Please, Marry Me

By Beoness

15.5K 1.8K 856

Dua orang asing yang terpaksa menikah kontrak hanya demi tujuan yang sama, pergi ke London!!! Naruto yang seo... More

01✈️{P,MM!}
02✈️{P,MM!}
03✈️{P,MM}
04✈️{P,MM!}
06✈️{P,MM!}
07✈️{P,MM!}
08✈️{P,MM!}
09✈️{P,MM!}
10✈️{P,MM!}
11✈️{P,MM!}
12✈️{P,MM!}
13✈️{P,MM!}
14✈️{P,MM!}
15✈️{P,MM!}
16✈️{P,MM!}
17✈️{P,MM!}
18✈️{P,MM!}
19✈️{P,MM!}
20✈️{P,MM!}
21✈️{P,MM!}
22✈️{P,MM!}
23✈️{P,MM!}
24✈️{P,MM!}
25✈️{P,MM!}
26✈️{P,MM!}
27✈️{P,MM!}
28✈️{P,MM!}
29✈️{P,MM!}
30✈️{P,MM!}
31✈️{P,MM!}
32✈️{P,MM!}
33✈️{P,MM!}
34✈️{P,MM!}
35✈️{P,MM!}
36✈️{P,MM!}
37✈️{P,MM!}
38✈️{P,MM!}
39✈️{P,MM!}
40✈️{P,MM!}
41✈️{P,MM!}
42✈️{P,MM!}
43✈️{P,MM!}
44✈️{P,MM!}
45✈️Bonus Chapter {P,MM!}

05✈️{P,MM!}

287 42 9
By Beoness

Walcome and Happy Reading

🛫📍🛬

🛫📍🛬

["Iya! My love, my darling, my sun, my pale baby...! Setelah Naruto menikah, aku akan kembali ke sana."] Suara Ino terdengar begitu lembut.

["........"]

["Baiklah. Muachh!! Bye, sayang!!"] balas Ino dengan suara manja. Setelah selesai bicara dengan sang kekasih yang berada di Inggris, Ino kembali masuk ke ruangan Naruto. Betapa terkejutnya dia saat melihat dua orang yang baru saja ia tinggal sebentar, kini sudah kembali bertengkar. Melihat itu Ino geram sendiri, berjalan cepat menghampiri dua temannya tadi.

"Ada apa lagi?" kesal Ino sedikit memutar kepalanya.

"Tanyakan pada dia, kenapa aku harus menjadi pembantunya, dan--- kontrak ini harusnya selesai sampai tujuan masing-masing selesai ' kan??" kesal Hinata hingga nafasnya naik turun. Sedangkan si pirang masih bersandar dengan penuh kuasa dan senyuman tipis seakan puas.

Ino menunduk, menarik nafas panjang lalu melihat ke arah Naruto dan Hinata. "Lebih baik kau setujui saja Hinata. Apa salahnya jika mengalah sedikit?" Ino yang sudah kenal akan si pirang dengan kumis Rubah, memilih mengalah saja.

"Iya, benar! Jika tidak mau ya sudah!" Naruto meraih kertas-kertas itu dan hendak merobeknya. "Tunggu sebentar." Dengus kesal Hinata. Wanita itu melirik ke arah Naruto yang malah tersenyum ke arahnya. -'Dia benar-benar pria menyebalkan.' Kesal Hinata, pasrah juga. "Baiklah, aku menyetujuinya." Wajah dan ucapan Hinata sangat berbeda jauh. Ino merasa senang mendengarnya tanpa harus mendengar perdebatan mereka. Segera mereka saling memberikan tanda tangan di masing-masing kertas, memasukannya ke dalam map cokelat dan memberinya sebuah matre.

"Dengar. Tidak ada yang boleh tahu tentang isi map ini, mengerti!" jelas Naruto menatap tajam Hinata.

"Cih! Palingan juga dia yang membuka lebih dulu!" sindir Hinata tersenyum remang. Sebisa mungkin Naruto menahan map yang dia bawa agar tidak terlempar di kepala wanita aneh itu.

"Sudah. Sekarang, biarkan aku mengambil foto kalian berdua!" pinta Ino mulai menyiapkan ponselnya dan tersenyum lebar.

"Untuk apa?" pertanyaan tak terima baru saja keluar dari mulut Naruto.

"Aku tidak sudi berfoto dengannya." Sambung Hinata, membuat Naruto sontak meliriknya tak enak.

"Jangan berpikir aku akan bahagia dan kegirangan saat berfoto dengan mu." Sindiran tak terima dari si pirang.

"C'mon guys! Ini untuk menutupi kebohongan kalian sebelum pergi menemui keluarga masing-masing!" kasihan Ino yang selalu melerai dan berusaha memperjelas agar dua anak itu mau di tipu.

Keduanya terdiam, ada benarnya juga pikiran Ino, tidak mungkin mereka langsung pergi dan menikah tiba-tiba tanpa adanya hubungan atau perjodohan' kan. "Baik, hanya untuk rencana." Titah Naruto. Ino kembali tersenyum lebar, setelah itu menyuruh Hinata segera duduk di samping Naruto sementara Ino duduk di tempat Hinata.

Benar! Keduanya duduk di satu sofa, tapi masih ada jarak di tengahnya. "Ayooo!! Lebih dekat lagi, tempelkan sedikit tubuh kalian seperti sepasang kekasih!" tangan kanan Ino sudah siap dengan ponselnya. Perlahan, Hinata mulai bergeser sedikit demi sedikit tentu dengan ekspresi malasnya. Naruto yang mulai lelah sendiri, tangan kanannya tiba-tiba merangkul pundak Hinata, menarik wanita itu hingga sedekat mungkin dengannya, bahkan punggung Hinata menempel ke dada Naruto. Ckrik! Satu gambar sudah terambil.

"Bagus!" puji Ino saat ia mengambil gambar yang pas dengan sekali jepret, ya! Itu harus, karena mendapatkan gambar dari dua anak kecil itu harus cekatan. "Next!" seru Ino menyadarkan Hinata dan Naruto yang masih berada di posisi mereka. Wanita bersurai indigo itu langsung mendorong kasar Naruto, berusaha membenarkan pakaiannya.

Melihat tingkah itu, Naruto berpaling karena senyuman kecil terukir di bibirnya. "Sekarang tempelkan wajah kalian seperti sepasang yang romantis!" makin ngaco saja keinginan Ino. Mereka mulai berdekatan lagi, tiba-tiba jantung Hinata berdetak bak jam dinding.
.
.
.
.

Sesi foto sudah selesai, rasanya begitu lega sekali untuk Naruto dan Hinata, kini mereka bisa duduk secara berpisah lagi.

"Aku akan memperbaiki foto kalian, mungkin nanti malam akan selesai." Jelas Ino.

"Kalau begitu, besok aku dan si aneh akan menemui kakek setelah fotonya jadi." Ino mengangguk.

"Si aneh? Aku punya nama, dasar Rubah jelek." Seolah tak mau berdebat lagi, Naruto hanya mendengus faham.

"Jadi sekarang-- "

"Pergi ke rumahku." Potong Hinata. Kakak dan bibinya juga harus tahu akan pernikahan ini. Ino dan Naruto menoleh bersamaan, melihat ekspresi Hinata yang kini terlihat sendu penuh keyakinan.

"Kita bisa pergi besok setelah fotonya selesai." Saran Naruto bernada santai.

"Tidak perlu." Jawab singkat Hinata. Wanita itu benar, meskipun dia membawa foto pun kakak dan bibinya tetap akan tahu kalau Hinata berbohong. Kalian tahu sendiri, Hinata memiliki kelebihan dimana dia tidak akan bisa berbohong.

Ino yang tahu, mulai tersenyum lebar mengangguk faham menatap ke arah Hinata. Sementara Naruto masih heran dan menurut saja. Tak lama, Ino pamit lebih dulu karena dia harus mengurus foto tersebut.

Tak berselang lama, Hinata dan Naruto juga mulai keluar dari ruangan, berjalan sejajar bak sepasang kekasih. Tiba-tiba saja Naruto mengulurkan tangannya di hadapan Hinata yang masih bingung.

"Untuk apa?"

"Rencananya di mulai dari sekarang."

Sebenarnya sangat merepotkan, tapi wanita itu meraih tangan Naruto dan sama-sama menggenggam nya. Dapat mereka rasakan satu sama lain, rasa hangat saat telapak tangan mereka saling bersentuhan. -'Ini sangat memalukan.' Batin Hinata saat menyadari tatapan dari para pekerja di sana.

Tentu saja, mereka menjadi pusat perbelanjaan di sana, banyak yang tahu kalau bos mereka itu sungguh keras terhadap wanita. Sudah berapa kali kakeknya selalu mendatangkan wanita seksi, cantik dan kaya untuk cucunya! Tapi pria itu malah menolak mentah-mentah, dan kini-- tiba-tiba saja dia bergandengan tangan dengan seorang wanita?

Langkah mereka masih melewati tantangan di sana, saat memasuki lift-- baru Naruto dan Hinata melepaskan tangan mereka dan bernafas lega. Setelah lift terbuka, mereka akan kembali bergandengan dengan senyuman palsu mereka.

Brruusss! Shikamaru menyemburkan kopi yang baru saja masuk ke mulutnya, saat melihat pemandangan di depan mata sungguh mengejutkan dirinya. "Na-naruto? Sejak kapan?" tanya-nya bingung.

"Mungkin dia malu! Melihat dari wajah kekasihnya, sangat cantik!" jelas Lee salah satu karyawan di sana juga.

Sampai di luar perusahaan, langkah keduanya mulai tergesa-gesa dan masuk ke dalam mobil, tawa geli keluar dari mulut Naruto dan Hinata saat tahu akan ekspresi terkejutnya dan melongo dari para pekerja di perusahaan tersebut.

"Hahaha / hihihihi!!!" tawa kecil melanda keduanya, merasa seakan mereka tengah melakukan peran palsu yang menyenangkan. Saat keduanya mulai menoleh menatap satu sama lain, tawa berhenti tiba-tiba. "Ehem!" deham Naruto balik menatap depan dan mulai menyetir. Sedangkan Hinata juga menatap lurus sambil menyelipkan surai-nya di belakang telinga. Rasanya begitu canggung.

***

Tok, tok, tok! Suara ketukan pintu di rumah Hinata. Tak lama, bibi Kurenai membukanya dan menyapa senang sekaligus bingung melihat kedatangan Hanabi di jam kerjanya.

"Cepat sekali?" tanya wanita tua bermanik merah. Hanabi mulai melangkah masuk, tersenyum tipis. "Hinata meminta ku pulang, katanya ada hal penting." Jelas Hanabi.

"Oh, begitu! Tapi aku baru saja ingin pergi ke rumah panti. Madara kewalahan dengan bocah-bocah nakal itu!" terkekeh kecil. Hanabi menyarankan agar mereka pergi bersama dan menemui Hinata di rumah panti saja.

Ting! Satu pesan masuk di ponsel Hinata. Wanita itu membacanya saksama lalu membalasnya dan kembali meletakkan ponsel pintar itu ke dalam tas.

"Kita pergi ke rumah panti." Ujar Hinata kepada Naruto yang masih menyetir.

"Haissh!! Kau bilang ke rumah, sekarang ke panti, ini sudah ada di pertengahan jalan." Kesal Naruto masih fokus.

"Aku tidak tahu, kakak dan bibi ku baru saja pergi ke sana!" senyuman lebar dan malu-malu di akhir kalimat membuat si pirang kesal hingga menggerakkan giginya. Dengan emosinya pria itu melajukan kecepatan mobilnya, hingga membuat Hinata sedikit tegang dan ketakutan akan kegilaan pria di sampingnya saat ini.

Beberapa jam kemudian. Sebuah mobil sport putih keluaran terbaru di Jepang baru saja terparkir di depan sebuah rumah panti asuhan, menarik perhatian anak-anak kecil yang asik bermain kini semuanya berlari menatap ke arah pagar. "Wahhh! Mobilnya keren!" seru anak-anak itu.

Tak lama Hinata dan Naruto keluar dari mobil. Hinata membuka pagar tersebut, tersenyum lebar merentangkan kedua tangannya. "Hal-lo anak-anak!" sapa Hinata begitu ramah seperti biasanya, berharap anak-anak nakal itu mau memeluknya, namun-- mereka berlari girang melewati Hinata begitu saja dan menghampiri seorang pria di belakangnya.

Senyuman hilang, ia menoleh ke belakang dan melihat anak-anak tadi masih berdiri mengerumuni Naruto.

"Wah! Paman sungguh tampan!" seru anak bernama Pain yang kini merangkul kaki Naruto sambil mendongak. -'Pa-paman?!' pikir pria itu saat ank kecil memanggilnya seperti orang tua.

"Mainan itu juga keren dan tampan!" lanjut Obito menunjuk ke arah mobil Naruto. Pria itu tersenyum tipis sedikit malu, ini pengalaman pertamanya berdekatan dengan banyak anak.

"Kalian mau? Aku bisa memberikan mainan mobil seperti itu kepada kalian!" Naruto terlihat begitu ramah, tidak ada wajah sombong ataupun menyebalkan dari pria itu. Dari arah lain, Hinata merasa iri, anak-anak nakal itu selalu menjailinya, tapi tidak kepada orang asing.

"Dasar anak-anak durhaka." Ketus Hinata pelan.

"Siapa dia?" tanya Hanabi yang tiba-tiba berada di belakang Hinata. Tak cuma Hanabi saja, bibi Kurenai dan Madara juga ada di sana.

"Anak-anak! Ayo, kembali bermain." Titah lembut Madara.

"Sampai jumpa Paman!!" pamit anak-anak tadi sambil melambai. "Nanti kita bicara lagi yaa!! Dah!!" sambung mereka lalu berlarian pergi. Naruto mulai berjalan mendekati Hinata, tersenyum tipis menyapa ketiga orang yang merupakan keluarga wanita aneh itu.

"Senang bertemu dengan kalian! Nama saya Naruto, kekasih Hinata." Langsung to the poin membuat Hinata gugup hingga menelan kasar salivanya. "KEKASIH???!" ucap bersamaan Hanabi dan Kurenai sungguh terkejut. Sejak kapan? Mereka tahu betul, Hinata terlalu fokus mencari uang sampai melupakan dirinya sendiri. Apalagi memikirkan soal pacar?

Kini mereka semua duduk di sofa ruang tamu. Hinata masih menunduk tidak berani melihat ke arah kakak dan bibinya. "Kami akan menikah!" lagi, Naruto yang membuka suara. Itu sudah cukup membuat keluarga Hinata syok, namun tidak untuk Mami Madara yang hanya tersenyum tipis.

"Apa kalian sudah memikirkannya? Ma-maksud ku, sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya detail Hanabi. Gawat! Naruto dan Hinata belum merencanakan soal itu semua.

Peluh membanjiri kening Naruto, pria itu emosi saat melirik ke arah Hinata yang hanya diam tidak membantunya.

"Tiga Bulan." Jawab Naruto asal. Bibi Kurenai memegang pundak Hanabi, mengangguk kecil dengan senyuman.

"Hinata!" wanita itu mendongak saat di panggil.

"Aku ingin bicara berdua dengan mu." Hinata mengangguk, beranjak dan mengikuti langkah kakaknya menuju dapur. Melihat itu membuat Naruto terheran.

"Tenang saja!" Naruto tersenyum tipis menatap pria bersurai hitam panjang jabrik.

"Sepertinya, wajahmu tidak asing?" pikir Madara berusaha mencairkan suasana. Naruto masih tersenyum kecil sedikit menggaruk pipinya.

"Iya! Saya dari Uzumaki Corp, cucu pertama di keluarga Uzumaki!" jelas Naruto yang aslinya tak ingin mengucapkan marga dari ibunya.

"Ahh! Benarkah? Hinata sangat beruntung sekali!" seru Kurenai turut senang saat tahu keponakannya akan menikahi pria tampan dan kaya. Siapa yang tidak suka, hayo?

Dari arah dapur. Hinata masih diam, menunduk penuh penyesalan.

"Aku minta maaf! Dia juga membutuhkan seorang istri supaya bisa pergi ke sana juga. Aku tidak menjual tubuhku untuk mendapatkan uang-- "

"Tapi kau menjual hidup mu? Apa kau akan menerima semua resikonya, jika sesuatu akan menimpa kalian?" tegas Hanabi. Wanita bersurai cokelat itu meraih kedua pundak adiknya.

"Hinata! Kakak hanya takut, jika semuanya terbongkar yang lebih merasakan sakit dan hinaan adalah kau. Kakak tahu, pria itu dari keluarga terpandang,"

"Betapa menyakitkan nya orang-orang sekarang lebih suka memandang perbedaan dan batasan orang kaya dan orang miskin. Kau tahu itu." Lanjut Hanabi.

"Aku sudah siap, menerima hinaan itu! Setelah aku menemukan makam ibu, aku akan berpisah dengannya! Aku berjanji!" Hinata meraih tangan kakaknya sambil menatap serius.

Tak lama kedua wanita itu berjalan ke arah ruang tamu dan kembali duduk seperti semula. Naruto dapat melihat kesedihan di mata Hinata.

"Bisakah aku meminta satu hal padamu, sebelum kalian menikah?" seketika semuanya menatap ke arah Hanabi yang terlihat sangat serius. Naruto mengangguk yakin.

"Tolong jangan menyakiti hati Hinata! Dia mungkin menyebalkan, tapi hatinya sangat rapuh! Aku tidak yakin seperti apa hubungan kalian nantinya, tapi-- aku akan merestui kalian!" dengan ikhlas Hanabi merelakan adik semata wayang nya.

Memikirkan ucapan Hanabi barusan sudah membuat Naruto berpikir. Dia bahkan tidak yakin apakah dia bisa menjaga perasaannya sendiri?

"Aku akan usahakan." Jawab Naruto tersenyum.

***

Setelah berbincang bersama, kini Hinata dan Naruto memutuskan duduk di kursi depan, dimana anak-anak tadi masih bermain ruang gembira.

"Kau tinggal di sini?" hanya sekedar tanya, Naruto masih menatap lurus begitu pun Hinata.

"Dulu iya, hanya satu tahun! Lalu bibi Kurenai menjemput ku dan kakak." Terlihat kepala Naruto mengangguk pelan saat dirinya mulai mencerna penjelasan Hinata.

"Lalu dimana ayahmu?" pria itu berbalik menoleh ke Hinata.

"Ayahku sudah meninggal. Saat tahu kabar kematian ibuku, dia terkena serangan jantung lalu pergi." Melihat wanita aneh yang selalu menyebalkan dan girang kini terlihat sendu rasanya aneh bagi Naruto.

"Maafkan aku."

"Aku juga akan minta maaf dari sekarang," mereka saling menatap.

"Maaf, jika kau punya seorang kekasih dan mungkin hubungan kalian akan renggang gara-gara pernikahan ini." Hinata kembali menatap lurus setelah berhasil membuat Naruto kini melamun memikirkan soal itu.

BERSAMBUNG.

🛫📍🛬

Di bab ini ceritanya lumayan bosan dan tenang ya! Maaf🙏

Don't forget
(⁠☞⁠^⁠o⁠^⁠)⁠ ⁠☞ Vote and Coment

Thanks and See you ^^

Continue Reading

You'll Also Like

106K 11.1K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
265K 20.1K 51
Kim So Eun memiliki kebencian yang begitu mendalam pada Kim Bum. Insiden tiga tahun lalu benar-benar membuat So Eun tidak bisa memaafkan pria itu. Na...
73.3K 3.9K 17
Bercerita tentang seorang pria yang memiliki sebuah trauma lama. Sampai pada akhirnya bertemu dengan seorang wanita berdarah biru yang tak sengaja me...
48.6K 5.7K 28
Berpisah adalah hal yang paling sulit semasa hidup Myungsoo. Pernikahan yang ia bina harus berhenti pada tahun ketujuh dimana Sang Istri memilih untu...