Dear You [TXT fanfict]

De Goraenbow

1K 104 0

"Kalau suka tuh bilang, jangan diem aja." ••Pernah kepikiran gak kalau suatu saat bakal deket sama orang yang... Mai multe

hello!
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
30
31
32
33

29

14 1 0
De Goraenbow

Sekitar pukul 8 pagi area parkiran masih sepi. Ini bukan parkiran sekolah, melainkan parkiran suatu tempat lain yang baru dihuni oleh sekian persen dari banyaknya orang-orang yang akan hadir beberapa waktu kedepan.

Rambut merah, jersey merah, namun sepatunya dibiarkan berwarna putih supaya seragam dengan anggota timnya. Dia yang masih anteng berada diatas motor kesayangannya tidak berhenti mencoba me-refresh laman fyp tiktok yang tetap menampakkan ikon loading.

Mungkin memang sinyal disana yang kurang bagus, mengingat sisa kuotanya kemarin masih terbilang cukup banyak.

LEO nak sultan
|Lo dimana? Jangan telat

Ngaca dek, gue udah sampe |
dari 10 menit lalu
Perlu gue pap diri beserta wajah gue |
yang paripurna ini?

Tepat beberapa detik setelah status pesan itu terbaca, Leo duluan yang malah memberikan foto selfienya. Anggota tim basket SMA Besok Bersama itu menampakkan eye smilenya, berlokasi didepan pagar rumah, tak lupa berpose jempol.

LEO nak sultan
Send photo

SYIT|
Gw tungguin dari tadi|
baru mau berangkat lu???
Mentang-mentang jarak rumah gue|
paling jauh, yang deket malah sengaja ngaret!
MaNa iNi sOliDaRiTAsnyA???? |

|Juna anak cakep, jangan marah
marah yh sayang🥰
|10 menitan lagi lah gue nyampe,
kalem aja, gak lama kok
|15 menit dehh nego, gw nyamper dulu  si Alek
|see you

Haruskan Arjuna marah? Tidak. Buang buang tenaga nantinya. Tapi sekarang dia sendirian, belum bertemu teman-teman, dan tidak tahu mau kemana. Apa yang harus dia lakukan?

Tentu saja mengganggu Putri yang baru saja memarkirkan motornya dengan rapih.

Bercanda. Bukan mengganggu kok. Menyapa saja seperti biasa.

"Pagi banget, panitia lo? Gw aja baru nyampe."

Menyapa kan? Menyapa ala Juna maksudnya.

"Biarin, Ga boleh dateng pagi? Theo mana?" tanya gadis itu seraya melihat sekitar.

"Kebalik, gw juga mau nanya. Biasanya kan kalian yang bareng."

Oh, mereka belum saling ketemu ternyata, batin si perempuan. Pasalnya, "Ini motornya udah ada tapi."

Benar juga. Kalau saja Arjuna sudah sadar sejak awal, untuk apa ia berdiam diri menunggu Leo yang belum juga datang?

"Yaudah kalo gitu, yuk masuk."

Sempat bingung, akhirnya Putri menggeleng pelan. "Duluan aja. Gue mau nunggu temen-temen yang lain dulu."

"Gapapa ayo, daripada lo sendirian disini?"

Awalnya si gadis bersikeras pada pendiriannya. Tapi mendengar kalimat yang Arjuna bilang soal gosip-gosip anak SMA sebelah jadi membuatnya berubah pikiran.

"Nah.. Gitu dong. Kan kalo lo kenapa-kenapa tar Theo juga yang protes ke gue, " canda si merah.

"Gausah mulai deh.. Masih pagi, " balasnya sambil menyikut pelan sang lawan bicara.

Ngomong-ngomong, baru kali ini Putri menginjakkan kaki di gedung olahraga yang luasnya lumayan. Meskipun teman-teman yang lain belum datang karena acaranya masih baru akan dimulai dalam waktu yang lumayan lama, ternyata tempat itu sudah lebih dulu diisi oleh pendukung tim lawan.

Wajah-wajah tidak dikenal itu, meski hanya sebagian tapi Putri tahu dirinya sekarang tengah diperhatikan.

Mungkin karena gadis itu berjalan bersama salah satu calon pemain yang akan bertanding nanti.

Arjuna melambat, menyamakan langkahnya disebelah seseorang yang sebelumnya sempat mundur membuntuti nya. "Kita gak lagi main ular naga, gak perlu baris. Lo jalannya di sebelah gue aja dong. Jangan mundur-mundur."

"Lo nya sih mencolok banget, Juna. Gue jadi ikutan diliatin, " bisik Putri.

Arjuna tertawa pelan. "Jarang-jarang loh simulasi jadi artis." 

Dasar.

Tapi mungkin itu yang Putri tidak tahu tentang seberapa dikenalnya mereka dikalangan anak-anak SMA lawan.

" Lo tau gak? Turnamen ini tuh dari dari dulu se-bergengsi ini. "

"Oiya?"

Arjuna mengangguk mantap. "Dari jaman sebelum kakak gue sekolah di sekolah kita, SMA Besok Bersama emang udah dikenal sebagai pemegang piala bergilir. Makanya, pertandingan hari ini se ditunggu-tunggu itu."

Begitukah? Pemegang piala bergilir artinya piala itu hampir tidak pernah diberikan pada sekolah yang lain. Keren juga.

Putri cukup terkesima. "Jadi kakak lo alumni sini juga?"

"Iya, " jawab laki-laki itu. Wajahnya mendadak serius. "Karena itu, hari ini gue mau buktiin ke kakak gue kalau tim basket angkatan kita juga gak kalah keren."

Alih-alih ingin mengalahkan tim lawan, Arjuna merasa lebih semangat melawan tantangan sang kakak.

Dirinya memang tidak tahu sekuat apa lawannya nanti. Tapi dia dan kawan-kawan juga sudah berlatih banyak selama ini. Jadi sesulit apapun tim lawannya nanti tekadnya tetap satu,

"Gue, bakal rebut balik piala sekolah kita."

Siapa yang tidak ikut tersenyum melihat semangatnya yang begitu menggebu-gebu?

"Semangat, Juna. Tim kalian pasti bisa."

"Thankyou, " balasnya. "Ngomong-ngomong ruang tunggu buat pemain ada disana."

"Oh? Kalau gitu gue sampe sini aja deh, nunggu yang lain dateng."

"Loh? Ini jadinya malah gue yang dianterin dong."

Sambil menggeleng cepat, gadis itu bilang, "Nggak lah..., berkat lo kan jadinya gue juga meminimalisir nyasar. Pintu masuk buat penontonnya di depan sana kan?"

"Iya. Lo yakin nih gak mau cipika cipiki dulu sama si Theo?"

Apa pula bahasanya batin si gadis. Tadinya sih ia mau pergi menemui Theo dulu sebelum pertandingan dimulai. Tapi sepertinya, setelah melihat tempat yang sudah dipenuhi kaum adam itu... niatnya urung. Takut mengganggu teman kecilnya juga, sepertinya ia tidak perlu membuatnya keluar dari sana.

"Tar gue chat aja."

Baiklah, bukan masalah juga bagi Arjuna. Keduanya berpisah disana.

📖

"Put, Put!"

Haruna menepuk pelan bahu teman disampingnya. Jajaran kursi penonton yang sebelumnya tidak pernah sepi itu menjadi semakin ricuh kala yang ditunggu-tunggu mulai memasuki lapangan satu-persatu.

WAAAAAA!

JUNAAA!

LEO!

Suasana begitu riuh. Ruangan dipenuhi teriakan-teriakan penyemangat bagi siapa saja yang bermain ditengah lapang sana.

"Eh, itu Theo?? "

Sella menunjuk salah satu dari sekelompok berpakaian merah yang lincah mengincar bola berwarna oranye ketika pertandingan telah dimulai. Jelas-jelas dipunggungnya sudah terdapat tulisan nama. Namun penampilannya saat ini lumayan terlihat berbeda.

"Pangling banget!"

Jujur, Theo seperti bukan Theo bila tanpa kacamata miliknya. Anak itu juga bak mengeluarkan seluruh tenaga yang selama ini disimpan, membuatnya memiliki jiwa yang berbeda.

Arjuna tidak bohong soal turnamen ini. Kedua tim sama-sama serius. Sama-sama tak mau kalah, berusaha merebut bola dan memasukkannya kedalam ring basket.

Meski cukup sengit, tetap ada waktunya bagi salah satu tim untuk berhasil mencetak poin.

"Theo! Labu bangga!!"

Putri juga tidak mau kalah menyoraki kawan dekatnya yang baru saja membawa tim sekolah mereka selangkah lebih maju.

Lantas laki-laki itu menoleh dan tersenyum. Padahal hanya sepersekian detik, tapi sayangnya ketidak fokusan itu berakibat sebuah tragedi yang tidak dapat diduga.

Bugh!

Disengaja atau tidak, yang jelas tim lawan berhasil mencetak pelanggaran. Bola basket itu meluncur keras mengenai wajah polos si pemimpin kelas kesayangan 11 IPA 1.

Si rambut merah nyaris tidak bisa menahan emosi. "WOY! TEMEN AING LO APAIN?!!"

Untung, anggota timnya bisa membantu menenangkan situasi meski darah terlanjur terus mengalir dari hidung mancung itu.

Sebagai anggota PMR sekolahnya, tak perlu waktu lama bagi Karina untuk turun mendekati Theo yang sudah melipir ke tepi.

Ramai penonton yang terus membicarakan kejadian ini. Sebagian banyaknya menilai tim lawan yang katanya berlaku curang. Tapi yang namanya pendukung dari sekolah lawan, sudah semestinya mereka membela.

Jangan dulu menilai sesuatu hanya dari satu sudut pandang. Tak henti hentinya panitia menyuruh para penggembira untuk tetap tenang.

Semuanya perlahan kembali tenang setelah si sosok pembuat khawatir kembali ke tempat nya semula didalam lapangan.

Ya, Theo menolak mempermasalahkan kondisinya. Ia menolak pemain cadangan yang siap menggantikan posisinya bila mau.

Theo tidak ingin kesempatan yang susah-susah didapatkan ini tak ia selesaikan sampai akhir.

"Theo gakpapa gitu, kak?" tanya dari satu yang cukup cemas setelah kejadian tadi. Meski belum tentu kebenarannya, menurut Kalandra tidak ada salahnya untuk mencurigai tim lawan itu.

Tapi masa iya sih? Mereka kan gak kenal satu sama lain, masa udah punya dendam pribadi aja atas nama sekolah? Theo kan gak nggak ngapa ngapain.

Dengan serius Satria bilang, "Udah, jangan  khawatir, Put. Dia baik-baik aja. Tuh, dia udah semangat lagi."

Mungkin yang tadi itu memang murni ketidak-sengajaan, karena setelahnya baik kedua tim sama-sama lebih berhati-hati.

Arjuna berniat mengambil alih dendam semua jiwa yang ikut tersakiti, dan membalasnya, sekalipun korbannya tidak mempermasalahkan hal itu. Tentunya dengan hal yang lebih berkelas.

Bersama kawan-kawannya, tim mereka berusaha bangkit mengejar ketertinggalan.

"Jun!"

Hap! Sekarang giliran kesayangan IPS 1 yang mengangkat senyumnya setelah bola basket pemberian Theo berhasil ditangkap sempurna.

Dug! Dug! Dug!

Satu-satunya kalimat yang selalu terlintas tiap kali bola oranye akan direbut dari tim nya adalah, "Awas anjir, hari ini SMA gue yang bakal menang."

Dan kata-kata itu berhasil terwujud setelah poin terakhir dicetak.

Kalau ada yang bersorak paling kencang setelahnya, itu pasti para pendukung jersey merah.

Arjuna menyisir rambutnya kebelakang, menghampiri Theo yang baru saja mengubah nasib sekolah mereka, merebut kembali piala yang ditunggu-tunggu selama beberapa tahun terakhir.

"Thankyou, bro."

"Gue yang makasih. Lemparan lo gak melenceng."

Mau berkat Juna yang tepat sasaran, atau Theo yang piawai melakukan shoot terakhirnya, yang pasti turnamen ini telah mereka akhiri.

Dari kursi penonton, semua bisa melihat tingkah si merah yang entah membisikkan apa pada kawan dekatnya. Yang jelas, kedua-duanya kemudian kompak memberikan flying kiss untuk para pendukung, tak terkecuali mereka-mereka dari sekolah berbeda yang memang juga berada disana.

Jadi, perempuan mana yang tidak histeris?

Haha, jangan lupakan mereka yang protes!
"Woy Juna! Bagi-bagi dong! Jangan diembat semua!"

📖

Beberapa gadis sibuk merapihkan penampilan masing-masing didepan cermin toilet setelah menyaksikan pertandingan seru tadi. Buat mereka, waktu seperti ini sudah paling pas untuk bergosip, me-riview apa saja yang telah terjadi tadi.

"Ini mata gue yang seliweran apa gimana? Lawan basket SMA kita yang tadi tanding perasaan cakep-cakep semua."

"IYA BANGET! Kaptennya apa lagi, yang Juna-Juna itu."

"Yang rambutnya merah? Narsis banget anjir dari tadi tebar pesona mulu."

"Kata gue sih engga, itumah murni karena dianya cakep aja."

"Tapi-tapi, si Theo juga cakep. Lebih kalem aja keliatannya."

"Anjaaaaai, si Theo gak tuh? Kayak yang udah temen lo aja."

"Eh sorry-sorry. Tapi boleh tuh kalau lo mau bantuin gue kenalan."

"Ogah! Masa cewek minta duluan?"

Mereka hanya tidak tahu kalau ada dua orang lain yang secara bersamaan keluar dari bilik berbeda mendadak saling pandang, memikirkan hal yang sama dalam kepala masing-masing.

Satu diantaranya berusaha memberi sinyal supaya Haruna bisa menahan tawanya sedikit lebih lama.

"Eh tapi kalian liat ga cowok yang duduk di sebelah gue? Yang tinggi."

"EH SUMPAH ANJIR, itu anak SMA Besok Bersama juga kan?"

"Iya yang itu cakep banget! Jujur gue gak fokus liat pertandingannya, malah curi-curi pandang ngeliatin dia."

"Gila lu, gak ngajak-ngajak."

"Yeh, sama aja lo."

Tak lama mereka pergi, memberi ruang supaya orang lain bisa menggunakan wastafel toilet.

Kini hanya ada mereka berdua, dan Haruna tak lagi bisa membendung tawanya.

"Sekolah kita jadi trending topic kayaknya, Na."

"He'em. Lo jangan panas ya, Put~"

"Dih, panas apanya? Udah ah, yang lain nungguin di luar, yuk," ajak Putri.

"Yang lain siapa? Kak Satria?"

"Runa!"

Benar-benar, kalau soal menggoda teman sendiri anak blasteran itu memang jago. Dan gadis itu cukup kesal mendengar bisikan-bisikan perempuan yang menggoda Satria meski dari kejauhan.

"Ya tapi Na, lo jangan kenceng-kenceng julidnya nanti kedengeran," bisik Putri.

"Yaudah makanya, lo jalan temenin dia sana cepet gausah protes."
Ringan sekali kedua tangan itu mendorong tubuh temannya hingga bisa maju berjalan disebelah orang yang masih menjadi pusat perhatian. 

"Hai," sapa Satria yang tidak lagi memperhatikan layar handphone.

"Hai kak," balas Putri setengah ragu. Tatapan sinisnya tidak ada apa-apanya bagi Haruna yang bereaksi penuh kemenangan.

"Gimana kesannya nonton tadi?"

"Seru, kak! Ternyata tim sekolah kita keren-keren."

Gak cuma itu, isi sekolah kita juga keren keren semua, termasuk Kak Satria.

Bahkan Satria yang cuma duduk diam saja juga ikut dipuji-puji. Gadis disebelahnya jadi menyadari bahwa ia berada diantara orang-orang yang keren di sekolah.

Dan itu cukup membuatnya kehilangan kepercayaan diri.

"Yah, kayaknya kita jalannya kecepetan, Put."

Melihat kakak kelasnya menoleh kesana kemari, Putri juga baru menyadari kalau teman-temannya yang tadi membuntuti dari belakang mendadak lenyap. Kemana perginya mereka?

Haruna
|Ciye, asik banget ya kayaknya sampe gak sadar harusnya belok ><

Putri tersenyum kecut. Bisa-bisanya anak itu melakukan ini, sengaja sekali. Lihat saja. Haruna tidak akan dibiarkan pulang begitu saja nanti.

"Wah, mereka udh pada di warung katanya,"ujar Satria setelah mengecek handphonenya sebentar.

"O-oiya? Kayaknya kita harusnya belok tadi, Kak."

"Yaudah, yuk kesana."

Satria yang memutar balik arah jalan membuatnya tak sengaja berpapasan dengan sekelompok gadis yang waktu lalu sempat membicarakannya. Iya, yang bergosip di toilet tadi.

Ketiganya sempat kaget karena laki-laki itu sempat menatap kearah mereka. Tapi sebelum sempat salah tingkah, mereka justru duluan dibuat kecewa.

"Yah, udah punya cewek ternyata.."

"Gue malu sih. Lo inget gak? Ceweknya tadi ada di belakang kita anjir!"

"Kapan?! Pas di toilet?"

"Iya!"

Mustahil bila tak ada asumsi itu. Jelas-jelas mereka melihat dengan mata sendiri bagaimana tangan si cowok perlahan bergerak menggenggam perempuannya.

.
.
.
.

Continuă lectura

O să-ți placă și

473K 47.2K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
46.9K 6.3K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
240K 36K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
103K 18K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...