Saudara

111 18 5
                                    

Suara dentuman keras terdengar.

Joong kembali merubah wujudnya menjadi seekor ular besar.

Dunk terduduk seperti kehilangan fungsi. Dia tak bisa mempercayai penglihatannya sendiri. Dua ekor ular besar yang nyaris serupa tengah saling menjatuhkan jauh darinya. Akan tetapi, karena ukuran keduanya yang sangat besar, Dunk tetap bisa melihat bagaimana keduanya menumbangkan pohon-pohon, memporak-porandakan bukit dan membuat seisi hutan kabur menjauh.

"Dunk!"

Suara Pond terdengar.

Dunk segera menoleh dan menemukan sahabatnya itu berlari ke arahnya. Pond mengangkat tubuh Dunk yang seakan menjadi kaku sejak melihat kedua ular raksasa itu.

"Po ... nd, Joong, Joong!" Dunk menunjuk ke arah dua ular yang sedang bertarung dengan jari gemetarnya.

"Tidak apa-apa. Biarkan mereka menyelesaikan pertarungan yang sempat tertunda. Kita pergi dari sini sekarang!" Pond menggelengkan kepalanya, lalu melangkah membawa Dunk menjauh.

Dunk ingin menanyakan semua pertanyaan yang ada di dalam kepalanya tetapi dia tidak bisa mengatakan apapun. Dia bahkan ingin menjambak rambutnya sendiri. Dia ingin bangun dari mimpi yang sedang memerangkapnya.

Langkah Pond terasa tenang padahal mereka berjalan menembus belantara, seolah Pond sedang berjalan di atas runway seperti yang biasa mereka lakukan.

Deretan sosok besar berbaju zirah muncul dengan dipimpin sosok paling besar, bergigi tajam dan bermata bulat.

Dunk langsung mencengkeram lengan kemeja Pond. Dia mengingat mereka.

Pasukan kaisar Naga!

Dunk kira mereka semua akan menangkapkanya dan Pond, tetapi ketika melihat Pond mendekat, mereka semua segera berlutut.

"Minggir!! Hukuman mati untuk siapapun yang membantah!" Pond bertitah.

Deretan pasukan yang berbaris seolah tiada habisnya itu membuka jalan, berlutut tanpa ada satupun yang mengangkat kepala.

"Pond ...!" Dunk lagi-lagi ingin bertanya tetapi Pond tetap menggelengkan kepala.

Mereka sampai ke bagian hutan yang lebih rapat, disambut kabut yang datang dari dalam hutan. Kabut itu menjadi semakin rapat dan mengepung hingga Dunk tidak bisa melihat sosok Pond yang sedang membopongnya.

Dia hanya masih bisa merasakan keberadaan Pond, tetapi tidak berapa lama kemudian kejadian yang sama berulang. Dunk merasa sangat mengantuk, kemudian terlelap tanpa bisa mengendalikannya.

Begitu Dunk terbangun lagi, dia sudah berada di rumah sakit. Mama sedang duduk di sofa, membaca majalah, sementara seseorang menggenggam tangannya.

Dunk memeriksa siapa gerangan yang menemaninya, dan senyuman Joong menyambutnya.

***

Sebuah kecelakaan. Begitulah berita yang disampaikan agensi masing-masing.

Hari itu, hujan turun sangat lebat dan genangan air terjadi. Nicha mengemudikan mobil milik Dunk, membawa serta Fourth dan Satang untuk mendatangi rumah duka keluarga pejabat kenalan. Dalam perjalanan, mobil tergelincir dan membuat mereka mengalami kecelakaan tunggal.

Dunk tidak bisa mengatakan bahwa kejadiannya berbeda, tetapi dia juga tidak mengatakan apa-apa. Dia bahkan tidak tahu apa yang terjadi kemarin. Dia lebih memikirkan bagaimana Joong bisa ada bersamanya, padahal mamanya juga ada di sana.

"Nicha membuat skenario paling masuk akal yang bisa diterima oleh semua orang. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun karena semua aman." Joong menenangkan Dunk yang terlihat diam.

7 ConcubineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang