Pretty

236 34 2
                                    

Dunk tersenyum lebar. Wajahnya terasa kaku karena mempertahankan satu ekspresi selama beberapa waktu. Make up dan juga suhu ruangan yang dingin membuatnya ingin segea bebas dari san, tapi di sisi lain Dunk senang bisa kembali bisa melintasi runway, apa lagi kali ini bersama para model seniornya. Dia adalah yang termuda malam ini.

"Penampilan bagus, Dunk!" Nicha memujinya, lalu dudk di kursi sebelah, menunggu penata rias untuk mengosongkan wajah mereka.

"Kak Nicha, kamu bintangnya!" Dunk membalas pujian model nomor satu yang sama sekali tidak tergoyahkan itu.

Mereka berdua lalu mengobrol ringan, sampamemudian Win bergabung dan menciptakan atmosfir yang lebih hangat. Obrolan mereka tak lagi seputar kehidupan sebagai model, tapi juga merambah ke hal lain seperti curhatan Win soal kekasihnya dan Nicha yang ternyata sama sekali tidak tertarik dengan kopi.

Hal-hal acak sederhana membuat Dunk ikut larut membahas trivia pribadinya. Salah satunya adalah tentang Gemini yang terus sa mengiriminya pesan. Win yang sudah mengenal Gemini terlebih dahulu menyatakan bahwa Gemini memang seperti itu. Dia lahir debagai anak tungal kaya raya yang bisa mendapatkan apa saja yang dia mau.

"Kamu tenang saja, dia mungkin hanya sedang mengalami letupan cinta anak-anak, sebentar kagi juga dia akan mengejar orang lain!" Win menenangkan Nicha, lalu mencari obrolan lain untuk dibahas.

Obrolan mereka terhenti saat salah satu staf mengantar buket bunga peony merah besar kepada manager Nicha lalu menyampaikan sesuatu.

"Sepertinya ada yang mengejutkan manejermu, Cha!" Win berucap pelan sambik menunjuk bunga peony merah besar itu.

Perkiraan Win mungkin sangat tepat karena setelah itu, menejer Nicha mendekat.

"Cha, seseorang mengirim ini untukmu. Dia pikir bisa mengajak kamu makan malam!" ungkapnya sambil menyodorkan bunga merah itu.

Nicha menerima buket peony itu, tapi kemudian meletakkanya begitu saja di meja. Managernya lalu menyodorkan paper bag hitam dengan logo jam tangan mewah. Kali ini Nicha menggelengkan kepalanya.

"Kak, bisakah kamu mengiriman jawabanku?" tanyanya.

Managernya mengangguk, lalu membawa pergi paper bag itu itu pergi.

Win dan Dunk tidak membahas soal itu karena keduanya sama-sama tahu bahwa itu hal biasa. Mereka pun pernah mengalaminya dan melakukan hal yang sama. Dunk sangat jarang mengalami hal itu sejak Pond menjadi bentengnya. Sepertinya, status Win sebagai kekasih salah satu aktor yang paling diperhitungkan dalam industri membuat banyak pengincarnya mundur. Bedanya, selama ini Nicha tidak pernah terlihat bersama seseorang atau mengkonfirmasi status hubungannya.

Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi bersama. Win menyetir, Dunk duduk di sebelahnya sementara Nicha duduk sendirian di belakang.  Buket bunga peony merah tadi tidak Nicha bawa dan dia mengaku bahwa seseorang yang tak dia kenal terus mengirimkan buket bunga peony kepadanya selama setengah tahun belakangan.

"Wah, aku pikir orang ini benar-benar menyukaimu!" Win berkomentar.

"Tapi, kenapa kesannya itu cukup menakutkan. Rasanya kebih seperti orang ini terobsesi." Dunk memberanikan diri untuk ikut memberi pendapat.

"Nah, aku pikir begitu. Awalnya aku ketakutan, tapi karena selama ini dia hanya mencoba mengundangku untuk makan malam bersama. Dia memberi banyak hadiah sampai membuatku tidak nyaman dan aku mulai menolak setiap hadiahnya karena semakin lama semakin berlebihan. Yah, setidaknya dia tidak pernah mencoba menemuiku!" Nicha menjelaskan.

Mobil yang Win kendarai melaju cepat sampai memasuki parkiran sebuah hotel mewah. Mereka akan makan malam bersama di sana.

***

7 ConcubineWhere stories live. Discover now