seharusnya kau berpikir sebelum melakukannya!"
Ctassss! Hentakkan yang ke empat melukai kulit mulusnya.

Lama kelamaan teriakan Kara menghilang, suaranya kini lebih terdengar seperti tangis yang meraung. Merasa tak sanggup akan sakit yang diterimanya, Kara jatuh terduduk. Ia terkulai lemas. Bekas memar merah mulai muncul di sepanjang kulit kuning langsat mulusnya.

Seperti tersadar akan kesakitan yang dirasakan istrinya, Javier pun menghentikan aksinya. Sekilas terlihat raut penyesalan di wajahnya. Nafasnya masih memburu. Ia membasuh peluh yang berjatuhan di sepanjang garis wajahnya. Kemudian Javier melepaskan lilitan sabuk yang melingkar di kepalan tangannya. Membiarkan sabuk itu jatuh begitu saja dibawah kakinya.

"Jauhkan dirimu dari hadapanku sekarang atau aku bisa melakukan yang lebih dari ini!" katanya sambil berbalik membelakangi Kara. Tak sanggup melihat istrinya lemah tak berdaya.

Dengan segera Kara beringsut menjauh. Ia berjalan tertatih, langkahnya berat. Bahkan kain pembungkus tubuhnya sudah koyak sana-sini.

Javier telah melukainya. Lagi.

Tbc

Hai-haiii readers ku tercintaaa..
Author kembali lagi ini dengan tulisan ketiga.
Temanya masih tentang wedding..
Tapi dicerita kali ini author coba mengangkat tema yang sedikit ekstrim dan mengoyak jiwa.... *eaaaa
Semoga suka yaaa..
Dan jika berkenan boleh dong vote atau comment nya ;))

Author dengan segala kerendahan hati menerima kritik dan saran

Salam manis,

Author :*

Continue Reading

You'll Also Like

61K 1.5K 7
Hargai karya seseorang jika karyamu ingin dihargai. INGATT!!!!
490K 22.6K 17
❗️AREA BAPER❗️ *** Bagi Rezal Mahesa, masih melajang di usia 32 tahun bukanlah sesuatu yang memalukan. Dia sudah nyaman hidup mulus tanpa lika-liku p...
2.2M 102K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
NO CONTROL By paina

Teen Fiction

38.1K 1.9K 28
Zee Pruk Panich lelaki gagah, tampan dan juga cerdas, tetapi harus menerima nasibnya yang harus di jodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya. Awaln...