Edelweiss

By hesperosky

143K 6.9K 139

"Hai. Kau suka dengan potret yang ini kah?" Tiba - tiba seorang pria berparas tampan, dan tinggi telah berada... More

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Epilog
Prakata Penulis

28

5.2K 171 1
By hesperosky

Sore ini Dea berencana untuk pergi ke Malang, dengan maksud menghilangkan jejak sementara di waktu libur kuliahnya selama satu minggu.

Sudah sejak pagi tadi Dea telah mempersiapkan tas punggung besarnya dan koper kecil yang berisi baju - baju. Dea juga telah membersihkan badannya dan sudah siap untuk pergi ke stasiun pukul setengah empat sore nanti. Jadwal keberangkatan kereta ke Malang dari Jakarta adalah pukul enam sore nanti.

Kamar kos yang hanya berukuran tiga kali empat itu sudah menjadi tempat Dea sehari - hari bertapa. Akhirnya, Dea pun dapat keluar dan bebas dari lingkungan kosannya yang membosankan itu.

"Dea, lo jadi gak barengan berangkat ke Malangnya?" Tanya salah satu teman Dea yang merupakan teman satu kampus Dea yang juga bermaksud akan pergi ke kampung asalnya di Probolinggo.

"Jadi dong, Sen. Lo gak lihat apa nih gue udah siap." Jawab Dea.

"Ya udah, ayo, ntar kereta dari Jakarta ke Malang udah keburu berangkat," Ajak Sena.

Sebelum menutup pintu kamar kos nya, Dea tidak sengaja melihat setangkai bunga edelweiss pemberian Arya di malam prom night yang biasa digunakannya menjadi pembatas buku. Dea mengambil setangkai bunga itu, lalu meletakkannya didalam tas kecilnya.

"Udah siap belum, Dea?" Tanya temannya yang satu lagi.

"Iya iya, sudah ayo, Sen, Ris."Jawab Dea lagi.

Dea, dan kedua temannya, Senna serta Riska sudah siap untuk berangkat bersama ke Malang dengan tujuan yang berbeda - beda. Jika Dea akan berlibur mengeksplor indahnya kota Malang, kota Batu, dan Gunung Bromo, lalu Senna akan pergi ke kampung halamannya untuk menemui keluarganya. Maka, Riska akan pergi untuk menemui neneknya.

***

Perjalanan menggunakan kereta malam itu kurang lebih selama hampir lima belas jam lamanya. Belum lagi karena gelap jadinya tidak dapat melihat pemadangan apa - apa kecuali hitam.

Dea yang bosan dengan pemandangan dan suasana kereta yang tampak riuh memilih untuk mendengarkan lagu, sambil membaca buku karya Pidi Baiq yang berjudul Dilan. Setangkai bunga edelweiss itupun digunakan Dea untuk menjadi pembatas bukunya.

***

Sudah lebih dari sebelas jam berada di dalam kereta membuat Dea sangat jenuh. Kedua temannya yang lain lebih memilih untuk tidur, sedangkan Dea sangat susah sekali untuk tidur.

Dea membuka gorden kereta secara perlahan, ia mendapati sunrise yang indah dari dalam kereta. Pemandangan  yang semula membosankan akhirnya berubah menjadi sangat indah, banyak sekali sawah - sawah terbentang disekitar jalur kereta. Dea mengambil kameranya dan mulai mengambil gambar beberapa kali.

***

Tak terasa sudah pukul sembilan, kereta pun terhenti di stasiun Malang. Stasiun Malang hari itu terlihat sangat ramai, mungkin karena sudah mulai memasukki musim masuk sekolah kembali sehingga menjadi ramai, banyak orang berlalu - lalang disekitar stasiun.

Dea dan kedua temannya pun berpisah di stasiun itu. Dea sudah memiliki janji dengan saudara sepupunya yang akan menjemput Dea dan mengajak Dea untuk pergi mengelilingi daerah Malang, dan sekitarnya.

"Dea!" Tiba - tiba ada seseorang menyebut namanya, Dea menoleh, rupanya itu adalah saudara sepupunya yang akan menjemputnya.

"Rama! Apa kabar kamu? Pakde sama bude kabarnya gimana? oh iya kabar kak Agas juga gimana?" Sapa Dea.

"Alhamdulillah, semuanya baik. Oh iya, gimana nih? mau kemana dulu?" Tanya saudara sepupunya yang terlihat sepantaran dengan Dea itu, yang bernama Rama.

"Langsung ke Probolinggo aja deh, udah pesan penginapannya untuk hari ini sampai besok."

"Widih, pasti mau ke Bromo ya? Yaudah, aku antar ya. Mana bawaannya yang mau dibantu bawa?"

"Nih." Dea memberikan kopernya.

Selama perjalanan Dea banyak berbicara dengan Rama mengenai apa saja yang bisa dikunjungi di Malang dan sekitarnya itu selama satu minggu.

***

Perjalanan dari Malang ke Probolinggo ditempuh sekitar tiga jam karena jalanan saat itu tidak terlalu ramai, dan Rama menggunakan mobilnya dengan kecepatan hingga seratus lima puluh kilometer perjam.

Sesampainya di penginapan di Probolinggo, Dea diantar oleh Rama sampai depan pintu hotel.

"Ram, nginep dimana?" Tanya Dea yang sedang menunggu kunci kamarnya.

"Bisa lah nginep di mobil, gak usah pikirin aku. Selamat bersenang - senang, aku ada urusan dulu, yang pasti besok aku jemput kamu disini jam berapa?"

"Ntar deh besok aku sms aja, kamu ntar nunggu dimana emangnya?"

"Aku ada urusan di Probolinggo, jadi mungkin nginep di Probolinggo, rumah kawan. Tenang ae, perjalanan sampai ke penginapan juga hanya satu jam, neng kene adem*, ora enak*." Logat jawa Rama mulai keluar.

"Oh, oke deh."

"Duluan yo, selamat berlibur."

Rama pun pergi dari hadapan Dea ketika Dea telah mendapatkan kunci kamarnya.

Dea langsung masuk ke dalam kamarnya, dan langsung merebahkan diri diatas kasur yang berukuran besar itu.

Jam dinding di kamar penginapan telah menunjukkan pukul setengah dua siang, Dea memilih untuk tidur sebentar, beristirahat sebelum akan pergi melihat pemandangan Bromo di sore hari.

***

Sorenya, Dea pergi keluar penginapan untuk melihat indahnya Bromo di sore hari. Ia memilih untuk menggunakkan jeep untuk turun ke pasir, lalu menggunakan kuda untuk pergi ke arah kawah Bromo.

Dea berulang kali mengambil gambar pemandangan Bromo itu dengan kameranya.

Hingga pukul setengah tujuh malam, Dea akhirnya kembali ke daerah penginapannya.

Sebelum kembali ke penginapan, Dea mencari amunisi untuk perutnya yang sudah beberapa kali menuai protes karena belum diberi makan sejak siang tadi.

Dea lebih memilih untuk makan mi goreng yang dijual di sebuah warung yang letaknyan persis disebelah penginapannya.

Seketika tatapan Dea tertuju pada seorang laki - laki bertubuh tinggi, yang sedang membayar. Dea merasa tidak asing dengan sosok laki - laki tersebut, ia berusaha untuk mengikuti laki - laki tersebut. Sayangnya, Dea kehilangan jejak laki - laki itu. Saat hendak mengikuti laki - laki itu, Dea dicegat oleh penjaga warung itu karena ia belum membayar makanannya, dan ia disuruh membayar terlebih dahulu baru boleh pergi.

Dea pun membayar makanannya, lalu kembali ke penginapannya. Dea memilih untuk beristirahat agar saat jam dua pagi ia tidak mengantuk lagi.

***

Pagi - pagi buta Dea sudah terbangun dari tidurnya dan sudah siap untuk berangkat ke Penanjakkan 1, tempat dimana ia akan melihat indahnya pemandangan Gunung Bromo, Gunung Batok, Gunung Semeru, dan beberapa gunung yang lain.

Dea mengenakan sweater miliknya yang berwarna biru, dan kupluk yang menutupi sebagian rambutnya. Tak lupa syal dan juga kaus tangan ia kenakan karena suhu udara sangat dingin pagi itu.

Dea segera memakai sepatu ketsnya dan mengambil kamera serta handphone.

Dea pun keluar dari penginapannya dan segera mencari jeep yang sudah di pesannya kemarin sore. Langit masih gelap, tetapi jeep sudah ramai mengantre untuk pergi ke penanjakkan.

Dea sudah tidak sabar untuk melihat pemandangan sunrise.

***

Perjalanan dari penginapan tempat Dea menginap menuju penanjakkan hanya memakan waktu sekitar satu sampai dua jam. Ia memilih untuk berangkat dari jam dua agar ia mendapat posisi yang bagus untuk mengambil gambar pemandangan sunrise di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru itu.

***

Akhirnya setelah beberapa lama menunggu, matahari pun mulai terbit. Langit yang semula gelap, berubah warna menjadi warna oranye. Dea mulai mengambil gambar.

Ketika matahari sudah mulai benar - benar terbit, dan langit sudah berubah menjadi cerah. Dea pun kembali turun dari bukit penanjakkan itu.

Sebelum kembali ke penginapan, Dea melihat - lihat beberapa pondok yang menjual bunga edelweiss.

Saat ia sedang melihat - lihat bunga edelweiss disalah satu pondok, ia mendengar suara yang menurutnya tidak asing. Menurutnya, suara yang tidak asing itu adalah suara seorang laki - laki yang sedang berdiri disampingnya, yang sedang melihat - lihat bunga edelweiss.

"Arya." seketika Dea menyebut nama itu.

Laki - laki itu langsung menoleh ke arah Dea.

"Anda mengenal saya?" Tanya laki - laki itu.

"Aku Deandra Claresta, kamu Arya Airlangga kan?" Jawab Dea kemudian ia bertanya balik untuk meyakinkan.

"Iya, saya Arya. Deandra? Apa kabar? Sama siapa disini? Pacarmu ya?"

Rupanya malam tadi, sosok laki - laki itu adalah Arya, atau mungkin hanya mirip. Tapi, lupakan itu. Dea sudah bertemu dengan Arya yang nyata.

"Baik. Aku sendirian aja, lagian aku juga gak punya pacar. Masih memilih sendiri, karena masih menunggu seseorang hehe. Kamu sendiri?"

"Saya kesini sama saudara." Jawab Arya.

"Kamu punya pacar?"

"Saya harus fokus untuk skripsi saya karena tahun ini saya sudah harus lulus, jadi saya memilih untuk sendiri juga. Hati saya masih untuk seseorang yang sama sejak saya pertama kali merasakan cinta,"

Dea hanya diam, lalu tersenyum. Arya membalas senyuman Dea. Dea mengeluarkan bunga edelweiss yang sempat ditaruh disaku celananya.

"Masih ingat ini?"

"Wah, kamu masih menyimpannya ya, Deandra?"

"Tentu saja."

Arya tidak menjawab, ia langsung mengambil satu ikat bunga edelweiss dan langsung membayarnya.

"Kita ke bukit penanjakkan lagi yuk, mau?" Arya mengajak Dea untuk ke bukit penanjakkan.

"Mau ngapain?" Tanya Dea.

"Kita foto bersama, kita belum pernah foto bersama sejak SMA."

Sebelum Dea menjawab, Arya langsung memegang tangan Dea dan menariknya secara halus untuk pergi ke bukit penanjakkan itu.

"Sini kameranya, pegang dulu bunganya." Kata Arya. Dea memberikan kameranya kepada Arya dan memegang bunga edelweiss itu.

Arya meminta seseorang untuk memotret Arya dan Dea dengan latar pemandangan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Setelah itu, Arya mengembalikan kamera milik Dea dengan cara mengalungkannya dileher Dea.

Arya memegang tangan Dea.

"Deandra, saya masih mencintai kamu. Hati saya masih untuk kamu, meskipun kita sudah jarang ataupun bahkan hampir tidak pernah bertemu lagi sejak malam itu. Anggap bunga yang kamu pegang itu adalah hati saya, jika kamu menerima bunga itu berarti kamu membalas perasaan saya, dan mulai sekarang kita resmi menjadi sepasang kekasih. Tetapi, jika kamu membuang atau mengembalikan bunga nya itu berarti kamu tidak membalas perasaan saya, dan saya tidak akan mengganggu hidupmu, lagi."

Dea terdiam, menatap bunga itu. Seketika hatinya menjadi sangat senang.

Dea memeluk bunga itu dengan erat.

"Aku juga masih mencintaimu, Arya. Hatiku masih untuk kamu, selalu untuk kamu."

Arya memeluk Dea dengan erat. Dea membalas pelukkan itu.

"Udah mulai siang. Lanjut aja yuk ke bukit teletubis sama pasir berbisik, kamu mau ikut gak?" Tanya Dea.

"Boleh, saya bilang ke saudara saya dulu ya."

Arya pergi meninggalkan Dea sebentar untuk pamit dengan saudaranya.

Selama di bromo, Dea memilih untuk bersama Arya.

***

Tak terasa hari sudah mulai siang, Dea kembali ke penginapan. Ternyata, Arya juga menginap di tempat yang sama. letak kamar mereka juga tidak terlalu jauh.

Sebelum kembali ke kamar dan membereskan barang - barangnya. Dea duduk diruang tunggu penginapan itu bersama Arya.

"Habis dari sini, kamu mau kemana?" Tanya Arya.

"Gak tau juga, mungkin keliling Malang."

"Di Malang tidak terlalu banyak tempat wisatanya, saya sarankan kamu pergi ke Batu saja. Oh iya, disini berapa lama?"

"Satu minggu."

"Saya kembali ke Surabaya juga dua minggu lagi, mau bareng?"

"Boleh."

"Yasudah. Kebetulan juga, saya bawa mobil sendiri nanti biar saudara saya, saya antar ke rumahnya, di probolinggo ini kok. Siap - siap sekarang ya, Deandra. Biar nanti sampai Batu tidak terlalu sore."

"Oke."

Dea segera pergi ke kamarnya dan bersiap - siap. Tidak lupa, ia mengabarkan saudara sepupunya, Rama bahwa ia akan berlibur di Malang dengan temannya.

***

Selama satu minggu itu, Dea berlibur di Malang bersama Arya. Ia kembali bersama Arya setelah sekian lama dipisahkan oleh jarak.

Arya berjanji pada Dea, bahwa ketika Arya lulus dari kuliahnya dan telah mendapatkan kerja yang pantas di Surabaya. Arya akan kembali ke Jakarta untuk bertemu Dea dan melamarnya untuk menjadi pemilik bunga edelweiss di hidupnya.

---

a/n

*Neng kene adem : disini dingin.
*Ora enak : gak enak.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 19.4K 9
[The Wattys 2021 Winner kategori Chicklit] --- SUDAH TERBIT, tersedia di Gramedia Pengkhianatan, fitnah, dan ancaman mantan suami membuat Anjani ter...
989 103 35
"Bagian kedua dari goresan nestapa dengan luka baru yang belum terselesaikan." -Dimensi Ambisi- #1 frasa [24 Oktober 2022] #1 senandika [10 November...
77.7K 1.1K 35
Berisi kutipan-kutipan buku Talijiwo yang ditulis oleh Sujiwo Tedjo seorang seniman kelahiran Jember. Talijiwo adalah buku kesekian dr Sujiwo Tejo Ta...
46.1K 2.6K 13
Gibran tak menyangka kalau perempuan yang dijodohkannya akan membuat hatinya luluh. Namun, ia sendiri merasa tak cukup pantas untuk seorang Rinjani. ...