When The Sun Is Shining

By sourpineapple_

8.8K 1.2K 117

ON GOING ALL ABOUT RAKA'S FAMILY [ BAGIAN DARI IT CALLED LOVE, ELVANO, & RENJANA ] *** Sebab, pada dasarnya... More

PROLOGUE
Ø1: MPLS
03. TRIAL
Ø4. TEMAN BARU
Ø5. BUNGA TAI AYAM
Ø6. ROLE MODEL
Ø7. LOVE LANGUAGE
Ø8. REONI BAPAK-BAPAK
Ø9. ABANG
1Ø. TENGGELAM
11. HANYUT
12. KECEWA
13. PECAH
14. EGO
15. WHERE I AM?
16. ISI KEPALA
17. CAN WE FIX IT?
18. MAKAN MALAM
19. ISENG
20. WHAT HOME FEELS LIKE
21. SOUNDS SO PATHETIC
22. TALK LIKE A GENTLEMAN
23. HIS BIGGEST FEAR
24. DOWN
25. WE WERE DONE
26. HOW MUCH THEIR LOVE
27. SUNFLOWER
28. DON'T GIVE UP

Ø2: 08 BERAPA?

408 42 22
By sourpineapple_

Dulu, seharusnya jarak umur si kembar dengan adiknya itu lima tahun, sebab sebenarnya kehamilan Hugo nggak pernah direncanain oleh Raka dan Ghea. Mereka sama-sama sepakat buat punya anak lagi kalau si kembar sudah berusia lima tahun, tapi ternyata Ghea kecolongan, gara-gara lupa minum pil kontrasepsinya.

Dan karena hal itu, Ghea juga nggak sadar sewaktu di dalam perutnya sudah ada Hugo, sebab telat sadar itu Ghea hampir saja keguguran, tapi untung masih bisa terselamatkan.

Mereka sama-sama kaget waktu itu, tapi karena sudah terlanjur, jadi mereka terima saja, lagipula mau diapakan juga, namanya juga rezeki.

Masa itu adalah masa-masa terberat bagi Ghea, karena harus hamil lagi disaat si kembar masih kecil dan aktif-aktifnya. Ghea sering kuwalahan, dia sering sakit, ditambah morning sickness dan hormon yang membuat nafsu makan serta suasana hatinya berubah-ubah. Bahkan nggak jarang Ghea nangis kalau si kembar mulai rewel dan tantrum.

Untungnya sebagai suami, Raka sangat pengertian, di tengah kesibukan dan lelahnya bekerja, dia masih sabar buat ngurus si kembar dan istrinya. Sebelum berangkat kerja, dia selalu sempatin bikin susu hamil buat Ghea, sekalian mandiin si kembar dan nemenin mereka sarapan.

Kadang, kalau Raka ada keperluan perjalanan bisnis di luar kota yang nggak bisa ditinggal, Ghea bakal pergi ke rumah orang tuanya membawa si kembar, jadi Ghea bisa istirahat sebentar ketika si kembar sudah dibantu momong oleh mami dan papinya.

Kelahiran Hugo disambut dengan bahagia oleh mereka juga si kembar, mereka berdua senang memiliki adik, tapi dilain sisi Ghea merasa bersalah pada si kembar sebab kini perhatiannya dan Raka bukan hanya untuk mereka tapi juga untuk adiknya, padahal mereka masih kecil, masih butuh banyak waktu dan perhatian dari orang tuanya.

Tetapi kadang, apa yang direncanakan memang nggak selalu sesuai dengan kenyataan.

Meskipun begitu, Raka dan Ghea tetap berusaha untuk berlaku adil pada anak-anaknya, tanpa membuat mereka iri satu sama lain. Itu pula sebabnya, kenapa jarak umur Elvano dan Elkano dengan Hugo hanya dua tahun, sedang Hugo dengan Reon enam tahun.

Dan satu fakta lagi, kalau sebenarnya, Hugo nggak pernah mau punya adik. Dia nggak mau berbagi abang dengan adiknya, juga nggak mau perhatian orang tuanya kian terbagi lagi, itulah sebabnya kenapa Hugo kalau sama Reon jarang akur.

Walaupun sekarang Hugo sudah nggak pernah mempermasalahkan tentang hal itu, tapi kadang dia masih susah akur dengan adik bungsunya, sebab ada saja hal-hal yang Hugo lakukan hingga membuat adiknya itu menangis.

Contohnya adalah saat ini, ketika Reon sedang asik menonton televisi di ruang tengah, tiba-tiba Hugo datang dan dengan jahil mematikan televisi, membuat adiknya berteriak protes.

Tapi bukannya menghidupkan kembali televisi, Hugo malah lanjut jahil, dengan berkata, "Re, mau tau sesuatu nggak?"

Reon yang sudah dasarnya polos dan gampang ditipu malah nimpalin, "Tau apa?"

"Sebenernya, kamu bukan anak kandungnya Mama sama Papa, dulu kamu ditemuin nangis di depan gerbang, terus sama Mama dipungut, diasuh sampe sekarang," ujar Hugo dengan nggak berperikemanusiaannya, dan dari situlah pertengkaran dimulai.

Sampai akhirnya Reon kesal dan berteriak, "Anjing! Bang Go Anjing!" sambil ancang-ancang mau nangis.

Hugo kaget dengar adiknya tiba-tiba ngomong kasar, tapi bukannya berhenti jahil, dia malah lanjut part dua. "Heh! Hayoloh, ngomong kasaarr, aduin Mama nih, Maaa, Reon ngomong kasar, Maaa," teriaknya menggoda sang adik.

"Siapa yang ngomong jelek tadi?" Bukan Ghea tapi Raka yang datang sambil bawa secangkir kopi, nggak sengaja dengar teriakannya Reon sewaktu berjalan ke mari.

Reon langsung menciut, dia udah cemberut, dikit lagi nangis.

"Reon tuh, Pa! Hayolohh, Reon, Bang Go nggak ada ngajarin ngomong begitu yaa," adu Hugo.

Reon yang dipojokin langsung pecah beneran tangisnya.

"Bang Go jahat! Bang Go gangguin Reon!" jeritnya sebelum menangis.

Menghela napas, Raka duduk di sofa terus dengan santai nyeruput kopinya, lalu menaruh cangkir kopinya di atas meja.

"Reon sini," panggil Raka.

"Auauauau." Bukannya kapok udah bikin adiknya nangis, Hugo malah meledek. Reon yang tadinya mau samperin Raka langsung noleh ke Hugo terus jerit kesel.

"Go," tegur Raka.

Sedangkan Hugo malah cengegesan.

"Adek sini," Raka kembali memanggil, kali ini menggunakan kata ganti "adek" pada panggilannya.

Masih sesenggukan nangis, Reon berjalan menghampiri ayahnya, sambil menutupi matanya yang berair dengan punggung tangan.

"Udah bisa ngomong sama Papa belum?" tanya Raka.

Reon menjawabnya dengan beberapa kali gelengan.

"Masih mau nangis?"

Reon mengangguk-angguk tanpa menghentikan tangisnya.

"Oke, selesaiin dulu."

Reon masih lanjut nangis, sampai beberapa saat kemudian dia mulai tenang, ngusap-ngusap hidung sambil narik ingus.

"Udah bisa ngomong sama Papa?" Raka bertanya lagi.

Reon angguk-angguk, masih ngusap-ngusap hidungnya yang beringus.

Narik tisu di atas meja, Raka kasih tisunya ke Reon. "Dikeluarin dulu ingusnya."

Reon nurut, dia ngambil tisu yang dikasih sama papanya terus ngeluarin ingus.

"Udah? Papa boleh nanya?"

Sembari menarik ingus dengan ekspresi cemberut, Reon mengangguk-angguk.

"Adek diapain sama Bang Go tadi?" Raka bertanya dengan pengertian tanpa membuat anaknya merasa dihakimi.

Lalu dengan bibir yang mengerucut, Reon menjawab, "Bang Go jahat, Bang Go bilang Papa sama Mama nemuin Reon di depan gerbang rumah. Reon nggak suka, Reon marah sama Bang Go."

Raka manggut-manggut. "Terus yang ngomong jelek tadi siapa? Bang Go apa Adek?" tanya Raka, tapi kali ini Reon cuma diam, bocah itu menunduk nggak berani jawab.

"Reon, Pa, yang ngomong, hayolohh marahin aja, Pa, marahin, kebanyakan main sama bocil komplek tuh makanya jadi suka ngomong kasar," sahut Hugo ngomporin, masih belum puas juga setelah bikin adik bungsunya nangis sesenggukan.

"Bang Go!" Reon menjerit pada Hugo.

"Go." Raka negur, lewat tatapan matanya dia nyuruh Hugo buat nggak godain adiknya dulu.

"Bener Adek yang ngomong jelek?" tanyanya, kembali berfokus pada putra bungsunya.

Tanpa mengeluarkan kata-kata, Reon mengangguk, mengiyakan pertanyaan papanya.

"Menurut Adek, salah nggak Adek bilang jelek kayak gitu apalagi ke Bang Go?" Raka bertanya.

"Tapi Bang Go juga salah, Papa, Bang Go yang duluan jailin Reon." Reon membuat pembelaan.

"Iya, Bang Go emang salah karena udah jailin Adek, tapi nggak lantas bikin Adek jadi boleh ngomong kasar ke Bang Go. Adek tau 'kan kalau ngomong begitu dosa?"

"Iya, Papa." Reon mengangguk dengan ekspresi bersalah.

"Pernah nggak Papa sama Mama ngajarin Adek buat ngomong kasar begitu?"

"Enggak, Papa."

"Masih mau diulangin?"

"Enggak, Papa, Reon minta maaf," cicit Reon.

"Bang Go salah karena udah jailin Adek, tapi Adek juga salah karena udah ngomong kasar ke Bang Go. Sama-sama salah. Sekarang Adek sama Bang Go maaf-maafan," ujar Raka.

Dengan bibir menyebik, Reon melirik Hugo yang masih duduk di tempatnya, sedangkan Hugo malah pasang tampang tengil, naik-turunin alisnya sambil bilang, "Ayo sini, minta maaf sama Bang Go."

"Bang Go juga minta maaf!" seru Reon dengan wajah tertekuk masam.

"Iya makanya sini!" Hugo berseru.

"Reon minta maaf," ujar Reon cepat, hampir nggak kedengaran.

"Hah? Nggak denger, yang kenceng ngomongnya." Hugo kembali berseru. 

Reon mengembuskan napas kesal. "Reon minta maaf," ucapnya mengulang kalimatnya tadi lebih jelas.

"Gimana?" Bukan Hugo namanya kalau nggak iseng.

"REON MINTA MAAF!" Reon akhirnya berseru kesal.

Hugo tertawa, lalu mengadu ke Raka. "Tuh, tuh, Pa, liat, Reon minta maafnya nggak ikhlas, masa minta maaf teriak-teriak gitu."

"Bang Go nggak denger-denger! Reon udah bilang minta maaf tadi!" teriak Reon emosi.

"Adek, nggak boleh teriak-teriak kayak gitu," tegur Raka, membuat si bungsu mengerucutkan bibir sebal.

Raka menghela napas sambil geleng-geleng kepala. "Jangan iseng, Go," tegurnya pada Hugo, lelah dengan si tengah yang nggak capek-capek bikin adiknya nangis.

Hugo malah ketawa kayak orang nggak punya dosa. "Iya deh iya, Bang Go minta maaf juga, maaf kalau nyebelin, besok-besok pasti lebih nyebelin lagi."

"Paaaa." Reon langsung mengadu.

Raka meloloskan helaan napas untuk kesekian kali, nggak tahu harus kasih tahu gimana lagi, karena setiap ditegur, diulangin lagi, ditegur lagi, dilanjut part dua lagi.

"Go, jangan sampai Papa sambit kamu pake sarung ya."

Hugo malah cengengesan, terus ngulurin tangan buat acak-acak rambutnya Reon. "Iya iya, Abang minta maaf ya, Reon, damai," ujarnya sambil mengulurkan tangan kanan.

Ketika Reon hendak menyambut uluran tangan itu, Hugo malah tertawa, menarik tangannya dan mengusap rambut. "Ea," ucapnya, sebelum mendengar Reon berteriak, Hugo segera beranjak dan berlari pergi.

Dan benar saja Reon langsung memekik, "Bang Go!" Lalu mengejar ke mana larinya Hugo ingin balas dendam.

Menyaksikan hal itu, Raka hanya bisa menghela napas dan bergeleng kepala, lalu menyeruput kopinya. Sudah bukan pemandangan baru lagi melihat anak-anaknya bertingkah seperti itu.

***

Yang Hugo sukai, kehidupan masyarakat sekolah kejuruan itu serba santuy, jadi Hugo bisa sekolah sambil main-main. Datang telat pulang cepat.

Pada hari-hari pertama tahun ajaran baru masih belum begitu banyak tugas yang diberikan, rata-rata guru masih berkenalan, hanya beberapa yang langsung memberi materi teori, kebanyakan mengisi jam mengajar pertama mereka dengan bercanda atau menceritakan kehidupannya yang sebetulnya nggak ada yang mau dengar.

Dan sewaktu Hugo mau pulang ke rumah, matanya malah nggak sengaja lihat cewek—yang dia kenal—berdiri di tempat tunggu jemputan. Hugo langsung tersenyum lebar, dalam hati ia membatin,

Rejeki nomplok nih.

Hugo yang tadinya mau pulang pun langsung urungin niat, dia pelanin tarikan gasnya, terus berhenti di pinggir trotoar—tepat di depan cewek yang lagi nunggu itu. Sambil senyum sok ganteng, Hugo lepasin helm, menyapa cewek itu. Bisa tebak siapa ceweknya?

Iya, betul, Gemala.

Gemala yang tadinya kelihatan lagi nunggu jemputan langsung terkejut waktu lihat cowok yang naik motor CRF 150 berhenti di depannya, Ketika cowok itu buka helm, Gemala langsung mengernyit, dia ini mau ngapain?

"Nunggu apa? Dijemput? Apa grab? Batalin aja kalau grab, sini gue tebengin, jok belakang kosong nih," ujar Hugo, membuat Gemala mengerjap lalu menggeleng-geleng.

"Nggak usah deh, udah deket kok." Cewek itu menolak ajakan Hugo.

Hugo tiba-tiba standarin motornya terus turun. Gemala langsung gelagapan, mana dia lagi sendiri di sini, mau minta tolong juga karena apa, dia 'kan nggak lagi diapa-apain?

"L-lo, kenapa turun?!" Gemala otomatis geser menjauh sewaktu Hugo mendekat.

"Kenapa sih? Lo takut?" Hugo ketawa. "Apa tampang gue keliatan kayak orang mau gigit lo?"

"N-nggak! Tapi kenapa lo tiba-tiba turun? Ojek pesenan gue udah deket kok, gue nggak bohong, lo liat aja nih!" ujar Gemala dengan cepat, seraya menunjukkan layar ponselnya pada Hugo kalau dia betulan nggak bohong.

Hugo tersenyum tipis, lalu mengangguk-angguk, kemudian cowok itu bersidekap.

"Sering anter-jemput pake ojol?" tanya cowok itu.

"Hng ... kadang," jawab Gemala canggung, cewek itu melirik-lirik Hugo, was-was kalau tiba-tiba cowok itu bergerak mendekat.

"Kalau besok ganti gue yang jemput gimana?"

"H-hah?"

Hugo ketawa. Ketawa ganteng yang bikin Gemala langsung mikir, kalau cowok ini bahaya. Gemala nggak denial kalau Hugo ganteng, dan cowok itu tahu kalau dia ganteng makanya dia juga tahu gimana cara manfaatin parasnya itu buat deketin cewek.

"Nggak usah, gue besok udah janji bareng sama temen!" Gemala menjawab cepat, beralasan sudah buat janji dengan teman untuk menolak tawaran Hugo.

"Batalin aja, ganti janjinya bareng sama gue," ujar Hugo enteng.

"Nggak bisa. Lagian, lo mana tau alamat rumah gue?" balas Gemala.

Hugo senyum, terus dia keluarin ponselnya dari saku. "Maka dari itu, kosong 'lapan berapa?"

Wah, gila. Ini skill modus kelas teri yang kayak tepung alias alus banget, cuy.

Roman-romannya, cowok kayak gini memang banyak berpengalaman sebelumnya. Ini sudah bukan waspada, tapi Gemala perlu siaga. Dia bisa terlena kalau sampai biarin cowok semacam ini masuk ke dalam hidupnya.

Beruntung, situasi ini terselamatkan oleh grab yang dipesan oleh Gemala. Ketika abang grab tersebut datang dan bertanya,

"Neng Gemala, ya?"

Gemala langsung bersyukur dalam hati, dia segera mengangguk dan menjauh dari Hugo. "Iya, saya Gemala."

"Siap, ini Neng helmnya."

Gemala buru-buru meraih helm yang diberikan abang grab dan naik ke atas motor.

"Sorry ya, gue duluan," ujar Gemala pada Hugo sebelum motor grab itu pergi dari sana.

Hugo menyengir. Cengiran miring yang auranya khas buaya rawa. "Tunggu aja, bentar lagi, nggak cuma nomer lo, tapi lo juga bakal gue dapetin, Gemala."

***

Seumur-umur, Gemala hampir nggak pernah dideketin cowok agresif semacam Hugo. Agresif dalam artian; baru saja kenal sudah ngajak pacaran.

Gemala nggak merasa dirinya menarik dan cantik sampai didekati banyak cowok, mungkin bisa dihitung jari cowok yang pernah dekat sama Gemala, dan dari yang bisa dihitung itu Gemala cuma pernah pacaran satu kali, itupun hanya dua bulan. Selebihnya, Gemala hidup sebagai orang normal, menjalani hari-hari biasa saja dengan para cowok fiksinya.

Dari sekian banyaknya spesies cewek di muka bumi, Gemala termasuk salah satu dari golongan cewek yang lebih menyukai karakter fiksi daripada cowok di kehidupan nyata. Ini juga sebab kenapa umur pacaran Gemala cuma sampai dua bulan.

Menurut kesaksian cowok yang dipacarinya saat itu, Gemala adalah cewek aneh. Setiap saat selalu membicarakan karakter fiksi—sesuatu yang nggak bisa cowok itu mengerti. Pada waktu-waktu tak tentu juga, Gemala sangat slow response, nyaris nggak mengabari seharian bahkan kalau nggak di-chat duluan dia nggak akan mulai topik obrolan. Padahal sebetulnya, Gemala bisa saja mengabari atau mengirim chat duluan buat ngobrol basa-basi, tapi nggak Gemala lakukan, karena dia sibuk baca novel.

Iya, se-no life itu memang Gemala. Kacamata yang saat ini bertengger di hidungnya itu, memangnya hasil apa kalau bukan hasil kebanyakan membaca buku novel dengan posisi dan pencahayaan yang salah? Mungkin sebagian orang berpikir, itu pasti karena Gemala rajin belajar, sering membaca buku pelajaran, makanya dia sampai minus dan pakai kacamata.

Padahal aslinya berkebalikan. Gemala mana suka belajar, dia sukanya baca novel. Beratus-ratus lembaran novel bisa dia baca sampai tamat, sedangkan buku pelajaran, baru buka dua halaman sudah ngantuk duluan.

Makanya, Gemala berani menyebut dirinya “nggak menarik” sebab jika dibanding teman-temannya yang lain, Gemala tuh nggak kelihatan. Itu sebabnya Gemala sempat bingung waktu tiba-tiba ada cowok deketin dia dan dengan enteng ngajak pacaran padahal mereka sama-sama orang asing yang tahu nama saja baru saat itu.

Gemala pikir, cowok itu iseng, tapi ternyata enggak. Di hari berikutnya, Gemala masih dideketin sampai-sampai Gemala menilik penampilannya di kaca toilet sekolah, kira-kira apa yang ada di dirinya sampai cowok bernama Hugo itu mendekati Gemala?

Gemala nggak mau ambil pusing sebetulnya, tapi sewaktu dia dapat chat dari nomor nggak dikenal yang isinya,

+62-8376-xxxx-xxx
Gemala, kan?
Gue Hugo. Save nomor gue

Gemala langsung termenung lama.

Darimana buaya satu itu dapat nomornya, dan si kampret mana yang berani memberikan nomornya tanpa izin?

Awalnya, Gemala nggak tertarik buat balas chat tersebut, pikirnya, mending nggak usah dibalas, daripada bablas, tapi setelah dipikir-pikir, Gemala penasaran sama sesuatu. Alhasil, Gemala yang tadinya nggak berniat buat balas pun akhirnya membalas.

Dapet nomor gue darimana?

Emang penting gue dapet darimana?
Udah disave belum?
Kok ava lo belum keliatan

Apa juga untungnya gue save?

Untungnya? Banyak
Lo nggak akan kesepian, karena gue siap 24/7 nemenin lo
Gue asik. Lo mau ngobrolin topik apa? Nggak akan ada topik yang nggak nyambung kalau sama gue
Sekalipun lo bahas teori bumi bulat sama datar

Skip

Ya udah, gimana kalau trial dulu?

Trial apaan?

Pacaran. Tiga hari, gimana?

Berapa sih taruhan lo?

Taruhan apaan?

Ngaku aja. Lo nggak mungkin tiba-tiba deketin gue tanpa maksud lain
Sorry to say, tapi trik lo basi.

Wkwk, lucu
Lo pikir gue deketin lo karena taruhan?
Percaya diri banget cewek kayak lo gue jadiin taruhan?
Kalau gue mau taruhan, gue juga bakalan pilih cewek yang bening dikit kalee

Sakit ya lo

Gimana? Enak digituin?
Makanya kalau kaga tau jangan sotoy
Save dulu nomer gue

Males
Lo save aja sendiri

Wkwk, bilang aja kalau pengen ketemu gue

Dih? Nggak ya

Besok gue samper kelas lo

Nggak usah betingkah

Katanya suruh save sendiri?

Ck
Udah kan? Puas lo?

Wkwk
Ava lo lucu

Emang

Tapi percuma lucu kalau nggak jadi pacar gue
Ayo pacaran
Pacaran sama gue benefitnya banyak

Benefitnya banyak? Itu pacaran apa seminar?

Makanya, trial dulu
Kalau dalam waktu trial lo nggak suka sama gue, kita putus, tapi kalau lo suka
Kita lanjut. Gimana?

Sorry, gak minat

Ok, bilang langsung besok depan muka gue

***

hiyaaa, tunjukkan bakatmu keponakanku, kasih paham cewe-cewe kalau pesona verditer hugo itu sulit ditolak 😎

aku update au juga loh gaiss di ig, pantengin aja di ig (at) sshenaav, aku update setiap hariii kecuali hari jumat, buat selingan nulis cerita ini

dah ya, jangan lupa difollow juga, see you next part, luv u 💘👋

Continue Reading

You'll Also Like

110K 7.5K 15
Berawal dari baju batik couple, gak disangka jadi couple beneran. Rena, gadis gamon alias gagal move on. Rena gak pernah tahu bahwa batik yang dia...
5K 672 22
-Kita dan Lika-Liku Kehidupan- SEQUEL LUKA (Disarankan baca LUKA terlebih dahulu sebelum baca LIKU) Seperti hujan, rintiknya setetes demi setetes pa...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 63K 28
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...