Bloody Peony

227 36 6
                                    

"Tetap di tempat!" Joong meminta sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir.

Dunk menutup mulutnya dengan telapak tangan sampai hidungnya dipenuhi oleh aroma parfumnya sendiri. Pemandangan di depannya itu sungguh tidak masuk akal. Bayangan hitam yang semula terlihat seperti asap, tiba-tiba telah berubah menjadi sosok besar dengan sepasang sayap hitam.

Sesungguhnya Dunk bukanlah penggemar film fantasi tapi sahabatnya, si Pond itu, adalah pecinta film fantasi, sekalindalam salah satu film, ada adegan semacam itu saat iblis muncul.

"Siapa dia?" Pond bertanya sambil tetap menatap lurus ke depan.

Dunk yangs udah ketakutan keheranan karena nada suara Pond sama sekali tidak terdengar panik. Hei, sumpah Dunk sudah gemetaran.

"Huh, kamu tidak terkejut?" Joong malah bisa balik beranya dengan santainya.

"Tidak juga. Apa mungkin kita memasuki lokasi syuting film tanpa sengaja?" Pond menangapi dengan pikirannya yang serba positif.

Dunk masih sempat melihat Joong tersenyum sebelum sosok besar bersayap hitam dindepan sana mengibaskan sayapnya dan menciptakan badai. Joong dengan sigap menoleh ke belakang dan menggunakan punggungnya untuk melindungi Dunk.

Tangan besar Joong mencapai wajah Dunk bersamaan dengan cahaya merah yang muncul entah dari mana. Telapak tangan Joong menutupi wajah Dunk.

Tak ada kelanjutannya. Dunk tak melihat apapun lagi setelah itu.

Dia membuka mata dan sudah terbaring di balik selimut, masih dengan pakaian yang semalam. Di sampingnya, ada Pond yang tidur seperti bayi kekenyangan. Sama seperti Dunk, Pond masih memakai celana jeans dan kemeja yang sama dengan yang dipakainya semalam.

"Pond!" Dunk segera membangunkan Pond.

Dia memperhatikan sekeliling dan tak mengenali kamar itu. Dia tak tahu bagaimana dia bisa berakhir di sana, dan tenyunsaja kepalanya dipenuhi kecemasan.

Pond hanya menggeliat dan sepertinya masih sangat nyaman dalam tidurnya. Cowok itu bahkan tersenyum tak jelas. Mungkin memimpikan hal yang indah, seperti mendapat pelukan dari aktor sekaligus penyanyi yang sudah membuatnya tergila-gila itu.

Dunk terlonjak kaget saat pintunkamar dibuka dari luar. Detak jantungnya berangsur-angsur menjadi lebih tenang setelah melihat Jong masuk.

"Sudah jam delapan pagi, apakah kalian punya kelas untuk dihadiri hari ini?" tanya Joong.

Dunk menggeleng.

"Apa yang terjadi semalam? Kenapa aku dan Pond bisa ada di sini?" tanya Dunk.

"Apakah kepalamu terbentur sampai tak mengingat apapun? Aku membawa kalian ke sini karena aku tak tau di mana rumahnkalian, sementara kalian tidur seperti mayat!" Joong menjawab.

Dunk langsung menanyakan kejadian yang masih dia ingat, tapi Joong hanya menjawabnya dengan kebisuan dan tatapan yang tajam, kemudian pergi.

***

Dunk menyesap teh mawar yang masih hangat. Aromanya tipis tapi menenangkan, dengan tambahan sedikit air jeruk nipis dan madu, tenggorokanya bukan hanya menjadi lebih hangat tapi dia juga merasa lebih santai.

"Rasanya ada yang jangal!" Dunk berucap pelan, lalu memijat lembut keningnya sendiri.

Bunga-bunga yang dia tanam musim lalu sudah mulai bermekaran, bahkan mawar yang terkenal sangat sulit untuk dibudidayakan sekalipun kini menghiasibtaman rumahnya.

Salah seorang asisten rumah tangga yang paling lama bekerja untuk keluarganya datang membawa satu buket besar mawar merah.

"Ada kiriman untuk Anda!" ungkapnya.

Dunk hanya mengangguk, lalu membiarkan buket mawar itu diletakkan di meja yang ada di sampingnya. Dunk tak berpikir jauh, dia hanya bepikir bahwa salah satu kenalannya mengirimkan bunga itu, atau jika dia cukup sial, Gemini dengan jaringan koneksinya sudah berhasil menemukan alamta rumah Dunk.

Aroma dari buket mawar itu bercampur dengan aroma teh, terhirup oleh Dunk sampai membuatnya merasa mengantuk. Matanya terpejam, cangkir tehnya jayuh ke karpet, dan Dunk berjalan meningalkan teras samping rumahnya.

Langkahnya pasti sementara tatapanya sayu. Dunk berjalan lurus ke depan tanpa menangapi sapaan dari para pelayan yang sedang membersihkan rumah.

Begitu memasuki kamar, Dunk menutup dan mengunci pintu, ssuatu yang tidak pernah dia lakukan selama dia berada di rumahnya sendiri. Begitu Dunk berbalik, seseorang telah menungunya di atas kasur.

"Kemarilah, sayangku!" pangilnya dengan suara rendah.

Dunk berjalan mendekat seperti boneka jerami, patuh tanpa syarat.

***

Begitu banyak bunga. Mawar dengan berbagai warna dan jenisnya mekar bersamaan. Dunk bisa melihat hamparan kuning yang bergerak seirama angin. Bunga matahari besar yang sangat banyak. Dunknjuga melihat puluhan bunga peony, bahkan beberapa adalah jenis yang belum pernah dia lihat.

Dunk melangkahkan kakinya, mendekati bagian taman yang indah dengan aliran air jernih kebiruan. Kabut menyelimuti bagian itu, tapi Dunk masih bisa melihat jalur jalan yang halus dengan bebatuanya, jembatan-jembatan pendek, dan juga tiang dan atap gazebo yang berwarna terang.

Pada langkah kedua, Dunk baru menyadari bahwa penampilanya berbeda. Tubuhnya terasa lebih ringan membuatnya berpikir bahwa dia lebih kecil dari yang seharusnya.  Kain yang halus berwarna kelopak bunga membalut tubuhnya, sementara di kedua kakinya terpasang gelang berwarna keemasan dengan batu zamrud.

Tubuhnya sama persis untuk sisanya.

"Aku bermimpi lagi!" Dunk berucap lirih.

"Tapi tempat ini sangat bagus!" lanjutnya.

Dunk berjalan terus mengikuti jalur bunga peony, sampai dia menyeberangi jembatan dan memasuki area dengan kabut yang lebih tebal lagi.

"Kamu tidak seharusnya datang ke sini sekarang, Peri!" Seseorang seperti sedang mengingatkan.

Dunk mencari sumber suara itu tapi pandangannya terutup kabut.

"Aku di sini, Peri!"

Dunk mendengar suara itu lagi sehingga dia mengikutinya. Langkahnya hati-hati, sekali lagi menyeberangi jembatan sampai tiba di gazebo yang paling besar. Gazebo itu berpilar emas, dengan kubah berlapis permata.

Sosok yang berbicara padanya tadi membuat Dunk terkejut. Figurnya terasa akrab, dengan tubuh yang jauh lebih besar dari Dunk.

Suara kecipak air terdengar riuh dari bawah. Gazebo itu dikelilingi air yang dalam. Dunk tak bisa melihat wajah sosok besar itu karena dia membelakanginya dan juga kabut.

"Siapa kamu? Kenapa kamu memanggilku peri?" tanya Dunk.

"Pergilah, dia akan segera membuat kamu tahu!" jawab sosok itu.

Dunk tak melakukan apapun, sosok itu memercikkan air kepadanya dan dia bangun dari mimpinya.

Dunk membuka mata dan terkejut karena Joong berada di atas tubuhnya.

"Joong bangsat, apa yang kamu lakukan?" teriakan Dunk terdengar nyaring.

Joong seolah tak mendengar, masih sibuk menjilat dan menghisap seperti seranga.

***

7 ConcubineWhere stories live. Discover now