7 Concubine

By KanKutulis

9.8K 1.2K 258

(Warning: Boyslove, fantasi) Mimpi itu berulang, dan anehnya saat Dunk memposting apa yang dia lihat dalam mi... More

MODEL
AROMA
DITEMUKAN SEKALI LAGI
EYES
DRAMA
CRESENT MOON
NIGHTMARE
The Fairy
Under The Moon
Versus
Pretty
Bloody Peony
Ketidakbenaran
Lensa
Persamaan
Cermin
Pelindung
Pertemuan Dua Darah
Kecemburuan
Bagiku dan Baginya, Tentang Kamu -1
Bagiku dan Baginya, Tentang Kamu 2
Sudut Pandang 185
Ganjil
Sang Peri
Kaisar dan 7 Selir
Extra Chap. 1 - Salju Abadi
Wedding Plan
Calon Korban
Pasangan Raja
Pewaris
Silsilah
Koalisi Anonim
Galaksi yang Terperangkap
Saudara
Extra 3. Selir Agung Ketujuh : Sang Peri
Selir Agung Keempat: Setengah Peri
Kematian
Extra_ Permaisuri : Keagungan Abadi
Kematian 2
Kehilangan
Kehilangan 2
Kehilangan 3
Kehadiran yang Buram

MIMPI

1.1K 57 0
By KanKutulis


Cr. Pinterest search

"Sialan, kenapa aku bisa berada di sini lagi?" Dunk bertanya dengan wajah yang sudah bisa menjelaskan seberapa jengahnya dia dengan apa yang sedang dilihatnya.

Sebuah ruangan mirip aula besar dengan jendela-jendea tinggi dan tirai-tirai berkilauan. Lantai yang dia tapaki, seperti sebelum-sebelumnya, adalah hamparan marmer halus dengan warna putih gading. Sebagain besar lantai itu dilapisi karpet bulu yang tebal dan halus. Dinding bebatuan dengan lapisan halus yang diisi hiasan dari permata. Setiap kali Dunk mendongak, dia akan menyaksikan kubah raksasa yang memamerkan sebuah keajaiban. Banyak bintang dengan susunan yang tertata rapi di sana, menyanyikan pemandangan malam yang abadi.

Dunk mencubit lengannya sendiri. Dia mendengar dari Pond, sahabatnya dari jurusan teknik medis itu bahwa mencubit diri sendiri bisa memastikan apakah seseorang seseorang sedang bermimpi atau tidak. Dunk sudah mencobanya sampai lengannya memerah tapi dia tidak terbangun dari mimpinya, malah mengaduh sendiri karena merasa kesakitan.

"Kalau terasa sakit, berarti ini nyata? Tapi aku sedang bermimpi!" Dunk meletakkan kedua tangannya di atas kepala, lantas mengacak rambut kecokelatannya yang sudah mulai memanjang.

Semester ini dia sangat sibuk. Jangankan pergi ke salon untuk bertemu penata rambut dan memotong pendek rambutnya, untuk makan saja kadang dia harus diteriaki terlebih dahulu.

Dunk memutar tubuhnya. Dia sudah hapal garis besar ruangan itu. Ini kali ketiga dia memimpikan dirinya berada di ruangan luas yang aneh dengan ranjang besar di ujungnya. Dia bisa melihat setiap sudut dengan jelas, seolah matanya tidak pernah butuh bantuan kaca mata minus tiga. Belum lagi, angin yang bergerak masuk dari jendela-jendela besar itu juga bisa memberikan sensasi dingin yang sejuk di kulitnya.

Dia yakin dirinya sedang bermimpi meski setiap kali dia mencoba membuktikannya, dia justru menemukan bahwa dirinya seolah tidak sedang bermimpi.

Dunk akhirnya memilih untuk duduk saja di lantai, tepat di tempatnya berdiri dan menemukan dirinya berada di ruangan itu tadi. Dia masih berpikir bahwa dirinya tengah bermimpi, tapi juga mempertanyakan mengapa dia memimpikan ruangan mewah itu tiga kali dalam minggu ini. Dunk mencoba mengira-ngira di mana dia pernah melihat ruangan seperti itu sehingga dia bisa memimpikannya.

Dia sama sekali tidak menonton film yang bergenre fantasi atau berlatar masa kerajaan belakangan ini. Terakhir kali dia pergi ke bioskop adalah dua bulan yang lalu, saat diundang ke acara tayang perdana dari film yang pemeran utamanya adalah rekan seagensinya. Dia juga tidak menonton series apapun. Terakhir dia menontonnya, adalah saat teman-teman sekelasnya mengadakan nonton bareng di kelas. Itu pun, mereka menonton film bertema horor sekolahan.

"Baiklah, biar aku tunggu saja. Mimpi sebelumnya hanya berlangsung sebentar." Dunk menenangkan dirinya sendiri, setidaknya agar kepalanya yang baru saja bekerja keras untuk mengerjakan soal ujian tidak semakin kepanasan.

Pemilik wajah yang selalu mendapat pujian dengan kerupawanannya itu mengambil napas. Dia lelah. Sebenarnya, dia juga tidak tahu kapan dia mulai teridur sehingga bisa bermimpi. Seharusnya, dia sedang berada di dalam mobil, menuju ke lokasi pemotretan untuk persiapan koleksi musim depan oleh salah satu rumah mode terkenal.

Dunk ingat benar dia duduk di kursi deretan ke tiga, persis di samping jendela. Sahabatnya yang belajar di kampus yang sama, Pond, duduk di sebelahnya dan tertidur lebih dulu. Dunk bahkan masih ingat dengan jelas bahwa dia menerima telepon dari mamanya yang mengabarkan bahwa dia mungkin akan sendirian selama satu bulan ke depan di rumah, karena sang mama harus menyusul ayahnya ke luar negeri.

Oh, Dunk merasa seperti harus memecahkan soal yang lebih sulit dari pada kode-kode rumit.

Dia lantas memutuskan untuk merebahkan diri karena merasa sudah cukup lama duduk dan merenung tapi belum juga bangun dari tidurnya.

"Baiklah. Aku kurang tidur, jadi apa salahnya jika di dalam mimpi pun aku tidur?" Gumamnya pelan, lalu memejamkan mata.

Entah berapa lama sampai Dunk mendengar suara derap langah kaki yang terasa seperti langkah rakasa. Dia model profesional sejak awal remaja, dan dia sudah sangat akrab dengan apa yang disebut langkah kaki. Tapi apa yang mengganggu pendengarannya sekarang terdengar lebih mirip dengan sepasang kaki besar yang sedang berjalan cepat lalu diikuti suara langkah kaki lain yang lebih banyak.

Suara pintu yang dibuka paksa dari luar terdengar, lalu Dunk mendengar sebuah suara yang bicara dengan nada sangat ketakutan.

"Yang Mulia, apakah Anda di sini?"

"Hah?" Dunk mengerutkan keningnya sampai kedua alisnya saling berdekatan, lalu membuka sebelah matanya terlebih dahulu sebelum menemukan cahaya menyilaukan.

Matanya kembali terpejam, sampai seseorang menepuk-nepuk pipinya. Dunk mengenali aroma parfum yang terhirup oleh hidungnya, lalu dia membuka kedua matanya dan melihat Pond sedang menatapnya dengan mata melebar.

"Dunk, apa kamu baik-baik saja?" tanya Pond dengan wajah khawatir.

Dunk mengangguk lemah, lalu dia mencoba untuk memperbaiki posisi duduknya yang semula tidak nyaman.

"Ya!" Dunk menjawab. Suaranya serak dan dalam. Tenggorokannya terasa seperti sudah kering seharian.

"Kalau begitu bangunlah. Kita sudah sampai lokasi." Pond berucap lalu menarik tubuhnya menjauhi Dunk.

Dunk yang semula terpojok akhirnya bisa melihat pemandangan yang awalnya tertutupi tubuh besar Pond.

Kedua kaki jenjangnya yang ramping dan bersih bergegas untuk bergerak. Dia turun dari dalam mobil van yang hampir kosong, hingga hanya tersisa Joss dan Win yang sedang merapikan penampilan mereka.

Saat Dunk bergerak untuk keluar dari dalam van, Win menghentikan kesibukannya dan menoleh ke arah cowok yang lebih muda.

"Dunk, apakah kamu baik-baik saja? Kamu tidur nyenyak sekali tapi tadi aku mendengarmu seperti kesakitan. Apakah kamu sedang kurang sehat?" Win bertanya sambil menyodorkan sebotol minuman isotonik.

Dunk menerima pemberian seniornya itu dengan senyuman. Dia mengangguk saja karena merasa tenggorokannya sedikit sakit untuk digunakan berbicara.

"Minumlah, lalu istirahat dulu sebentar. Kamu dan Pond baru saja selesai ujian 'kan?" Joss turut berucap.

Dunk menegak minuman yang Win berikan terlebih dahulu sebelum kembali menganggukkan kepala. Akhirnya dia merasakan tenggorokannya sedikit membaik, sehinggga dia bisa menjawab.

"Iya, Kak. Makasih banyak ya!" ujarnya lalu keluar dari dalam van.

Pond sudah menunggunya di luar van. Cowok yang sebenarnya sama tingginya dengan Dunk tapi selalu kelihatan lebih kokoh karena posturnya yang bukan hanya tinggi tapi juga lebar secara proporsional itu sedang berbincang dengan salah satu kru.

Melihat sahabatnya sedang berbincang santai, Dunk memilih untuk memeriksa sekitarnya. Seperti apa yang dia terima dalam pertemuan awal, pemotretan kali ini dilakukan di luar provinsi. Daerah perbatasan yang masih asri dengan hutan yang indah. Suara aliran air terdengar tapi Dunk tidak melihat sungai di dekat sana. Pohon-pohon di area itu tidak terlalu padat, jenis pohon yang tumbuh meninggi dengan daun kecil yang lebat. Jangan tanya apa jenisnya, apa lagi nama pohon itu, karena Dunk yang lahir dan besar di ibu kota belum pernah melihat pohon semacam itu sebelumnya.

"Dunk, ke sini sebentar!" Managernya memanggil.

Dunk menoleh dan mendapati managernya melambaikan tangan. Pond juga sudah berdiri di sebelah manager mereka itu, tapi bukan hanya mereka berdua. Seorang laki-laki yang mungkin seumuran mereka sedang berdiri memunggunginya dengan kamera di tangan, terlihat seperti sedang mengambil gambar puncak pohon-pohon.

Angin datang dari arah Dunk, membawa aroma tubuhnya yang segar seperti musim semi di ujung utara. Bersamaan dengan langkah angin itu yang mencapai si cowok kamera, Dunk melihatnya menoleh seolah dalam mode slow motion.

Wajahnya, Dunk tak tahu mengapa dia terasa tidak asing.

***

Continue Reading

You'll Also Like

9.3K 460 21
Gan ada lah seorang lelaki berparas tinggi dan tampan yang hidup di abad ke-20 sekarang telah berhasil ber reinkarnasi di tahun 1998,kini di reinkar...
72.1K 4.8K 31
~Hanya karena aku mencintaimu, bukan berarti kau bisa menyakitiku seperti ini, Phi! Luka yang kau torehkan memang tak lagi berdarah, tapi kau sendiri...
1.2M 86.8K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
4K 328 6
7 tahun telah mereka lewati dengan embel-embel status teman. Hingga suatu ketika seseorang dari masalalu datang untuk menyatakan cintanya pada Fiat...