Sorry, I Love Your Daddy! (TA...

By nikendarcy

103K 21.4K 3.3K

VERSI LENGKAPNYA SUDAH BISA DIBACA DI KARYAKARSA dan PLAYSTORE Seumur hidupnya, Adinda Abimanyu selalu menjad... More

1. Sindrom Anak Tengah
2. Pria Bermata Indah
3. Koboi Seksi
4. Sugar Daddy
5. Rayuan Chase
6. Si Seksi Yang Kasar
7. Jesse dan Masa Lalunya
8. Misi Perdamaian Untuk Ayah dan Anak
9. Menjadi Cantik dan Pintar Saja Tidak Cukup
10. Perusak Suasana
11. Demi Chase
12. Berusaha Dalam Diam
13. Malaikat Itu Ada Di Sana
14. Jatuh
15. Magic Hour
16. Aku Ada Di Sini Untukmu
17. Pengakuan
18. Pengganggu
19. Pertengkaran Dengan Clara
20. Sudut Pandang Lain
21. Sebuah Kesempatan
22. Fokus Pada Sebuah Misi
23. Perubahan Rencana
24. Berkuda Denganmu
25. Getaran Yang Semakin Menguat
27. Terbakar Api
28. Hal Terbaik Yang Bisa Dilakukan
29. Haruskah Kulupakan Begitu Saja?
30. Pembicaraan Dari Hati Ke Hati
31. Hati Yang Bercabang
32. Hubungan Yang Baru
33. Kembalinya Sang Mantan
34. Jalan Yang Berbeda
35. Kesempatan
36. Dia, Sang Mantan Kekasih
37. Semua Sudah Terlambat
38. Hati Yang Kembali Patah
39. Kita Akan Mencari Cara
40. Bagian Dari Keluarga
41. Alasan Untuk Pergi
42. Harga Yang Harus Dibayar
43. Mencoba Melupakan
44. Bicara
45. Mencoba Berdamai
46. Semua Orang Pernah Berbuat Kesalahan
48. Pertemuan Kembali
49. Sesekali Kau Harus Egois
50. Kau Milikku
51. Permintaan
52. Pulang
53. Seperti Yang Selalu Terjadi
54. Aku Akan Selalu Ada Untukmu
55. Tidak Ada Pilihan Lain
56. Bawa Aku Pergi Dari Sini
57. Mengurai Masa Lalu
58. Masa Lalu Yang Disembunyikan
59. Keputusan
60. Pergi
61. Penawaran
62. Perubahan Rencana
63. Keluarga Baru
64. Bagian Dari Orang Menyenangkan
65. Sebuah Janji
66. Bentuk Cinta Seorang Ibu
67. Kau Dicintai
68. Semua Orang Layak Dicintai (An Open Ending)

47. Anak Lain Yang Diabaikan

640 181 8
By nikendarcy

Allan Wilson memang adalah bencana berjalan. Anak itu tidak bisa diam sebentar saja dan tidak membuat keributan. Ini adalah ketiga kalinya dalam dua bulan ini, Allan bermasalah dengan hukum.

Adinda merasa lelah luar biasa dengan yang terjadi dalam hidupnya. Lelah secara batin, dan juga secara fisik. Terlebih setelah penerbangan panjangnya, tetapi ia harus berada di sini, di kantor polisi yang suram ini, demi membela Allan dan meminta penangguhan hukuman.

Jika saja Allan bukan anak dari orang penting, Adinda tidak akan mau repot-repot datang selarut ini. Sayangnya, apa yang ia inginkan bukanlah apa yang ia dapatkan. Adinda harus datang, memberikan pembelaan, dan meminta penangguhan hukuman untuk seseorang yang tidak ia sukai.

Dan berhubung Allan adalah pembuat onar, bukan hal yang mudah bagi Adinda untuk meminta keringanan hukuman bagi anak itu. Sama seperti dirinya, para polisi itu juga sudah muak dengan Allan. Polisi itu jelas ingin Allan dihukum seberat-beratnya demi mendapatkan jera.

"Kau tahu bagaimana keributan dan perusakan yang dia lakukan setiap kali mabuk, Miss Abimanyu. Kali ini dia tidak akan bisa bebas semudah itu. Apalagi, kita semua tahu siapa korbannya," ucap Mr. Wallace, kepala penjara yang Adinda temui malam itu.

"Saya tahu, Mr. Wallace, tetapi biarkan anak itu pulang malam ini, besok saya akan membawanya kemari lagi untuk wajib lapor dan meminta jadwal sidang."

"Dan kau pikir aku akan percaya padamu? Kau tahu bagaimana orang kaya selalu menggunakan pengaruhnya di negara ini. Malam ini dia kubebaskan, dan besok anak itu akan melenggang bebas lagi di jalanan untuk membuat keributan lainnya."

Wilson senior memang tidak akan diam saja melihat anaknya di penjara seperti ini, tetapi sama seperti Wallace, Adinda juga sudah muak dengan apa yang Allan lakukan. Anak itu memang harus diberi pelajaran sekali-sekali.

"Saya bisa meyakinkan Anda jika dia tidak akan kabur atau meminta ayahnya menyogok kepala polisi. Allan akan datang besok bersama saya."

"Dan apa jaminan yang bisa kau berikan?"

Adinda tahu tidak ada jaminan apapun yang ia miliki untuk bisa membebaskan Allan, tetapi Rebecca berkata jika ia bisa menelepon wanita itu kapan saja dan meminta bantuannya, atau ayahnya, jika ia membutuhkan.

"Saya akan menelepon atasan saya sebentar."

Adinda bangkit dari kursi yang keras dan tidak nyaman itu, lalu menghubungi Rebecca yang langsung diangkat dalam satu kali dering itu.

"Bagaimana?" tanya Rebecca langsung sebelum Adinda membuka mulut.

"Ini sulit, Becca. Menyetir dengan kadar alkohol di atas normal, terlibat perkelahian di klab, merusak fasilitas umum. Allan sudah sangat keterlaluan kali ini."

Rebecca menghela napas lelah di ujung sana. "Rasanya aku ingin sekali memutilasi anak itu dengan tanganku sendiri. Kapan dia akan dewasa!"

"Dan kau tahu siapa yang menjadi korban pemukulannya kali ini?" tanya Adinda setengah berbisik meskipun ia tahu jika tidak ada seorang pun yang mendengarkan.

"Siapa? Kau belum meneleponku sama sekali sejak tadi."

"Jamie Lindsey, anak sang Walikota."

Rebecca mengumpat dengan begitu keras dalam berbagai bahasa yang ia tahu sehingga Adinda harus menjauhkan ponselnya. Ia tahu berkelahi saja sudah buruk, tetapi berkelahi dengan anak orang berpengaruh adalah sesuatu yang sangat buruk. Mereka masih beruntung karena belum ada media yang ikut campur dalam kasus ini.

"Walikota melalui ajudannya berkata jika tidak ingin ada keributan untuk masalah ini. Ini juga tidak akan berdampak baik bagi pencalonannya sebagai Senator tahun depan. Akan tetapi, pria itu juga ingin Allan mendapatkan hukuman setimpal karena telah membuat anaknya berada di rumah sakit sekarang."

"Apa kondisi Jamie parah?"

"Dari yang kudengar, tulang hidungnya patah, bibirnya robek, pelipisnya harus mendapatkan beberapa jahitan, dan salah satu lengannya patah karena diinjak Allan dengan sepatu botnya."

Lagi-lagi Adinda mendengar Rebecca mengumpat dengan sangat keras. Yeah, tidak mengherankan itu terjadi. Adinda sendiri juga sudah terlalu banyak mengumpat semenjak tiba di sini satu jam yang lalu. Meskipun semua umpatan itu hanya ia katakan dalam hati.

"Kalau begitu tidak ada yang bisa kita lakukan lagi. Allan harus menginap di sana malam ini."

"Kecuali kau bisa meminta ayah Allan menelepon Sang Walikota dan memintanya menelepon kemari, lalu berkata untuk memberi anak itu keringanan malam ini saja."

"Tidak akan berhasil, Adinda. Dia anak Walikota! Wilson hanyalah seorang pengusaha."

"Wilson juga berpengaruh di kota ini. Maju menjadi seorang Senator juga membutuhkan banyak dukungan kan? Kau pikir kampanye tidak membutuhkan banyak biaya? Aku yakin Wilson bisa memberi penawaran yang menguntungkan bagi Lindsey."

Adinda tahu itu bukan cara yang cukup jujur untuk membebaskan Allan, tetapi menjadi seorang pengacara juga bukan berarti selalu menjadi orang yang jujur. Kadang, apa yang harus kita lakukan hanyalah membela klien meskipun itu bertentangan dengan hati nurani.

Rebecca tertawa di ujung sana. "Ya Tuhan! Aku tidak tahu orang sejujur dirimu akan memikirkan hal semacam itu!"

"Kasus ini sama-sama tidak menguntungkan baik bagi Wilson Company maupun bagi citra Walikota sendiri. Kudengar, Jamie juga seorang pembuat onar. Wilson harus bisa memanfaatkan itu."

"Aku akan menelepon Wilson senior kalau begitu! Terima kasih, Adinda! Aku tahu kau memang bisa sangat kuandalkan! Aku mencintaimu!"

Satu setengah jam kemudian, Adinda dan Allan sudah berada di jalan raya, menuju ke mansion keluarga Wilson yang sangat megah di pinggir kota.

Walikota Lindsey menelepon sang kepala polisi dan berkata jika tidak ingin kasus ini mendapatkan perhatian publik. Walikota hanya meminta jika Allan datang untuk wajib lapor, dan menghadapi persidangan secepatnya besok. Walikota berkeras jika Allan harus mendapatkan sanksi atas apa yang ia lakukan, walaupun bukan dalam bentuk hukuman di balik jeruji.

"Terima kasih, Miss Abimanyu. Berkat kau, aku tidak jadi tidur di dalam sel yang banyak nyamuknya."

Mata Adinda melirik Allan yang tersenyum lebar, sebelum ia kembali mengarahkan pandangannya ke jalan raya yang sudah mulai sepi. Polisi tidak membiarkan Allan berada di balik kemudi, karena itulah ia yang harus menyetir.

"Jika kau membuat masalah lagi, mungkin aku harus membiarkanmu merasakan dinginnya lantai penjara nanti sekali-sekali."

Allan meringis. "Meskipun di rumah tidak pernah ada kehangatan, jauh lebih baik bagiku tidur di kamarku sendiri."

Ucapan Allan yang cukup pelan itu membuat Adinda kembali menoleh padanya. Apalagi ini? Anak lain yang diabaikan oleh kedua orang tuanya? Anak yang sengaja berbuat onar demi mendapatkan perhatian orang tuanya?

"Apa maksudmu?" tanya Adinda pelan. "Ada alasan lain di balik semua masalah yang kau lakukan selama ini? Selain fakta bahwa kau memang pembuat onar?"

Allan tertawa getir mendengar pertanyaan Adinda. "Selalu ada alasan untuk setiap hal yang terjadi kan, Miss?"

"Dan alasanmu adalah?"

Allan hanya mengangkat bahu tanpa menjawab pertanyaan Adinda, lalu mengalihkan pandangannya ke jendela.

Adinda sudah tahu apa alasannya. Ternyata memang terlalu banyak anak-anak yang diabaikan di dunia ini. Dan tidak semuanya, memilih diam seperti dirinya. Ada beberapa anak, seperti Allan, yang sengaja membuat masalah demi mendapatkan perhatian. Atau, seperti Chase, yang membenci orang tuanya karena tidak pernah mendapatkan semua kasih sayang itu.

Bagaimana peternakan sekarang? Adinda bahkan sudah merindukan tempat itu walaupun baru beberapa jam berlalu semenjak ia pergi. Apa Chassidy masih ada di sana? Apa Chase dan Jesse bertengkar lagi? Semoga saja tidak. Ia tidak ingin mereka kembali bertengkar karena Chassidy.

Jesse. Meskipun hatinya sakit setiap kali mengingat pria itu, dan juga 'pemandangan' terakhir yang ia lihat, Adinda tidak bisa memungkiri jika ia juga merindukan Jesse. Otak dan hatinya itu berkhianat dengan terus menerus memikirkan Jesse. Kenapa sulit sekali melupakannya? Bahkan ketika Adinda sibuk dengan masalah Allan?

"Miss Abimanyu, tampaknya kau terlewat belokan jalan ke rumahku."

Suara Allan yang tenang itu membuat Adinda mengerem tiba-tiba. Syukurlah tidak ada mobil lain di dekatnya, karena jika iya, bisa dipastikan ia akan menyebabkan kecelakaan dan usahanya membawa pulang Allan akan sia-sia.

"Seharusnya kau mengingatkan sebelum kita terlewat jauh seperti ini," gerutu Adinda sambil kembali menjalankan mobilnya. Ia harus berkendara beberapa puluh kilometer ke depan sebelum menemukan jalur untuk berputar balik.

Allan terkekeh. "Tadinya, aku berencana bilang padamu setelah kita melewati putar baliknya."

Adinda menoleh pada anak itu lalu melotot. "Kukira kau sudah sangat tidak sabar tidur di kamarmu yang hangat dan nyaman di rumah Daddy."

Bibir Allan sekarang cemberut. "Hanya karena aku lebih memilih tidur di sana daripada di penjara, bukan berarti aku sangat tidak sabar untuk pulang."

"Apa orang tuamu memperlakukanmu dengan buruk?" Adinda tidak bisa menahan diri lagi untuk bertanya.

"Jauh lebih baik mereka memperlakukanku dengan buruk. Aku bahkan tidak dianggap ada selain saat aku membuat masalah," jawab Allan dengan getir.

Hati Adinda seakan diremas. Benar. Anak ini adalah anak lain yang diabaikan dalam keluarganya. Tidak peduli sebanyak apa materi dan fasilitas yang Allan dapatkan dari orang tuanya, itu tidak akan pernah cukup.

"Apa kau selalu dibandingkan dengan saudaramu yang lain?"

Allan tertawa dengan nada sumbang. "Sampai mati pun, aku tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan kakakku. Aku hanya domba hitam dalam keluarga."

"Tetapi itu bukan alasan bagimu untuk berbuat onar, Allan. Kau lihat sendiri kan? Tidak peduli sebesar apapun keonaran yang kau lakukan, sikap mereka padamu tidak berubah."

"Lalu menurutmu aku harus memohon-mohon pada mereka agar menganggapku ada begitu?" tanyanya dengan sinis.

"Kau tidak harus memohon. Yang kau butuhkan hanya bicara."

"Maksudmu?"

Adinda mengangkat bahu. "Aku juga sama sepertimu. Aku juga anak yang diabaikan."

"Tidak mungkin! Kau sangat cantik dan cerdas! Apa kurangnya dirimu sampai kau diabaikan?" seru Allan tidak percaya.

Adinda tertawa. "Nah, kau lihat kan? Cantik dan cerdas saja tidak cukup. Aku bahkan pergi sejauh ini untuk membuktikan diriku, untuk membuat mereka merindukanku saat aku tidak bersama mereka. Tapi kau tahu apa yang kudapat?"

Ia menatap Allan, dan pria muda itu menggeleng.

"Tidak ada. Mereka tidak pernah merasakan kerinduan itu padaku. Dan itu membuatku sadar bahwa selama ini yang kulakukan salah."

"Maksudmu dengan kau pergi?"

Adinda mengangguk. "Seharusnya aku tidak pergi, seharusnya kau tidak membuat onar." Dan Chase seharusnya tidak membenci Jesse.

"Apa yang kita butuhkan hanya satu. Bicara," sambung Adinda lagi. "Kita butuh alasan atas apa yang telah mereka lakukan pada kita, dan itu hanya bisa kita dapatkan jika kita bicara."

Selama sesaat, kesunyian hanya mengisi mobil yang melaju dengan tenang itu. Sekarang, Adinda tidak merasa perlu untuk mengantar Allan cepat-cepat sampai di rumah. Tidak akan ada yang menunggu anak itu di depan pintu dengan cemas.

"Kau sudah bicara dengan mereka?" tanya Allan beberapa saat kemudian.

Adinda menggeleng. "Tetapi aku sudah berjanji pada seseorang dan akan bicara pada mereka secepat mungkin."

"Pacarmu?"

Tawa terlontar pelan dari bibirnya. "Bukan. Seorang teman. Dia mengalami hal yang sama dengan kita, dan aku menantangnya untuk bicara lebih dulu. Jika dia berhasil, giliranku berikutnya."

"Kalau begitu giliranku setelah kau," ucap Allan dengan mantap hingga membuat Adinda menoleh padanya.

"Kau juga akan bicara dengan orang tuamu?"

"Hanya jika kau juga sudah bicara pada orang tuamu. Dan aku berjanji padamu, mulai malam ini, aku tidak akan berbuat onar lagi. Aku akan menjadi anak baik."

Mata Adinda berkaca-kaca saat ia melihat kebulatan tekad Allan. Ada banyak alasan untuk setiap perbuatan yang terjadi, dan malam ini, Adinda menemukan alasan di balik semua kenakalan Allan selama ini. Lalu, jika Allan sendiri menunggu giliran untuk berbaikan dengan keluarganya, haruskah Adinda juga menunda melakukannya.

"Aku akan pulang segera setelah persidanganmu dilakukan. Aku akan meneleponmu tentang hasilnya nanti, dan setelah itu, akan menjadi giliranmu."

"Setuju."

Allan mengulurkan tangan, Adinda menyambutnya, dan mereka pun berjabat tangan dengan erat sebagai simbol perjanjian mereka.

Continue Reading

You'll Also Like

100K 3.4K 34
Awas baper! Hati-hati menyebabkan ngakak guling-guling. Lumrahnya orang-orang jatuh cinta di suasana romantis nan syahdu. Berbeda dengan Fatih yang...
3.8K 151 24
Zayna maharani, yang biasa orang memanggilnya Zi, tidak menyangka ucapan asalnya di masa lalu akan berakibat fatal untuk masa depannya. Sebastian...
1.6M 71.1K 16
Bertemu dengan pria songong bin sombong rasanya memuakan! Jangan pikir aku tergiur dengan pria berwajah tampan. _Rasika Vahya Binara Bertemu dengan k...
273K 19.5K 28
(COMPLETED) Bima, yang tak terkontrol lagi kehidupannya, diungsikan orangtua ke kampung halaman neneknya. Di situ ia harus menuntaskan SMA jika masih...