Please, Marry Me

By Beoness

15.5K 1.8K 856

Dua orang asing yang terpaksa menikah kontrak hanya demi tujuan yang sama, pergi ke London!!! Naruto yang seo... More

01✈️{P,MM!}
02✈️{P,MM!}
03✈️{P,MM}
04✈️{P,MM!}
05✈️{P,MM!}
06✈️{P,MM!}
07✈️{P,MM!}
08✈️{P,MM!}
09✈️{P,MM!}
10✈️{P,MM!}
11✈️{P,MM!}
12✈️{P,MM!}
13✈️{P,MM!}
14✈️{P,MM!}
15✈️{P,MM!}
16✈️{P,MM!}
17✈️{P,MM!}
18✈️{P,MM!}
19✈️{P,MM!}
20✈️{P,MM!}
21✈️{P,MM!}
22✈️{P,MM!}
23✈️{P,MM!}
24✈️{P,MM!}
25✈️{P,MM!}
26✈️{P,MM!}
27✈️{P,MM!}
28✈️{P,MM!}
29✈️{P,MM!}
30✈️{P,MM!}
31✈️{P,MM!}
32✈️{P,MM!}
33✈️{P,MM!}
34✈️{P,MM!}
36✈️{P,MM!}
37✈️{P,MM!}
38✈️{P,MM!}
39✈️{P,MM!}
40✈️{P,MM!}
41✈️{P,MM!}
42✈️{P,MM!}
43✈️{P,MM!}
44✈️{P,MM!}
45✈️Bonus Chapter {P,MM!}

35✈️{P,MM!}

344 45 17
By Beoness


Don't forget
→⁠(⁠°⁠ ⁠۝ ⁠°⁠)⁠┗ Vote and Coment

🛫📍🛬

Suara dengkuran halus dari seorang wanita, menandakan bahwa Hinata sudah tertidur lelap setelah dia mengeluarkan seluruh kegugupannya kepada Naruto. Sungguh, Hinata sungguh tidak memaksa suaminya agar cepat-cepat menjawab atau mencintainya tidak! Dan itu bukan berarti wanita cantik yang saat ini tertidur itu bodoh! Ya, mungkin orang lain akan beranggapan seperti itu, tapi asal kalian tahu. Ini sangat rumit jika wanita lain berada di posisinya saat ini. Entah, apakah dia pantas di panggil pelakor? Istri yang tidak di inginkan? Atau orang asing yang hanya numpang lewat?

• NARUTO POV

Aku terus memandangi punggung kecilnya. Saat dia tertidur, itu terlihat seperti seorang Putri tidur atau sleeping beauty mungkin! Entahlah.

Perasaan ku berkecamuk, aku sadar dan aku masih ingat setiap kalimat yang dia ucapkan kepadaku. Dia mencintai ku, aku tidak menyangka hal ini benar-benar terjadi.  Jika saja tidak ada halangan apapun, aku akan menjawab <<Iya>> dengan sangat keras, aku akan mengatakan bahwa aku juga memiliki perasaan yang sama. Sepertinya pria seperti ku tidak pantas mendapatkannya, sudah berapa kali aku menyakitinya? Satu, tidak. Mungkin dua kali, tidak juga. Itu lebih.

Aku masih di posisi miring, tanganku ingin bergerak, iya. Aku mulai menggerakkan tangan kananku, menuju ke arah Surai-nya tergerai lemas di atas bantal, aromanya sangat wangi sehingga lubang hidungku dapat mencium aroma tersebut meski ada jarak di antara kami. Aku ingin mengelus Surai serta kepala Hinata, aku ingin mengusap lembut pipinya. Saat telapak tanganku hampir dekat di kepalanya, aku mengurung kembali niatku.

“Maaf, aku benar-benar minta maaf.” Ucapku pelan. Sangat pelan sehingga angin pun membawanya ikut.

Jika boleh jujur, seumur hidupku, aku hanya meneteskan air mataku kepada dua wanita. Ibuku dan.... Wanita yang saat ini berperan menjadi istriku. Aku mulai menutup mataku, rasanya sangat berat ketika aku tidak jadi memegangnya. Dan aku harap semuanya hanya mimpi bagiku, semuanya.

• NARUTO POV OFF

Hinata membuka matanya, dia sadar jika sebuah tangan hendak menyentuh kepalanya. Ia tidak benar-benar tidur, semuanya membuat pikiran Hinata tidak tenang. Hidung mancungnya sedikit memerah ketika dia harus menahan rasa pedih yang akan menjadi genangan air di balik kelopak matanya. Ucapan pelan Naruto juga dia dengar, itu sangat menyakitinya.

Hinata ingin, ingin sekali merasakan sentuhan hangat dari tangan besar Naruto, hanya sentuhan di kepala. Tapi Hinata sadar,dia bukan wanita yang di cintai oleh suaminya. Suaminya? Lucu sekali, bahkan dia tidak benar-benar tahu, apakan Naruto pantas ia jadikan suami sungguhan?

***

Pagi hari yang cerah. Suara peralatan dapur beradu seperti sedang berperang, begitulah, wanita yang sudah menikah akan gaduh di pagi hari tepatnya di arah dapur. Hinata dengan telaten menyiapkan sarapan untuk Naruto, pria itu sebentar lagi akan pergi ke kantor.

“Makanlah.” Ucap Hinata ramah seperti biasa, seolah tidak terjadi apa-apa semalam. Naruto terus memandangi istrinya yang saat ini tengah mencuci peralatannya dapur, biasanya Hinata akan ikut makan bersama. “Letakkan itu dan makan bersamaku.” Pinta Naruto.

“Haisshh! Apa kau mau aku suapi seperti bayi? Makanlah, aku bisa makan nanti. Kau seorang bos, tidak boleh terlambat kerja!” Naruto langsung bungkam, ia mulai makan namun matanya tak pernah berahli dari Hinata sedikitpun. Pria itu sangat menikmatinya, meski tidak ada senyuman di wajahnya, tapi dia suka memperhatikan istrinya.

Dan Hinata, dia masih menyadari Naruto yang masih mengenakan cincin baru mereka. Itu sudah lebih dari cukup bagi Hinata, setidaknya pria pirang menyebalkan itu masih bisa menghargai arti pernikahan mereka.
.
.
.
.

“Kau pulang jam berapa?” tanya Hinata yang saat ini keduanya sama-sama berdiri di ruang tamu.

Naruto sibuk memasang arlojinya. “Aku masih tidak pasti, tapi aku akan pulang sebelum makan malam!” Hinata mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu tersenyum lebar. “Kalau begitu berhati-hatilah dijalan!” ucapnya dan melangkah pergi.

Langkahnya terhenti ketika Naruto menahan tangannya sehingga wanita itu berbalik dengan wajah penasaran, sebisa mungkin Hinata menahan emosinya yang tak karuan. Jantungnya tidak berhenti berdetak kencang, itu sangat memalukan. “Apa?”

Mata mereka beradu pandang, cukup lama. “Aku mohon, te-tetaplah menungguku, aku akan menjawab... ” Hinata dapat melihat betapa kesusahannya Naruto mengatakan hal yang ingin dia katakan. Pria itu terlihat gugup, lebih gugup dari Hinata, bahkan dia tanpa sadar meremas tangan Hinata. Wanita cantik itu merasakan betapa tegangnya tubuh Naruto saat ini.

“Aku, aku akan menjawab perasaan mu. Se-sebelum itu... Biarkan aku menyelesaikan semuanya. Aku-- aku harap kau tidak bosan menungguku.” Rasanya sangat lega, itu yang Naruto rasakan saat ini. Hinata masih menatapnya dalam diam, yang bisa Hinata lakukan hanyalah mengangguk pelan lalu tersenyum tipis. “Bekerjalah dengan semangat!” ucap Hinata menepuk pelan lengan Naruto lalu berjalan pergi. Apakah wanita itu tahu maksud dari perkataan Naruto?

***

Setelah meeting pentingnya, Naruto kembali ke ruangan pribadi miliknya. Pria pirang itu tidak sendiri, ada Kakashi juga teman kerjanya, Choji. Pria bertubuh gemuk tersebut baru saja menyelesaikan meeting bersama Naruto, tak salah jika mereka bertemu dan saling mengobrol sejenak.

“Jadi, kau masih bersama istrimu?” tanya Choji sambil memakan camilan yang ada.

“Hm.”

“Hffhuu, ya... Akhir-akhir ini aku mendengar beberapa karyawan selalu bergosip tentang Flirting. Dan aku yakin kau juga tahu siapa itu.” Ujar Kakashi. Naruto masih diam, seolah dia ingin menyibukkan dirinya dengan berkas-berkas yang ada. Padahal Naruto hanya ingin menghindari pembicaraan tersebut.

“Aku akan menyelesaikannya.” Kakashi tahu watak Naruto. Pria bermasker itu hanya mengangguk sambil mengangkat kedua alisnya dengan percaya.

“Jika aku boleh sarankan. Lebih baik kau nikahi saja dua-duanya!” saran konyol dari Choji. Naruto cukup mendengar serta menyetujui saran konyol dari Ino, dan lihat hasilnya sekarang. Mengingat Ino, Naruto mulai bertanya-tanya kemana wanita menyebalkan dengan saran konyolnya itu berada? Dia yakin Ino sudah mendengar berita tentang Sakura.

Naruto memberikan tatapan tajam ke pria yang baru saja melontarkan candaan yang menurut Naruto juga Kakashi bukanlah candaan yang baik untuk di tertawakan.
.
.
.
.

Waktu masih terlalu panjang. Semua pekerjaan rumah sudah beres, Hinata juga selesai berbincang ringan dengan kakaknya, anak-anak panti yang lucu dan durjana serta.... Ibunya tentu saja, Hinata akan bicara dengan wanita itu setelah dia pulang dari London.

Hari ini, dia akan pergi bersama Sasuke ke suatu tempat. Pria Uchiha itu bilang ada sebuah perlombaan kecil di sudut kota, itu lomba memasak dengan hadiah kecil yang cukup membuat Hinata tertarik mengikutinya.

“Apa kau berhasil meluluhkan hati wanita yang kau cintai itu?!” tanya Hinata, ya... Mereka dekat dengan cepat. Sasuke masih sibuk menyetir mobil, senyuman kecil terukir di bibir tipisnya. “Dia semakin menggila!” kali ini kekehan keluar dari bibir mereka berdua. Hinata masih belum tahu siapa wanita bodoh yang buta akan cinta sang Uchiha seperti pria di sampingnya saat ini.

“Bagaimana dengan mu? Suami mu?”

“.....” Sasuke menoleh ke arah Hinata yang saat ini menunduk tengah berpikir dalam.

“Baiklah, maaf! Aku salah bertanya. Di perlombaan nanti, kau akan bertarung sendirian, ini lomba individu. Kau siap?!”

“Tentu saja!” semangat Hinata. Dia tahu pria Surai hitam itu mengalihkan pembicaraan tadi, namun Hinata tidak ingin membahas lebih dalam soal dirinya dan Naruto kepada orang lain.

***

“Aku senang kau meluangkan waktu mu untukku!” ucap seorang wanita cantik yang kalian kenal. Bersurai pink dengan senyum musim semi nya yang khas. Naruto hanya menatapnya datar. Saat ini mereka berada di salah satu cafe yang dekat dengan apartemen Sakura.

“Kapan kau akan menceraikannya?”

“Jangan bahas itu lagi.” Tolak Naruto meraih cangkir kopinya dan menyeruput. Sakurai terus saja memandangi pria kesayangannya itu. Sikap Naruto akhir-akhir ini sangat kaku dan sedikit dingin, tidak seperti biasanya.

“Naruto, aku mencintaimu--”

“Aku tahu.” Sakura bungkam seribu bahasa. Wanita cantik bermanik hijau tadi tertunduk sendu. Naruto yang melihatnya mulai menarik nafas dalam-dalam. Sebisa mungkin ia meredamkan panas di kepalanya. Jujur saja, dia tak suka berurusan dengan wanita drama.

“Bagaimana pekerjaan mu?” pria itu berusaha mengalihkan pembicaraan dan sendu di wajah sahabatnya.

“Tidak ada yang mau menerimaku. Beritanya sudah tersebar ke Eropa, mereka semua menganggap ku seorang model penggoda.” Jelas Sakura masih terlihat sedih. Jika saja dia dan Naruto menikah, mungkin semuanya akan membaik, tapi Naruto selalu saja mengelak pembicaraan ketika Sakura mengatakan soal perceraian.

Kini pria pirang tadi masih menatap datar Sakura, hingga tatapan mereka mulai bertemu. “Ayo kita menikah-- ”

“Sakura-- ”

“Aku tahu kau akan mengelaknya lagi. Apa susahnya kalian berpisah? Katakan kepada semuanya jika pernikahan kalian hanyalah kontrak.” Seketika rahang Naruto mengeras mendengar celoteh Sakura. “Jangan di lanjutkan.” Sebuah peringatan terakhir dari si pirang. Sakura menutup matanya, dia pamit ke toilet sebentar dengan perasaan buruk.

Namun saat dia kembali, Naruto sudah tidak ada di tempatnya. Sakura menoleh ke seluruh sisi cafe, tetap saja pria pirang itu tak terlihat.
.
.
.
.

Kembali ke apartemennya dengan perasaan lelah, Naruto sedikit membanting pintu, mendudukkan dirinya ke sofa ruang tamu sambil bersandar di punggung sofa. Sungguh, Naruto tidak tahu apa dan bagaimana dia harus menyelesaikan semuanya tanpa menyakiti dua hati seorang wanita. Jari telunjuk serta tengah nya mulai memijit dahinya, sampai dia sadar akan sosok yang sama sekali tidak terdengar suaranya di apartemen tersebut.

Naruto mengerutkan keningnya, berdiri sambil berkacak pinggang. “Hinata!” panggilnya dengan nada sedang. Tidak ada jawaban dari si pemilik nama, Naruto mulai panik, rasa takut mulai menjalar di nadinya.

“HINATA!” sekali lagi dia memanggil dengan lantang, memeriksa ke seluruh ruangan yang ada hingga ke lemari untuk mengecek pakaian istrinya. Seketika detak jantungnya kembali melambat dan normal saat melihat seluruh pakaian Hinata masih tersusun rapi di lemari. Kedua mata Naruto terpejam erat, dia benar-benar menggila jika wanita itu akan pergi sungguhan. Brakk! Suara pintu lemari tertutup.

Derrtt! Derrtt!

[“Apa?”] sekali lagi Naruto memejamkan matanya dengan perasaan lega sekaligus senang. Dia bisa mendengar suara itu, suara yang kadang membuatnya jengkel namun merindu.

Tak hanya suara Hinata. Naruto juga mendengar suara ricuh di sana. [“Ada dimana? Kenapa tidak meminta izin padaku huh?”] kesal Naruto karena wanita itu sudah membuat jantungnya resah.

[“Maaf, maaf! Aku ikut lomba memasak!”] Suara Hinata terdengar berbisik sekaligus senang.

[“Ice cream lagi? Haisshh, aku bisa membelikan nya untukmu, bahkan pabriknya. Kembalilah!”]

[“Bukan Ice cream... Ada hadiah kecil lainnya! Aku akan memberikannya kepadamu, tunggu sampai aku menang dan-- Oh. Apa kau sudah pulang? Sepertinya aku akan pulang larut jadi... Pesanlah makanan untukmu, untuk makan malam mu, oke!”] ceramah panjang lebar dari si wanita aneh. Itulah yang di sukai oleh Naruto, Hinata selalu memberikan perhatian lebih meski dia sedikit aneh dan konyol, tapi dia menjalankan tugasnya dengan baik, sebagai istri terutama! Tunggu! Bukan itu yang saat ini ingin Naruto dengar.

[“Kau bersama siapa?”]

[“Bukan urusanmu. Jangan lupakan makan malam dan--- cepatlah pulang jika kau masih berada di luar. Jaa!”] Sambungan terputus. Naruto masih menggenggam ponselnya, dia tahu maksud ucapan Hinata tadi. Padahal dia berada di rumah saat ini.

09:18 PM.

Makan malam sudah lewat. Seperti apa yang di perintahkan oleh istrinya, Naruto sudah memakan makanan yang dia pesan, itu menjengkelkan. Kenapa di saat dia ada di rumah dan ingin mencicipi ramen buatan Hinata, wanita itu malah pergi keluar.

Kali ini Naruto bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek putih tepat selutut. Surai pirangnya basah karena guyuran air, namun tubuh telanjangnya sudah dia keringkan. Naruto sengaja bertelanjang dada, dia hanya ingin memamerkan otot-otot sixpack nya ke istrinya, juga menggodanya itu pasti.

Sambil menunggu Hinata kembali. Naruto tak berhenti melihat layar ponselnya, sebuah kecaman buruk yang di lontarkan oleh para penggemar sahabatnya. Kata-kata kotor dan buruk tak sepantasnya di lontarkan kepada seseorang. Naruto mulai tak enak akan Sakura, ya! Benar, dia juga ikut terhujat di sana, tapi tidak sebanyak wanita pink itu.

Ting-tong! “Dia datang juga!” ucap senang Naruto bergegas ke arah pintu. Saat pintu mulai terbuka, senyuman lebar tadi hilang perlahan ketika dia melihat....

“Sakura.”

***

Di Tokyo Jepang, tepatnya di sebuah kamar tidur yang sangat rapi bercat coklat muda serta dekorasi modern. Manik rembulan yang hampir sama dengan milik Hinata, menatap terkejut ke arah layar ponselnya. Berita? Tentu saja, jika berita itu saja sampai ke Shikamaru, kenapa tidak ke Hanabi?

Wanita cantik yang lebih tua dari Hinata itu menatap sendu ke layar ponselnya. “Hinata..” lirihnya ketika hanya ada satu orang yang dia ingat, yaitu adiknya.  Hanabi hanya berpikir bagaimana nasib Hinata di sana? Apa dia baik-baik saja?

Yang pasti, sampai saat ini berita mengenai rumor perselingkuhan Cucu dari keluarga Uzumaki dengan seorang model papan atas masih tersimpan rapat oleh Shikamaru. Tidak ada satupun keluarga Uzumaki membaca atau melihat berita-berita tersebut. Entah bagaimana cara Shikamaru melakukan, yang pasti semuanya masih aman terkendali.

***

“Sekali lagi terima kasih!”

“Hn. Kau akan memberikan hadiahmu itu kepadanya?” tebak seng pria Uchiha tampan dengan tatapan lembut.

“Ya! Setidaknya aku mendapatkannya, meski aku kalah dari peserta juara utama!” Hinata tersenyum lebar. Setelah puas menghabiskan waktu bersama Sasuke, Hinata akhirnya kembali ke apartemennya dengan lega. “Aku yakin dia akan senang! Mungkin dia akan mengejekku lebih dulu!” Hinata tak sabar memberikan hadiah yang dia dapat.

Dengan perlahan Hinata membuka pintu, menutupnya kembali dan berjalan dengan wajah bingung ketika Surai pirang tak terlihat di sana. Mata Hinata melihat ke arah kamarnya, pintu di sana terbuka sedikit, mungkinkah pria itu ada di sana.

Hinata memasang senyuman lebar, meraih gagang pintu membukanya sedikit dan terkejut. Dua orang yang sangat dia kenal sedang berada di dalam sana, menempelkan bibir mereka dan saling berciuman, di tambah lagi Naruto yang bertelanjang dada. Tangan kiri Hinata meremas pakaian yang i kenakan tepat di dadanya, kembali menutup pintu tersebut dengan sangat pelan.

Rasanya sangat sakit, seharusnya dia menerima tawaran Sasuke tadi agar dia pulang lebih terlambat. Mungkin saja ia tidak akan melihat pemandangan tadi, meski itu hanya berupa ciuman tapi posisi mereka sangatlah intim, juga status keduanya yang masih sepasang kekasih membuat Hinata tak tahan untuk tidak menangis.

Dengan cepat, Hinata duduk di ruang TV, menyalakan televisi dengan tatapan kosong serta butiran bening yang terus saja menetes. Bibirnya gemetar ketika dia benar-benar merasa sakit. -“Kenapa kau diam saja Hinata? Ayo, masuk dan tegur mereka, kau punya hak.’ Ceklek! Hinata tersadar ketika dia mendengar suara pintu dan langkah kaki. “Hahahhhaa!!!” air mata tadi berganti dengan tawa lepas. Ya! Saat ini Hinata tertawa terbahak-bahak seolah dia sedang terhibur melihat tontonan di layar televisi. Perlahan ia juga mengusap jejak air matanya.

Naruto sungguh terkejut melihat adanya Hinata di sana. Sementara Sakura hanya menatap wanita yang saat ini duduk di sofa dengan senyum lebar. “Oh, aku tidak tahu kalian di sini! Apa urusan kalian sudah selesai?!” tanya Hinata dengan ramah, namun juga dia harus menahan perutnya.

“Selamat malam.” Balas Sakura dingin dan langsung pergi. Ketika Sakura sudah pergi dari apartemen, Naruto berdiri di samping sofa Hinata duduk.

“Se-sejak kapan kau datang?” tanya gugup Naruto yang masih melihat istrinya tertawa menghadap televisi. Hinata menoleh ke arah suara tadi, masih dengan senyuman serta wajah bingung.

“Baru saja, kenapa?” sebisa mungkin Hinata mengendalikan ekspresi wajahnya serta perasaannya. Naruto masih menatapnya lekat dengan wajah tak percaya, sementara Hinata masih memasang wajah polos, menutupi semua yang baru saja dia lihat di kamar. Ketika Hinata kembali menatap lurus dengan tawa kecil dan senyuman lebar, Naruto menatapnya heran di saat ia menyadari bahwa yang di tonton Hinata bukanlah drama komedi, melainkan hanya seputar berita biasa.

Pria pirang itu duduk di samping istrinya, jantungnya berdegup tak terkendali, rasa takut! Dia takut jika Hinata sampai melihatnya bersama Sakura di kamar. “Itu hanya berita, apanya yang lucu?”

Tak sedikitpun Naruto berpaling dari istrinya saat ini. Dia yakin Hinata berbohong. “Be-berita.... Berita juga lucu, lihat saja sendiri!” balasnya dengan nada seperti biasanya.

Mata Naruto berahli ke arah perut Hinata, tangannya meremas pinggiran sofa, menahan rasa sakit di perutnya. “Kau melihatnya ya?”

“Ap-apa?” Hinata menoleh dengan wajah bingung serta gugup. Sedangkan Naruto masih datar dengan perasaan bersalah.

“Melihat apa?” dengan memberanikan diri, Hinata mencoba bertanya meski saat ini dia menahan air matanya. Bibir Naruto hendak terbuka dan ingin mengatakannya tapi dia urungkan kembali. “Tidak ada.” Pria itu berpaling sendu.

Hinata menggigit dalamnya. “Haisshh, kau membuat mood ku hilang.” Ketusnya beranjak dari sofa dan berhenti tepat ketika ia hendak melangkah ke kamar. Hinata berbalik, kali ini Naruto bingung, penasaran saat melihat ekspresi wajah Hinata yang menjadi serius.

“Lain kali jangan bertanya jika kau saja tidak bisa mengatakan kata <<ciuman>>.” Saat mengatakan kata ciuman, Hinata sedikit memelankan suaranya. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa? Naruto dia sungguh bodoh!

“Ya, aku melihatnya.” Lanjut Hinata. Ucapan terakhir dari istrinya membuat Naruto seperti di paku, bahkan setelah perasaan yang Hinata lontarkan kepadanya, wanita itu masih bisa menahannya.

BERSAMBUNG.

🛫📍🛬

HALLOOOO! Akhirnya bisa update setelah berpikir keras akan alurnya huhuhu (⁠ ⁠ꈨຶ⁠ ⁠˙̫̮⁠ ⁠ꈨຶ⁠ ⁠) Maaf tidak ada gambar di bab kali ini, karena ada trouble. Dan, untuk cerita di atas, mungkin benar-benar 🤬🤬🤬 saya sendiri juga berpikir begitu, jadi.... Nikmatilah hati kalian yang kepanasan. Maaf membosankan!

Saya akan kembali di hari Selasa, karena setelah ini saya ada kendala 🙏😁

Thanks and See you ^,^




Continue Reading

You'll Also Like

130K 12.5K 69
Lee Lim yang mengacaukan keseimbangan kedua dunia sudah berhasil ditumpas. Para komplotannya pun mungkin sudah berhasil diatasi. Keseimbangan dunia p...
42.5K 4.6K 31
Sasuke X Sakura Fanfiction Story Menikah di usia muda karena perjodohan, membuat Sakura terbebas dari kedua orang tua angkatnya. Namun hidupnya semak...
20K 1.5K 7
Hanya sebuah cerita klasik. Cho Kyuhyun pria mapan dan tampan yang mencintai sekretarisnya sendiri yang bernama Shin Hyujin. Disaat ia sudah memiliki...
73.2K 785 19
"I'll do it slowly..." CSC "I can make you moaning more than ever..." YJH "When i see you on top, i can fly high" HJS "F*ck love, i just love your ta...