FLOWERSTAR - [Regulus Black]

By luzzoei

19.9K 3.1K 484

"Jika aku harus berhadapan dengan semua orang gila itu agar kau bisa tinggal di dunia yang damai, maka aku ak... More

Bab 1: The Next Heir of Black
Bab 2: Back To Hogwarts
meet them
Bab 3: The Flower
Bab 4: Pekan Hogsmeade
Bab 5: Potions Partner
Bab 6: Ular, Elang dan Singa
Bab 7: Pesta Slug Club
Bab 8: Afterglow
Bab 9: Astronomy Tower
Bab 10: Pure-Blood
Bab 11: Knockturn Alley
Bab 12: The Mark
Bab 13: Hogwarts
Bab 14: Helios
Bab 15: Forever & Always
Bab 16: Bloody Christmas
Bab 18, King: The King
Bab 19: Beautiful Flower
Bab 20: Us
Bab 21: Midnight Rain
Bab 22: The Darkness Comes
Bab 23: The Great War
Bab 24: Timeless

Bab 17: Heart of the Lion

578 104 20
By luzzoei

Celah gua tempat tinggal Helios telah ditutupi sempurna oleh sulur tumbuhan yang telah tumbuh lebih lebat dari yang Regulus lihat terakhir kali. Dia memasuki celah sempit itu, mempersiapkan dirinya untuk berlatih dengan Helios. Helios telah mengiriminya surat beberapa waktu lalu untuk segera datang, dan disinilah Regulus sekarang.

Padang hijau menyambut Regulus begitu dia memasuki gua tadi. Dia berjalan dengan tenang menuju pondok kecil yang berada tepat ditengah padang hijau, tetapi tubuhnya tiba-tiba saja terlempar jauh oleh mantra yang tak terlihat ketika dia hendak mendekati pondok itu.

"Sial, apa-apaan ini," Regulus mendesis kecil, bangkit berdiri.

"Pertahanan dirimu sangat buruk nak, kau bahkan tidak dapat mendeteksi mantra yang akan datang menyerangmu." Helios berdiri disamping Regulus, memandang pemuda Black dengan tatapan mencela.

"Tidak ada penyihir yang dapat mendeteksi mantra yang akan menyerangnya," bela Regulus.

Helios mendengus, mengarahkan tongkat sihirnya ke arah padang hijau. Sebuah hutan kecil muncul begitu saja membuat Regulus terkejut, dia tidak pernah melihat penyihir melakukan sesuatu seperti yang Helios lakukan.

"Transfigurasi macam apa itu?" Regulus bertanya tertarik, memandang takjub hutan kecil yang telah sempurna.

Helios memasukkan tongkat sihirnya, berjalan menuju hutan kecil tadi. "Itu bukan sembarang transfigurasi, nak. Kau masih jauh untuk mencapai level itu, dan sekarang ikuti aku masuk ke hutan," katanya.

Hutan itu persis seperti hutan sungguhan, gelap dan lembab begitu Regulus memasukinya. Mereka berjalan sampai tiba disamping sungai kecil yang mengalir, Regulus tidak tahu bagaimana Helios melakukan hal seperti ini. Padang hijau dengan sinar matahari didalam gua telah cukup membuat Regulus terkejut, dan sekarang ada hutan kecil dengan aliran sungai.

"Untuk apa kita kesini?" Regulus bertanya tidak tahan begitu melihat Helios yang hanya fokus memandang sungai kecil tadi.

"Aku akan mengajarimu tentang sensorik terlebih dahulu. Tidak, tidak sama dengan mantra pendeteksi," Helios berujar, menatap galak Regulus yang hendak menyelanya, "sensorik ini tidak perlu pengucapan mantra, ini dirasakan oleh tubuhmu. Oleh sebab itu kita harus melatih pengindraanmu terlebih dahulu, indramu sangat tumpul jika harus kukatakan."

Anggukan mengerti Regulus disambut oleh senyum kecil Helios, "sekarang duduklah di tepi sungai ini. Tenangkan dirimu dan fokuskan pikiranmu," ujarnya.

Regulus menuruti perkataan Helios, dia mendudukkan dirinya ditepi sungai kecil tadi. Dia mencoba melakukan apa yang diperintahkan oleh Helios tetapi sulit melakukannya, bunyi gemericik air sungai sangat mengganggunya.

"Fokus, nak!" Dia dapat mendengar Helios berseru, dia melakukannya sekali lagi yang diperintahkan oleh Helios.

"Bagus, sekarang biarkan sihir mengaliri seluruh tubuhmu," Helios berujar lagi begitu melihat Regulus mulai tenang

Sihir yang Regulus tahan dalam lengannya mulai pemuda Black itu lepaskan, dia membiarkan sihir mengaliri seluruh tubuhnya. Dia dapat merasakan tubuhnya terasa lebih kuat, dia juga dapat merasakan seolah dia dapat menghitung jumlah ikan yang berada didalam sungai disampingnya.

"Buka matamu," perintah Helios. Regulus mulai membuka matanya seperti yang diperintahkan Helios. "Apa yang kau rasakan begitu sihir mengaliri tubuhmu?" tanya Helios.

"Aku merasakan seolah tubuhku jauh lebih kuat, dan aku merasa seolah aku dapat menghitung jumlah ikan yang berada didalam sungai itu," Regulus terdiam sebentar, sebelum melanjutkan, "Helios, bisa aku bertanya sesuatu?"

Helios mengangguk, pertanda bahwa Regulus boleh bertanya kepadanya. "Mengapa kita harus membiarkan sihir mengaliri tubuh kita? Bukankah akan lebih kuat jika kita memfokuskan sihir pada kedua lengan kita?" tanya Regulus.

"Tidak nak, aku tidak tahu mengapa Dumbledore tidak menyuruh para profesornya untuk mengajari ini di Hogwarts," Helios mendengus kasar, "sihir adalah bagian dari tubuh kita sebagai seorang penyihir, ketika sihir mengaliri tubuh kita maka itu akan membuat indra yang berada dalam tubuh kita jauh lebih sensitif, jika tubuhmu telah terbiasa dialiri sihir maka akan mudah untuk melakukan sensorik yang aku katakan tadi."

Regulus mengangguk mengerti, "apa yang harus aku lakukan selanjutnya?" Regulus bertanya.

"Lakukan seperti tadi, konsentrasi dan cobalah untuk menghitung berapa jumlah ikan yang berada didalam sungai itu." Helios menunjuk sungai yang berada tepat dibelakang Regulus.

Mata Regulus mulai tertutup, melakukan seperti yang diperintahkan oleh Helios. Tetapi itu sulit, menghitung jumlah ikan di sungai yang mengalir sangatlah sulit meskipun dia telah membiarkan sihir mengaliri tubuhnya. "Menghitung ikan dalam sungai sangatlah tidak mungkin, pak tua!" Regulus berseru menyerah, hendak membuka matanya tetapi Helios telah menyela terlebih dahulu.

"Jangan buka matamu!" sela Helios, "lakukan sekali lagi, dan fokus nak!"

Regulus dengan enggan melakukannya lagi. Dia mencoba konsentrasi dan membiarkan dirinya menyatu dengan sihir miliknya. Regulus tersentak, perlahan dia dapat mendengar dengan jelas sayap sekawanan serangga yang bertebangan tidak jauh darinya. Dia mencoba berkonsentrasi lagi, membiarkan sihirnya mengambil alih indra dalam tubuhnya. "Itu dia!" Regulus berseru dalam hati, dia dapat mendengar air sungai yang berbunyi berbeda disebabkan oleh ikan yang sedang berenang.

"Ada 5 ikan tepat berenang dibelakangku, 10 ikan berenang mengikuti arus air sungai dan tidak ada ikan yang berenang melawan arus air sungai," Regulus berkata begitu dia selesai menghitung jumlah ikan yang dapat dia rasakan.

Suara tepuk tangan terdengar begitu Regulus menyelesaikan perkataannya. "Buka matamu, nak," perintah Helios, menyeringai dan bertanya, "Jadi bagaimana kau melakukannya?"

Regulus mulai membuka matanya, menjawab pertanyaan Helios, "aku membiarkan sihirku mengambil alih indra dalam tubuhku."

Seringaian Helios semakin lebar, "bagus, kau telah menemukan caranya. Itulah teknik sensorik, biarkan sihirmu mengambil alih indra yang berada dalam tubuhmu karena sihir milik seorang penyihir akan dengan mudah merasakan hal yang berada disekitar penyihir tadi, lalu kemudian sihir itu akan membagikan informasi yang didapatnya saat mengambil alih indra milik penyihirnya," Helios menjelaskan.

"Sekarang kita akan belajar berduel, Nak. Kau tentunya telah mempelajari buku yang pernah aku berikan?" Helios bertanya memastikan.

Regulus mengangguk sebagai jawabannya. Helios menyeringai, "siapkan dirimu, aku tidak akan segan untuk melukaimu," Helios berkata tegas.

° °

"Pertahanan sebelah kirimu lemah!" Helios berseru mengingatkan, sembari melempar mantra kepada Regulus tanpa ampun.

Sudah berlalu hampir satu minggu mereka berlatih berduel, Helios tidak bercanda ketika dia berkata tidak akan segan untuk melukai Regulus. Setiap selesai mereka berduel, maka sudah pasti tubuh Regulus dipenuhi oleh luka yang disebabkan oleh Helios, dan pria tua itu akan segera menyembuhkannya dengan sihir penyembuhan sebelum mereka mulai berlatih lagi hingga larut malam.

Regulus berusaha fokus menghindari mantra yang dikirimkan Helios. Dia membiarkan sihir miliknya mengambil alih indra dalam tubuhnya, membuatnya lebih gesit untuk menghindar dan melemparkan mantra. Dia mengarahkan mantranya ke arah kaki Helios yang pertahanannya baru saja terbuka, mantra itu telak mengenai kakinya dan membuat pria tua itu terjatuh.

Regulus menyeringai, berjalan mendekati Helios. "Berhasil mengenaimu, pak tua," katanya, mengulurkan tangannya untuk membantu Helios.

Helios mendengus, meraih tangan Regulus. Helios mendudukkan dirinya, mengirimkan mantra penyembuhan pada kakinya. Regulus berdiri memperhatikan itu, sebelum akhirnya mendudukkan dirinya disamping Helios.

"Jadi, kau bukan pengikut biasa Grindelwald, benarkan?" Regulus bertanya, memecah keheningan diantara mereka.

Helios terdiam, memegang tongkat sihirnya seolah ingin mematahkannya. "Ya," jawab Helios, suaranya terasa jauh.

Pandangan mata Regulus beralih ke arah tangan Helios yang sedikit bergetar, tetapi dengan cepat pria tua itu sembunyikan. "Bolehkah aku mengetahuinya?" tanya Regulus lagi.

"Mesin pembunuh," jawab Helios begitu saja. Regulus terkejut mendengar itu. Dia tahu Helios bukanlah pengikut biasa Grindelwald, tetapi dia tidak pernah membayangkan bahwa Helios adalah mesin pembunuh bagi Grindelwald.

"Terkejut, nak?" Helios mencibir begitu melihat mata Regulus yang melebar. "Grindelwald tidak pernah suka mengotori tangannya, maka aku akan mengotori tanganku untuknya. Tetapi jangan salah, dia tidak akan segan membunuh orang yang menghalanginya," Helios melanjutkan dengan datar.

"Dan kau selalu mengikutinya sampai Dumbledore mengalahkannya?" Regulus bertanya bingung.

Helios mencibir mendengar pertanyaan itu, "tentu saja, Grindelwald sangatlah kuat. Hidupku tidak akan berarti jika tidak mengikutinya," ujarnya.

"Apa mak-" "Pulanglah, nak," sela Helios, "ada sesuatu yang harus aku lakukan."

Regulus dengan enggan berdiri, lalu berjalan pergi meninggalkan gua tempat tinggal Helios. Helios adalah misteri untuknya, satu minggu berlatih dengan pria tua itu membuat Regulus sadar bahwa Helios sangatlah kuat. Pria tua itu mungkin lebih kuat dari Pangeran Kegelapan. Tetapi yang membuatnya bingung adalah mengapa pria itu sangat loyal kepada Grindelwald, Regulus sangat yakin Helios bisa saja mengumpulkan banyak pasukan yang kuat jika dia tidak mengikuti Grindelwald.

° ° °

Tanah luas disekitar Manor Lestrange telah dipenuhi oleh penyihir bertopeng perak, jumlahnya terus menerus bertambah lebih banyak dari yang Regulus lihat terakhir kali. Pelahap Maut tengah berdiri mengelilingi tuannya, Lord Voldemort.

"Ini adalah serangan besar pertama kita. Mari kita tunjukkan kepada dunia sihir bahwa apa yang kita impikan adalah hal yang mulia, dunia sihir tanpa lumpur menjijikkan," Voldemort berseru dingin, yang disambut oleh raungan penuh persetujuan oleh para Pelahap Maut.

"Sekarang." Tubuh Voldemort menghilang begitu dia mengucapkan hal tersebut, disusul oleh para Pelahap Maut lainnya.

Regulus mengikuti apa yang mereka lakukan, dia berapparate pergi menuju perayaan tahun baru terbesar para Muggle. Ini adalah serangan besar, para Auror yang telah diberikan berita palsu untuk mengejar Pelahap Maut ke Amerika akan terkejut dengan hal ini.

Kekacauan telah terjadi begitu Regulus tiba, para pasukan bertopeng perak telah menyerang Muggle tanpa ampun. Dia dapat melihat tuannya sedang bersenang-senang membunuh Muggle. Regulus bergegas mengikuti mereka, membiarkan sihirnya mengambil alih indra dalam tubuhnya.

Langkahnya terhenti begitu melihat salah seorang pemuda Muggle yang tidak lebih tua darinya sedang disiksa oleh mantra Cruciatus berkali-kali. Regulus terdiam, menatap dingin kejadian didepannya sebelum mulai menggali semua kenangan buruknya, kebenciannya kepada dirinya sendiri dan pasukan yang sedang bersenang-senang membunuh para Muggle itu.

"Kumohon, bunuh saja aku, ini sangat menyakitkan." Regulus dapat mendengar permohonan pemuda Muggle yang disambut tawa penuh penghinaan oleh para Pelahap Maut yang terus mengirimi pemuda itu kutukan Cruciatus.

Regulus tidak akan ragu. Dia akan membunuh pemuda itu, dia mengarahkan tongkat sihirnya ke arah pemuda tadi. "Avada Kedavra." Regulus mengatakannya dengan jelas, sinar hijau terang muncul dari tongkat sihirnya yang berinti taring Basillisk. Pemuda yang tengah berteriak kesakitan itu langsung terdiam begitu sinar hijau terang mengenainya.

"Kau mengganggu kesenangan kami," salah satu Pelahap Maut yang menyiksa pemuda tadi berujar penuh amarah.

"Tidakkah kau dengar apa yang Pangeran Kegelapan katakan? Kita harus bergegas sebelum pasukan Orde datang," Regulus menjawab dingin. Dia tidak tahu siapa dibalik topeng perak itu.

"ITU DUMBLEDORE!"

"KEPALA SEKOLAH ITU DATANG DENGAN SEMUA PASUKAN ORDE!"

"PERGI! SELAMATKAN DIRI!"

"ADA PARA AUROR!"

"KEMBALI! KEMBALI PENGECUT! TUNGGU SAMPAI PANGERAN KEGELAPAN MENGHUKUM KALIAN!"

Regulus tersentak mendengar teriakan itu. Dia berlari cepat menuju kekacauan yang tidak jauh darinya, "betapa bodohnya kau jika ikut datang kesini, Sirius," dia bergumam kecil.

Matanya melebar penuh keterkejutan. Dia melihatnya, dia melihat Sirius yang tengah melawan beberapa Pelahap Maut. Regulus dengan cepat melempar mantra perlindungan ke arah Sirius begitu melihat mantra berwarna merah hendak mengenai pemuda itu.

"Siapapun kau, aku tidak akan melepaskanmu." Remus Lupin berdiri didepannya. Penyihir itu dengan gesit menembakkan mantra ke arah Regulus, tetapi tembakan mantra Lupin tidak secepat Helios.

"Pergi, Lupin. Aku tidak ingin membunuhmu," Regulus berujar penuh penekanan.

"Kalau begitu bunuh kami jika kau bisa," suara lain berujar. Tubuh Regulus serasa membeku mendengar suara itu, itu adalah Sirius. Dia tidak ingin menghadapi Sirius, tidak sekarang ataupun nanti.

"Tuan kalian yang berdarah campuran itu mungkin sudah berlari ketakutan ketika Dumbledore tiba," Sirius berujar mengejek, menatap hina Regulus yang masih memakai topeng perak Pelahap Maut.

"Jangan banyak bicara, Padfoot," Lupin mengingatkan, dia memandang Regulus dengan waspada. "Sepertinya Pelahap Maut didepan kita bukan termasuk pasukan Voldemot yang lemah," lanjutnya.

"Aku tidak ingin menyakiti kalian," Regulus berujar lagi, masih menggenggam tongkat sihirnya dengan waspada.

Sirius mendengus, dia menembakkan mantra kepada Regulus dengan brutal. "Perkataanmu sungguh memuakkan, tidak ingin menyakiti kami, begitu? berapa banyak Muggle tidak bersalah yang telah kalian bunuh malam ini!" Sirius berujar penuh amarah, sihirnya berkobar disekitar tubuhnya.

Berkali-kali Regulus menangkis mantra yang dilemparkan oleh Sirius dan Lupin. Dia tidak bisa terus menerus seperti ini, dia melirik ke sekitarnya melihat para Pelahap Maut yang semakin berkurang. Dia harus melemparkan mantra bius ke arah mereka kemudian mantra perlindungan, dan dia akan pergi setelah itu.

Tongkat sihirnya telah siap melemparkan mantra bius ke arah Sirius dan Lupin, tetapi tiba-tiba saja lengan kirinya diraih oleh seseorang. Sensasi berputar tidak asing terasa begitu lengan seseorang itu menyentuh lengan Regulus. Regulus jatuh tersungkur, kemudian dengan cepat bangkit berdiri dan meraih tongkat sihirnya. Tetapi tidak ada satupun selain dirinya disini, dan ini adalah hutan yang sama yang Regulus datangi setelah dia menyelesaikan misi pertamanya sebagai seorang Pelahap Maut.

Regulus mendudukkan dirinya lelah. Dia selalu berharap untuk tidak bertemu Sirius saat melaksanakan misinya sebagai Pelahap Maut, dan sekarang mereka bertemu. Sirius terlihat jauh berbeda dari yang Regulus ingat, raut wajahnya terlihat sangat lelah dan tubuhnya terlihat lebih kurus, rambut panjang pemuda yang biasanya tertata rapi itu sekarang terlihat sedikit mirip dengan milik James Potter. Regulus sadar betul bahwa dia sangat merindukan Sirius, tetapi tidak ada yang dapat dia lakukan.

Pemuda Black itu bangkit berdiri. Ada satu tempat yang ingin dia tuju sekarang, tempat yang akan selalu menjadi rumahnya. Dia memejamkan matanya sebelum berapparate pergi.

"Reg?" Suara seorang perempuan terdengar terkejut. Regulus membuka matanya, dia dapat melihat gadis berambut hitam panjang itu menatapnya terkejut.

"Kau datang lagi? Dan Merlin! Kenapa denganmu?" Gadis itu bertanya tercekat, menatap khawatir tubuh Regulus yang dipenuhi beberapa luka serius.

"Aku masih merindukanmu, Edelweis," Regulus berujar lembut.

Edelweis menatap kesal Regulus, lalu berujar marah, "berhenti mengatakan omong kosong seperti itu! Kau seharusnya menyembuhkan lukamu terlebih dahulu sebelum berapparate!"

"Karena itu aku datang kemari, hanya kau yang bisa menyembuhkan lukaku."

Edelweis menghela nafas, kemudian memeluk pemuda itu erat. "Berhenti membuatku khawatir seperti ini," katanya lembut.

"Aku tidak bisa berjanji akan hal itu," Regulus berhenti sebentar, sebelum melanjutkan, "dan kau memelukku terlalu erat, membuat luka di tubuhku semakin sakit."

Pelukan itu dengan cepat terlepas. Regulus dapat melihat wajah khawatir Edelweis yang diselimuti rasa bersalah. Dia tersenyum dan bergumam kecil, "tetaplah menjadi rumahku, Edelweis."

Senyuman manis gadis itu terbit begitu mendengar gumaman kecil Regulus, "aku akan," jawabnya. Edelweis meraih lengan Regulus, "nah sekarang, aku akan menyembuhkan lukamu terlebih dahulu."

Regulus mendudukkan dirinya, membiarkan Edelweis melakukan sesuatu dengan lukanya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Melihat lukamu imi, sepertinya kau tidak melawan musuhmu dengan baik," Edelweis mengomel kecil. Beberapa waktu lalu Regulus telah memberitahunya bahwa dia akan melakukan sebuah misi lagi.

"Aku berhadapan dengan Sirius dan Lupin," jawan Regulus jujur.

Gerakan tangan Edelweis terhenti, mata hitamnya beralih menatap Regulus. "Kau bertemu Sirius?" Edelweis bertanya terkejut.

Regulus menganggukkan kepalanya kecil. "Oleh karena itu aku tidak bisa balik menyerangnya," gumam Regulus.

Gadis Macmillan itu bangkit berdiri. Memeluk Regulus erat, "kau persis seperti namamu, hati singa," bisik Edelweis, "dan aku selalu bangga kepadamu."

° ° °

"Sadarkah kau? Kau telah ikut campur terlalu jauh." Sebuah suara berujar mengingatkan.

"Aku tahu persis apa yang aku lakukan." Suara lain menjawab datar.

"Kau tidak bisa mencurangi kematian. Dan kenapa kau repot-repot melakukan ini? Apakah karena dia mirip putramu?" suara pertama bertanya menghakimi.

Terdengar helaan nafas, sebelum sebuah suara menjawab dengan nada penuh nostalgia. "Karena dia mengingatkanku kepada diriku sendiri."

• • •

a/n: next chapter bakal ada sedikit kejutan, happy reading & have a nice day everyone!

Continue Reading

You'll Also Like

194K 9.5K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
662K 50.8K 62
Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para tetangganya. si bucin Pai coklat dari nene...
40.6K 4.6K 17
Terpaksa Menikah dengan seorang pria yang tidak ia ketahui, tinggal di rumah yang sama dengan pria asing memiliki status suami, tidak membenci namun...
71.4K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...