The Fairy

244 34 0
                                    

Dunk membuang napas lega. Dia menyelesaikan presentasi kelompok dan kuis pada kelas berikutnya dengan cukup baik meski seluruh tubuhnya terasa sakit dan nyeri. Untuk berangkat ke kampus saja, Dunk harus memaksakan diri dan datang kurang dari semenit sebelum profesornya datang.

Sekotak susu segar rasa stroberi dan cheese cake diletakkan di atas meja Dunk, membuat model berwajah se-magic peri itu mengangkat kepalanya yang diistirahatkan di meja. Dia sempat mengira bahwa Pondlah yang datang dan membawakanya makan siang, tapi ternyata dia tak menemukan seorangpun di dalam ruangan.

Pond sudah khawatir dan mencurigai kondisinya sedang kurang sehat begitu Dunk masuk ke dalam kelas. Dunk juga tak membantah karena dia tahu Pond akan tetap mengetahuinya juga. Bagaimanapun, selama bersahabat dengan cowok itu, Dunk menyadari bahwa Pond memiliki mata yang entah bagaimana sangat pandai menemukan hal-hal kecil. Jangankan wajah Dunk yang memucat, dia bahkan bisa mendongak untuk memandangi langit yang sedang cerah lalu dengan santai mengatakan hujan akan turun. Tak ada yang percaya tentu saja, tapi apa yang Pond katakan benar terjadi setengah jam kemudian.

"Apakah dia buru-buru pergi?" Dunk berguman dengan wajah heran, tapi segera mengisi perutnya.

Rasanya sedikit aneh, tak seenak biasanya meskipun ada label dari toko kue yang sama dengan yang biasa dia makan. Bukan berarti rasanya tidak enak, Dunk hanya merasa ada yang aneh tapi tak bisa menjelaskan letak keanehannya ada di mana.

Begitu selesai makan dan menghabiskan susu rasa stroberi itu, Dunk merasa jauh lebih sehat. Energinya yang semula menguap terisi penuh seketika.

"Dunk, apakah kamu terlalu lama menungu? Hari ini toko kue itu antre banget gara-gara Nicha memposting kue dari sana." Pond datang dengan membawa keluhan dan juga kotak kue dari toko yang dia maksud.

Dunk yang baru saja membuang kotak yang sama kaget karena Pond ternyata baru datang.

"Kamu baru kembali?" tanyanya heran.

Pond menganguk sambil meletakkan kotak berisi cheese cake ke meja.

"Pond, tapi aku baru saja makan cheese cake dan susu stroberi. Itu bukan dari kamu?" Dunk mencoba mengkonfirmasi dengan wajah penuh harap Pond akan mengatakan bahwa apa yang Dunk makan memang berasal darinya.

Sayangnya, Pond bahkan terlihat lebih bingung dari Dunk sendiri.

***

"Lain kali, lebih berhati-hatilah lagi. Anggap ini sebuah keberuntungan karena kamu baik-baik saja setelah memakan makanan yang kamu bahkan tak tahu berasal dari mana!"

Dunk menganguk. Dia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menyanggah apalagi melawan managernya. Apa yang dia lakukan memang jelas sebuah keteledoran yang sangat mungkin berakibat fatal, sementara di sisi lain, apa yang dikatakan managernya adalah benar tanpa terkecuali. Bukan hanya kepada Dunk, laki-laki yang sudah seperti ayah kedua bagi Dunk itu juga mewanti-wanti Pond untuk masalah yang sama.

"Kadang, ketika seseorang sudah disihir oleh perasaan suka yang berlebihan, mereka akan mewajarkan tindakan yang melampaui batas dan sering kali mereka tidak bisa lagi membedakan yang benar dan yang salah. Banyak orang yang seperti ini, bertindak nekat dan merugikan orang yang mereka sukai. Tidak hanya satu atau dua penggemar yang memiliki kondisi seperti itu, jadi kalian juga harus bisa membawa diri." tambahnya.

Dunk hanya menganggukkan kepala sebagai tanda mengiyakan. Dia lantas mengambil pena untuk menandatangi persetujuan terlibat dalam proyek pagelaran busana besar yang akan diadakan beberapa hari kedepan. Sangat mendadak memang, tapi karena tawaran itu adalah sesuatu yang mungkin tidak akan mudah datang untuk yang kedua kalinya, Dunk langsung menyetujuinya. Pagelaran busana yang juga akan membuatnya bekerja sama dengan Win dan Nicha.

Pond datang untuk urusan yang sama. Dia menerima tawaran untuk menjadi model dalam music video penyanyi dari label besar.

"Oh ya, Dunk. Bacalah ini!" manager menyodorkan tablet yang pada layarnya menunjukkan foto dan profil sebuah band.

"Band ini sedang populer, mereka memang baru aktif tahun ini tapi basis penggemar mereka luas dan cukup kuat!" jelasnya saat Dunk sedang membaca profile band yang berangotakan beberapa remaja dalam kisaran usianya itu.

"Ok. Lalu?" Dunk bertanya setelah membaca keseluruhan profil band dan para anggotanya.

"Mereka akan merilis album pertama dan agensi mereka menghubungi, menanyakan kemungkinan kamu dan Pond untuk menjadi model video musik album itu." Manager menjelaskan.

Dunk lantas mendengarkan pemaparan sang manager mengenai konsep video musik yang akan mengambil tema romantisme antara manusia dengan seorang peri, jenis cinta yang tidak memiliki kemungkinan untuk bersama.

Awalnya Dunk merasa ragu, terutama karena dia lebih banyak bekerja untuk pemotretan, iklan dan tentu saja runway. Namun, karena dia akan bekerja dengan sahabatnya sendiri, Dunk akhirnya besedia menerima pekerjaan itu, menandatangani kontraknya, lalu bersiap pergi untuk pemotretan sebuah majalah.

***

Dunk tersenyum lebar sambil memeluk buket bunga peony merah muda yang membuatnya terlihat seperti sosok peri bunga dalam buku dongeng.

Lokasi pemotretan adalah sebuah studio di tengah kota yang sengaja diubah menjadi taman dalam ruangan. Bunga-bunga disusun dalam gradasi warna pastel dan dihadapkan dengan sistem pencahayaan dan kamera yang terus bekerja.

"Ok, berikutnya!" Fotografer memberi tanda dengan mengangkat tangannya.

Dunk melepas napas lega. Salah seorang staf mengambil alih buket peony sementara penata rias datang untuk memperbaiki riasan matanya dan mengubah warna lipstiknya.

Semua orang bekerja dengan cepat. Tangan dan kaki terus bergerak. Terakhir, staf yang tadi mengambil alih buket Peony dari Dunk kembali dengan membawa kalung yang dibuat dari rangkaian mutiara.

Sekarang, di lehernya melingkar kalung mutiara yang harganya bisa digunakan untuk membeli sebuah rumah. Foto-foto kembali diambil dan Dunk terus berpose sesuai arahan fotografer.

Proses besar pemotretan yang terdiri dari persiapan sampai waktu di mana Dunk sudah bisa kembali memakai kaos santai dan celana jeansnya adalah tujuh jam. Otomatis, dia baru meninggalkan studio itu menjelang tengah malam.

Pond tidak bersamanya karena mereka punya pekerjaan yang berbeda hari itu. Model lain yang melakukan pemotretan sudah pulang jauh lebih awal, karena Dunk adalah model utama tungal dalam pemotretan hari itu. Image peri dengan warna pastel dan bunga-bunga serta perhiasan yang mewah tapi berkesan manis selalu cocok dengan Dunk.

Jalanan tak lagi ramai di jam itu. Sialnya, banyak kafe dan restoran yang telah tutup di jam sepuluh malam sementara Dunk hanya mengunyah sebutir apel dan sebotol air mineral untuk makan malamnya tadi. Dia tahu dia harus menjaga bentuk tubuhnya, tapi serius, sejak kembali dari pemotretan di hutan tempo hari berat badannya sudah jatuh tiga kilogram banyaknya. Belum lagi, Dunk merasa tubuhnya menjadi lebih mudah lelah.

Dia lapar dan ingin makan. Di satu sisi, Dunk ingin makan udon atau semacamnya, tapi di sisi lain, dia memikirkan jumlah kalori yang harus dia tekan.

Audi putih tunggangannya bergerak membelah jalanan kota yang lengang. Dunk ingat ada rumah makan enak yang menyajikan makanan sehat tak jauh dari posisinya saat itu, sehinga dia segera putar balik.

Maserati hitam bergerak santai dan tajam di belakangnya, baru Dunk sadari saat menghadapi lampu lalu lintas.

Apakah dia sedang diikuti penguntit.

Astaga, Dunk mulai khawatir.

***

7 ConcubineWhere stories live. Discover now