True Love

By harinhana

43.4K 234 40

Fara, seorang gadis berusia 25 tahun. Dia sering merasa tidak nyaman jika berada di dekat laki-laki, terutama... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14

Part 5

1.8K 16 0
By harinhana

Selama 4 jam mereka, Richard dan Fara, berada di pabrik 2. Memang setiap minggu, Richard menjadwalkan kunjungannya ke tiap pabrik, paling tidak seminggu 3x. Dan tak jarang pula Fara yang selalu menemaninya.

Mobil melaju membelah jalanan dengan kecepatan wajar. Mengingat hari sudah semakin gelap dan itu menandakan jalanan pun juga mulai padat karena jam pulang kerja.

Fara yang sebelumnya berencana akan menginap di rumah Haneul pun sedikit gelisah mengingat dia tidak akan bisa sampai kantor tepat waktu. Richard yang menyadari akan kegelisahan Fara pun berucap, “ada apa, baby girl?”

“Tidak ada apa-apa. Hanya saja tadi aku punya rencana untuk pulang bareng dengan Haneul karena aku berniat menginap di rumahnya malam ini. Tapi kalo jam segini aja kita masih ada disini, mana mungkin kita bisa sampai kantor tepat waktu?”

“Oh.. Kenapa kau tidak memberitahuku tadi? Kalau tahu seperti itu kan kita bisa pulang lebih awal?”.

“Hey, tidak bisa seperti itu juga dong. Kau ini bos tapi malah mengajari anak buahmu hal yang tidak baik!” ucap Fara dengan tatapan horornya atas komentar Richard.

“Hahahaha itulah mengapa aku menyukaimu lil sister, kau selalu berpegang teguh pada prinsipmu. Sekalipun aku atau orang lain mengajarimu hal yang menurut mereka benar, sedangkan menurutmu itu buruk, maka kau juga tidak akan terpengaruh sekeras apapun mereka berusaha membujukmu”.

“Huh” Fara mendengus kesal.

“Katakan saja padanya yang sebenarnya dan menyuruhnya untuk pulang lebih dulu. Jikapun nanti, setibanya dikantor dan kau masih ada niatan untuk menginap dirumahnya, aku yang akan mengantarmu kesana. Atau kau mau menginap di apartemenku?” ucap Richard disertai dengan kerlingan jahilnya.

“Jangan konyol!” jawab Fara dengan memukul lengan bahu Richard keras.

“Aw… Sakit Fara! Kau ini wanita tapi mengapa tenagamu bisa sebesar kuda sih? Ckckck.. Aku jadi merasa kasian sama pasanganmu kelak” keluh Richard sambill mengelus bahunya bekas pukulan Fara.

“Salah sendiri, sapa suruh kau bicara konyol seperti itu! Aku adukan kau ke mbak Nadya kalau kau macam-macam!” ancam Fara.

“Hahaha adukan sajalah, toh aku juga tidak takut. Dia kan sangat tau gimana kita. Lagipula kita mau ngapain coba? Ckckck.. Jangan bilang kalau kau sudah berpikiran yang tidak-tidak”, goda Richard.

“Terserah!”

Saking kesalnya Fara karena ocehan Richard, selanjutnya dia memilih diam dan melihat pemandangan yang berada dibalik kaca mobil, yang mana lebih enak dipandang daripada meladeni ocehan Richard. “Jikapun dia mengoceh yah terserahlah…… Masuk kuping kanan dan  keluar kuping kiri dech, syalalalala, hehe. Lagipula sayang telinga dan jiwaku. Semakin diladeni, semakin menggila. Hah kenapa aku dikelilingi oleh orang-orang gila sih?”, batin Fara.

Kemudian tak lupa pula dia mengirim pesan pada Haneul seperti apa yang telah dibilang oleh Richard tadi sebelum pertengkaran kecil mereka.

“Kau lapar kan? Kita berhenti di restoran depan itu dulu yah?” tanya Richard yang lebih mengarah ke pernyataan daripada pertanyaan itu memecah keheningan diantara mereka.

“Hm.. Belum terlalu… Wait! Bilang aja kamu capek! Jangan jadikan aku sebagai alasannya!”, todong Fara ke Richard.

Sementara Richard yang telah diketahui siasatnya itu pun hanya bisa nyengir sebagai tanda pengakuan kebenaran dari tuduhan Fara padanya.

---------

Disinilah kami sekarang. Richard menghentikan mobilnya di pinggiran Sungai Han, menikmati kerlap kerlip lampu jembatan Yeouido yang setiap menitnya berubah warna, belum lagi dengan tarian air mancurnya yang begitu indah, membuat mata tak bosan memandangnya. Aku mengamati konstruksi V-Pier yang dimiliki jembatan. Ini seperti mengingatkanku akan jembatan Suramadu, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, yang membentang di sepanjang Selat Madura. Walaupun jembatan Suramadu sendiri hanya memiliki dua V-Pier yang ada di Pier-45 dan Pier-48. Soal keindahan, menurutku jembatan Suramadu juga tak kalah indah dengan jembatan yang ada di depanku sekarang ini. Sebagai anak bangsa aku cukup bangga juga bahwa Indonesia memiliki jembatan yang tak kalah hebat dengan jembatan-jembatan terkenal yang ada di negara lain.

“Sekarang, ceritakan padaku apa yang terjadi waktu itu” desak Richard tiba-tiba setelah terdiam sekitar 15 menit setibanya di tempat ini. “Aku tahu kau tetap tidak akan menceritakan padaku jika aku bertanya sewaktu kita di restoran tadi.”, tambahnya.

“Aku melihatnya”. Jawab Fara singkat dengan pandangan matanya yang masih focus pada pemandangan yang ada di depannya, seolah-olah pemandangan itu lebih penting untuk ditelaah daripada pembicaraan mereka.

“Apa yang kau lihat? Siapa?” Tanya Richard penasaran. Dia tidak mau hanya menebak-nebak saja.

“Dia, Poo. Dia!”

“Dia? Cowok itu? Teman SMU-mu itu?” ada perasaan terkejut dalam setiap pertanyaan yang Richard ajukan. Dia seolah tak percaya akan apa yang didengarnya sambil menatap lekat kearah Fara. Sedangkan gadis kecilnya hanya menatap kedepan, dan hanya dibalas dengan anggukan saja.

“Jadi dia ada di kota ini sekarang. Oh my goodness, pantas saja mood-mu begitu buruk akhir-akhir ini. Aku jadi penasaran seperti apa dia dan ingin rasanya aku menonjok wajahnya, ah tidak aku rasa aku ingin membuat tubuhnya babak belur!” ucap Richard geram dengan tangan terkepal seperti orang yang siap memukul apapun yang ada didepannya.

Mendengar ucapan Richard seperti itu membuat Fara menatap Richard hingga akhirnya tergelak karena ucapannya di akhir kalimat.

“Oh benarkah? Wah aku sangat menantikan itu, Poo” ucapnya masih dengan tawa yang tersisa.

“Hey.. Apanya yang lucu?”, Richard memberenggut.

“Kau! Dan ucapanmu itu, serta ekspresimu itu, Poo. Lucu sekali, hahaha”

“Aish.. Tertawalah sepuasmu kalau begitu. Aku ngga mau tahu kalau sampai kau mengeluh perutmu sakit setelahnya!”, ucap Richard setengah kesal. “Tapi baby girl, aku senang melihatmu tertawa lepas seperti itu. Meskipun aku kesal mendengarnya tapi tak apalah”. Richard menatap lembut Fara dan mengacak lembut rambutnya.

“Iya, terima kasih. Kau selalu jadi big bro-ku yang the best dech”, ucap Fara tersenyum dan mengacungkan kedua jempolnya kearah Richard.

“Apa kau takut? Takut bertemu dia?”

“Entahlah. Aku selalu merasa ngga siap untuk bertemu dengannya. Karena itu akan mengingatkanku akan apa yang telah diperbuatnya dulu. Bisa saja aku sudah memaafkannya perlahan tapi tidak untuk melupakan –Forgiven but not forgotten-”.

“Hm.. I know what you feel, baby girl. Tapi, seperti yang pernah aku katakan sebelumnya padamu bahwa kau harus menghadapinya. Agar kau bisa melangkah maju dengan ringan tanpa membawa beban dari masa lalu. Kau bisa saja melangkah maju dengan itu semua, tapi yang kau lakukan itu akan terasa sama saja, alias jalan ditempat. Menoleh kebelakang itu perlu namun hanya sesekali saja, hanya sebagai pengingat, tapi tidak seterusnya. Bagaimana kau bisa maju kalau yang kau lakukan hanya menoleh kebelakang terus?”

“Aku tahu”, jawab Fara pelan tapi masih mampu didengar oleh Richard.

Be strong, girl! Cheer up, huh?”

“Hihihi.. I will

So, masih berniat menginap dirumah Haneul ga?”, ucap Richard menyudahi topik pembicaraan yang menyiksa Fara.

“Iya. Antarkan aku kesana ya? Aku ngga mau berpikir malam ini. Dengan menginap dirumah Haneul, aku yakin otakku akan sibuk memikirkan hal lain. Kau kan tahu sendiri bagaimana hebohnya keluarga itu tiap kali aku datang, hahaha”

“Hahaha, yah.. Itu karena mereka seperti sudah menganggapmu menjadi bagian dari keluarga mereka”.

---------

Satu jam kemudian aku sudah berada di rumah Haneul, semua keluarga berkumpul dan suasana selalu ramai. Aku menyukai suasana hangat yang ada di keluarga ini, dan ini mengingatkanku akan keluargaku yang ada di tanah air. Aku merindukan mereka. Ingin rasanya aku menelpon kerumah tapi mengingat disana sudah tengah malam saat ini jadi kuputuskan untuk menelpon besok saja.

Perasaanku juga merasa lebih baik setelah bercerita pada Richard. Hanya dia yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa laluku, sedangkan Haneul, aku tidak bercerita padanya. Bagaimana aku bisa menceritakannya pada Richard sedangkan pada Haneul tidak? Itu karena berawal dari hipotesa Richard yang akhirnya mampu membuatku mengaku padanya.

---------

Aku sampai di basement apartemenku setelah mengantarkan Fara ke rumah Haneul. Akhir-akhir ini aku cukup cemas melihatnya yang tampak sering murung, “ada apa dengannya?”, pertanyaan itu memenuhi benakku. Namun karena kesibukanku, baru tadi aku bisa menanyakan padanya. Sebelumnya aku sudah menerka-nerka tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Sempat terlintas alasan itu, namun aku enyahkan jauh-jauh, ngga mungkin karena cowok itu, pikirku saat itu. Meskipun Haneul juga sudah menceritakan mengenai kejadian minggu lalu.

Namun pikiran-pikiran yang telah kuenyahkan itulah jawabannya. Hal itu membuatku terkejut. Kalian pasti bertanya, aku tahu cerita lengkapnya dari masalah itu? Yah, aku tahu. Sebagai atasan, seperti sudah menjadi kebiasaanku untuk mengamati semua gerak-gerik staffku. Dengan hipotesis-hipotesis itu aku bisa mengenal bagaimana karakter tiap-tiap staffku, sehingga hal itu akan membantuku dalam hal pendekatan kearah mereka.

Tentunya tak terkecuali Fara. Semenjak dia menjadi staffku, akupun melakukan hipotesa padanya. Dari situ aku menyadari ada hal yang aneh dari bahasa tubuhnya jika berdekatan dengan laki-laki. Dia seperti mengeluarkan perisainya secara otomatis ketika ada disekitar laki-laki, atau ketika dia menangkap ada laki-laki yang sedang berusaha untuk mendekatinya ke hubungan yang lebih serius.

Sebenarnya dia bukan tipe orang yang suka pilih-pilih teman, dan dia tergolong tipe yang menyenangkan dalam hal bergaul, selama itu dalam hal yang wajar sesuai dengan standarnya tentunya, dan cukup bisa diandalkan. Dan aku cukup menyukai pola pikirnya. Dia begitu dewasa untuk ukuran gadis seumurannya.

Yang tidak aku mengerti, mengapa cowok itu bisa membuatnya seperti itu. Cukup pengecut jika dia bertindak seperti itu. Mengatakan hal-hal yang buruk pada seorang cewek yang notabene sahabatnya sendiri, orang yang sangat dipercayanya. Tentu saja menimbulkan sakit yang bukan main. Jika dia memang suka, ya katakan suka. Hal itu yang membuatku geram.

Yah itulah yang aku simpulkan dari cerita Fara. Kesimpulanku adalah sebenarnya laki-laki itu jatuh cinta pada Fara. Dan entah apa yang ada didalam otak bodohnya itu, hingga dia berbuat hal yang seharusnya tidak dia lakukan. Argh, sungguh dia membuatku geram dan ingin menonjoknya seketika karena telah melukai gadis kecilku!

Kalian tahu kenapa aku lebih suka memanggilnya baby girl? Itu karena selain tubuh mungilnya, juga karena pipinya yang sedikit chubby kaya bayi-bayi montok itu, hahaha bikin aku gemes. Apalagi kalau saat dia merajuk dan bersikap kekanak-kanakan, duh ingin rasanya aku mencubiti pipinya itu hahaha. Fara tidak tahu alasanku akan nama panggilan itu. Kalau dia tahu, hancurlah aku dengan segala macam jurus penyiksaannya itu. So, ini rahasia diantara kita yah? Hehehe..

---------

Seminggu telah berlalu namun dirinya dalam pikiranku belum juga berlalu. Seolah aku menyesali apa yang terjadi di masa lalu. Kebodohanku, yah itulah yang sering aku dengar dari beberapa sahabatku akan sikapku waktu itu. Loser! Itu juga reaksi lain dari sikapku saat itu. Tapi semuanya telah terlambat. Penyesalan selalu datang diakhir.

Tidak mudah melupakannya. Dia sahabat terbaikku, seperti orang yang paling mengertiku. Tanpa aku mengucapkan sepatah katapun, dia sudah bisa mengertiku. Hebatkan? Seolah dia tahu arti dari setiap bahasa tubuhku. Tapi apa yang telah aku lakukan? Aku menyakitinya dengan sengaja, dan begitu aku menyadarinya, aku telah kehilangannya.

Karena pikiranku kacau, akhirnya aku memutuskan untuk menghirup udara segar menikmati udara malam dan tibalah aku di tempat ini. Di sebuah club yang menampilkan band-band indie setiap malamnya, dan ini sedikit bisa mengalihkan pikiranku.

Malam ini pengunjung tidak begitu banyak jika dibanding saat weekend. Aku duduk sendiri di sudut ruangan, sedikit menjauh dari suara musik live yang mengalun dengan kerasnya. Cukup lama aku duduk sendirian, dan cukup banyak juga gadis-gadis yang menghampiriku, menawarkan diri untuk menemaniku. Namun aku menolak semuanya karena aku termasuk cowok yang tidak suka ‘main-main’. Dan disinipun aku hanya mencari hiburan semata, tanpa menyentuh alcohol.

Hingga akhirnya aku menyadari ada yang mendekat kearahku dan menyapaku yang ternyata itu Edo, teman kuliahku dulu dan dia bekerja di kantor kedutaan Indonesia untuk Korea Selatan sebagai staff hukum.

“Dhi.. Hey Ardhi.. Lo disini?”

“Ah Edo, wah kebetulan banget sih ketemu lo disini. Duduk, Do”.

“Ga nyangka banget gue bisa ketemu lo disini. Kemana aja lo? Udah disini setengah tahun tapi lo ga pernah hubungin gue, kampret lo!”

“Hahaha sorry mas bro, gue masih sibuk sana-sini dan penyesuaian gitu lah. Puyeng euy~ ”

“Hah.. Alesan lo! Eh lo dari tadi sendirian disini?”

“Iya. Gue kesini emang sendiri, bener-bener lagi butuh refreshing, man. So, here I am, hehe. Eh, btw Lo ma sapa?” tnya Ardhi ke Edo sambil menganggukkan kepalanya kearah laki-laki yang duduk di sebelah Edo.

“Ops, sorry! Sampe lupa gue. Iya ini teman gue, tetangga gue lebih tepatnya hehe. Kami tinggal di gedung apartemen yang sama. Richard, this is my old friend, Ardhi. We were classmates in undergraduate”.

“Oh Hello, I’m Richard McKein and just call me Richard ” ucap Richard sambil mengulurkan tangannya kearah Ardhi dan tersenyum ramah.

“Ah ok, I’m Ardhi. Nice to meet you Richard”.

You too”.

“Ok cukup perkenalannya”, potong Edo.

Mendengar ucapan Edo, Richard merasa tidak keberatan dan sedikit maklum juga, mengingat dia bertemu dengan teman lama. Pasti ada banyak hal yang ingin mereka perbincangkan. Dan dia pun duduk dengan santainya menikmati apa yang ada di depan mata sembari menikmati alunan music yang mengalun di club itu.

“Gimana kuliah lo? Lancar? Ga ada bosen-bosennya ya lo, kuliah mulu. S1 aja udh puyeng, masih aja ngambil S2”, Tanya Edo ke Ardhi.

“Hahaha..Ini salah satu usaha peningkatan derajat, pren. Lagian gue masih bisa menikmatinya”

“Memangnya lo ga ingin gitu? Secara kerja dikedutaan, tuntutan itu pasti ada kan? Bohong kalo ngga”.

“Iya sih, tapi ntar-ntar dech. Kalo gue udah siap, pasti gue bakal ajuin surat ijin untuk kuliah lagi, hehe.”

“Haha terserah lo dech. Eh ngomongin kedutaan, bisa ngga sih minta data seseorang dari sana?”

“Maksudnya?”, Tanya Edo bingung.

“Gue lagi nyari orang dan ngga tau mesti mulai nyari dimana. Dan kupikir kalo dikedutaan bisa, itu bakal bisa mempermudah kerja gue kan?”

“Syet dah. Lo kisini tuh sebenarnya niat kuliah ato cari orang sih? Emang sapa sih?”

“Awalnya niat gue ya kuliah lah. Tapi minggu lalu gue secara ga sengaja ngeliat seseorang yang gue kenal” jelas Ardhi.

Sedangkan Richard yg sedari tadi hanya menjadi pendengar diantara mereka, merasa mulai tertarik dengan pembicaraan yang baru didengarnya itu.

“Oh… Wah~ bro, data seperti itu pasti restricted lah. Ngga yakin bisa dech gue, tapi ga ada salahnya juga sih untuk dicoba. Namanya sapa?”

Richard seolah tidak sabar mendengar jawaban dari Ardhi akan pertanyaan Edo. Didalam otaknya telah muncul dugaan-dugaan yang sekuat tenaga dia acuhkan. Dan akhirnya………….

“Fara” jawab Ardhi singkat.

Dan itu cukup mengejutkan Richard. Namun dia berpikir, orang yang mempunyai nama Fara, bukan hanya gadis kecilnya seorang. Tentu banyak Fara Fara yang lain. “Yah! Pasti Fara yang lain.”, ucap Richard dalam hati.

“Nama lengkapnya dodol! Nama kaya gitu kan banyak. Mana gue tau yang bener yang mana kalo seandainya gue ntar bisa bantuin lo nyari data dia”, sembur Edo dan sedikit merasa jengah pada teman lamanya itu.

“Ah, iya bener”, Ardhi mau tak mau merasa geli akan ketololan dirinya sendiri. “Nama lengkapnya, Sifara Kusumawardhani”.

Richard yang mendengarnya langsung tersedak saat meminum minuman yang dipesannya. Dan hal itu sontak membuat kedua orang yang sedang bersamanya itu menatapnya heran. Hingga akhirnya dia berkata, “Ah sorry, dude

How come you choked, Mr. Kein?” Tanya Edo dengan nada sarkasmenya.

I just..”, dia bermaksud menjawab pertanyaan Edo, namun dia urungkann niatnya dan lebih tertarik untuk bertanya pada Ardhi “Hm.. Ardhi, wasn’t I wrong to hear it?” Richard yang seolah mengerti atas kerutan di dahi Ardhi begitu dia mendengar pertanyaannya itu langsung menjelaskan “I mean her name!”

“Fara?”, Tanya Ardhi ragu-ragu.

Yea, she is. You just mentioned her full name, right? Could you repeat it again, please?”

Ardhi masih tak mengerti akan permintaan Richard itu, namun dia tetap menjawabnya juga.

I said her full name is Sifara Kusumawardhani. Wait! Do you speak Indonesian? How come you could understand what we’ve talked about before?” Tanya Ardhi shock mendapati Richard seperti mengerti tentang semua pembicaraannya dengan Edo tadi.

Sementara Ardhi yang masih tampak bingung akan Richard, dan Edo yang sedari tadi sudah tidak bisa menahan tawanya pun akhirnya meledak.

“Buahahaha.. Lo ketipu pren!” ucapnya sambil tertawa dan tangan kirinya memegangi perutnya yang terasa kaku karena efek ketawanya itu. “Wajah boleh bule, tapi dia tuh ada darah Indonesia-nya dan tentu saja dia mengerti tentang semua percapakan kita, huahahaha”

Ardhi yang masih shock, hanya memandang Edo tak percaya.

“Lo sih dari tadi sok-sokan ngomong pake bahasa Inggris segala, mestinya lo tanyanya pake bahasa Indonesia aja. Bahasa Indonesia-nya nyaris tanpa cela, hahahaha” ucap Edo yang masih aja tidak bisa menahan tawanya.

“Aish.. Kampret lo! Kenapa ga bilang dari tadi?! Bukannya lo sendiri waktu ngenalin ke gue tadi juga pake bahasa Inggris? Jadi kupikir yah bule beneran.” Jelas Ardhi membela diri, dan toh memang apa yang dia ucapkan itu benar. Dia memang ga pernah berpikir bahwa Richard bisa berbahasa Indonesia dan ada darah Indonesia-nya. Karena wajah bulenya lebih mendominasi. Meski jika diperhatikan lebih teliti, ada perbedaan dari kebanyakan orang bule pada wajahnya.

--------

Richard sangat terkejut mendengar nama lengkap gadis kecilnya disebut. “Bagaimana bisa Ardhi, teman yang baru dikenalnya ini, mencari Fara? Ada hubungan apa mereka? Ataukah ada nama Fara lain yang mirip dengan nama gadis kecilku?” pikir Richard.

Dia masih melakukan hipotesanya lagi. Dia mengucapkan nama Ardhi berkali-kali dalam hati dan merasa dia pernah mendengar nama itu sebelumnya. Pikiran yang kacau membuatnya tidak bisa mengingat dengan benar. Hingga pada akhirnya, dia teringat, jangan-jangan………………

Daripada pikirannya masih kacau, akhirnya dia menyela obrolan yang berisi ejekan kedua orang itu.

“Ardhi”. Panggil Richard pada Ardhi. Dan Ardhi segera menoleh dan menatap kearah Richard.

“Fara yang kau sebut tadi, seperti apa orangnya? Boleh aku tau?”

“Kenapa memangnya?”

“Mungkin saja, Fara yang kamu cari itu seseorang yang ku kenal.”, Richard memberikan alasan. Dan Ardhi pun memberikan gambaran akan Fara yang dikenalnya.

Seolah Richard telah menemukan titik terang dari segala kemungkinan-kemungkinan yang ada dipikirannya tadi, diapun segera melanjutkan aksi selanjutnya.

“Ada urusan apa kau mencari Fara?”, tanyanya sedatar mungkin, berusaha meredam amarah yang berkecamuk dalam dirinya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Richard, Ardhi malah melemparkan pertanyaan lain pada Richard, “Kau mengenalnya? Kalau kau mengenalnya, bisa tolong beritahu aku dimana alamatnya?”

“Kau belum menjawab pertanyaanku, brengsek!” umpat Richard kesal dan sedikit menggebrak meja dengan tangannya hingga banyak pengunjung yang langsung menoleh kearah mereka bertiga.. Amarah yang sudah dia tahan sejak tadi setelah dia tahu siapa sebenarnya Ardhi, akhirnya lepaslah sudah. Insting overprotective-nya pada gadis kecilnya lah yang membuat dia sangat marah dan takut membayangkan gadis kecilnya akan dilukai lagi oleh orang yang sama, yang saat ini ada dihadapannya.

Whoa dude, what’s wrong? What has he done before till make you very pissed off like this?”, Tanya Edo heran melihat kemarahan Richard pada Ardhi.

“Kau tanyakan saja sendiri padanya, apa yang telah dia lakukan pada seorang gadis 7 tahun yang lalu!”, ucap Richard yang masih tampak marah dan beranjak meninggalkan Edo dan Ardhi. Namun sebelum dia melangkah lebih jauh meninggalkan mereka yang masih termangu, Richard berkata sambil menunjuk pada Ardhi, “Dan kau! Jika kau bermaksud menemuinya hanya untuk melakukan hal yang sama pada gadis kecilku lagi, maka aku tidak akan segan-segan membunuhmu! Ingat itu!”, ucap Richard beserta ancamannya.

Dan sebelum Richard benar-benar pergi, tak lupa dia berucap pada Edo, “Sorry, Do. Gue cabut duluan. See ya.”, ucapnya berpamitan. Bagaimanapun juga, dia datang ke club itu bareng Edo, selain itu Edo juga tak ada kaitannya dengan masalah itu.

---------

Note :

V-Pier : struktur pondasi, seperti pilar-pilar, yang terdapat pada jembatan atau dermaga sebagai penyokong bangunan. Dikatakan V-Pier, karena pondasi atau pilar-pilar itu berbentuk seperti huruf V.

Pier-45 dan Pier-48 : nomor urutan pilar yang terdapat di jembatan Suramadu yang mana nomor terendahnya (Pier-1) berada disisi Surabaya dan seterusnya hingga sisi Madura (Hingga nomor Pier kesekian. Tepatnya berapa, lupa saya. Hehe.. Maaf).

Pier-45, tertelak disisi Surabaya tepat sebelum bentang tengah (bagian tengah jembatan yang disokong oleh cable-stayed yang terbuat dari tali baja -berwarna orange untuk jembatan Suramadu- yang berguna untuk menyokong dek jembatan yang dihubungkan ke menara sebagai struktur beban utama). Sedangkan Pier-48, terletak setelahnya (menara kedua dari Surabaya) dan telah berada disisi Madura.

---------

Untuk yang sudah bersedia membaca, terima kasih ^^

Jangan lupa tinggalkan jejak, please............ 

Kritik, saran atau apapun itu akan sangat membantu. So, jangan sungkan-sungkan hehe.... ^^

Continue Reading