Pasangan Raja

113 17 3
                                    

Sengaja memang. Dunk mematikan semua koneksi dengan keluarganya dari semalam. Dia bahkan tidak memberi tahu Pond ke mana dirinya pergi. Meski Pond mungkin sudah bisa menebaknya, tetapi Dunk merasa tidak ingin membebani sahabatnya itu jika nanti orangtuanya bertanya perihal keberadaan Dunk.

Laki-laki yang Dunk tidak berminat untuk sekedar mengetahui namanya itu juga tidak dia pedulikan. Semalam, setelah dia dipaksa pergi, Dunk segera menyeret Joong untuk meninggalkan tempat itu juga. Biarlah Fourth dan Phuwin menjadi tanggungan Pond. Fourth bisa menjadi alasan bagi Pond untuk mengantar Phuwin sekalian, mengingat dua remaja itu tinggal di gedung apartemen yang sama.

"Aku sedikit kepikiran, apakah Satang akan baik-baik saja. Laki-laki yang membawanya pergi tadi, dia adiknya Kak Nicha bukan?" tanya Dunk.

Joong tersenyum, mengemudikan mobil sambil menggenggam tangan Dunk bukan sesuatu yang patut untuk ditiru tetapi jalanan yang lengang seolah mengizinkannya untik membagi fokus.

"Ya. Tenang saja. Meskipun kelihatannya seperti tempok begitu, Winny bersikap baik kok pada Satang." Pond menjawab tanpa ragu sedikitpun.

Dunk belum merasa tenang. Dia mulai bersikap seperti induk kucing yang mengkhawatirkan bayinya.

"Tapi, seseorang bernama Winny itu terlihat galak. Jika dibandingkan dengan Kak Nicha, bedanya bagaikan bumi dan langit. Apa kamu yakin dia bukan anggota geng tertentu, atau malah sindikat mafia?" Dunk bertanya lagi.

Kali ini Joong tertawa mendengar celotehan Dunk yang jika didengar lebih lanjut akan terdengar semakin ngawur.

"Dia memang seperti itu kok. Dia tidak jahat. Yah, meskipun dia hanya baik pada Satang saja, setidaknya kamu bisa yakin bahwa Satang ada di tangan yang tepat. Dan karena Winny membawa Satang pergi, sekarang kita bisa pergi tanpa diawasi langsung oleh kaisar Naga." Joong meyakinkan Dunk, menarik tangan halus itu dan mengecup punggung tangannya.

Dunk diam. Dia sudah terlalu pusing. Karena alasan itulah dia meminta Joong membawanya pergi ke mana saja asalkan dia tidak harus pulang sampai besok.

"Ngomong-ngomong, aku senang menjasi pacarmu." Joong mengingatkan Dunk pada apa yang sudah dikatakannya di depan calon suaminya tadi.

Seluruh wajah Dunk memerah seperti kelopak mawar, membuatnya menbuang muka ke samping dan mengalihkan tatapan pada pemandangan sekitar.

Panorama kota sudah berubah setelah Joong mengemudi selama hampir dua jam. Mereka tampaknya berada di sebuah wilayah yang lebih jarang penduduknya.

***

Seperti yang sudah Dunk perkirakan, begitu dia menginjakkan kaki di dalam rumah, kedatangannya disambut suara nyaring sang kakek.

Sesepuh keluarganya itu entah sudah sejak jam berapa berada di sana, menunggunya. Dunk yang baru kembali setelah menginap di kamar Joong lantaran saat pergi ke tempat Pond, dia justru mendapati sahabat terbaiknya itu membawa Phuwin menginap di sana. Tentu saja Dunk tidak ingin menganggu.

"Duduklah, Dunk!" Kakek menunjuk ke sofa tunggal yang berseberangan dengan tempatnya duduk.

Dunk menurut, duduk di tempat yang sudah diminta. Rasanya seperti akan menjalani persidangan dan dialah tersangkanya. Tanpa pengacara, tanpa pra-perardilan. Hanya dia dan hakimnya langsung.

"Michael sudah menyampaikan apa yang kamu lakukan semalam. Dari mana kamu setelah itu? Sekarang baru muncul jam delapan pagi, tanpa bisa dihubungi?" kakek bertanya. Suaranya tidak tinggi tetapi penuh penekanan.

"Itu artinya Dunk tidak perlu mengatakan apapun soal kemarin malam karena Michael atau siapapun itu namanya ... sudah mengadu pada Kakek. Sejujurnya, dia membuat Dunk merasa sangat tidak nyaman sehingga harus pergi dengan mematikan telepon, berpikir lebih banyak." Dunk menjawab.

Selaman, dia menangis keras seperti bayi di pantai, mengeluh dan memaki-maki, bertingkah seperti tidak ingin bertemu esok hari. Tetapi, Joong yang menemaninya memberinya ketenangan, membawanya mengunjungi sebuah dunia di mana dia tidak dikekang oleh pilihan yang sedang dia hadapi sekarang, membuat Dunk kembali memiliki niatan untuk pulang ke rumah dan menyuarakan pilihannya sendiri.

Setidaknya dia tidak hanya diam saja ketika dipaksa menerima sesuatu yang tidak dia inginkan. Jikalaupun ke depannya nanti dia dengan terpaksa tetap harus mengikuti keputusan yang tidak disepakatinya itu, Dunk masih bisa menunjukkan bahwa kegagalan di depan adalah apa yang dibawa oleh ketidaksetujuannya.

"Baguslah jika kamu masih bisa berfikir. Kamu seharusnya mengerti bahwa kakek hanya memilihkan sesuatu yang terbaik untuk kamu!" Kakek sepertinya salah menangkap apa yang Dunk sampaikan.

Dunk tersenyum. Dia mengingat seseorang dalam mimpi pendek yang dia lihat menjelang pagi ini.

Senyum yang tenang, mata penuh keyakinan, wajah tidak memiliki keraguan. Bahkan di dalam sangkar terbakar sekalipun, dia akan tetap menjadi phoenix. Dia boleh menjadi abu tetapi akan tetap terlahir kembali.

"Apakah kakek akan membiarkan seseorang yang sudah melukaiku melakukan hal yang sama dua kali?" tanya Dunk.

Kakek langsung bereaksi cepat. Menanyakan siapa yang sudah melulai Dunk dan bagaimana dia melukainya.

Dunk melipat lengan kemejanya, kemudian mengangkat tangannya. Calon suami pilihan kakeknya menariknya seperti peliharaan semalam, meninggalkan jejak genggaman yang memerah.

"Kakek menanyakan luka yang terlihat seperti ini, atau yang tidak terlihat?" Dunk kembali bertanya.

Kakek diam.

Dunk mengambil kesempatan untuk melanjutkan.

"Pada pertemuan pertama, dia sudah tidak menanyakan apa yang aku sukai tetapi mempermalukanku di depan teman-temanku. Pada pertemuan pertama, dia sudah menunjukkan tabiat kasar dan kekanakannya. Dia mungkin hidup separuh lebih lama dari usiaku, tetapi bagiku, setahun bersamanya mungkin cukup untuk membuat kakek menghadiri pemakaman cucu kakek ini!" Dunk tidak segan memberikan gambaran mengenai hal terburuk yang mungkin bisa terjadi.

"Kamu meninggalkannya dan memilih pergi dengan pacarmu."

Dunk menanggapi dengan senyuman lagi. Laporan yang tidak salah tetapi tidak lengkap akan menciptakan kesalahan vonis.

Sialan.

Dunk tidak akan membiarkan orang itu pergi tanpa setidaknya satu tamparan atau satu pukulan.

"Benar. Dunk memiliki pacar dan dia yang melindungiku semalam. Seumur hidup, tidak pernah ada yang melukai Dunk ini bukan? Semalam adalah pertama kalinya. Dunk datang hanya untuk menghormati dan mematuhi kakek, bukan untuk dipaksa menerima kesombongan dan keangkuhannya. Dunk hanya menyampaikan bahwa bahkan jika kami menikah sekalipun, Dunk tidak akan diam dan menjadi peliharaannya di rumah. Dia tidak bisa mengekang Dunk, hanya itu syaratnya. Yah, karena dia tidak sepakat, tentu saja Dunk mengatakan bahwa Dunk tidak bersedia untuk menikahinya. Pembicaraan selesai, Dunk pindah ke meja di mana Pond dan beberapa teman sedang merayakan sesuatu." Dunk memberi cerita yang lebih lengkap.

"Lantas, dia datang dan membuat keributan. Menarik Dunk sampai seperti ini seolah Dunk bukan manusia tetapi boneka. Bukan hanya itu saja, dia juga mengancam kami. Hampir saja dia memukul seseorang. Semalam dia ditendang keluar bukan karena orang lain tetapi dirinya sendiri. Dunk juga berencana akan melaporkan kekerasan yang dia lakukan kepada polisi jika dia tidak meminta maaf. Mungkin seseorang yang lain akan mengajukan keluhan juga!" Dunk melanjutkan.

Dia tidak memberi waktu kepada kakek untuk mencoba menyanggah, membujuk apalagi menciptakan ilusi seoalah semua itu terjadi hanya karena Dunk belum mengenal Michael atau karena laki-laki itu terlampau cemburu. Dia segera undur diri, mengakui rasa lelahnya dan jadwal kelasnya hari ini sudah menunggu.

Perihal cemburu, kaisar Naga mungkin adalah makhluk yang paling harus dia waspadai kecemburuannya. Hanya saja, Dunk tidak tahu mengapa semalaman makhluk itu membiarkannya menikmati waktu berdua saja dengan Joong dan tidak mengacau.

***

Jumat 16 Februari 2024
23.46

7 ConcubineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang