Pertemuan Dua Darah

259 30 3
                                    

Dunk menatap tajam model yang sedang berpose bersama Pond dan Win. Tidak secara langsung karena dia hanya sedang berdiri di depan layar besar di mana sedang ditampilkan iklan sebuah produk minuman, dan tiga orang itu menjadi model iklannya.

Siang ini terik. Mendung pagi tadi lenyap tak berbekas. Semua kelasnya sudah selesai dan Pond menjemputnya untuk makan siang bersama teman-teman dari fakultas yang sama. Salah seorang kawan sejurusan menarik Dunk agar segera mengikuti rombongan mereka. Pond yang sempat tertinggal karena membeli thaitea untuk mereka semua akhirnya berhasil menyusul, merangkul Dunk dari sisi yang masih kosong dan berjalan mengiringi sahabatnya itu.

"Nih, minum dulu. Kamu terlihat seperti mayat tanpa jiwa sejak pagi!" Pond menyodorkan satu minuman yang berbeda dari yang lain.

Dunk menerima minuman itu dan segera meminumnya sambil terus berjalan menuju ke sebuah restoran bergaya retro yang ada di lantai delapan mall.

"Pond, aku pikir semalam terjadi sesuatu!" Dunk berbisik.

Pond mengarahkan pandangannya pada Dunk, menarik sedotan dari bibirnya agar suaranya terdengar lebih jelas.

"Terjadi apa?" tanya si tampan yang berjalan tanpa peduli semua mata sedang tertuju ke arah mereka.

"Aku tidak tahu, tapi saat aku bangun, aku pikir ada mimpi aneh yang tidak bisa aku ingat. Lalu, saat melihat kamu dan Joong dalam iklan, aku pikir, aku bertemu Joong semalam!" Dunk berusaha keras agar hanya Pond yang mendengar perkataannya, sehinga dia mendekatkan bibirnya ke telinga Pond, nyaris terlihat seperti menempelkan wajahnya di wajah samping Pond.

Pond segera merangkul Dunk lebih erat tetapi tidak menanggapi pernyataan Dunk sebelumnya.

"Kamu memimpikan seseorang?"

Dunk menoleh ketika mendengar suara seseorang. Bukan satu di antara teman-temannya, melainkan dari kelompok lain yang kebetukan melintas dan dia tanpa sengaja mendengar mereka mengobrol.

"Tapi rasanya nyata sekali, astaga aku bangunbdan langsung merinding!" Suara yang sama terdengar.

"Mungkin kamu hanya terpengaruh obrolan anonim di situs online!" Salah seorang temanya yang sedang membawa gitar di pungung menyahut sambil mengetikkan sesuatu pada gawainya.

Mereka semua memakai masker, bertopi pula. Satu di antara mereka bahkan memakai kacamata, menyulitkan orang lain untuk mengidentifikasi wajah. Tetapi, sepatu itu jelas edisi terbatas dan kaos lengan pendek brand ternama yang mana Nicha menjadi brand ambassadornya. Jeans yang membuat kakinya terlihat ramping, serta rolex di pergelangan tangan. Suaranya juga terdengar akrab.

Tanpa sadar, Dunk sudah berhenti berjalan dan memperhatikan mereka, sementara mereka terus bergerak menjauh sambil mengobrol, tidak memperhatikan sekitar lagi.

Pond yang ikut berhenti memperhatikan arah pandang Dunk, kemudian secara tiba-tiba menarik Dunk, nyaris seperti menyeretnya mendekati sekumpulan bocah yang hampir memasuki sebuah toko perlengkapan musik.

"Kalian lagi ngapain?" Pond menanyai mereka, seperti sudah akrab, tak menyapa pula.

Satu yang sibuk dengan gawai dan membawa gitar menoleh paling awal. Dia memakai masker tetapi Dunk bisa melihat matanya tersenyum. Ada satu aksesoris seperti tali berwarna hitam yang melingkar dua kali di lehernya, membuat lehernya terlihat lebih jenjang dan memberi kesan imut namun nakal di saat yang sama. Mata kucingnya sangat cantik, membuat mata Dunk memanas tanpa alasan yang bisa dia sebutkan.

"Tidur siang. Apa kamu tidak lihat kami akan masuk ke mana?" sahutnya, membuat Dunk terkejut, tetapi tidak dengan Pond yang malah tertawa.

"Tunggu, apakah ini adalah pacarmu yang terkenal itu? Kak Dunk ya?" pemilik suara yang sebelumnya menarik perhatian Dunk menarik mundur si pembawa gitar lalu maju mendekati Dunk, memajukan wajahnya sampai Dunk bisa melihat titik-titik manis di bawah matanya.

7 ConcubineDär berättelser lever. Upptäck nu