Dear Nafika badbaby sist!

By ccherwy

53.4K 4.4K 1.6K

"Saga, I LOVE YOU!!!" "Lu adek gua, Fika!" "Adek-adek'an gue, mah." *** Bagaimana reaksimu ketika orang yang... More

00. Prolog
01. Morning kiss
02. Keciduk Mama Papa
03. Ujian Matematika
04. Nafika galau
05. Cemburu
06. Bujuk rayu Saga
07. Badutmu
08. Sapu tangan biru
09. Gadis kecil di masa lalu
10. Nasi goreng ala Fika
11. Murid baru
12. Pencuri mangga
13. Tuan Muda Reo
14. Mimpi
15. Old love
16. Hujan with Reo
17. Fika demam (rindu)
18. Bukan cinta tapi rasa bersalah
19. Rahasia apa?
20. Hidup dalam kebohongan
21. Butuh kejelasan
22. Berjuta pertanyaan
23. Terlambat untuk berhenti
24. Luka lama
25. Bukan keluarga
26. Serpihan ingatan
27. What do you cry?
28. Masa lalu yang dirindukan
29. Gadis masa lalu, kembali.
31. Kau seorang ibu? Yang benar saja!
32. Two birds talk
33. Ibu dan anak
34. Anak laki-laki dan lukanya
35. Menunggu untuk sia-sia
36. Keluarga yang hancur, lagi
37. Ini kisahmu, kamu berhak tau
38. Hanya punggung yang rapuh
39. Maaf yang tak seberapa
40. Reo si gentleman?
41. Terimakasih telah kuat
42. Karena kita terlihat sama
43. Ingatan yang segera kembali
44. Habiskan cintamu, di aku
45. Aku tak mau lupa lagi
46. Semuanya tak lagi sama
47. Pertama kalinya
48. Dinner sebelum ujian
49. Nafika, dan ujiannya
50. Menagih janji
51. I never loved you
52. Rintik luka lama
53. Liburan yang aneh
54. Sang Manipulator dan korbannya
55. Perasaan yang tak akan berubah

30. Pesta petaka

790 61 2
By ccherwy

-HAPPY READING-

"Ada yang salah dari ucapan gua tadi?" tanya Reo sambil tersenyum mengejek.

Dengan tatapan yang menyala oleh kemarahan, Saga meraih kerah baju Reo dengan keras, tatapannya menusuk tajam ke dalam mata Reo. "Jangan bicara seolah Fika beban buat gua!" desisnya dengan nada marah memenuhi setiap kata yang terucap dari bibirnya.

Reo menarik sudut bibirnya. "Nyatanya emang gitu, benar?"

Saga mendorong tubuh Reo kasar. Perasaannya benar-benar campur aduk. Begitu banyak hal berisik yang mengganggu dirinya.

"Beruntung gua ngasih tau kalau Veya Annettesia, adalah Neya. Anak panti yang selalu bawa masalah buat Fika," ucap Reo dengan nada menyindir.

Meskipun demikian, ketika Saga mengetahui bahwa tunangannya adalah Veya, yang tidak lain adalah Neya, teman masa kecilnya, Saga merasa campuran antara kebingungan dan kelegaan. Namun, hal itu tidak menepis fakta bahwa Saga sudah menerima kenyataan.

"Kenapa nama Neya berubah?" tanya Saga, matanya mencari penjelasan di wajah Reo yang serius.

Reo menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Nyokap yang mengatur semua rencana dengan sangat sempurna. Beliau merencanakan segalanya sejak lama, tepatnya sejak kecelakaan yang menimpa Nafika."

Penjelasan Reo membuat Saga terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja didengarnya. Segala puzzle yang terjadi belakangan ini mulai terhubung satu per satu. Rasanya seperti sebuah pesta memori yang menyerang pikirannya, mengingatkannya pada setiap peristiwa yang pernah terjadi.

Dan di tengah-tengah semuanya, keberadaan Neya, atau sekarang Veya, menjadi pusat dari semua kebingungannya.

Veya menyentuh pundak Saga, mencoba menenangkannya. Dia tahu betul bahwa Saga pasti akan sangat terkejut mengenai fakta yang baru saja dia ketahui. "Maaf kalau aku diam selama ini, Gara."

"Maaf ga cukup buat kelarin semuanya, Vey," Saga berkata lirih.

"Aku juga terpaksa. Kalau tante Rishe ngga ngasih ancaman ke Bunda, ini semua ga akan terjadi," jelas Veya dengan mata berkaca-kaca.

"Tante Rishe minta semua catatan masa lalu, dan identitas aku dihapus. Lalu diganti dengan identitas palsu. Jujur, aku udah lama pengen ngasih tau ke kamu, tapi aku takut tante Rishe bikin suasana makin rumit," tambahnya dengan suara yang gemetar menahan tangis.

Veya mendongak, mencegah air matanya turun. Dia tidak boleh menangis, dia tidak ingin membuat Saga kesusahan karena harus mengerti perasaannya. Beban yang Saga pikul, dan penderitaannya sudah sangat berat dan membuatnya menderita. Veya tidak ingin menambah luka baginya.

"Aku tahu semuanya berat," lanjut Veya dengan suara serak, matanya memancarkan ketulusan. "Tapi aku berharap banget kamu bisa menerima semuanya. Demi mendiang mama kamu."

Cih!

Reo berdecih muak. Matanya menatap tak bersahabat pada dua orang yang ada di hadapannya. Terutama Saga. "Berhenti berpura-pura seolah-olah kalian paling terluka. Korban dari semuanya Fika. Lo pada mikir hidup dalam kebohongan itu enak?"

Saga mengepalkan tangannya dengan penuh kemarahan, menatap Reo dengan tatapan tajam yang menusuk. "Lo pikir siapa yang bikin Fika hidup dalam kebohongan? Itu semua kemauan ibu lo," bentaknya dengan suara gemetar karena emosi yang memuncak.

Lagi-lagi Reo menarik sudut bibirnya, seraya helaan napas panjang. "Kalau mendiang nyokap lo ngga bikin kehebohan hari itu semuanya ga akan terjadi."

Reo melangkah melewati Saga. "Yeah, tapi gua bersyukur. Karena nyokap lo terlalu 'berisik', om Dirga mengurungkan niat buat menjodohkan Fika ama orang ga guna kayak lo. Dan lebih memilih menjilat kaki nyokap gua."

Setelah mengatakan kata-kata yang menohok bagi Saga, meninggalkan mereka berdua dengan langkah yang mantap.

-dear nafika-

"Nih, sapu tangan." Reo menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna biru dongker yang kerap dibawanya akhir-akhir ini.

Nafika menatap bingung Reo, lalu tertawa kecil. "Gue lagi engga ada niatan buat nangis."

"Bagus kalau gitu. Tapi lo tetap harus bawa sapu tangan ini, termasuk waktu ulang tahun Saga. Setidaknya sampai kita ketemu lagi besok," kata Reo lembut namun tegas.

Karena melihat Reo menjadi sangat serius Nafika akhirnya mengalah dan menerima sapu tangan itu. "Iya, iya. Tumben banget lo serius gini."

"Apanya tumben, kalau lo mau udah dari dulu gua serius-"

Nafika menyumpal mulut Reo menggunakan sapu tangan. "Berisik deh."

"Intinya, selama belum ketemu gua di party, sapu tangan itu jangan basah terlalu banyak," kata Reo tegas.

Nafika mengibaskan tangannya dengan pasrah, merasa tak kuasa menahan ocehan Reo yang terus mengalir. Dia memilih untuk mengiyakan semuanya. Meskipun hatinya berat dan penuh pertanyaan, namun saat itu dia memilih untuk menerimanya agar cowok berandal itu diam.

"Gue pulang dulu, mau siap-siap buat menjadi Princess Saga malam ini," pamit Nafika sambil melambaikan tangan. Karena melihat wajah masam Reo, Nafika mengedipkan matanya nakal, dan tertawa puas.

-dear nafika-

Nafika berdiri di depan cermin, menata rambutnya dengan indah untuk pergi ke acara ulang tahun Saga. Dia mengenakan dress yang sangat elegan, dengan setiap lipatan kainnya terlihat begitu sempurna. Dress itu dipilih oleh Aira, ibunya, yang selalu memiliki selera fashion yang tajam. Nafika merasa percaya diri dan anggun dengan penampilannya yang kali ini berbeda dari biasanya.

Sementara dia memeriksa penampilannya, matanya tergelitik oleh sebuah sapu tangan berwarna biru dongker yang diletakkan di atas meja riasnya. Sapu tangan itu adalah milik Reo, yang telah diberikan kepadanya beberapa waktu lalu.

Meskipun awalnya Nafika tidak yakin akan membawanya, namun Nafika merasa sapu tangan itu membawa kehangatan yang membuatnya membawa sapu tangan itu sesuai dengan kemauan Reo. Dengan tersenyum, dia menggenggam erat sapu tangan itu sebelum berangkat ke acara ulang tahun Saga.

Nafika datang menghampiri Aira, Dirga, dan Saga yang sudah menunggunya untuk berangkat ke pesta. Dengan langkah anggun, dia memamerkan kecantikannya yang memukau dalam dress yang dipilih oleh Aira.

Setelah menampilkan dirinya, Nafika memalingkan pandangannya pada Saga dengan senyum manis di bibirnya. "Apa Fika udah cocok buat bersanding dengan Saga malam ini, my bad brother?" tanyanya dengan penuh percaya diri, menantikan respons dari saudara laki-lakinya. Sorot matanya penuh harapan, ingin memastikan bahwa penampilannya mendapat persetujuan dari Saga.

"You always beautiful, Baby sist," puji Saga tulus. Suaranya terdengar sangat lembut dan hangat meskipun dia merasa canggung dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Dia ingin memastikan bahwa Nafika tahu betapa berharganya dia bagi Saga, bahkan dalam keadaan yang sulit seperti ini.

Nafika tersipu malu saat Saga memuji kecantikannya. Wajahnya memerah seperti bunga yang sedang berkembang di pagi hari, sementara matanya bercahaya dengan rasa syukur dan kebahagiaan. Kesederhanaan dan kepolosannya semakin menambah pesonanya yang memikat. "Nikahin gue sekarang, Saga!" katanya dengan wajah serius.

Tak!

Aira menyentil dahi putrinya. "Jangan banyak tingkah, Fika, ayo kita pergi ke aula sekarang."

Nafika tertawa kecil, lalu merangkul lengan Aira, berjalan beriringan. Mereka berempat berjalan menuju aula pesta ulang tahun Saga.

Setiap langkah mereka dipenuhi dengan tatapan kagum dari para tamu yang terpesona oleh kecantikan dan ketampanan yang memancar dari Nafika dan Saga. Seakan mempesona dengan aura keanggunan mereka, mereka menjadi pusat perhatian di antara keramaian yang meriah.

Nafika tersenyum lembut, matanya penuh dengan kekaguman saat melihat Saga berjalan di sampingnya. Cahaya lampu yang berkilauan memantulkan keindahan wajah mereka berdua, menciptakan aura keanggunan yang mempesona di sekitar mereka.

Ketika sorak riuh para tamu menyambut kedatangan mereka, Nafika merasakan kehangatan persahabatan dan cinta yang mengalir begitu kuat di antara mereka. Ini adalah saat yang indah, di mana kebersamaan dan kebahagiaan bersatu dalam perayaan ulang tahun yang tak terlupakan.

Nafika menyenggol lengan Saga. "Lo kelewat ganteng malam ini, tolong jangan genit ke cewek-cewek, ya!" katanya penuh ancaman.

Insting Nafika sebagai seorang perempuan sangatlah kuat. Sejak mereka masuk ke dalam aula para perempuan-perempuan langsung memusatkan pandangannya pada ketampanan sang tokoh utama malam ini. Anggap saja Nafika cemburu karena harus berbagi pandangan yang sama pada perempuan lain.

Saga terkekeh, suaranya sangat getir. Dia tidak bisa membayangkan apakah hari esok akan ada godaan dari Nafika lagi atau tidak.

"Godain gua sepuasnya malam ini, Nafika Areliana Orvala," kata Saga pelan.

Langkah Nafika langsung terhenti. Wajahnya terlihat kaget dan senang bersamaan. "Lo serius?!"

"Iya."

"Ah, i love you! I love you, i love you, Sagara Marva Lazuardi." Nafika dengan bahagia berbisik di telinga Saga, seraya tertawa lebar. Wajahnya berseri-seri penuh kebahagiaan.

Saga terlihat sangat menikmati senyuman itu dengan campuran perasaan sakit dan khawatir yang mendalam. Di dalam hatinya, dia merasa yakin jika senyuman itu adalah senyuman yang terakhir kalinya Nafika perlihatkan padanya setelah pesta petaka malam ini.

Dari kejauhan Aira dan Dirga memperhatikan mereka berdua. Tatapan keduanya sangat dingin, dan tidak suka.

"Apa Fika sebaiknya dibiarkan di rumah saja?" tanya Aira ragu.

Dirga meminum anggur yang baru saja dia terima dari pelayan. "Buat apa? Lebih baik dia mengetahui faktanya hari ini."

"Tapi Fika hanya akan membuat keributan," ucap Aira dengan takut-takut.

Dengan tatapan yang tajam, Dirga menatap Aira dengan serius, menyampaikan kata-katanya dengan tegas. "Sandiwara sebagai suami-istri hanya kita lakukan saat perlu saja. Jika sedang berdua seperti ini, bertingkah sebagai majikan dan asisten."

Kata-katanya menusuk tajam seperti pisau, menciptakan ketegangan di udara antara mereka. Aira merasakan tekanan dari perkataan Dirga, namun dia menunjukkan kepatuhan dengan mengangguk singkat, mencoba menyembunyikan perasaan yang timbul di dalam hatinya.

"Jika Nafika mengacau, kurung saja dia di kamar." Setelah mengatakan itu Dirga pergi meninggalkan Aira. Menghampiri Saga yang kini sedang bersiap untuk menyampaikan sesuatu.

Dengan langkah mantap, Saga berdiri di depan mikrofon, siap untuk menyampaikan kata-kata sambutan kepada para tamu yang telah menghadiri pesta ulang tahunnya. Dia merasakan tekanan dari sorotan lampu dan kehadiran semua orang yang menatapnya dengan penuh perhatian. Namun, dengan keberanian yang membara di dalam hatinya, dia mulai berbicara.

"Saudara-saudara, teman-teman yang terhormat, dan para tamu perusahaan, terima kasih telah hadir di pesta ulang tahu saya yang istimewa ini. Saya sangat bersyukur atas kehadiran kalian semua di sini malam ini. Ucapan terima kasih yang tulus juga saya sampaikan kepada keluarga, teman-teman, dan semua orang yang telah berkontribusi untuk membuat acara ini menjadi kenyataan." Suara Saga terdengar jelas di seluruh ruangan, mengisi udara dengan kehangatan dan apresiasi.

Saga melanjutkan pidatonya dengan penuh semangat, menyampaikan harapannya untuk masa depan yang cerah dan mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh semua orang. Dalam setiap kata yang diucapkannya, terpancar lah rasa syukur dan kebahagiaan yang mendalam atas kehadiran mereka di malam yang istimewa ini. Tepatnya semuanya hanya palsu. Semua ucapan, ekspresi, dan apa yang Saga lakukan malam ini adalah kebohongannya belaka. Semuanya telah diatur oleh Dirga.

Giliran Dirga yang mengambil giliran untuk berpidato. "Hadirin yang terhormat, para tamu yang saya hormati, terima kasih atas kehadiran kalian di acara ulang tahun putra saya yang istimewa ini. Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada setiap individu yang telah meluangkan waktu untuk berada di sini malam ini. Kehadiran kalian memberikan warna dan kehangatan tersendiri dalam perayaan ini."

Nafika bertepuk tangan dengan heboh, di sebelahnya ada Anna dan Rega.

"Habis ini acara inti, 'kan? Lo bakalan dansa lagi sama Saga?" tanya Anna penasaran. Dia sangat menantikan pesta dansa yang meriah di hari ulang tahun Saga ini.

Wajah Nafika tersipu, membayangkan dia berdansa dengan Saga malam ini benar-benar membuat perutnya seperti sedang digelitik. Seakan-akan kupu-kupu berterbangan di dalamnya. "Iya, ada pesta dansa habis ini."

Rega menyeringai tipis. "Dasar gila, nge-blush sama saudara sendiri."

"Diem deh!" Nafika mendesis, menginjak kaki Rega dengan heelsnya hingga sang korban meringis.

Saat tengah asik menganiaya Nafika, para teman-temannya yang lain menghampiri.

"Hai, Fika, lama engga ketemu." Suara lembut namun anggun itu menyapa Nafika.

Mata Nafika berbinar melihat orang yang baru saja menyapanya. "Lyz!!!" Nafika berseru, memeluk temannya itu.

"Ya ampun, lo cantik banget!" Nafika menatap kagum salah satu putri dari partner bisnis Dirga. Lyzura Cherlectra.

Lyzura tertawa lembut. "Lo jauh lebih cantik padahal. Bahkan gue kira putri dari dongeng mana datang ke party ini."

Lyzura ikut menyapa Anna dan Rega. Mereka bercakap-cakap mengenai hal-hal menyenangkan, juga menggoda Nafika tentang dansa yang akan di adakan malam ini.

"Emang pacar lo kemana? Dia engga ikut?" Nafika bertanya mengenai kekasih dari temannya ini.

Lyzura menggeleng. "Dia masih di Spanyol, dia cuma titip kado sama ucapan selamat. Biasa anak kuliahan sekarang lagi sibuk-sibuknya, jadi ga bisa ambil libur."

Nafika mengangguk mengerti. Dia melirik jam tangannya yang menujukan bahwa tak lama lagi pesta dansa akan di mulai. Tepatnya setelah Saga memberikan salam pada para pengusaha yang hadir malam ini.

"Tes, tes, satu dua!" Suara dari MC menyita perhatian semua tamu undangan.

Mengambil alih mikrofon, MC dengan penuh antusias memberikan pengumuman kepada para tamu yang hadir. "Dengan senang hati kami ingin memberitahukan bahwa pesta dansa akan segera dimulai! Persiapkan diri anda untuk menari dan berdansa sepanjang malam! Musik dan hiburan akan segera dimulai di lantai dansa, jadi pastikan untuk bergabung dan merayakan bersama-sama! Ayo berikan semangat yang luar biasa dan buat malam ini tak terlupakan!"

Suara MC dipenuhi dengan semangat dan energi yang menular, menyala-nyala di antara para tamu yang mulai bergembira dengan prospek malam yang menyenangkan. Para tamu pun mulai bergerak menuju lantai dansa, siap untuk merayakan dan menikmati momen bersama dalam pesta yang akan dimulai.

MC dengan penuh semangat mengalihkan perhatian ke Saga yang hanya berdiam diri, mempersiapkan panggung untuk momen yang menyenangkan. "Saudara-saudara, sekarang saatnya untuk menyenangkan diri dengan berdansa! Saga, dengan siapa anda ingin mengajak berdansa malam ini?"

Saga memaksakan dirinya tersenyum lebar di hadapan para tamu, sorot matanya bertemu dengan mata Nafika yang kini menatapnya dengan penuh binar. Bisakah dia mengajaknya untuk berdansa malam ini? Setidaknya sebelum pengumuman itu terjadi.

Ketika Saga hendak mengungkapkan keinginannya untuk mengajak Nafika berdansa, Aira tiba-tiba menghentikannya. Dengan langkah mantap, Aira naik ke atas panggung, mengambil alih perhatian dari Saga dan para tamu yang hadir.

"Maaf untuk hadirin sekalian, sebelum memulai acara dansa malam ini. Akan ada pengumuman penting yang akan saya sampaikan." Suara Aira terdengar tenang dan penuh keberanian di tengah keriuhan yang terjadi di ruangan.

Saga merasa ketakutan ketika Aira tiba-tiba mengambil alih panggung, menyadari bahwa sesuatu yang tidak terduga sedang terjadi. Hatinya berdegup kencang, kecemasannya merasuki setiap serat dalam dirinya. Saga langsung mencari sosok Nafika, menatapnya yang sedang kebingungan.

"Ma ..." Suara Saga seakan-akan menghilang.

Aira hanya membalas Saga dengan tatapan tajam. "Malam ini, sebagian dari tamu perusahaan mungkin sudah mengetahui apa yang ingin saya umumkan. Jadi mohon berikan waktu kalian untuk mendengar pengumuman itu secara resmi."

"Putra saya, Sagara Marva Lazuardi akan memperkenalkan calon tunangannya malam ini."

-TO BE CONTINUE-

Sebenarnya mau ku bikin makin nyesek tapi simpan dulu buat part selanjutnya wkwk.

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 778 31
Fanfic Seul-Ha pindah kesini.
1.8K 1.4K 20
mencintai seseorang dalam diam adalah sebuah tindakan tanpa aksi hanya bisa menatapnya dari kejauhan dengan memendam sejuta rasa
1M 33.3K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
5.7K 726 16
Malica Larasita Fajari,gadis cantik yang bisa di bilang nakal tapi tidak juga,pinter berbahasa prancis,suka musik dan fajar. Pertemuannya dengan seor...