complicated feeling | ✓

By ardhiac

1.9M 97.6K 5.5K

[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dad... More

Tolong dibaca
Prolog
Part 1
Part 3
Part 4
Sorry
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44 - (1)
Part 44 - End (2)
Liam's Letter
Epilog
Extra Part
Extra Part II - Before Marriage

Part 2

98.7K 4.9K 571
By ardhiac

Hari ini, Keira bersama kedua sahabatnya pulang lebih awal. Mereka pulang bukan karena bolos pelajaran atau lain sebagainya, tetapi karena sekolahnya akan mengadakan rapat untuk membahas tentang tahun ajaran baru. Tentu saja, itu membuat semua murid SMA Angkasa Mirta senang bukan main. Siapa yang tidak senang kalau hari pertama sekolah, seluruh murid dipulangkan lebih awal. Terlebih, sekarang baru saja memasuki pukul sepuluh pagi. Ah, inikah yang dinamakan surga bagi para pelajar?

"Kei, kita ke mall, yuk," ajak Ivy sembari menata rambutnya di sebuah kaca kecil miliknya. Kebiasaan yang tidak pernah hilang setiap pulang sekolah.

Keira menguap lebar. "Gue ngantuk, Vy, mau tidur," ia kemudian memasukkan satu buku tulis kosong miliknya ke dalam tas. Sedangkan bukunya yang lain memang senjaga ia taruh di bawah kolong meja. Alasannya sederhana, berat.

Murid yang lain? Jangan ditanya, karena jawabannya pasti sama. Sama-sama menaruh buku di bawah kolong meja. Untung saja, sekolah mereka swasta dengan bayarannya yang terkenal sangat mahal. Kalau ada guru yang memarahi, siap-siap saja angkat kaki dari sana. Karena, ketika uang berbicara, kebenaran akan diam.

Mendengar ucapan Keira, mata Lisa pun sontak membulat sempurna. "Ya, ampun, Kei, baru juga jam sepuluh pagi, lo udah ngantuk?!" Tanyanya dengan tatapan tidak percaya.

"Lis, lo kalo ngomong, pelan dikit bisa gak, sih?" Cetus Ivy. Tidak Keira, tidak Lisa, sama saja. Sama-sama senang sekali berteriak saat sedang berbicara. Menyebalkan!

"Gue lagi males kemana-mana hari ini," balasnya sembari mengambil paksa kaca yang berada di tangan Ivy. Setelah itu, melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan sahabatnya barusan.

Sengaja, Lisa pun menggoyang-goyangkan tubuh Keira. Merayu, maksudnya. "Ayolah, Kei, masa lo tega, sih, sama kita berdua?"

"Kita ke starbucks dulu, deh. Gimana? Biar ngantuk lo hilang kalo ngopi," Ivy memohon. Tatapannya itu, lho, benar-benar membuat Keira meringis karena terlihat jelek sekali di matanya.

"Lain kali aja, ya," Keira tetap berpegang teduh pada pendiriannya.

Lisa dan Ivy pun hanya bisa menghela napasnya. Mereka pasrah. "Yaudah, lo jangan ngiri, ya, kalo kita berdua seneng-seneng, Bye." Lisa dan Ivy pun melambaikan tangannya ke arah Keira dan meninggalkannya sendirian. Mereka tidak tahu saja kalau Keira sudah memaki dalam hati karena perbuatan mereka.

Huh, dasar!

Melihat bahwa di kelas memang tinggal dirinya saja, Keira pun bergegas turun dan menuju ke parkiran mobil. Dilihatnya, sudah ada Samuel di sana.

Samuel Aristano, satu-satunya sahabat cowok yang Keira miliki di dunia ini. Persahabatan yang telah terjalin sejak mereka masih anak-anak, membuat keduanya tahu segala sesuatu yang orang lain tak tahu, bahkan kedua orang tua mereka sekalipun. Kalau di sekolah, mereka sering sekali dianggap berpacaran karena kedekatan mereka yang di luar batas. Tak jarang pula, para murid di sekolah merasa iri dengan mereka.

Belum lagi, dengan sikap protective dan ancaman-ancaman yang Samuel lontarkan kepada para murid yang berani menganggu atau menyakiti Keira.

Pernah, beberapa bulan yang lalu, ada salah satu anggota klub basket yang sedang latihan di lapangan. Kebetulan, saat itu Keira memang sedang menunggu Samuel di sana. Tetapi, tiba-tiba saja sebuah bola basket sukses meluncur di atas kepalanya dan membuatnya pingsan di tempat.

Samuel yang saat itu memang sedang berjalan menghampiri Keira pun sontak membawanya ke uks. Setelah itu, kembali lagi ke lapangan dan menghampiri orang yang memang tak sengaja melempar bola ke arah dimana Keira sedang berdiri. Sialnya, orang tersebut tidak berniat meminta maaf, justru malah menyalahi Keira yang berdiri tidak tahu tempat.

Samuel pun kalap dan langsung memukul orang tersebut. Untungnya bukan cewek, kalau tidak, ia tidak akan berani memukulnya hingga tersungkur lemah. Sejak saat itu, tidak ada lagi yang berani mempunyai masalah dengan Keira, apalagi Samuel.

Melihat Keira yang sedang berjalan menuju arahnya, Samuel pun membenarkan posisinya dari menyender di pintu mobil menjadi tegak. "Pulang?" Tanyanya.

Keira mengangguk. "Iya. Lo kenapa belum pulang?"

Samuel tertawa kecil. Menampilkan lesung pipinya yang dalam. "Kan, nunggu lo dulu, baru gue pulang,"

Ah, Keira hampir saja lupa dengan kebiasaan Samuel yang satu itu. Selalu saja menunggunya di parkiran saat pulang sekolah. Mau dirinya membawa mobil atau tidak, tetapi Samuel baru akan pulang kalau melihat Keira sudah pulang di depan matanya sendiri.

"Kebiasaan, deh," Keira memutar kedua bola matanya. Bukannya tidak suka, tetapi ia merasa sangat tidak enak dengan Samuel. Ya, walaupun ia tahu bahwa sahabatnya itu sama sekali tidak keberatan.

"Yaudah, sana pulang. Kalau engga, ya ... gue akan tetep nungguin, lo,"

Tahu kalau omongan Samuel tidak pernah bohong, Keira pun langsung saja membuka pintu mobil menggunakan remote alarmnya. Bergegas masuk ke dalam dan menyalakan mesin. "Udah, nih, gue mau pulang. Lo hati-hati, ya."

Samuel mengangguk. Saat melihat mobil Keira yang mulai menghilang dari pandangannya, ia pun segera melakukan hal yang sama. Di dalam mobil, ia tersenyum dan berharap bahwa apa yang ia lakukan untuk Keira akan tetap berlangsung tanpa adanya halangan.

•••

"Assalamualaikum. Ma, Keira pulang," pekik Keira saat memasuki rumahnya. Menuju ke ruang tamu dan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.

"Waalaikumsalam, tumben kamu udah pulang. Ada apa?" Tanya Mama yang baru saja datang dari arah dapur.

"Katanya, sih, guru-guru mau ada rapat tahun ajaran baru, Ma,"

"Oh, gitu. Kamu udah makan belum?" Mama kembali bertanya. Tangannya sibuk menghapus keringat yang berada di sekitar dahi Keira. Tanpa rasa jijik ataupun geli sekalipun.

Keira mengangguk. "Yaudah, Ma, Keira ke kamar dulu, ya," ia pun bangkit dari sofa dan menuju ke kamar, setelah mengecup sekilas kedua pipi mamanya.

Di dalam kamar, Keira langsung berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, karena panasnya hari ini membuat tubuh Keira lengket dan berkeringat. Belum lagi, kalau nanti wajahnya tumbuh jerawat. Membayangkan itu membuat ia bergidik ngeri.

Setelah selesai, Keira pun berniat untuk tidur. Tetapi, ia urungkan niatnya karena ponselnya bergetar. Segera ia ambil ponselnya yang ada di atas nakas dan melihat bahwa ada satu pesan masuk yang ternyata dari Samuel.

Samuel A: Kei, lagi apa?

Keira Amanda: baru aja mau tidur. Ada apa, Sam?

Samuel A: Gapapa, tadinya gue mau ke rumah lo.

Keira Amanda: Yaudah, kerumah aja.

Samuel A: Gak usah deh, nanti ganggu lo yang baru aja mau tidur. Bener 'kan? Nanti sore aja, Boleh engga?

Keira Amanda: Gue curiga kalau lo selama ini bisa baca pikiran sama suasana, ya? Btw, iya, boleh.

Samuel A: Apa, sih, yang engga gue tau tentang lo? Yaudah, selamat tidur, Keira.

Keira tersenyum saat melihat balasan yang Samuel kirimkan. Sebenarnya, ia hanya becanda karena Samuel memang tidak bisa membaca pikiran atau apapun itu sejenisnya. Ia pun kembali menaruh ponselnya kembali dan melanjutkan tidurnya yang baru akan dimulai tadi.

•••

Sorenya, Keira terbangun setelah mendengar ketukan dari yang berasal dari pintu kamarnya beberapa kali. Terpaksa, ia pun akhirnya bangun dan hendak membuka pintu dengan langkah gontai dan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul.

"Kamu tuh, ya, dibangunin dari tadi gak bangun-bangun juga!" Oceh Mama sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Heran sekali, punya anak gadis tetapi kerjaannya hanya tidur saja.

Keira meringis mendengar ocehan mamanya. "Keira gak denger, Ma,"

"Yaudah, cepat sana mandi, abis itu turun ke bawah."

"Iya, Ma," Keira pun menutup pintunya kembali dan berjalan menuju kamar mandi. Namun, karena mengingat kalau dirinya sudah mandi siang tadi sebelum tidur, ia pun hanya membasuh wajahnya saja dengan air.

"Sam, udah nunggu lama, ya?" Itu yang Keira tanyakan saat dirinya melihat Samuel sedang duduk seorang diri di bangku yang tersedia di depan pintu rumahnya.

Samuel menyengir. "Engga, kok."

"Oiya, ada apa? Tumben sore-sore ke sini," sahut Keira. Saat di pesan tadi, Samuel memang tidak mengatakan apa tujuan ingin ke rumahnya.

"Biasanya juga gue main ke sini setiap saat, lo engga pernah nanya," jawab Samuel. "Gapapa, gue cuma mau ketemu lo aja, kok. Oh, ya, udah makan belum?"

Keira menggeleng. "Belum."

"Jangan suka nunda-nunda makan, Keira. Mending lo makan sekarang, ya," tandas Samuel. Ini, nih yang ia tidak suka dari Keira. Sering sekali menunda jam makan, walau sebenarnya Keira termasuk seseorang yang suka sekali makan.

"Iya, nanti gue makan," ucap Keira cepat. "Sam, gue mau nanya, lo kenal di mana sama Liam? Perasaan, lo selama ini kalau engga sama gue, ya, sama temen-temen lo itu," tanyanya tiba-tiba. Memang sejak di sekolah tadi, ia ingin menanyakan hal itu, tetapi sayangnya ia lupa. Untung, sekarang ingat.

Sontak, alis Samuel bertaut menjadi satu. Tidak lama karena setelahnya ia menjawab, "Belom lama, sih, gue kenal sama Liam waktu Mama sama Papa ngajak liburan ke Sydney sebulan yang lalu," jelasnya.

Keira tidak mengerti, maka dari itu ia kembali bertanya, "Sydney? Maksudnya?"

"Iya, dia itu tinggal di Sydney. Papanya orang Australia, tapi mamanya Indo asli. Makanya, dia bisa ngomong Bahasa karena diajarin sama mamanya. Papanya dia juga relasi perusahaan bokap gue. Selama gue di sana, cuma Liam yang gue kenal. Jadi, gue sama dia berteman baik sampe sekarang."

Kali ini, Keira mengerti. "Oh, gitu."

"Emang kenapa? Kok lo nanyain dia?" Samuel menatap Keira curiga. Entah kenapa, perasaannya tidak enak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dada.

"Dia duduk di sebelah gue, Sam."

Untung saja, Samuel sedang tidak memakan atau meminum sesuatu. Kenapa? Karena sudah bisa dipastikan bahwa ia akan menyembur salah satunya ke luar. "Serius, lo? Lo engga naksir sama dia, 'kan?!"

Sial, mulut Keira menjadi kelu saat itu juga. "En-engga, kok."

Samuel mengelus dadanya. Setidaknya, apa yang ia takuti tidak terjadi walau ia sendiri yakin bahwa itu hanya sementara. "Bagus, deh," Gumamnya pelan.

"Hah? Maksud lo?" Tanya Keira. Ia yakin sekali bahwa Samuel mengatakan sesuatu barusan.

"Engga, kok. Yaudah, gue pulang dulu, ya, " Samuel bangkit berdiri. Keira mengikuti.

"Loh, kok, cepet banget udah mau pulang?"

"Iya, gue lupa mau ke supermarket, tadi disuruh nyokap. Inget, Kei, jangan lupa makan," Samuel mengacak rambut Keira sejenak. "Bye, Kei, see you tomorrow."

Keira tersenyum. "Hati-hati, Sam."

•••

Hari ini, Keira berangkat sekolah dengan Samuel. Semalam, sebelum Keira tidur, tentu saja kebiasaan Samuel yang lain adalah meneleponnya. Saat itu, Samuel bilang padanya bahwa ia akan menjemput Keira pagi-pagi. Keira pun tidak menolak, karena ia sendiri juga sedang malas membawa mobil.

Sesampainya di sekolah, Samuel tidak mengantar Keira ke kelasnya seperti biasa, karena ia bilang bahwa ia mau mengerjakan prnya yang belum sempat ia kerjakan. Keira tidak mempermasalahkan hal tersebut dan menuju kelas seorang diri.

"Kok, Liam belum dateng, ya?" Tanya Keira begitu sampai di dalam kelas.

Lisa mendecak sebal. "Baru masuk kelas yang ditanyain malah Liam. Sapa dulu, kek, kita berdua," tandasnya sembari melirik ke arah Ivy yang juga setuju dengan ucapannya.

Keira memutar kedua bola matanya. "Selamat pagi, Lisa. Selamat pagi, Ivy," sambil memasang senyum yang dipaksakan, ia menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Nah, gitu kan bagus," kata Lisa dengan senyum puas.

Tidak lama kemudian, bel jam pertama pun terdengar bersamaan dengan datangnya Liam ke dalam kelas. Keira yang melihat, langsung saja bertanya padanya saat cowok itu saat sudah duduk manis di bangku sebelahnya. "Telat? Kenapa?"

Liam menoleh. "Kejebak macet di jalan."

Keira pun membulatkan bibirnya membentuk huruf 'o'. Setelah itu, tidak berniat untuk bertanya lebih lanjut, karena Bu Dinar—guru matematika paling galak dan menyeramkan—sudah masuk ke dalam kelas. Detik itu juga, semua murid langsung membungkam mulutnya.

Bu Dinar, siapa yang tidak takut sama guru matematika yang satu itu? Selain galak dan menyeramkan, beliau juga merupakan salah satu sepupu dari pemilik sekolah Angkasa Mirta. Berani cari masalah? Siap-siap saja nilai kosong dan tidak naik kelas. Ya, walaupun sebenarnya, sih, sudah pasti naik kelas. Tetapi, beliau sangat susah diajak berkompromi. Maklum, salah satu guru yang menjalankan kebenaran.

Setelah dua jam lamanya berkutat dengan berbagai macam soal matematika, bel istirahat pertama pun akhirnya berbunyi. Seluruh murid yang ada di dalam kelas pun langsung berhamburan keluar seperti semut yang sedang mencari makan. Keira yang memang belum sarapan dari pagi, langsung dengan cepat mengajak Lisa dan Ivy ke kantin. Selama jam pelajaran berlangsung, ia memang memperhatikan pelajaran, tetapi tak ada satupun yang dapat ia pahami. Selain tidak pandai dalam matematika, ia juga sibuk menahan laparnya.

"Kalian mau makan apa? Biar sekalian gue pesenin, " tanya Lisa sembari mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin yang sekarang bagaikan lautan manusia. Ramai sekali.

"Gue mau Mie Ayam, ya, yang pedes," jawab Keira, "sama minumya jus jeruk."

"Gue sama kaya Keira, tapi minumnya air mineral aja," itu kata Ivy. Lisa pun mengangguk dan langsung pergi ke tengah-tengah keramaian kantin.

Setelah kepergian Lisa, Keira dan Ivy pun segera mencari tempat duduk yang kosong. Namun sayang, semua sudah ditempati. Sekalinya ada, hanya untuk dua orang saja, sedangkan mereka bertiga. Tetapi, begitu iris mata Keira menangkap keberadaan Samuel beserta teman-temannya, ia pun dengan cepat menghampiri mereka.

"Wah, kayaknya udah pada selesai makan, nih," sahut Keira saat dirinya sudah berada di hadapan Samuel bersama dua cowok lainnya—Rio dan Kenio—yang merupakan teman terdekat Samuel di sekolah.

Rio menaikkan sebelah alisnya. "Gue curiga, nih, pasti kalian engga dapet tempat duduk, ya?" Tanyanya tepat sasaran.

Keira terkekeh pelan. "Tau aja, deh."

Tanpa basa-basi lagi, Samuel pun bangkit berdiri dan langsung menarik dua buah bangku yang berada tak jauh dari tempatnya. "Nih, duduk," perintahnya. Tidak sampai satu detik, Keira pun menurut. Sedangkan Ivy, ia lebih memilih duduk di sebelah Kenio.

Tidak lama kemudian, Lisa datang dengan membawa satu gelas jus jeruk dan dua botol mineral di tangannya. Sedangkan untuk makanan, dibawa oleh mas-mas kantin. Saat itu juga, wajah Rio mendadak sumringah. "Hey, Sayang," sahutnya sambil mengedipkan sebelah matanya untuk Lisa.

Mendengar panggilan yang terdengar sangat menjijikan di telinganya, Lisa pun melotot. "Jangan panggil gue sayang, karena gue bukan sayangnya elo!"

Bukannya diam, Rio justru tertawa kencang. Pasalnya, diperlakukan seperti itu oleh Lisa bukanlah yang pertama kalinya. Jadi, ia sudah kebal. "Sebentar lagi juga jadi sayangnya gue, kok."

"Dalam mimpi terliar lo!"

"Kalian berdua kenapa, sih, setiap ketemu selalu ribut?" Protes Samuel. Ia benar-benar bosan melihat pemandangan yang selalu sama setiap harinya. Oh, ralat—mungkin setiap saat!

"Biarin aja, gue sumpahin kalian berdua jadian," sanggah Kenio tiba-tiba.

Lisa terlihat ingin protes, tetapi Keira telah terlebih dahulu membuka suaranya. "Liam mana?"

Ivy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Liam lagi, Liam lagi."

"Dia lagi ke toilet," sergah Rio cepat. Keira pun mengangguk saja.

"Emang kenapa, kok, lo nyariin dia?" Tanya Samuel penasaran. Lagi-lagi, ia merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Entah apa, tetapi rasanya benar-benar tidak nyaman dan ia tidak suka itu.

"Gapapa, nanya aja," balas Keira singkat.

"Lo engga tau aja, Sam, dari tadi pagi yang dia tanyain cuma Liam," Lisa menyahut. Tidak menyadari bahwa ucapannya barusan membuat Samuel benar-benar diam membisu, berusaha mencerna setiap perkataan yang keluar dari bibirnya.

Setelah menatap wajah Keira yang tak henti-hentinya mencari sesuatu, Samuel pun mengerti apa yang terjadi. Dan saat itu juga, ia lebih memilih untuk pergi dari sana dan kembali ke kelas.

Because, they dont know how he felt right now.

•••

[A/N]

Yaaa, aku tau banget part ini kebanyakan dialognya. Hope this chapter is more than enough to read! And please leave a vote and comment for me!❤

Edited on June 19, 2016.

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 125K 52
Triva Selena, cewek cantik yang punya sejuta ketenangan di dalam hidupnya. Dia memiliki kepribadian yang mengagumkan bagi semua orang, khususnya cowo...
2.3M 173K 37
Pernah merasa cemburu setengah mati tapi hanya bisa menahan dan menangis dalam diam? Bagaimana pula jika kamu cemburu jika pacarmu lebih dekat dengan...
706K 38.6K 40
Berawal dari tantangan, berubah menjadi sebuah kenyamanan. NO PLAGIARISM! COPY! ATAU SEJENISNYA. Highest rank: #8 General Fiction (28 Agustus '16) ...
1.7M 39.7K 20
❞𝙣𝙜𝙜𝙝 𝙗𝙖𝙗𝙮. 𝙒𝙝𝙮 𝙞𝙨 𝙮𝙤𝙪𝙧 𝙗𝙤𝙙𝙮 𝙙𝙚𝙡𝙞𝙘𝙞𝙤𝙪𝙨 ❞𝙏𝙝𝙚𝙣 𝘾𝙝𝙖𝙣𝙮𝙚𝙤𝙡 𝙨𝙪𝙘𝙠𝙚𝙙 𝙖 𝙫𝙚𝙧𝙮 𝙨𝙢𝙖𝙡𝙡 𝙗𝙖𝙚𝙠𝙝𝙮𝙪𝙣...