Under The Moon

228 34 1
                                    

"Apa aku terlalu banyak berpikiran buruk?" Dunk bertanya begitu maserati hitam menyalip audi putihnya.

"Mungkin kamu terlalu lelah, Dunk. Apa kamu sedang diet? Jangan terlalu banyak mendengarkan apa kata pihak perusahaan soal tubuhmu. Kamu akan menjadi setipis kertas jika terus diet. Tubuhmu bagus selama kamu sehat dan merasa baik-baik saja!"

Suara Pond terdengar di seluruh mobil. Begitu merasa ketakutan, Dunk langsung menghubungi sahabatnya itu dan membuat Pond hampir saja mangkir dari jadwal syuting. Tentu saja Dunk melarang Pond bertindak nekat. Syuting itu adalah debut pertamanya dalam sebuah produksi film. Jika Pond pergi begitu saja, bukan hanya perusahaan yang akan mengamuk tapi kredibilitas Pond juga sangat mungkin akan hancur.

Akhirnya Pond menemani Dunk lewat video call. Begitu maserati hitam itu menyalip Dunk beberapa puluh meter sebelum restoran yang dia tuju, keduanya mengakhiri percakapan setelah Dunk memasuki area parkir restoran.

Meskipun sudah hampir tengah malam, tempat itu belum terlihat akan tutup. Masih ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati makan malam, dan ada tiga antrean untuk memasuki area parkir.

Dunk keluar dari mobilnya, memberi jarak dari pasangan yang datang persis di depannya. Dia disambut dengan baik lalu diarahkan untuk duduk di salah satu meja tunggal untuk dua orang.

Dunk menikmati makan malamnya kali itu dengan tenang, meminta tambahan kue labu di bagian akhir.

Salah seorang pramusaji mendatangi mejanya dengan sebuah nampan berisi satu set menu lain termasuk minuman herbal yang masih hangat.

"Mohon maaf, ada pelanggan lain yang mengirimkan ini untuk Anda." Pramusaji itu dengan sopan berkata, lantas meminta izin untuk undur diri.

Dunk ingin menolak, tapi dia tahu bahwa orang-orang yang bekerja sampai selarut itu pasti sangat lelah, membuatnya mengurungkan niat dan hanya mengangguk. Dia tak mau memberikan kerepotan tambahan untuk mereka. Lagi pula, dia hanya perlu menerimanya, mengenai apakah dia akan memakanya atau tidak, itu semua haknya secara penuh. Tentu saja, Dunk tak akan melakukan kesalahan yang sama dengan siang tadi, sehinga dia meninggalkan semua itu di meja tanpa menyentuhnya.

***

Sepi.

Ada apa dengan rasa sepi dan seperti apa definisi terbaik dari kesepian adalah ide-ide sumbang yang muncul di benak Dunk begitu dia membuka pintu rumah dan tak mendapati siapapun menyambutnya.

Mata cokelat gelap yang indah itu tidak bisa menemukan satu tanda kehidupan di sana. Asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh ibunya sudah beristirahat di kamar mereka masing-masing, jadi sangat wajar jika suasana rumah menjadi sangat sepi.

Dunk tidak merasa asing dengan keadaan itu. Dia bjasa saja bahkan baik-baik saja sendirian dalam berbagai kesempatam, dia hanya mulai merasa tidak nyaman dengan perasaan yang datang tiap kali dia sendirian.

Aroma bunga semerbak tercium di dalam kamar. Dunk baru selangkah berada di dalam kamarnya dan langsung dipeluk oleh aroma segar yang romantis itu.

Ada satu buket besar mawar merah dengan tulip melingkarinya di atas kasur. Dunk tak menerima pemberitahuan apapun mengenai kiriman buket itu. Biasanya, meski dia membawa semua hadiah dari para penggemar ke rumah, tapi kamar adalah ruangan pribadinya, tempat yang dia sterilkan dari banyak hal.

Dia tak sedang berulang tahun tentu saja.

"Mawar jenis apa ini? Aromanya sangat lembut tapi tercium jelas?"  Dunk mengendus lalu tersenyum. Aroma mawar itu seperti menyihirnya, membuatnya meraih buket dengan kain hitam itu lalu mencari vas besar untuk meletakkannya di samping ranjang.

Tak lama setelah membersihkan diri dan berbaring, aroma mawar itu mengungkungnya dalam dekapan yang manis, membuat Dunk yang sudah kelelahan mengantuk dan terlelap dengan cepat.

"Apakah kamu menyukai bunga yang kukirimkan, sayangku?"

Sebuah suara menyapa ruang dengar Dunk, seolah dia baru saja menemukan siaran radio entah berantah.

Dunk ingin membuka mata saat merasakan usapan di pipinya, tapi kelopak matanya tak bersedia naik. Dunk juga tak berhasil memberikan reaksi saat merasakan ada bibir mengecup keningnya, lalu ujung hidungnya, kedua pipinya.

Rasanya sangat jelas, nyata, Dunk yakin dirinya sadar tapi di saat yang sama dia tak bisa bergerak sama sekali saat sesuatu yang terasa seperti telapak tangan yang bergerak di lehernya, merambat ke bahu lalu terus turun ke bawah.

Dunk tidak menyukai perasaan yang muncul tapi dia juga tidak bisa melakukan apapun untuk menyingkirkan tangan kurang ajar itu.

***

"Bawa aku ke psikiater!" Dunk menutup pintu mobil Pond dengan keras lalu langsung memberikan kejutan pada sahabatnya itu pada pukul lima pagi.

Pond yang sedang menikmati waktu santai dengan menonton sebuah video musik penyanyi remaja menjatuhkan gawainya begitu saja sampai benda itu mendarat di atas pahanya.

"Hah? Psikiater? Untuk apa?" Pond bertanya dengan wajah bingung.

Dunk memeriksa waktu, kemudian mengambil napas panjang dan mulai bercerita setelah yakin mereka masih punya cukup waktu untuk pergi ke lokasi pengambilan gambar video musik sebuah band.

Mulai dari mimpinya yang aneh, perasaannya yang kacau balau dan emosinya yang menjadi tak menentu sejak bangun dua jam yang lalu. Dunk bahkan menceritakan dengan wajah memerah karena malu mengenai apa yang dia rasakan semalam, sesuatu yang hanya bisa disebutnya sebagai mimpi dengan menambahkan label mungkin sebelumnya.

"Aku paham kamu ingin obat tidur dan berbicara dengan psikiater karena tidurmu terganggu, tapi soal mimpi tidur dengan seseorang, bukankah itu wajar di usia kita sekarang?" Pond membuka lebar kedua tangannya, membiarkan Dunk memeluknya.

"Tidak masalah jika aku bermimpi tidur dengan seseorang yang tak aku kenal, tapi kenapa malah si brengsek menyebalkan itu yang muncul dalam mimpiku sih?" Dunk merengek.

"Astaga, Dunk. Si Joong mungkin jatuh dari kasurnya karena kamu mengutuknya!" Pond berucap tenang.

Mobil berwarna silver itu tetap parkir di halaman rumah Dunk sampai jam lima lebih dua puluh, membuat Pond harus menyetir seperti pembalap jalanan karena mereka harus sampai  di lokasi sebelum jam enam pagi.

***

"Jadi, bolehkah aku mendapat LINE kamu, Kak?"

Bocah gila!

Dunk mengutuk aktor yang lebih muda darinya itu, tapi tentu saja dia tidak serta merta melantangkan suara dan meneriakkan betapa dia sudah kesal dibuntuti dari jam enam pagi sampai jam tujuh malam hanya karena sebuah kontak pribadi.

"Memangnya kenapa Gemini menginginkanya, hum?" Dunk akhirnya memutuskan untuk duduk dan menanggapi aktor yang tidak terlibat dalam proyek pembuatan vudeo musik hari ini tapi  bisa nangkring di lokasi syuting seharian penuh itu.

Saat Dunk sibuk syuting bersama Pond tadi, Gemini, nama cowok yang lebih muda dari Dunk itu, kelihatannya akrab dengan para staf bahkan anggota bandnya. Tapi tetap saja Dunk tak merasa alasan itu cukup untuk membuat Gemini bertahan seharian di sana, mendekatinya dengan begitu agresif di setiap kali ada kesempatan.

"Karena aku penasaran, rasanya seperti melihat kembaran lama dalam versi kemasan baru. Sangat ideal, seperti jodoh masa depanku!" Gemini menjawab dengan begitu santainya, tersenyum lebar seolah dia tidak pernah bertemu persoalan hidup, setidaknya yang bernama matematika.

Bocah itu memang sudah gila!

***

7 ConcubineWhere stories live. Discover now