Love Song

Від girayu

107K 3.5K 104

"Tidak semua lagu cinta bermakna cinta. Andai saja ada sebuah kesempatan bahwa masa lalu bisa di tulis ulang... Більше

Track 02 - The Memory
Track 03 - Forgive Me Not
Track 04 - Snow White
Track 05 - Suddenly
Track 06 - Gossip Man
Track 07 - Lost Memory
Track 08 - Sweet Latte
Track 09 - 24 November. Tell Me Goodbye
Track 10 - Silent Tears
Track 11 - Let Me In
Track 12 - Lies
Track 13 - Angel Wings
Track 14 - Let Me Hear Your Voice
Track 15 - Last Farewell
Track 16 - Love Song
Track 17 - Day by Day
Bonus Track - Missing You

Track 01 - Intro

34.3K 492 15
Від girayu

"GUE udah cantik belom?"

Maya mengibaskan rambut sebahunya yang ikal. Ia menatap percaya diri wajah putih dan cantiknya di depan cermin toilet kampus. Bibirnya terus tersenyum bangga pada wajah sempurnanya itu. Rara sedang membenarkan bagian bawah kemeja kotak-kotak merahnya saat Maya meliriknya lewat cermin lalu menoleh kearahnya.

"Gue udah cantik kan?" tanya Maya pada Rara, sahabatnya.

Rara tersenyum. "Iya, cantik."

Maya tersenyum lebar dan kembali menatap cermin. "Berarti ngga ada alesan buat Ekanaga ngga ngelirik gue kan hari ini?"

Rara terdiam mendengar itu. Tiba-tiba dia teringat sosok seorang cowo yang sedang banyak orang bicarakan akhir-akhir ini. Orang yang juga membuat Maya tak berhenti bercermin sekarang, juga tak berhenti menyebut-nyebut namanya.

"Ra?" panggil Maya dan membuat Rara tersadar dari lamunannya lalu menatap Maya.

"Apa? Eka...naga? Si cowok narsis itu? Buat apa lo dandan cantik demi dia. Ngga ada gunanya tau," ucap Rara tak sadar. Baru setelah ia melirik Maya yang menatapnya sinis, ia sadar ia baru saja keceplosan.

"Denger ya sahabat baik gue Rarasanti. Ekanaga itu barang langka. Bak sebongkah emas yang susah dicari di jaman batu. Dan setelah lama gue sering mendengar lagunya di radio, melihat wajah tampannya di tv, dia sekarang satu kampus dan sekelas sama gue. Bukannya itu berkah yah? Masa gue harus nolak rejeki sih Ra?"

Maya merangkul Rara di akhir ucapannya yang menggebu-gebu dan ekspresif itu. Rara hanya menahan tawa sambil mengibaskan kedua tangannya yang basah ke wastafel.

"Sakit lo," Rara berucap berlalu yang diikuti reaksi gemes Maya.

Namanya happening banget akhir-akhir ini. Ngga di sekolah, di rumah, di jalan, di tv, radio. Dia punya banyak segudang hal yang membuat semua orang ngga bisa melupakan keberadaannya. Suaranya, wajahnya, sikapnya, senyumnya, gaya pakaiannya, gaya ucapannya, semua lagi terbius oleh kharisma seorang cowok 20 tahun bernama Ekanaga.

"Lagunya juga bagus-bagus dan menyayat hati. Semua lagu di band-nya, dia yang bikin loh Ra! Gue punya semua albumnya..." cerocos Maya pada Rara yang berjalan cuek di sebelahnya.

"...Dari waktu dia masih penyanyi cilik sampe sekarang dia punya band," potong Rara dan Maya terkejut dengan senang.

"Nah itu lo tau."

"Karna lo bilang itu tiap hari, tiap saat, tiap detik!" seru Rara jutek.

Maya cengengesan. Ia menyusul langkah Rara dan merangkulnya. "Tapi Rara sayang... ada satu hal yang nggak lo tahu dan gue belom pernah bilang sama lo."

"Apa?"

"...Gue cintaaaaaa banget sama Ekanaga SE-LA-MA-NYA!" seru Maya di telinga Rara dan langsung di balas Rara dengan pandangan 'gamau tau'.

Mereka sampai di kelas. Namun orang yang dari tadi dibicarakan Maya tidak tampak batang hidungnya. Ia menoleh pada Rara yang sedang mengamatinya.

"Apa dia juga ada jadwal siang-siang gini?? Barusan dia masih ada kok waktu kelas pagi!" seru Maya histeris. Rara menghela napas lalu berlalu ke bangkunya. Maya mengkuti dengan wajah sedih. Ia duduk di depan Rara. Rara menatap bangku di samping kanannya yang kosong. Bangku itu, bangku Ekanaga. Ia menatap agak lama sampai kemudian pandangannya beralih pada dosen yang masuk ke kelasnya untuk memulai kuliah.

***

"Hari ini, kembali kami hadir untuk kalian. Terima kasih sudah datang, kami akan melakukan yang terbaik di masa depan. Simak lagu terakhir dari kami... 'Suddenly'..." Ekanaga menarik gitar lalu mengalunkan suara petikan gitar-nya. Suara riuh rendah penonton membawanya hanyut ke dalam lagu. Sebuah lagu yang ia ciptakan dua tahun lalu. Memori itu tiba-tiba terputar kembali di kepalanya. Mulai dari pertemuannya dengan seorang gadis di masa lalu. Tangisan dan senyuman gadis itu, telah membuatnya merasakan sesuatu yang lain. Dan semuanya terjadi secara tiba-tiba. Gadis yang sampai sekarang belom bisa ia lupakan dan menariknya makin dalam ke dunia yang belum pernah ia masuki. Dunia yang untuk tertawa saja bahkan jadi terasa sangat sulit. Dunia aneh dan menyesakkan...

***

Eri menggeleng-gelengkan kepalanya cepat-cepat. Keringat dari rambutnya terbang kemana-mana. Di sebelahnya, Abi sedang mengelap wajahnya dengan handuk. Eri melihat Naga setengah berlari memasuki ruang tunggu khusus untuk Heroes, nama band mereka. Wajahnya terlihat senang dan gembira seperti anak kecil yang habis dapat mainan baru. Ia menghampiri Daye yang sedang main otoped dan bercanda dengan para staf dari management mereka. Daye hampir terjatuh karna dikagetkan oleh pelukan Naga yang tiba-tiba.

"Astaga... lo ngagetin gue Bang. Serius deh..." Daye berekspresi serius. Itu ngga biasa karna wajahnya sehari-harinya adalah konyol dan selalu tertawa.

Naga membuka topi bertepi lebar merah miliknya lalu menjadikannya kipas dadakan. Ia tersenyum. "Ngga tau kenapa gue seneng banget loh hari ini. Beneran deh...".

Eri membuat senyum diujung mulutnya. Senyum yang sering ia tunjukkan untuk menghadapi sikap aneh Naga yang datang setelah konser.

"Iyalah... akhirnya tiba-tiba CEO ngebolehin dia nyanyi lagu 'Tiba-tiba' lagi... liat ngga tadi mukanya  Bang Naga pas nyanyi? Menghayatinya itu loh lebaaaaaay!" Eri mendapat timpukan handuk basah dari Naga saat ucapannya selesai.

"Hey Eri Ibrahim!! Jangan ngomong yang nggak-nggaaaaaak!" teriak Naga sambil tertawa.

Abi dan Daye ikut tertawa saat Eri masih juga menceritakan ekspresi wajah Naga waktu menyanyikan lagu Suddenly. Ia juga memperagakan sikap Naga di panggung yang khas kalau memegang mic dan menyanyi. Abi yang dari tadi hanya tertawa pelan, tertawa makin keras saat Eri menunjukan wajah erotis.

"Itu sih bukan Naga, tapi elu!" teriak Abi yang disambut tawa Daye.

Naga makin malu mendengar candaan teman-temannya yang lebih terkesan mengejeknya. Ia berkali-kali berteriak pada Eri dan menyuruh semua orang di ruangan bubar dengan gerakan lucu. Persis anak kecil.

"Loh tapi ngomong-ngomong, si Ube mana? Dari tadi kok ngga keliatan?" celetuk Abi disela tawa teman-temannya.

Naga menoleh ke seluruh ruangan mencari sosok Ube, teman dari kecilnya yang kini menjadi member di bandnya. "iya.. tumben tuh anak. Biasanya udah ada disini buat nutup itu tuh! bacot bocornya si Eri!"

Eri menangkis lemparan handuk dari Naga yang kedua kalinya. Dia lalu duduk dan mengelap wajahnya yang basah karna keringat. "Iya biasanya dia kan ada buat ngebully gue. Mana sih dia?"

"Woooooohooooooo!"

Teriakan itu membuat semua member Heroes menoleh ke arah pintu seketika. Disitu berdiri Ube dengan rambut mohawk-nya, ngedance ngga jelas yang dihapal banget sama anak-anak kalo itu adalah suatu tanda kalo dia pasti lagi seneng.

"Apaan sih Bang?" Eri senyum tipis.

"Mulai deh... mulai..." celetuk Naga tertawa tanpa menghilangkan pandangannya dari Ube.

Ube masih nari meliuk-liuk sambil menghampiri anak-anak itu. Daye yang udah ngga tahan sama situasi itu ngakak dengan kencengnya. Abi lalu menghampiri Ube dan ikut menari bersamaNya dengan liukan yang ngga kalah aneh. Seruangan penuh dengan tawa sekarang.

"Heeeeh Ube! Ngomong dulu baru joget! Apaan sih? Ada apaan?" teriak Naga.

Ube pun berhenti. Ia melirik satu-satu anak-anak dengan senyum misterius.

"Guys... CEO bilang.... bersiaplah. Kalian. Semua. Bersiaplah... untuk tour Asiaaaaa! Wooohoooo!!"

Teriakan Ube tadi menimbulkan macam-macam reaksi pada anak-anak Heroes. Eri langsung berhenti mengelap lehernya dan menatap Ube. Abi agak tercengang untuk kemudian mengeluarkan tawa kecil diujung mulutnya. Naga melotot dan Daye hampir membanting otopednya ke cermin rias yang ada disitu.

"Kata siapa?" celetuk Eri.

"Jangan becanda..." Daye berkata dengan masih kaget.

Abi hanya diam.

"... Kok gue baru tahu? Gue kan leadernya!"

Semua menoleh pada Naga.

"Gue... gue kan leader! Kok gue ngga tau?! Hey! Heeeey!" serunya dengan wajah campur aduk. Ada bingung, kaget dan senang yang tak bisa disembunyikan. Abi menepuk-nepuk pundak Naga dengan keras. Ube kembali menari. Eri dan Daye lompat-lompat sambil sesekali berpelukan. Mereka semua tertawa dan berseru dengan sangat keras.

"Kapan?"Abi menoleh pada Ube.

Ube berhenti menari. Ia menggerakan kepalanya ke kanan. "Nanti kita dipanggil kok..."

***

Rara muncul diujung pintu rumah kecilnya. Ia menyalakan lampu dan menatap berkeliling ke seluruh ruangan. Sepi. Langkahnya menuju ke sebuah foto dalam bingkai di dekat rak TV. Sebuah foto yang membuatnya selalu merasa rindu dan kesepian. Foto kedua orang tuanya dan dirinya 10 tahun lalu yang saling merangkul sambil tertawa.

Tiba-tiba handphone Rara berbunyi. Ia mengambilnya dari dalam tasnya. Rara sempat melihat layar yang menampilkan sebuah nama yang tak asing baginya.

"Iya Ayah?"

"Kamu sudah dirumah? Ayah lembur lagi. Tidak apa kan?" jawab suara diseberang telepon.

"Iya dong Ayah. Kaya bukan baru sekali dua kali aja Ayah lembur. Pokoknya Ayah tenang aja. Aku juga tadi udah makan di luar sama Maya. Ayah udah makan?" Rara bicara sambil membuka kaus kakinya lalu dia lempar ke lantai. Ia berjalan menuju lemari es di ruang makan, membuka pintunya dan mengambil sebotol air mineral dingin.

"Ayah makan sama atasan Ayah tadi. Kamu kalo sudah tidak ada tugas, tidur duluan aja yah. Ayah bawa kunci duplikat kali ini," Ayah terkekeh.

Rara tersenyum. "Adeeuh Ayah ngga lupa lagi nih ceritanya? Iya Ayah pokoknya tenang."

Rara membuka tutup botol minumannya. Ia bersiap untuk meminumnya.

"Ra..."

"Hm?"

"Besok siang jangan lupa ke rumah sakit yah..."

Rara menghentikan gerakannya. Ia terdiam sesaat lalu bersandar pelan-pelan ke meja makan di belakangnya. Ia tidak jadi minum.

"Ayah belum sempat kesana tadi..."

"...tadi Rara... habis dari sana kok Yah... Besok juga Rara pasti kesana lagi."

"Tadi kamu kesana?"

Rara mengangguk pelan sambil memejamkan matanya. Rasanya kepalanya pening.

"Iya... Ayah..."

"Syukurlah. Biar bagaimanapun, itu Mama kamu Ra..."

Rara terdiam lama. Sapaan selamat tidur dan hati-hati dari Ayahnya sebelum menutup telepon tidak terlalu dihiraukannya. Bayangan ibunya lebih menguasai pikirannya.

***

Naga baru akan membuka botol limun saat Abi tiba-tiba muncul dari belakang pundaknya lalu merangkulnya. Naga menoleh padanya lalu mulai meminum limunnya. Beberapa staf konser malam ini muncul berpapasan dengan mereka dan saling sapa.

"Kemana ntar malem?" Abi membuka pembicaraan. Mereka berjalan di sepanjang lorong menuju pintu paling ujung. Naga angkat bahu. Mulutnya penuh air.

"Jalan sama Eri ngga? Dia ngajakin tuh ke Cafe' waktu itu yang punya Om-nya dia."

"Cafe' yang serba ayam itu menunya? Yang mau ngalahin Ayam's Box-nya Bang Even?" Naga setengah tertawa dan Abi sudah tertawa.

"Iya ya harusnya kita kalo mau makan ayam gampang, tinggal ke resto Bang Even. Tapi kan kita ke cafe' itu bukan buat makan ayam sebenernya. Si Eri aja yang ngajakin. Katanya banyak cewe cakepnya..." Abi masih sambil tertawa.

"Parah si Eri. Cewe mulu..."

Abi menatap teman yang sudah seperti adiknya sendiri itu dengan pandangan mengejek.

"Kaya sendirinya ngga," Abi menoyor kepala Naga yang sedang minum sampai Naga menghentikan langkahnya karna keselek. Ia melotot melihat Abi yang berjalan mendahuluinya dengan senyum jahil.

"Wooy!"

Abi berjalan mundur menuju pintu keluar dan tertawa menatap Naga. "Lo seratus kali lebih banyak pengalaman dari pada Eri kalo soal cewek."

"Ish. Mau kemana lo Bang?" teriak  Naga yang masih diam di tempatnya.

Abi angkat bahu. "Pulang ke rumah Mama. Mungkin..."

"Woooy!"

Abi tersenyum lalu memutar badan dan melambaikan tangannya sebelum menghilang di balik pintu.

Naga hanya berdecak dan mengamati kepergian abang kesayangannya itu dengan senyum kesal diujung mulutnya. Abi memang selalu bisa berhasil menggodanya.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia menggumam pelan lalu mengeluarkan handphone dari saku celananya dengan susah payah karna tangannya yang basah.

"Bener-bener dikerjain nih gue sama bang Abi... ck..."

Naga memencet tombol hijau di handphone-nya dua kali. Tak lama sebuah suara menyambutnya dari seberang telepon.

"Woy. Dimana?"

***

Rara membuka pintu rumahnya. Di hadapannya muncul seorang Naga. Baru setengah pintu di buka Naga sudah menerobos masuk ke dalam rumah. Rara hanya menatapnya dengan pandangan malas. Naga langsung berbaring dengan satu tangan menyangga kepalanya di sofa panjang ruang tamu yang kecil dan sempit itu. Rara muncul dari belakang. Ia berjalan gontay dan menguap lebar. Naga pura-pura tidak menyadarinya. Ia menatap Rara yang sedang menatapnya lalu mengulurkan telapak tangannya, meminta seuatu yang sudah Rara tahu.

"Mana?"

Rara menyipitkan matanya. "Malem banget sih? Bukannya kalian tuh udah tampil di awal-awal?"

Naga masih dengan posisinya dan dengan senyum tipisnya yang nakal tapi kemudian ia menyenderkan kepalanya ke lengan sofa yang empuk.

"Laper nih. Ada makanan ngga?"

Rara mengernyitkan dahi. Mulai lagi nih orang, pikirnya. Ia menghela napas lalu mengambil sesuatu dari lemari es.

"Gue belum belanja. Makan itu aja," kata Rara sambil melempar sebuah apel fuji dingin dan mengenai dada Naga. Naga terkejut dari tidurnya dan memandangi Rara dengan kesal.

"Kenapa?" Rara balas menatapnya bingung karna reaksi Naga yang kaget berlebihan. Naga hanya mendengus lalu memiringkan badannya, berbaring membelakangi Rara yang masih heran.

"Ck! Pasti dia tidur lagi..." Rara menggumam kesal.

Rara yang tidak mau tahu lagi berjalan  masuk ke kamarnya lalu menutup pintu dengan kencang. Naga yang sebenarnya masih terjaga membuka matanya pelan-pelan. Ia bangun dan melihat apel yang jatuh di karpet di bawah sofa tempat ia berbaring lalu menatap pintu kamar Rara yang selurus dengan pandangan matanya. Ia terdiam lama sampai akhirnya ia meraih apel dingin yang ada di bawah kakinya.

Rara berselimut tebal dan berbaring di ranjang yang membelakangi pintu kamarnya. Ia masih terjaga dan sedang memasang telinganya baik-baik. Naga memang sedang berdiri di luar depan pintu kamar.

"Gue ambil makalahnya ya. Jangan lupa kunci pintu."

Tak lama dari luar kamar terdengar derap kaki menjauh dan pintu yang ditutup. Rara bangun dan menoleh ke arah pintu. Ia menghela napas. Naga sudah pergi.

Naga menembus udara dingin malam. Ia memencet nomer Eri di handphone-nya.

"Dimana?" katanya setelah Eri menjawab teleponnya.

"Jauh banget! Ngapain?" seru Naga tertahan. Ia menghela napas lalu masuk ke mobil.

"Tungguin deh, gue nyusul..."

Mobil mewah berplat nomor B 18 EN, Bentley Continental GT putih itupun melesat menentang malam.

***

(a/n)

Intronya kepanjangan ya? Kayanya kepanjangan hehehe... by the way, gue baru disini, tapi cerita yang di posting ini cerita lama. Senangnya ada yang baca walaupun masih sedikit ^^ baikah salam kenal semuanya, selamat membaca semuanya, mohon bantuannya semuanya.

Kok ada Big Bang di multimedia? HAHAHA! Ini bukan fanfic, tapi cast member Heroes memang... yup. Big Bang!

Продовжити читання

Вам також сподобається

1.1M 55.9K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
1M 14.1K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
Naughty Nanny Від 🐻🐶

Романтика

6.4M 325K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
SEPTIHAN Від Poppi Pertiwi

Підліткова література

54.4M 4.2M 58
Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaksi | A Story Teen Fiction by PoppiPertiwi...