Cermin

200 30 3
                                    

"Maaf, aku mungkin terlalu lelah jadi melantur." Dunk berucap.

Fourth, atau setidaknya Dunk ingin memanggilnya begitu lantaran wajah sosok di depanya sangat mirip dengan sosok vokalis band populer berisi beberapa remaja itu menganguk-angguk lucu seperti sebuah boneka. Dunk tidak bisa menahan bibirnya untuk tertarik naik, tersenyum karena bocah mengemaskan itu.

"Tidak apa-apa. Mungkin setelah beberapa hari berada di sini, kamu merasa rindu dengan hutan tempatmu berasal. Aku dengar, para peri memang hidup dalam koloni sementara di sini tidak ada peri bunga yang lain. Tidak apa-apa, aku juga punya darah peri meski bukan darah murni." Fourth tersenyum cerah, membuat Dunk turut tersenyum lagi.

Aura sosok itu cerah seperti matahari pagi. Dunk mengangkat sedikit tangannya, mencoba untuk memahami sesuatu. Pakaianya adalah beberapa lapis kain yang semakin tipis di bagian luarnya, dengan sulaman bunga-bunga indah mengunakan benang berwarna-warni, timbul dengan indah dan beraroma mawar.

Menurut Fourth, dia baru beberapa hari berada di tempat itu. Tempat yang serupa taman, sangat indah dengan berbagai jenis dan warna bunga. Dunk lantas mengajak Fourth untuk berjalan-jalan di sekitar sana. Ada kolam dan sungai kecil berair jernih. Fourth memuji tempat itu dan mengatakan bahwa dia juga ingin ada banyak bunga di istana tempatnya tingal. Dunk memandangi bayanganya yang tergambar di permukaan air kolam. Dari apa yang dia lihat, sepertinya sosok peri yang sedang dia perankan dalam mimpinya itu memang sangat mirip dengan dirinya yang asli, seperti sedang bercermin.

Bayangan itu benar-benar persis dirinya, dalam versi yang lebih lembut dan entah mengapa memberikan kesan berkilau.

Kain yang menyelimuti tubuhnya bergerak bersama angin, menebar aroma mawar yang semakin pekat. Pada bagian dalam, pakaiannya berwarna putih, sementara dua bagian paling luar berwarna toska dan emas. Tubuhnya juga dihiasai banyak perhiasan. Perbedaan antara dirinya yang nyata dengan apa yang dia lihat di permukaan kolam itu hanyalah kulit yang lebih terang dan model rambut saja.

"Peri, apakah aku boleh memetik beberapa bunga milikmu?" Fourth bertanya sembari menunjuk beberapa mawar berwarna campuran ungu, merah dan hitam. Jenis mawar yang belum penah Dunk lihat sebelumnya, berukuran selebar telapak tanganya dan mekar bergerombol.

Dunk mengangukan kepala dan menjawab dengan baik, "Tentu saja!"

Fourth menunjukkan rasa bahagianya, mengucapkan terima kasih lalu memanggil salah satu dayangnya dan memintanya untuk mengambil beberapa tangkai mawar tadi. Dunk membiarkan Fourth melakukan apa yang dia mau dan membiarkan Fourth menceritakan apa saja. Rasanya seperti memiliki seorang adik sekaligus menyadarkan bahwa Fourth di depannya berbeda dengan si vokalis band yang sudah satu atau dua kali dia temui. Yang satu manis dan mengemaskan, berbicara dengan suasana ceria, sementara yang satu lagi memberi kesan seorang bintang yang kokoh meski tak menutupi kelembutan parasnya.

Percakapan ringan mereka diinterupsi oleh kedatangan dua orang prajurit, membuat Fourth menjerit dan mengomel kepada mereka kerena berani masuk ke wilayah terlarang. Keduanya berlutut dan memohon ampun, tetapi menyampaikan bahwa mereka datang tanpa senjata atas perintah dari kaisar.

Fourth sekali lagi mengusir mereka, tetapi Dunk menahan remaja itu dan menanyakan alasan kedua prajurit datang ke tempatnya. Dunk belajar dari reaksi Fourth yang secara tidak langsung menjelaskan bahwa seharusnya taman tempat Dunk tingal adalah tempat terlarang bagi para prajurit.

"Mohon pengampunan bagi kami, Yang Mulia selir agung keempat dan ketujuh, kaisar meminta kami memeriksa seluruh istana para selir agung karena ada penyusup yang masuk. Yang mulia kaisar kahwatir anda sekalian akan dilukai!" jawab salah satu prajurit itu.

Dunk tidak begitu paham, juga tidak begitu peduli. Dia membiarkan mereka memeriksa untuk sejenak sampai kemudian pergi karena tempat itu terlalu luas untuk diperiksa oleh dua orang. Fourth menyusul kepergian mereka tak lama kemudian, mendorong Dunk kembali duduk di gazebo yang sebelumnya dia tempati.

Dia memejamkan mata, berharap ketika membukanya lagi dia sudah kembali ke kamar Joong. Sayangnya, dia dibangunkan oleh salah satu dayangnya sendiri. Tentu saja, yang Dunk maksud adalah dayang dari sosok yang dipangil peri di dalam mimpinya.

"Yang mulia, utusan dari yang mulia selir agung keenam memohon izin untuk menemui anda!" ungkap salah satu dayang itu.

Dunk menganggukkan kepala dan mengayunkan tangannya. Dunk tak tahu apa yang dia lakukan karena dirinya telah kembali ke posisi sebagai pengamat dan tidak bisa mengendalikan tubuhnya.

Tiga orang dayang dibawa untuk mendekatinya. Salah satunya berpakaian lebih megah dari dua yang lainya, ketiganya membungkuk, memberi hormat sampai Dunk mempertanyakan alasan kedatangan mereka. Pakaian mereka memiliki corak yang khas, dengan bahan yang lebih tebal dari dayang milik Dunk atau Fourth, sang selir agung keempat yang masih sangat muda itu. Dominasi warna putih yang diujungnya justru dipertemukan dengan warna hitam dan merah api, membuat pakaian mereka terasa ankan kesan yang kuat.

"Yang mulia selir agung keenam mengirimkan hadiah untuk anda, Yang Mulia!" ungkap dayang yang berada di tengah.

Selir di sisi kanan lantas mengangkat nampan yang ditutup kain emas. Ada sulaman berbentuk seekor makhluk yang Dunk rasa adalah perpaduan antara beberapa binatang dengan sayap yang meliuk. Pemimpin dayang Dunk menerima nampan itu lalu membuka kain emas yang menutupinya. Sebuah cawan berada di sana, menebar dingin yang khas sekali.

"Yang mulia, ini adalah madu es. Anda jatuh ke dalam kolam malam tadi sehingga Yang Mulia Selir Agung keenam berpikir anda mungkin membutuhkan obat ini!" dayang yang sama menjelaskan.

"Ini benda yang sangat langka, sampaikan ucapan terima kasihku kepada Yang Muliamu. Sebelum kamu kembali, biarkan aku mengirimkan sesuatu sebagai hadiah perkenalan untuk Yang Mulia selir agung keenam!"

Dunk mendengar suaranya sendiri. Cara mereka berbicara ternyata cukup jauh berbeda. Tidak ada kesan buruk sama sekali dari citra berbicara versi dirinya dalam mimpi.

Dunk lantas berjalan turun dari gazebo, berjalan menuju ke sebuah pohon yang ada di sebelah bangunan itu.

"Biji-bijian dari pohon ini dapat bertahan di dalam suhu yang sangat dingin!" ungkapnya.

Dunk tak mendengar sisa percakapan karena suara berikutnya adalah pecahan benda yang cukup besar, disusul suara Joong dan suara Pond yang saling menyahuti.

Mimpinya berakhir karena dua cowok yang hebih berisik dari sekelompok bebek menghancurkan dapur.

***

"Kamu yakin tidak apa-apa kembali ke rumahmu? Orangtuamu masih dalam perjalanan, Dunk." Pond menanyakan kesiapan Dunk.

Yang ditanya mengangguk sambil terus mengetikkan cerita mengenai apa yang dia alami dalam mimpi lewat tablet elektroniknya.

Merasa bahwa Pond masih mengkhawatirkannya, Dunk menghentikan gerak tangannya dan menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Tenang saja, lagi pula seluruh rumah sudah diperiksa dan dipastikan aman. Ular itu mungkin hanya sedang tersesat dan kebingungan!" Dunk mencoba meyakinkan Pond agar tidak lagi khawatir.

Pond mengangguk.

Mereka sudah sampai di depan rumah Dunk. Langit sudah kembali gelap dan Dunk tidak lagi merasakan demamnya. Begitu tidur dan bermimpi, Dunk merasa seperti sudah meminum obat terbaik di dunia dan menjadi sehat lagi.

"Aku membicarakan beberapa hal dengan Joong dan itu membuatku lebih khawatir. Tapi sudahlah, pokoknya kamu telepon saja aku jika terjadi sesuatu!" Pond kembali berucap.

Dunk mengangukkan kepala. Dia keluar dari mobil Pond dan secara tidak sengaja melihat ada seseorang berdiri di depan gerbang rumah.

"Dunk, kenapa?" Pond yang melihat Dunk mematung bertanya.

Dunk segera menggeleng, menutup pintu mobil dan melambaikan tangan kepada Pond. Saat mobil yang Pond kendarai memutari kolam air mancur di depan rumah untuk pergi, Dunk kembali menoleh ke arah gerbang rumahnya, tetapi sosok itu sudah tidak ada di sana.

***

16 Sebtember 2023
12.18

7 ConcubineWhere stories live. Discover now