Dear You [TXT fanfict]

By Goraenbow

1K 104 0

"Kalau suka tuh bilang, jangan diem aja." ••Pernah kepikiran gak kalau suatu saat bakal deket sama orang yang... More

hello!
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

20

16 0 0
By Goraenbow

"Jadi nanti lo bakal sering bolak balik ke Jakarta?"

Keduanya hanya duduk santai di bangku kantin. Jam pulang sekolah sudah lewat sedari tadi. Berhubung  jemputan Haruna belum kunjung datang, Putri yang tidak sedang terburu-buru pulang pun memilih untuk menemani teman sebangkunya itu di kantin.

"Enggak sih, kan tetep harus sekolah. Bunda bilang, nanti malah capek di jalan," jawab Putri.

"Terus lo bakal sering sendirian di rumah?"

Putri mengangguk. Bagaimana lagi? Beberapa waktu lalu, kecelakaan yang menimpa ayahnya di luar kota tentu mengharuskan beliau untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Mau tidak mau, bundanya yang harus bolak-balik Bandung-Jakarta tanpa mengajak putrinya.

Tidak terlalu banyak yang berubah. Waktunya bersama kedua orang tua di rumah memang tidak terlalu banyak sebelumnya. Jadi harusnya, kali ini tidak akan jauh berbeda.

Masih ada seorang yang masih bisa terus menemaninya. Harusnya.

"Mput?"

Seseorang menyapanya.

"Kak Satria? Belum pulang kak?"

"Abis ngerjain tugas kelompok. Kamu belum pulang juga? Udah lumayan sore loh ini"

"Lagi sibuk merhatiin yang lagi main basket kayaknya kak. Gak tau tuh yang mana satu, yang pake kacamata atau si merah, Put?" sela Haruna yang baru datang setelah membayar makanannya.

Sontak Putri memberontak. Asumsi dari mana? Ia kan hanya iseng menatap lapangan basket. Mana tahu ada Theo dan Arjuna yang sedang berlatih disana.

"Dih, ngaco banget ngomongnya. Gak dua duanya."

"Uluh ditolak mentah-mentah."

"Tapi... Kalo Kak Satria mah gak akan nolak kali ya?" bisik Haruna pelan.

Lagi-lagi dibuat kikuk setengah mati. Untung saja Satria tidak dapat mendengar yang terakhir.

"Eh Kak, gue duluan ya, jemputannya udah dateng," pamit Haruna.

"Loh? Gue juga-/"

"Kak Satrianya temenin dulu lah...masa lo tinggalin? Atau mendingan kalian bareng ke parkiran sekalian sih kata gue mah, ya ga kak? Iya dong. Biar efektif efisien, cocok lah pokonya, gas ngeng. Bye, Put!"

Bersama-sama, dua yang tersisa menyaksikan tas ransel biru pastel itu semakin menjauh, perlahan menghilang dari jangkauan mereka.

Haruna benar-benar. Ia selalu bisa membuat teman sebangkunya itu tidak berani menghadap sosok tinggi di sebelahnya.

"Boleh juga kata Haruna. Kita bisa ke parkiran sama-sama," ujar Satria.

"Tapi, ada yang perlu diomongin dulu sama Arjuna," sambungnya.

"Aku tunggu disini aja. M-maksudnya, kalau emang mau bareng ke parkirannya, Kak Satria temuin aja dulu Arjuna nya."

"Kantin udah mulai pada tutup. Masa ditinggal sendirian disini? Ayo, ikut aja."

Tidak tahu. Kenapa rasanya ia cukup malas bertemu kedua manusia yang tengah berlatih untuk turnamen basket itu?

Tapi tidak ada alasan untuk menentang ajakan Satria. Benar, apalagi anak itu sudah mengulurkan tangannya.

"Ayo!"

📖

Dug! Dug! Dug!

Theo pernah ngasih tau cara dribble bola basket yang bener beberapa kali. Gue rasa, cara gue ngedribble sekarang juga gak salah. Entah berapa kali anak itu ngelirik gue yang terus diem di tempat. Mungkin dia nungguin kapan waktunya gue bakal masukin bola basketnya ke dalam ring.

Harusnya dia tau, gue gak bakat. Dan mungkin, sebenernya bukan bola basketnya yang Theo perhatiin. Bisa jadi dia sadar akan ekspresi gue yang gak karuan, membelakangi dua orang manusia yang kelihatannya sedang punya urusan.

"Bisa gak main basket???" tanya Arjuna tiba-tiba. Tandanya, obrolannya bersama Satria sudah selesai.

"Ehh, enggak. Gue cuma nyoba main-main doang. Nih," ujar Putri, mengembalikan bola oranye itu ke pemiliknya.

"Coba masukin ke ring, Put," kata Satria yang tentunya langsung diberi penolakan.

"Gabisa kak, Kak Satria aja cobain."

Bukannya ikut mencoba, Satria malah mengembalikan bola yang sebelumnya sudah Arjuna berikan. "Lain kali aja...kalo udah jago," katanya tersipu malu.

"Pfft, beliau ini kalo soal sepak bola emang jago. Tapi kalau basketmp!-/"

"Udah, gausah buka kartu," titah Satria yang membekap mulut adik kelasnya itu.

Ngomong-ngomong, si anak berkacamata tidak berpaling dari aktivitasnya. Ya...kalau soal mendengar, pendengarannya tentu masih berfungsi dengan baik. Ia hanya tidak memiliki apa-apa untuk di katakan.

"Yaudah, gue balik duluan. Theo! Duluan ya!" seru Satria.

"Iya, kak! Hati-hati di jalan," balas Theo.

"Tuh, Put. Hati-hati katanya," goda Satria.

"Apasih kak, ngomongnya ke Kak Satria juga."

Theo menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia membalas lambaian tangan teman kecilnya yang pamit pulang lebih dulu.

"Duluan ya!" katanya, disertai senyuman. Pasti berbeda dengan wajahnya kemarin-kemarin. Dan mestinya, Theo bisa menebak alasannya.

Kini, lapangan basket hanya dihuni oleh beberapa dari mereka yang akan bersiap untuk turnamen nanti.

Dug! Dug! Dug!

"Theo," panggil Arjuna pelan.

"Naon?"

"Maneh gak cemburu kan?"

"...cemburu?" "Ya enggak lah, yakali. Ngapain juga."

📖

"Teh! Labu diatas pohon!" seru Putri yang kaget melihat kucing kesayangan tetangganya itu berada di atas dahan pohon yang cukup tinggi. Tengah hamil pula bukannya?

Theo yang sebelumnya tengah asyik membaca buku di teras rumahnya lantas menoleh.

" Gapapa. Udah biasa, nanti juga turun sendiri."

"Yakin? Tinggi loh itu."

Dulu, waktu Labu masih dalam masa hiperaktif alias dalam masa lincah-lincahnya menjadi anak kucing, sempat ada insiden di rumah Theo. Kucing itu awalnya asyik main sendiri di atas genting rumah. Tapi lama kelamaan, ia tidak bisa turun sendiri. Theo sampai rela pinjam tangga ke rumah tetangga demi bisa menyelamatkan kucingnya.

"Labu sekarang udah jadi kucing profesional," ucap sang pemilik sambil menutup buku yang ia baca. "Iya kan, meng?"

Entah kebetulan, kucing itu mengeong.

Theo tersenyum bangga. "Mainnya jangan lama-lama, udah malem. Nanti kamu gabisa masuk rumah. Pintu rumah Theo kunci jam 9 ya?"

Lagi-lagi kucing itu mengeong, seperti mengerti apa yang dikatakan pemiliknya. Tak lama kemudian, Labu pergi main entah kemana.

"Keren banget tetangga gue ternyata. Belajar bahasa kucing dimana?" ujar Putri.

"Di toko oren. Abis dari mana?"

Benar juga. Gadis itu sejenak lupa dengan benda mudah cair yang ada didalam plastik belanjaannya yang tergantung di tangan.

"Beli eskrim~" jawabnya senang. "Mau? Kebetulan beli banyak."

Theo menggelengkan kepala. "Mentang-mentang gaada yang ngawasin."

"Gapapa dong sekali-sekali, lagian kan gaakan dihabisin sekaligus juga. Bisa buat besok, atau besoknya, atau besoknya besok lusa, dan besok besok besoknya besok. Ini namanya menghemat energi," jelas Putri.

"Alesan." ucap Theo. "Mana sini bagi satu, aku bantuin biar cepet abis."

"Dih, mau juga lo."

"Ya tadi siapa yang nawarin? Kan gak baik menolak rezeki."

"Iyadeh. Yaudah, aku masuk rumah y-/"

"Eh udah makan malem belom?"

"Eum.. Gak laper sih," ujar Putri yang mulai menggigit es krimnya.

"Heh, mana boleh makan es kalau belum makan nasi?? Bilangin tante loh nanti. "

"Jangan. Besok pagi deh makan nasi. Sekarang mah keburu kenyang. Dah ah, ngantuk-/"

"Pr kimia udah dikerjain belom? Dikumpul besok loh."

"Udah dong, easy. Tadi diajarin Haruna caranya."

Theo tersenyum. "Pinter."

"Haruna," lanjutnya.

Padahal sudah senang karena dipuji. Ternyata bukan untuknya.

"Iyadeh." Gadis itu akan kembali ke rumahnya sekarang.

"Eh tunggu dulu..."

"Apa lagi??"

"Abis ini langsung tidur, jangan begadang."

"Iya siap."

"Minum air yang banyak kalo es nya udah abis."

"He'em."

"Kunci pintu rumah. Tutup jendela kamar, anginnya lagi kenceng."

"Iyyaa....udah? Lama-lama kamu kayak bunda dah," protes Putri.

"Ya kan ibumu yang titip pesen. Kalo anaknya bandel, omelin aja katanya."

"Iya deh iya. Udah boleh pulang?"

"Satu lagi," tahan Theo. "Kalo ada apa-apa, bilang aja. Jangan....ngerasa kesepian sendiri. Ada aku, umi, ada Labu juga."

"Iyaa Theo-kuu yang paling baik. Banyak juga ternyata pesen bunda. Yaudah. Aku balik, dah~"

Akhirnya gadis itu masuk kedalam rumah juga. Theo juga mengambil buku yang sempat ia tinggalkan di teras, kemudian masuk kedalam rumahnya disusul dengan Labu yang benar-benar pulang tepat waktu.

Ngomong-ngomong, kalimat terakhir tadi sejujurnya benar-benar datang dari dirinya. Saling menjaga satu sama lain, itu memang tugas seorang teman kan? 

📖

"Nomor 2! Gue dapet kelompok 2! Yang sekelompok kumpul sini ya!" Seru gadis dengan rambut panjang hitamnya yang terikat rapi. "Lo dapet kelompok berapa, Sel?" Tanyanya pada si teman sebangku yang terlihat celingukan.

"Gue? Dapet nomor sa... tu, " ucapnya memelan setelah melihat siapa yang datang mendekati meja mereka berdua.

"Lo?? Lagi?" Karina tidak percaya. "Ah males ah gue mah sama si Satria," gusar nya.

Satria yang tidak bersalah juga ikut bersuara. "Lah, emangnya gue yang milih?"

"Udahlah... Terima aja, " Kata Sella.

Karina menghela napas. "Padahal gue pinginnya sekelompok sama lo gitu Sel kali-kali."

"Dibilang lo jodohnya ama Satria. Dah ah, gue minggat yaw." Sella mulai membawa alat tulisnya yang sekiranya dibutuhkan.

"Heh, Sat, kerja yang bener ye. Awas aja bestie gue kerja sendiri," Ancam nya sembari pergi.

"Hehh, lo kira selama ini gue terima beres apa."

"Yaa pokoknya itulah!"

Kenapa pertengkaran kecil itu masih berlanjut? Jawabannya karena nyatanya mereka bertiga masih duduk berdekatan. Iya, kelompok 1 dan 2 letaknya nyaris tidak berjarak.

"Tadi kita kebagian apa, Sat?"

"Gas mulia. Kayaknya halaman 155." Satria mulai mengenakan kacamatanya. Mereka mulai serius sekarang, begitu pula dengan Karina yang mulai membuka halaman demi halaman buku paket Kimia yang tebal itu.

Semua kelompok mulai bekerja sama mempelajari materi kelompok masing-masing untuk bahan presentasi minggu depan. Tapi yang namanya kerja kelompok, terkadang ada saja fenomena satu orang bekerja di dalam kelompok.

Ya... Sebutlah Sella. Meskipun di dalam kelompok nya terdapat 5 orang, ia rasa ada beberapa diantara mereka yang terlihat malas, nyaris tidak membantu. Kalau boleh jujur, ia sedikit iri dengan kelompok tetangganya.

Satria dan Karina, mereka betulan kombinasi yang pas. Satria dengan jiwa kepemimpinannya dan Karina yang tidak kalah serius soal pelajaran, mereka bisa membuat anggota kelompok benar-benar bekerja bersama-sama.

Sekali aja. Suatu hari, boleh gak gue nyoba gimana rasanya?

"Guys,"

"Gue... Kayaknya ada catetan dari mulai Fluorin sampe Astatin. Siapa tau ngebantu kita. "

Bagaimanapun, ia hanya ingin tugasnya bisa selesai dengan secepatnya.

"Wah! Udah lengkap dong catetan lo? Rajin banget! Seriusan lo Sel? Ini bisa langsung dibikin PPT."

"Ah.. Enggak kok, yaudah, langsung bikin PPT aja."

Meskipun pada akhirnya, lagi-lagi dia lagi.

Biarlah, jika memang itu bisa menjadi alasan supaya bisa bisa dihargai.

"Buset, ngebut banget kelompok lo. Udah sampe bikin PPT,"

Sella berakting bangga. "Ekhem, slide 7 nih bos. Punya lu sampe mana? Perasaan belom liat template barunya nihh."

"Tau nih, lo sih Sat, lama banget nyari template keren. Gue pindah juga nih ke kelompoknya Sella, " protes Karina.

"Sabar dong, lagi nyari nih bentar lagi ketemu. Kayak yang udah beres aja nyari sifat fisik nya Radon, " Satria membalas.

5 detik.
10 detik.

"Mana nih?? Malah scrolling HP-/"

"Sell! Liat!" Buru-buru Karina memperlihatkan layar handphonenya.

"Film baru?? Kapan?"

"Minggu aja minggu! Ih nobar gak siee~" ujar Karina semangat.

"Ayo! - eh tunggu. Nobar apanya? Gue sama Kak Rama jadi nyamuk lagi gitu?? Ogah ah! Gak lagi. Kakak gue gak asik. Cukup sekali aja ngajak dia."

"Ih engga... Kali ini kita-kita aja," Karina meyakinkan.

Sella mulai mengangkat sudut bibir nya. "Sat, "

Satria berdeham. Pandangannya masih fokus pada layar gadget. Namun karena ia sempat mendengar percakapan kedua temannya...

"... Apa?"

"Ikut yuk, " ajak Sella.

"Apaan. Ini tugas kimia-/"

"Udaah, lanjut nanti aja. Bel istirahat juga udah bunyi kok! Rajin amat lo, "ujar Karina.

Laki-laki itu menghela napas pelan. Sesaat kemudian, ia benar-benar mematikan layar handphonenya. Kacamata yang sebelumnya dikenakan pun dilepasnya. " Gue gak cocok nonton film horror," ucapnya pelan.

Sesaat memang terkesan agak menggelitik. Realistis saja, seganteng-gantengnya Satria, ia tetap manusia. Anggap saja yang satu ini kelemahannya.

" Enggak kok, bioskop kan filmnya banyak, gak mesti horror. Ayolah, kali-kali."

Karina mengangguk, menyetuju kata-kata Sella barusan. "Yah mumpung belum lulus, selagi ada waktu. Tenang aja, lo boleh kok ngajak cemceman baru lo."

"Hah?? "

Mau Satria atau Sella, keduanya sama-sama terkejut.

"Wah, Sel, lo kudu tau sih... Si Theo sekarang ada saingannya."

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

472K 47.1K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
98.1K 16.8K 25
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
462K 8.5K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
460K 4.8K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...