Please, Marry Me

By Beoness

15.5K 1.8K 856

Dua orang asing yang terpaksa menikah kontrak hanya demi tujuan yang sama, pergi ke London!!! Naruto yang seo... More

01✈️{P,MM!}
02✈️{P,MM!}
03✈️{P,MM}
04✈️{P,MM!}
05✈️{P,MM!}
06✈️{P,MM!}
07✈️{P,MM!}
08✈️{P,MM!}
09✈️{P,MM!}
10✈️{P,MM!}
11✈️{P,MM!}
12✈️{P,MM!}
13✈️{P,MM!}
14✈️{P,MM!}
15✈️{P,MM!}
16✈️{P,MM!}
17✈️{P,MM!}
18✈️{P,MM!}
19✈️{P,MM!}
20✈️{P,MM!}
21✈️{P,MM!}
22✈️{P,MM!}
23✈️{P,MM!}
24✈️{P,MM!}
25✈️{P,MM!}
26✈️{P,MM!}
27✈️{P,MM!}
28✈️{P,MM!}
29✈️{P,MM!}
30✈️{P,MM!}
31✈️{P,MM!}
32✈️{P,MM!}
33✈️{P,MM!}
34✈️{P,MM!}
35✈️{P,MM!}
36✈️{P,MM!}
37✈️{P,MM!}
38✈️{P,MM!}
39✈️{P,MM!}
40✈️{P,MM!}
41✈️{P,MM!}
42✈️{P,MM!}
43✈️{P,MM!}
45✈️Bonus Chapter {P,MM!}

44✈️{P,MM!}

480 47 17
By Beoness

Welcome and Happy Reading!

Don't forget
Vote and Coment ☜⁠ ⁠(⁠↼⁠_⁠↼⁠)

🛫📍🛬

1 Tahun berlalu. Tidak ada kontak masuk ataupun panggilan seluler, apakah mereka benar-benar melupakan satu sama lain? Aku rasa tidak.

Uzumaki Naruto masih bekerja seperti biasanya. Bom waktu itu masih berjalan seperti dulu, namun sikapnya semakin dingin dan tegas sejak perpisahannya dengan sang istri. Bahkan dia pernah memecat karyawannya sebab orang tersebut tidak sengaja menabrak dirinya di saat jam kerja yang sungguh sibuk. Mungkin mood Naruto sangat buruk, tapi pria itu seakan tak perduli lagi.

"Naruto!" Tok! Tok! Tok! Nenek Mito mencoba mengetuk pintu kamar yang selalu tertutup serta terkunci dari dalam. Naruto sudah jarang sekali berkumpul bersama keluarga, kini kegiatan hari-harinya hanya bekerja, makan dan tidur.

"Dia menjawab?" tanya kakek Hasirama bersama Khusina yang baru saja menghampiri wanita tua bersurai merah tadi.

Nenek Mito menggeleng sedih, begitupun kedua orang lainnya yang juga khawatir. Di saat ketiga orang tadi hendak melangkah pergi namun mereka urungkan ketika melihat sosok pria pirang berkaos putih oblong dan jas biru tua, menatap datar ke ketiga orang tuannya di sana.

"Naruto!"

"Syukurlah kau mau keluar!"

Tak ada jawaban dari pria tersebut ketika kakek beserta ibunya tadi melontarkan kesenangan saat melihatnya.

"Kau mau pergi?" tanya nenek Mito saat menyadari penampilan rapi dari cucunya.

"Iya. Aku ada meeting di luar." kakek Hasirama memegang lengan cucunya, menatapnya sedih sampai pria pirang itu berusaha mengalihkan pandanganya dari keluarganya. Sungguh, dia tak ingin membuat keluarganya merasa khawatir karena dia baik-baik saja, meskipun setiap harinya ia selalu merindukan Hinata di sampingnya, menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam untuknya. Dia sangat merindukan semua itu. Rasanya sangat berbeda ketika Naruto kembali ke kehidupan sebelum dia bertemu Hinata.

"Maaf, aku harus pergi."

***

["Jaga kesehatan di sana Hinata! Jangan lupa makan teratur dan... Jangan terlalu bersedih."]

["Kakak tenang saja, aku baik-baik saja di sini! Aku rasa aku sudah lebih... Baik."] Dengan senyuman terpaksa, Hinata menarik nafas panjang setiap kali dia mengatakan keadaannya di sana.

Senyuman kecil terus saja terlukis di bibir mungil itu. Sampai saat panggilan antara Hinata dan kakaknya terputus, senyuman kecil tadi perlahan menghilang.

Hinata meletakkan ponselnya di atas meja, matanya kembali kosong dan melamun. Ternyata dia sama seperti Naruto, meski sudah 1 tahun lebih ia jauh dari pria pirang tersebut, perasaannya seakan-akan masih terjebak di sana.

Rumah makan yang awalnya kecil, kini sudah lebih baik dan menjadi restoran cukup besar namun tak terlalu besar. Hinata sudah berhasil mengembangkan usahanya sendiri, seperti ucapan Naruto dulu saat di London, bahwa pria itu yakin istrinya bisa membuka restoran sendiri.

Lamunannya yang cukup lama hingga tanpa terasa air mata mulai keluar menemaninya. Kenangan indah yang pernah dia rasakan bersama Naruto tak bisa hilang. "Hikss. Hentikan Hinata, apa kau memang secengeng ini huh?" sambil mengusap lembut kedua pipinya.
.

.

.

Mobil melaju dengan kecepatan normal. Kefokusan Naruto masih menatap lurus meski saat ini pikirannya selalu teralihkan ke Hinata, meskipun dia mencoba melupakannya sejenak kesibukannya bekerja, tetap saja tidak bisa. Bahkan dia berbohong soal meeting di luar, sebenarnya ia hanya ingin pergi keluar tanpa kekhawatiran dari keluarganya.

Di saat lampu merah. Semua kendaraan berhenti, beberapa orang mulai menyebrangi jalanan sehingga manik biru safir menangkap sosok yang sangat dia kenal dan rindukan. -'Hinata!' Naruto melihat seorang wanita bersurai panjang dan berponi, berjalan di antara orang-orang yang menyebrangi jalan barusan. Perasaanya sungguh senang sekali dan ingin mengejar wanita itu, tetapi saat ia mulai berkedip dua kali, tiba-tiba wanita yang dia lihat tadi ternyata orang lain, bukan Hinata.

Naruto memejamkan matanya seraya memijit lembut keningnya. Akhir-akhir ini dia terus saja memikirkan Hinata sampai-sampai melihat sosok Hinata yang padahal itu orang lain.

Tak lama setelah pikirannya kembali tenang, ia menoleh ke sisi kiri dan melihat sebuah permainan capit boneka. Sepasang kekasih juga berusaha bermain di sana, meski berulang kali sang pria gagal dan terus mencoba sementara wanitanya terus menyemangati prianya.

Naruto tersenyum kecil saat dia mengingat kejadian serupa bersama Hinata. Waktu itu Naruto sangat handal saat bermain, sedangkan Hinata selalu gagal, apalagi pakaian mereka yang mirip seperti Barbie waktu itu. Sungguh memalukan.

Kejadian saat mereka di tahan polisi dan berfoto, membuat Naruto tertawa sedih mengingatnya.

Tin! Tin!!!!! Sudah berkali-kali suara klakson mobil menyadarkan lamunan Naruto, tapi kira itu masih tersenyum kecil sambil menangis menggigit ibu jarinya sendiri. Saat suara klakson mobil semakin keras, ia mulai tersadar dan kembali melakukan mobilnya dengan perasaan hampa.

Akhirnya pria itu memilih berhenti di pinggir jalan, tempat yang cukup sepi. Dia menyandarkan kepalanya sejenak lalu menatap ke arah foto kecil yang ia pajang di mobilnya. Kalian pasti ingat kan foto di saat Naruto kalah bermain dan harus mengenakan topi cokelat dan Hinata menjulurkan lidahnya.

Di sisi lain, Hinata juga memandangi foto pertama dia dan Naruto saat pertama kali memulai kebohongan mereka. Hinata masih menyimpannya dengan baik.
.

.

.

Di saat waktunya tidur. Naruto dan juga Hinata tidur di sisi yang sama saat mereka tidur bersama, hanya saja kali ini, di samping mereka tidak ada satu sama lain.

***

5 Years Later

Tak terasa, waktu berjalan dengan sangat cepat. Perusahaan Uzumaki semakin meningkat, begitu juga restoran yang Hinata kembangkan sendiri juga semakin ramai pengunjung. Terkadang beberapa pelanggan mengenalnya sebagai mantan istri dari cucu Uzumaki.

Untuk Naruto sendiri. Pria itu juga terkadang mengunjungi rumah panti dan memberi hadiah untuk anak-anak panti yang selalu mengajaknya bermain, mereka juga semakin tumbuh dewasa.

Naruto juga mengunjungi keluarga Hinata dan sesekali bertanya soal keberadaan Hinata. Namun Hikari dan Kurenai mengatakan bahwa mereka tidak bisa mengatakannya karena keinginan Hinata sendiri. Sejujurnya mereka ingin sekali mengatakannya, karena kedua belah pihak keluarga sudah tahu bahwa Naruto dan Hinata masih saling mencintai.

Ini sudah 5 Tahun, apakah Hinata masih menghukumnya?

Tak tahan melihat drama kedua anaknya, akhirnya Khusina mulai turun tangan. Wanita paruh baya itu mulai mendatangi rumah Hinata yang kebetulan hanya ada Hikari saja di sana.

"Bagaimana Tuan Uzumaki? Apa anda mau menerima lamaran saya?!" ucap seorang wanita berkelas yang hampir mirip dengan Hinata. Namun warna surainya berbeda, juga sifat keduanya sangat berbanding jauh.

Wanita itu baru saja melakukan meeting bersama di perusahaan Uzumaki. Dan sepertinya dia tertarik dengan sang bos perusahaan tersebut.

"Saya sudah mempunyai istri." Tegas Naruto enggan menatap wanita tadi dan malah sibuk dengan berkasnya.

Sedikit cemberut mendengar jawaban dari penolakan Naruto.

"Aku pikir, anda dan istri anda sudah bercerai?" seketika Naruto berhenti, kamu menatapnya tajam membuka lebar-lebar tangannya dan menunjukkan sebuah cincin kawin masih melekat di jari manisnya.

"Kau sudah melihatnya. Jadi pergilah." Naruto kembali fokus ke berkasnya.

Dengan perasaan marah dan kecewa, wanita bernama Shion tadi memilih pergi menghentakkan kakinya dengan kasar juga bibir cemberut dan alis berkerut marah.
.

.

.

"Aku tahu, seharusnya aku tidak ikut campur. Aku selalu melihat keadaan Naruto selama 5 tahun ini, dia sangat berharap dan selalu berharap bisa bertemu dengan Hinata. Meskipun anda jauh dari Hinata, perasaan seorang ibu tidak pernah salah! Aku yakin, anda juga merasakan hal yang sama sepertiku tentang Hinata." Khusina tersenyum lembut.

Hikari masih diam. Meski dia pernah berpisah dari putrinya, perasaannya juga selalu khawatir dan percaya bahwa putrinya itu masih menyimpan rasa untuk Naruto, apalagi status mereka masih sepasang suami istri hanya saja hubungan mereka sudah seperti orang bercerai. Apakah pernikahan adalah permainan?

"Saat ini Hinata ada di Osaka! Dia membuka restoran di sana." Khusina senang akhirnya salah satu keluarga Hinata mau membuka pembicaraan.

"Katakan kepada Naruto. Ajak Hinata kembali dan jangan menyakitinya lagi! Aku percaya dengan hubungan mereka!" Khusina mengangguk dengan perasaan senang.

"Aku akan memukulnya jika dia menyakitinya lagi! Terima kasih." Kedua ibu tadi sama-sama tersenyum.

***

Kali ini, di kediaman Uzumaki. Keluarganya senang saat melihat Naruto sudah mau bergabung bersama lagi. Kini keluarga besar tadi sedang melakukan makan malam bersama, Naruto juga perlahan sudah kembali seperti dulu, meski kini sangat sulit jika beberapa wanita mendekatinya untuk mengambil hatinya.

Setelah makan malam selesai, Naruto pamit ke kamar karena sebagian pekerjaannya masih belum selesai. Kali ini dia tidak berbohong.

Di saat ia sibuk dengan laptopnya, tiba-tiba sang ibu masuk ke kamar dengan senyuman lebar seakan ingin memberikan sebuah hadiah. Naruto sendiri masih heran melihat ekspresi ibunya.

"Hentikan kesibukanmu!" Khusina menutup laptop yang ada di pangkuan Naruto.

"Aku harus bekerja. Besok ada pertemuan klien bu." Sambil membuka kembali laptopnya. Khusina sedikit mengerucutkan bibirnya lalu kembali tersenyum.

"Bagaimana jika aku mengatakan bahwa ibumu ini tahu keberadaan Hinata?!" dan benar saja, Naruto langsung kembali menutup laptopnya, menoleh ke sang ibu yang saat ini masih tersenyum lebar.

"Katakan."

***

Keesokan harinya. Langit begitu cerah, tak ada tanda-tanda hujan akan turun jadi semua orang dapat beraktivitas dengan tenang.

Sebuah mobil hitam melaju cepat seakan mobil tersebut mengikuti perasaan sang pemakai. Di sisi lain, sebuah Taxi juga melaju santai dengan penumpang wanita cantik bersurai indigo bermata rembulan di dalamnya, menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya di jendela terbuka.

Sepertinya wanita itu sudah membaik dengan perlahan, meskipun ia masih merindukan seseorang, tapi setidaknya dia sudah bisa mengendalikan perasaannya.
.

.

.

.

Sepasang kaki dengan high heels putih yang tidak terlalu tinggi, melangkah bersama seorang anak perempuan cantik, memiliki mata yang sama seperti ibunya dan surai cokelat gelap.

"Apa putriku tidak sabar? Sebentar lagi kita akan masuk. Okay!" ucap lembut dari wanita cantik bersurai indigo tadi tersenyum penuh kehangatan dan kelembutan. Tangan mungil yang masih berada di genggamannya itu sangat hangat. Dan gadis cantik itu hanya tersenyum lebar.

Hinata sudah berdiri di depan pintu restoran miliknya, hari ini restorannya tutup, tapi karena keinginan dari Hanako sang gadis kecil berusia 4 tahu itu, dia akhirnya membawanya ke restoran.

Saat tangannya mulai membuka pintu restoran, tapi ada perasaan lain ketika Hinata merasa ada seseorang di sampingnya yang sedang mengamatinya saat ini. Hinata mencoba menoleh ke sisi kanan dan benar, dia sangat terkejut ketika melihat sosok pria tampan dengan surai yang masih sama, kulit sama, manik yang sama dan tatapan hangat yang sama.

Keduanya masih beradu pandang sampai gadis kecil bernama Hanako itu mulai menarik tangan Hinata dan berdiri di sampingnya lagi hingga sang pria yang saat ini berdiri menatapnya dengan penuh tanya dan penasaran akan sosok anak kecil di samping Hinata.

Naruto berjalan perlahan lebih dekat ke arah Hinata yang masih terpaku dan terpesona dengan penampilan Naruto yang semakin dewasa semakin tampan. "Sudah lama tidak bertemu, Hinata!" sapanya lembu. Suara bariton yang sangat di rindukan Hinata.

Hinata harus bagaimana? Saat ini dia membawa seorang anak yang sangat dia sayangi dan cintai. Apa reaksi Naruto dan apa yang pria itu pikirkan?
.

.

.

.

Di dalam restoran yang sepi, hanya terdapat tiga orang saja di sana yang saat ini duduk di salah satu meja. Hinata duduk berhadapan dengan Naruto, sementara Hanako duduk di samping Hinata dengan kursi khusus anak kecil. Sementara gadis itu sibuk memakan Ice cream, Naruto terus saja memandanginya. Dia juga sangat bangga dengan keberhasilan Hinata yang membuka restoran sendiri.

"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" suara Hinata membuatnya menatap mata rembulan tadi.

"Ibu."

Mereka kembali berdiam diri. Hinata masih menunduk karena malu jika harus berlarut-larut dalam safir biru milik Naruto. Sedangkan Naruto sendiri masih menatapnya dengan teliti, dia sangat merindukan wajah itu, dia ingin memeluknya dan menciumnya. Dia sangat ingin menerkam dan mendekapnya erat.

Tapi lagi-lagi Naruto menatap ke arah Hanako yang masih asik dengan Ice cream. Naruto takut ingin mengatakan kepada Hinata-- Apakah gadis di sebelahnya adakah putrinya? Apa selama ini Hinata sudah menemukan seseorang yang lebih baik darinya? Apalagi dia mendengar ucapan Hinata ke gadis itu tadi, saat mereka berdua hendak masuk ke restoran.

Hinata tahu akan pertanyaan yang ingin di katakan Naruto. Melihat ekspresi pria itu seperti sedih dan penuh tanya sambil mengamati Hanako.

"Putrimu sangat cantik sepertimu." Benar, Naruto akan ikhlas jika Hinata hidup bahagia bersama pria lain. Sungguh!

Hinata terkejut mendengar ucapan Naruto, lalu dia terkekeh kecil setelah mendengarnya. Naruto bertambah bingung saat melihat tawa kecil dari Hinata. "Dia bukan putriku!" ucap Hinata yang kali ini membuat Naruto merasa malu sendiri.

"Hanako! Katakan kepadanya, siapa ibumu?!" Hanako melihat ke arah Naruto.

"Hanabi Hyuga!" jawab gadis itu sedikit terbata dan tak jelas, namun cukup terdengar jelas di telinga Naruto. Ada kelegaan di hati Naruto, saat dia tersenyum kecil lalu menatap Hinata yang masih tersenyum seperti dulu. Wanita itu sudah merasa baikan.

Mereka kembali hening dan tidak ada lagi tawa.

"Hinata!"

"I-iya?" sedikit malu, Hinata mencoba menatap pria itu meski tidak tahu semburat merah muncul di pipinya atau tidak. Hinata merasakan degupan kencang di dadanya.

"Apa... Kau masih menghukum ku?"

Hinata masih tertegun dan bingung harus mengatakan apa. Mereka masih saling memandang, dan Naruto cukup takut dengan jawaban Hinata nantinya.

"Aku rasa....---"

"Aku mencintaimu." Naruto memotongnya, dia tak peduli meski Hanako saat ini memandangi mereka dengan penuh tanya dan ketidak tahuan.

Tentu saja malu, pipi Hinata mulai hangat saat Naruto mengatakan perasaannya di hadapan keponakannya. Tiba-tiba pria itu mulai meraih tangan kanan Hinata yang berada di atas meja.

Sangat hangat ketika tangan mereka mulai bersentuhan, seperti ada sengatan listrik.

"Menikahlah denganku Hinata. Aku akan membuatmu bahagia, dan aku tidak akan menyakitimu lagi. Aku berjanji dan kali ini aku akan mendekatinya tanpa adanya pertukaran." Tatapan Naruto penuh keyakinan.

Hinata sangat bahagia mendengarnya lagi. Perasaan Naruto sama sekali tidak berubah padanya.

"Jika kau mencintaiku, apa kau mau menuruti ku?"

"Semuanya, meski harus menunggumu beberapa tahun lagi." Tanpa terbata, Naruto sudah pasrah dan rela menunggu Hinata untuk kesekian kalinya.

"Kalau begitu pergilah." Cukup terkejut. Naruto berusaha menegarkan dirinya agar tidak menjadi pria egois lagi. Pria pirang itu tersenyum tipis, mengusap lembut tangan Hinata dengan ibu jarinya.

"Jika itu maumu. Jaga dirimu baik-baik!" ucapnya untuk terakhir kalinya. Hinata masih menatapnya datar sampai Naruto mulai beranjak pergi, memberikan usapan lembut di surai Hanako sambil tersenyum lebar, meski hatinya sedang terguncang.

Sejenak, Naruto menatap ke arah Hinata yang masih diam menatap lurus. Dengan perasaan sedih, Naruto berjalan keluar dari restoran.

Rasanya ingin menangis, tapi Naruto menahannya. Setidaknya dia sudah melihat Hinata baik-baik saja, mendengar dan berbicara dengannya sudah cukup bagi Naruto.

Pria itu mulai berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan restoran Hinata.

"Naruto!"

Naruto menutup kembali pintu mobilnya saat suara lembut memanggilnya. Ia mulai berbalik melihat Hinata yang saat ini berdiri dengan mata berkaca-kaca dan senyuman lebar.

Wanita itu berlari ke arahnya, lalu memeluk tubuh Naruto yang masih kaku karena terlalu terkejut. "Aku ingin menikah denganmu. Untuk kedua kalinya!" Naruto tersenyum lebar, memeluk tubuh mungil Hinata yang sangat dia rindukan hingga mengangkat tubuh mungil tersebut dan membawanya berputar sehingga tawa terdengar bahagia.

Dari dalam restoran, Hanako ikut tertawa saat melihat kedua orang tadi berputar menyenangkan.

Pelukan mereka terlepas, dan kini kedua manik mata saling bertemu dan senyuman juga masih terukir di bibir mereka. Tangan Naruto mulai menyelinap ke surai Hinata dan mempertemukan bibir mereka yang sudah lama sekali tidak merasakan kekenyalan dan panasnya nafas mereka saat beradu ciuman.

Hinata memaksa melepas ciuman mereka karena malu dengan Hanako.

"Aku mencintaimu!"

"Aku juga mencintaimu!"

"Kali ini pakai kontrak?!" tanya Naruto sekedar bercanda. Hinata menggeleng, "Tidak pakai kontrak!" mereka kembali menempelkan kening satu sama lain.

END

🛫📍🛬

Hayyyyyyy guyyss! Senang sekali bisa menyelesaikan cerita ini dengan baik.

Bagaimana menurut kalian? Dan... Saya akan melanjutkan bonus chapter nya nanti malam yang pasti tentang malam pertama mereka tanpa alkohol dan kesenangan dari kakek Hasirama yang akhirnya mendapatkan cicit (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Saya harap kalian suka bab di atas, dan tidak pernah bosan!

Di tunggu saja Later tonight. Okayyy, bye😁

Thanks and See you ^,^

Continue Reading

You'll Also Like

66.5K 4.8K 23
Sakura Haruno terjebak di dalam sebuah pernikahan yang terasa begitu dingin dan menyakitkan bersama Sasuke Uchiha. Entah apa yang dipikirkannya samp...
20K 1.5K 7
Hanya sebuah cerita klasik. Cho Kyuhyun pria mapan dan tampan yang mencintai sekretarisnya sendiri yang bernama Shin Hyujin. Disaat ia sudah memiliki...
66.6K 3.9K 43
Her or Me --- "Aku ingin denganmu Malam ini.. hanya kita berdua" kata Sehun "Kita berdua" "Iya kita tidur dihotel malam ini" kata Sehun dan Nayeon me...
41.7K 4.1K 33
Cerita ini Fiksi Penggemar Lee Min Ho dan Kim Go Eun 🖤 Jika ada kesamaan nama, karakter, latar dan jalan cerita itu murni ketidaksengajaan. Semua wa...