Bossy or Besty?

By Lin_iin03

11.8K 1.6K 648

Enggak tahu🤣🤣🤣 biar gk gabut aja. Mau baca silahkan, enggak ya udah. Cuma alangkah baiknya ya dicoba buka... More

|1| Kecewa
|2| Curhat
|3| Pengakuan
|4| Oho, Ketahuan....
|5| Adik Garvi
|6| Dijodohin?
|7| Dika Ngambek
|8| Teman Dika
|9| Baikan
|10| Gantian Garvi Yang Ngambek?
|11|
|12| Berantem Lagi?
|13| Ada Apa Dengan Garvi?
|14|
|15|
|16|
hehe
|17|
|18|
|19|
|20|
|21|
|22|
|23|
|24|
|25|
|26|
|27| edisi ramadhan
|28|
|29|
|30|
|31|
|32|
|33|
|34|
|35|
|37|
|38|
|39|
|40|
|41|
|42|
|43|
|44|
|45|
|46|
|47|
|48|
|49|
|50|
|51|
|52|
|53|
|54|
|55|
|56|
|57|
|58|

|36|

218 25 7
By Lin_iin03

💙💙💙💙

Ara duduk di dapur dengan sebelah tangan menopang dahu dan jari jemari mengetuk meja. Perasaannya gelisah tidak menentu, ia bingung sekaligus bimbang.

"Dipanggil dari tadi nggak nyahut tahunya lagi asik ngelamun di sini."

Mendengar suara yang atasan, Ara langsung menoleh. "Eh, Bapak manggil saya?"

"Lagi ngapain sih mau mikir sarapan apa? Udah bocor? Emang udah tanggalnya? Maju?"

Ara menggeleng. "Enggak, Pak, belum kok. Masih aman. Belum bocor saya."

"Terus ngapain? Kamu saya bayar untuk ngurusin saya, Zahra, bukan jadi temen berangkat ngantor doang."

"Maa, Pak, Bapak butuh bantuan apa?"

"Jam tangan. Kamu belum siapin jam tangan saya, Zahra."

"Astaga, Pak, perkara jam tangan doang?"

Garvi langsung berkacak pinggang saat mendapat protes dari Ara.

Perempuan itu menghela napas. "Pak, saya tahu koleksi jam tangan Bapak nggak sedikit wajar kalau Bapak bimbang milihnya. Tapi masih ada alternatif capcipcup kembang kuncup loh. Heran banget," gerutunya sambil berjalan meninggalkan Garvi menuju kamar pria itu.

Garvi kemudian mengekor di belakangnya. "Kamu berencana makan gaji buta?"

Pertanyaan Garvi membuat Ara menghentikan langkah kakinya dan berbalik. "Gimana, Pak?"

"Nyiapin keperluan saya itu job desk kamu, kalau masih saya lakukan sendiri bukannya itu artinya kamu makan gaji buta?"

Kali ini Ara memilih tidak membalas dan langsung bergegas masuk untuk mengambilkan jam tangan pria itu. Tolong siapa pun ingatkan dirinya agar tidak memaki bosnya ini.

"Nih, mau dipakaikan sekalian, Pak?" tawar Ara namun menggunakan nada yang sedikit sarkas.

Garvi menggeleng sambil menerima jam tangan itu dan langsung memakainya. "Langsung pakaikan dasi saja," ucapnya kemudian.

"Bapak mau sampe kapan sih minta dipakaikan dasi terus sama saya?"

"Kalau sekarang saya kepikiran kamu terus yang pakaikan dasi saya."

Ara langsung melotot tajam. "Maksudnya?"

"Ya, kalau kamu nikah sama saya itu artinya tetap kamu kan yang pakaikan dasi untuk saya?"

Karena semakin kesal dengan kelakuan sang atasan, kali ini Ara menarik simpul dasi sang bos sedikit lebih kencang.

"Zahra, Zahra, kekencengan!" tegur Garvi sambil menepuk pelan lengan Ara.

"Biar Bapak trauma saya pakaikan dasi."

Garvi terkekeh. "Mental saya nggak mudah trauma hanya karena hal sepele."

"Ah, Bapak stop nyebelin nggak sih? Saya lagi puasa loh."

"Saya juga," balas Garvi tidak mau kalah.

"Tapi saya nggak nyebelin."

Garvi langsung mendengus. "Ya, itu menurut kamu. Menurut saya, kamu juga nyebelin loh."

"Ya udah, kalau nyebelin ngapain Bapak mau ngajak saya nikah?"

"Soalnya saya bisa ngadepin kamu meski kamu nyebelin. Kalau seseorang membuat saya kesal dan saya merasa nggak bisa menghadapi dia, saya rasa saya nggak boleh menikahi dia. Begitu sebaliknya. Karena menikah untuk jangka panjang dan seumur hidup jadi saya harus siap."

Ara terdiam seketika. Apa yang diucapkan sang atasan ada benarnya juga, karena pernikahan memang untuk jangka panjang. Pernikahan juga bukan melulu soal cinta karena bisa jadi seiring berjalannya waktu cinta itu bisa memudar. Tapi menghadapi keburukan sikap seseorang dan kita bisa menghadapinya menurutnya itu cukup diperlukan.

"Zahra," panggil Garvi.

Bulu Ara mengedip sekali. "Ya, Pak?"

Garvi diam.

Ara ikut diam.

Namun, kedua mata mereka saling menatap.

"Kamu ingat kalau kita sedang puasa kan?"

Ara mengangguk cepat. "Iya. Emang kenapa, Pak?"

"Tangan kamu."

Ara seketika langsung panik dan cepat-cepat menurunkan kedua tangannya yang tadi berada pada pundak Garvi.

"Astagfirullah, Pak, maaf."

"Abis lebaran langsung nikah aja, yuk!" ajak Garvi tanpa pikir panjang.

Ara menghela napas panjang. Tangannya secara reflek kembali membetulkan dasi Garvi yang terlihat kurang rapi.

"Pak, bisa nggak sih kita kalau lagi nggak kerja bahasannya jangan ini terus. Saya itu lagi pusing tahu."

"Pusing ditanya kapan nikah kan? Makanya nikah sama saya, toh, saya kalau dipamerin nggak akan malu-maluin deh kayaknya. Kata Dika saya ganteng."

"Yee, itu sih Bapak. Saya mah bodo amat."

"Saya juga sebenarnya iya."

"Terus kenapa tetiba ngebet ngajak saya nikah?"

"Takut keduluan orang. Soalnya saya rasa ntar kalau kamu nikah sama yang lain, susah buat nyari pengganti kamu. Saya terlalu terbiasa sama kamu."

"Jujur, Pak, jawaban Bapak yang ini bikin saya sedikit tersinggung."

"Maaf," sesal Garvi, "kamu pusing karena apa?" tanyanya kemudian sambil memakai jasnya.

"Bapak inget temen saya yang nikah dadakan itu?"

Garvi mengangguk sambil menyamakan langkah kakinya dengan Ara.

"Jihan kan?"

"Kok Bapak inget?"

"Zahra, saya tidak pelupa seperti kamu," balas Garvi membuat Ara langsung merengut kesal.

Garvi terkekeh. "Kenapa sama dia?"

"Dia hamil, Pak."

"Loh, bukannya itu berita bagus? Yang penting ada suami kan? Beneran nikah sah secara hukum dan agama kan?"

"Iya, sah sih, Pak, tapi ada problem."

"Namanya rumah tangga bukannya selalu ada problem ya?"

"Tapi masalahnya kali ini serius, Pak."

"Zahra, saya rasa sebaiknya kamu jangan terlalu ikut campur sama masalah rumah tangga orang. Apalagi posisi kamu di sini, kamu nggak tahu apa yang sebenernya terjadi di sana."

"Masalahnya temen saya ini ada di sini, Pak."

"Hah? Di sini? Di apartemen saya maksud kamu?"

"Ya bukan lah, Pak, ya kali. Maksud saya di Jakarta. Di kostan saya."

"Oh."

Ara tiba-tiba kepikiran sesuatu. "Pak, sebelum saya cerita, boleh saya nanya?"

Garvi mengerutkan dahi lalu menghela napas kasar. "Zahra, yang kamu lakukan barusan itu sudah termasuk pertanyaan asal kamu tahu."

"Lah, iya juga ya?"

Garvi hanya diam sambil memasang wajah datarnya. Sedangkan Ara hanya mampu meringis malu-malu.

"Saya cerita aja dulu kali ya, Pak?"

Garvi mengangguk sebagai tanda jawaban. Saat mereka hendak keluar dari apartemennya, ia menyadari kalau Ara tidak membawa tasnya.

"Zahra, tas kamu," ucapnya mengingatkan.

Ara menepuk dahinya lalu putar badan dan mengambil tasnya. "Astaga, ya ampun lupa." Ia kemudian menyusul Garvi tak lama setelahnya.

"Lanjut," ucap Garvi saat keduanya masuk ke dalam lift.

Ara langsung menegakkan tubuhnya lalu mengangguk paham. "Saya awalnya nggak tahu kalau temen saya ini lagi hamil, Pak. Soalnya selama ini emang dia nggak kasih kabar sama sekali. Terus kapan hari tiba-tiba kasih kabar dan bilang minta dijemput. Saya kaget dong, Pak, karena posisi malem abis pulang tarawih terus dia minta jemput di stasiun. Saya langsung buru-buru nyari pinjem kendaraan dong, dapet tuh, langsung lah saya ke stasiun. Eh, begitu sampai di stasiun, pas temen saya berdiri keliatan dong perutnya yang agak gedean. Makin shock saya. Nggak cukup sampai di situ, masa tetiba dia kasih tau katanya kalau dia kabur dan lagi pengen nyari kerjaan di Jakarta untuk biaya lahiran, karena katanya dia mau cerai sama suaminya. Apa ya nggak stres saya, Pak?"

"Kenapa mereka mau bercerai?"

"Ya, enggak tahu, dia nggak cerita. Kayaknya belum siap sih. Duh, Pak, saya mana tega sih nyariin dia kerjaan dengan posisi dia yang lagi hamil. Mana dia mau kerja apa aja. Tiap saya pulang kerja nih, Pak, nanyain mulu. Ya, saya bingung. Nah, sekarang saya mau nanya."

"Nanti aja di mobil," balas Garvi lalu keluar dari lift duluan baru setelahnya disusul Ara tak lama setelahnya.

"Hari ini saya yang nyetir."

"Tumben?"

"Maksud kamu?"

Ara berpikir sebentar lalu menggeleng cepat. "Iya, iya, nggak, Pak. Bapak juga sering kok nyetir, nggak saya melulu."

"Kan kamu mau cerita, fokus cerita saja biar saya yang nyetir."

"Baik banget," ucap Ara dengan nada mencibir.

Garvi mendengar itu mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil dan berbalik menatap sang personal asisten.

"Kamu sekali lagi kurang ajar sama saya, THR kamu nggak saya cairin loh."

"Lah, mana bisa begitu, Pak?"

"Ya makanya jangan kurang ajar."

"Iya, maaf, Pak. Salah mulu deh perasaan," gerutu Ara langsung mendahului Garvi untuk masuk ke dalam mobil.

💙💙💙💙

Widihhhh, kesambet apaan nih gue bikin part full narasi🤣🤣

Wkwk, tapi abis ngetik rasanya energi gue kekuras. Langsung ngantuk seketika. Tolong dong kirimin saya sisa energi kalian dengan spam komen gtu lohh, saya kan udah super duper rajin up begini😌

Pamrih emang aku tuh, wkwkwk

Continue Reading

You'll Also Like

209K 9.1K 37
"Kamu tau Ryanti kan?" Tidak bisa dipungkiri, mendengar nama itu lagi setelah 3 tahun menikah membuat tubuh perempuan yang tengah menata piring di me...
14.3K 338 31
"Aku tidak akan bertanya alasan kamu berselingkuh, aku juga tidak akan bertanya apa kurangnya aku." Airin berkata dengan tenang namun tegas. Wajahnya...
179K 21.1K 26
Pelarian Xiao Zhan dari rumah membuatnya mendapatkan sebuah musibah yang tak terduga. Keturunan dari sebuah kerajaan yang jauh itu harus merelakan ma...
1M 63.1K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...