FLOWERSTAR - [Regulus Black]

By luzzoei

22.3K 3.3K 492

"Jika aku harus berhadapan dengan semua orang gila itu agar kau bisa tinggal di dunia yang damai, maka aku ak... More

Bab 1: The Next Heir of Black
Bab 2: Back To Hogwarts
meet them
Bab 3: The Flower
Bab 4: Pekan Hogsmeade
Bab 5: Potions Partner
Bab 6: Ular, Elang dan Singa
Bab 7: Pesta Slug Club
Bab 8: Afterglow
Bab 9: Astronomy Tower
Bab 10: Pure-Blood
Bab 11: Knockturn Alley
Bab 12: The Mark
Bab 13: Hogwarts
Bab 14: Helios
Bab 15: Forever & Always
Bab 16: Bloody Christmas
Bab 17: Heart of the Lion
Bab 18, King: The King
Bab 19: Beautiful Flower
Bab 20: Us
Bab 21: Midnight Rain
Bab 23: The Great War
Bab 24: Timeless

Bab 22: The Darkness Comes

530 97 10
By luzzoei

"Pangeran Kegelapan datang mengutusku untuk berbincang dengan kalian," Regulus berujar, matanya menatap awas sekumpulan manusia serigala didepannya.

"Kenapa Pangeran Kegelapan tidak datang sendiri menemui kami?" raung pemimpin manusia serigala itu, ekspresi wajahnya sarat akan penghinaan. "Apakah Pangeran Kegelapan berpikir kami tidak cukup kuat seperti Fenrir Greyback?"

Regulus mendengus, kumpulan manusia serigala didepannya sangatlah keras kepala sedari tadi. Dia menarik tongkat berintikan taring Basilisk miliknya. "Mungkin memang aku harus menghajar kalian semua," ujarnya dingin.

Kumpulan manusia serigala itu mulai meraung marah. Beberapa dari mereka bahkan telah berubah wujud menjadi serigala sungguhan. "Tahan semuanya!" perintah sang pemimpin.

Mata kuning pemimpin serigala itu menatap Regulus dingin. "Kau bodoh jika menginginkan pertarungan di markas kami, anak muda," peringatnya.

"Begitu?" cemooh Regulus. Dia mengangkat tongkat sihirnya, melemparkan kutukan pembunuh kepada salah satu manusia serigala yang berdiri tak jauh darinya.

"ALAS! PERINTAHKAN KAMI UNTUK MENYERANG! DIA MEMBUNUH TEMANKU!" salah satu manusia serigala berseru marah.

"Kau seharusnya tidak melakukan," sengit Alas, pemimpin sekumpulan manusia serigala itu mulai berubah menjadi serigala sungguhan.

Regulus menyeringai senang. "Bagus! Serang dan cabik-cabik aku jika kalian bisa," Regulus berseru, tertawa seperti orang gila. Dia dengan cepat membuat perisai transparan yang melindunginya.

Para manusia serigala meraung marah. Mereka berusaha menembus paksa perisai transparan milik Regulus, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang mampu melakukan itu. "Jika harus aku katakan, kalian sangatlah lemah," Regulus berujar dingin, menatap hina sekumpulan serigala itu.

"Perhatikan ucapanmu, anak muda," Alas berdiri didepan Regulus, wujudnya telah kembali menjadi manusia. Dia merobek perisai transparan Regulus menggunakan pisau hitam dialiri sihir miliknya. "SERANG!" raungnya.

Regulus langsung sadar dari keterkejutannya. Dia melemparkan kutukan pembunuh kepada serigala yang tengah mencakar lengan kirinya. "BAGUS, SERANG AKU LAGI." Regulus tertawa kesetanan, darah mengucur dari lengan kirinya tetapi pemuda itu tetap menyerang sekumpulan manusia serigala tanpa ampun.

"Avada Kedavra," desis Regulus. Sinar hijau itu telak mengenai Alas sang pemimpin, semua manusia serigala langsung terdiam begitu melihat pimpinan mereka jatuh tak bernyawa.

"Lihat," kata Regulus dingin, dia menunjuk jasad Alas. "Pemimpin kalian telah aku bunuh, ikuti Pangeran Kegelapan atau kalian akan aku bunuh seperti pemimpin kalian?" ancamnya.

Manusia serigala perempuan maju berdiri didepan jasad Alas, dia manatap sengit Regulus. "Hanya karena ayahku tewas, bukan berarti kami akan mengikuti tuanmu! Kami tidak akan mengikuti bangsa penyihir, kalian telah mengasingkan manusia serigala, menganggap kami bangsa yang biadab," getirnya.

Sorot mata Regulus menggelap. "Dan itu bukanlah hal yang salah, kalian memang bangsa biadab. Menyerang penyihir dan Muggle lalu memakan mereka, itu hanyalah dilakukan oleh bangsa biadab seperti kalian," Regulus berujar rendah. Dia mulai mengangkat tongkat sihirnya bersamaan dengan perisai transparan yang mulai kembali menyelimutinya.

Regulus memejamkan matanya, mulai menggumamkan mantra yang dia baca dari buku pemberian Helios. Dia dapat merasakan para manusia serigala berusaha menembus perisai transparan yang ia buat. Kelopak mata pemuda itu mulai terbuka, Regulus mengarahkan tongkatnya ke segala penjuru.

Perlahan hutan tempat mereka bertarung mulai diselimuti oleh es, para manusia serigala yang menyerangnya juga perlahan mulai membeku. "Apa yang kau lakukan? Hentikan ini," salah satu manusia serigala berseru panik sebelum akhirnya ikut membeku.

Regulus memandang datar pemandangan di sekelilingnya. Rasa sakit mulai menyerangnya, dia melirik lengan kirinya dan beberapa bagian tubuhnya yang terkena serangan serigala. "Sial, aku terlalu sembrono tadi," gumamnya. Dia menyandarkan dirinya di pohon yang telah beku. "Aku harus memulihkan diriku sebelum ber-Apparate."

Suara crack tiba-tiba membuat Regulus langsung bangkit berdiri. Regulus mengernyit bingung begitu melihat orang yang baru saja ber-Apparate, itu adalah Evan Rosier dan tak lama kemudian Kreacher muncul.

"Apa yang kalian lakukan?" Regulus bertanya tidak mengerti.

Evan menatap sekeliling mereka sebelum berseru terkejut. "APA-APAAN INI?" tanyanya tidak percaya. Dia berjalan mendekati manusia serigala yang membeku, "mereka hidup?" tanyanya lagi.

"Iya," Regulus menjawab acuh, kembali mendudukkan dirinya.

"Kenapa mereka bisa membeku seperti ini?" Evan bertanya penasaran, dia berjalan mendekati Regulus.

"Aku menyihirnya."

"Ini sihir hitam?"

Regulus berdecak jengkel. "Bisakah kau berhenti bertanya? Kau tidak melihat semua lukaku?" sinisnya.

Evan mengangkat bahunya. "Bisakah kau sembuhkan luka tuanmu?" tanya Evan kepada Kreacher yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Tentu saja jika Master Regulus mengijinkan Kreacher." Kreacher menarik-narik baju kusut yang dia kenakan.

"Tolong lakukan, Kreacher," ringis Regulus, luka-lukanya mulai terasa menyakitkan.

Evan mendudukkan dirinya didepan Regulus. Memandang Regulus dengan tatapan tak terbaca. "Hei, darimana kau mempelajari mantra ini? Ini sihir yang sangat hitam dan kuno, aku dapat merasakannya ketika aku menyentuhnya," Evan bertanya serius.

Regulus mendongak, menatap pemuda Rosier didepannya. "Seseorang yang tidak ingin aku sebut namanya," jawabnya singkat.

Helaan nafas terdengar, pemuda Rosier itu bangkit berdiri. "Bukan Pangeran Kegelapan, kan?" tanyanya memastikan. Regulus menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Evan mengangguk mengerti sebelum berjalan memeriksa sekeliling mereka.

"Serigala membeku itu mulai menyusut," Evan berujar memberitahu.

Regulus menatap sekelilingnya. "Biarkan saja, mereka akan terus menyusut sampai hancur," katanya.

"Pangeran Kegelapan tidak akan suka ini," sahut Evan memperingatkan.

"Aku hanya perlu berkata bahwa para sekumpulan manusia serigala itu menolak menyatakan kesetiaan kepadanya, jadi aku membunuh mereka semua," ujar Regulus acuh.

"Kenapa kau datang ke markas manusia serigala sendirian? Edellie akan memarahimu jika melihat semua lukamu, dan berkat kau juga, Dora menyuruhku untuk mencarimu malam-malam seperti ini," omel Evan kesal. Dia tengah menikmati malamnya yang menyenangkan ketika Pandora tiba-tiba saja menghubunginya lewat perapian.

"Menyingkir," Regulus berkata, dia mulai bangkit berdiri dan menarik tongkat sihirnya.

"Apa?" tanya Evan tidak mengerti.

"Aku harus memusnahkan mereka semua sebelum pergi," jawab Regulus. Dia mulai menggumamkan sesuatu sebelum mengarahkan tongkat sihirnya ke segala penjuru.

Es yang berisikan manusia serigala itu mulai hancur berkeping-keping. "Sial, mantra ini sangat menguras energiku," Regulus bergumam kecil.

"Menakjubkan," Evan berseru takjub.

"Itu tidaklah menakjubkan seperti yang kau lihat, mantra ini sangat rumit dan tidak bisa digunakan setiap saat," Regulus menjelaskan, dia berjalan menuju Kreacher. "Kreacher, bisakah kau bawa aku ke Hogsmeade?" tanyanya.

"Hei! Apa yang akan kau lakukan di Hogsmeade? Kau harus pulang dan mengistirahatkan tubuhmu atau Dora akan memarahiku!" sela Evan.

"Kau katakan saja aku ada di rumah," ucap Regulus.

"Bagaimana dengan Edellie? Dia tidak akan suka kau berkeliaran dengan tubuh penuh luka," sahut Evan, mencoba meyakinkan Regulus.

Raut wajah Regulus berubah menjadi datar. Dia meraih lengan kecil milik Kreacher. "Kreacher telah sedikit menyembuhkanku, dan Macmillan tidak ada urusannya denganku," ujarnya dingin. Kemudian Regulus ber-Apparate pergi dengan Kreacher.

Evan ternganga mendengar itu, kemudian berseru marah ketika melihat Regulus ber-Apparate pergi. "Apa maksudmu? HEI BAJINGAN KEMBALI," serunya. Evan mengumpat kesal sebelum ikut ber-Apparate pergi.

° °

"Terimakasih, Kreacher." Regulus tersenyum kecil kepada peri rumahnya.

Kreacher mengangguk bersemangat, dia menatap Regulus dengan mata berbinar. "Adakah yang bisa Kreacher bantu lagi Master Regulus?" tanyanya bersemangat.

Regulus menggeleng. "Tidak, pulanglah. Ada sesuatu yang harus aku lakukan, tolong jangan beritahu Mother."

Bunyi crack terdengar, pertanda bahwa Kreacher telah pergi. Regulus menyusuri jalan setapak menuju salah satu bukit yang berada di Hogsmeade, jalanan terlihat sepi sejauh yang Regulus lihat. Dia menghentikan langkahnya ketika melihat pria tua berambut putih berdiri tak jauh darinya.

"Profesor Dumbledore," sapa Regulus.

Pria tua yang disebut Profesor Dumbledore itu tersenyum kecil. "Aku tidak sengaja melihatmu dan peri rumahmu, Mr Black," ucap Dumbledore dengan nada ramah yang biasa ia gunakan.

"Namanya Kreacher," sahut Regulus.

Pria tua itu mengangguk. "Ah kau sepertinya baru saja terlibat pertarungan, nak?" tanya Dumbledore. Mata biru cemerlangnya terlihat melirik luka di lengan kiri Regulus yang baru saja Kreacher sembuhkan.

"Sepertinya ini bukan urusan anda, Sir," Regulus menjawab sopan, tetapi tatapan matanya datar.

"Ah tentu saja, nak. Tetapi kau jelas tahu dengan keadaan dunia sihir yang sekarang, sangatlah berbahaya untukmu berjalan sendiri tengah malam seperti ini, lebih baik jangan berkeliaran malam-malam nak," saran Dumbledore ramah

Regulus terkekeh kecil, dia menatap mata biru cemerlang milik Dumbledore. "Setiap penyihir menganggap Hogwarts adalah tempat teraman, begitupula Hogsmeade. Jadi kenapa saya harus merasa takut, Profesor Dumbledore?" tanyanya dengan kekesalan yang berusaha ia sembunyikan, Dumbledore terlalu banyak menyita waktunya.

"Terkadang tempat teraman juga tidaklah aman, nak," jawab Dumbledore, suaranya terdengar seperti tengah bernostalgia akan sesuatu.

"Kalau begitu saya permisi, lebih cepat saya pergi maka akan lebih cepat saya meninggalkan Hogsmeade," Regulus berujar perlahan. Dia tengah kembali melanjutkan perjalanannya ketika suara ramah milik Dumbledore menghentikannya.

"Bertahun-tahun lalu aku mengenal seorang pemuda, dia sangat cemerlang," Dumbledore melanjutkan. "Tetapi beberapa tahun kemudian dia mulai tenggelam ke dalam kegelapan. Ambisi, dendam, dan kemarahan telah merubahnya menjadi pemuda yang aku kenal sekarang ini."

Regulus tetap bergeming ditempatnya, tidak sedikitpun berniat untuk berbalik menatap Dumbledore. "Saya tidak tertarik dengan cerita anda, Profesor," kata Regulus.

"Namanya Tom Riddle. Dia adalah keturunan terakhir keluarga Gaunt." Dumbledore tetap melanjutkan perkataannya. "Tom sangatlah cemerlang, tetapi dia menjadikan kegelapan sebagai kawannya."

Raut wajah Regulus berubah sepucat salju. Dia menggenggam erat tongkat berinti Basilisk miliknya. Satu-satunya pria yang ia tahu keturunan terakhir keluarga Gaunt adalah Thomas Gaunt, tuannya. "Apakah Tom Riddle adalah Thomas Gaunt?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulutnya tanpa sempat Regulus tahan.

Pria tua itu masih terdiam, tidak sedikitpun berniat menjawab pertanyaan Regulus. Dumbledore kemudian tersenyum ramah, "kau harus pulang, nak," katanya.

Regulus mengumpat kecil, berbalik menatap tempat Dumbledore berdiri tadi, tetapi pria tua itu telah pergi entah kemana. "Sial, aku harus segera ke tempat Helios," gumamnya.

Regulus kemudian kembali menyusuri jalan setapak menuju bukit tempat Helios tinggal. Bukit itu terlihat persis seperti yang Regulus lihat beberapa hari yang lalu. Regulus memasuki bukit, padang rumput hijau mulai menyambutnya ketika dia berjalan semakin dalam.

"Apa yang ingin kau tanyakan lagi?" Suara jengkel milik seseorang menyapa indra pendengaran Regulus ketika dia baru saja menginjakkan kakinya di padang rumput hijau.

Regulus menyeringai, kemudian berdeham kecil. "Aku telah menyelesaikan membaca buku yang kau beri, aku sudah mempelajarinya dan mencobanya tadi," jelas Regulus.

"Dan?" tanya Helios tidak sabar.

"Kau telah berjanji akan melatihku, pak tua."

"Persiapkan dirimu kalau begitu."

° ° °

16 September 1978

"Apa persisnya yang terjadi antara kau dan Edelweis?" tuntut Barty. Mereka tengah berada di kamar tidur asrama mereka. Barty berkacak pinggang, menatap Regulus galak. "Aku telah memperhatikannya, kalian berusaha saling menghindari semenjak kita memasuki tahun ketujuh," lanjutnya.

"Bisakah kita percepat? Aku mengantuk," keluh Evan. Dia mulai menguap lebar dan memejamkan matanya.

"Tidak ada yang terjadi diantara kami, kami hanya ingin kembali seperti semula," jawab Regulus acuh, pemuda itu masih tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang ia genggam.

Barty mendengus kesal. "Aku bukan idiot, Reg," ucapnya.

Mata abu-abu Regulus yang terlihat bosan beralih menatap Barty. Kemudian berujar, "kami telah menyelesaikan apa yang kami mulai. Itu cukup kan untukmu? Pergilah, aku sedang membaca."

Mulut Barty ternganga lebar mendengar perkataan Regulus. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum berkata, "kau bercanda, kan?"

"Tidak."

"Bajingan! apa maksudmu?" Barty bertanya tidak mengerti. "Kau atau Edellie yang meminta berhenti?"

"Aku."

"KENAPA?" raung Barty, Evan langsung terduduk terkejut mendengarnya. "Apakah kau kehilangan akalmu bajingan? Aku mengerti jika itu Edellie TETAPI KAU? YANG BENAR SAJA!" lanjutnya.

"Kau tidak mengerti," kata Regulus.

"Kalau begitu buat aku mengerti, bajingan," sahut Barty, raut wajahnya menunjukkan kemarahan yang luar biasa.

"Tidak sekarang, aku mengantuk," elak Regulus. Dia meletakkan bukunya dan mulai berbaring tanpa memperdulikan tatapan tajam Barty.

Barty mendengus, dia berjalan menuju tempat tidurnya. Dia tahu dia tidak bisa memaksa Regulus untuk bercerita, tetapi alasan apapun itu, dia akan memukul wajah Regulus begitu pemuda Black itu memberitahunya.

° ° °

20 September 1978

"Mr Black, Mr Black." Panggilan itu membuat Regulus menghentikan langkahnya.

"Profesor McGonagall?" gumam Regulus bingung. Tidak biasanya ketua asrama Gryffindor itu memanggilnya diluar kelas Transfigurasi.

Penyihir tua itu berjalan mendekati Regulus dengan sebuah bingkisan yang cukup besar. "Beruntung aku bertemu denganmu. Bisakah kau berikan ini kepada Miss Macmillan? Aku mencarinya di menara Ravenclaw tetapi tidak ada. Ini titipan dari orang tuanya, Profesor Flitwick tengah pergi jadi mereka menitipkannya kepadaku," jelas Profesor McGonagall sembari menyerahkan bingkisan itu kepada Regulus.

Regulus menerima bingkisan itu dengan enggan, bertemu Edelweis adalah hal yang terakhir yang ia inginkan. "Aku akan memberikannya, Profesor," kata Regulus.

Profesor McGonagall mengangguk, mengucapkan terima kasih sebelum berlalu pergi. Regulus menatap bingkisan itu, dia tidak tahu dimana Edelweis sekarang. Hanya ada dua tempat yang memungkinkan keberadaan gadis itu sekarang, Perpustakaan dan Menara Astronomi.

Regulus melangkahkan kakinya menuju menara Astronomi. Dia tidak tahu mengapa, tetapi firasatnya mengatakan bahwa Edelweis sedang tidak berada di perpustakaan. Regulus melangkahkan kakinya menaiki tangga Menara Astronomi, menara yang sangat tinggi ini benar-benar menjadi tempat terbaiknya ketika dia tidak bisa tidur.

Langkahnya terhenti ketika melihat gadis berambut hitam panjang tengah duduk tak jauh darinya. Regulus menatap sendu punggung gadis itu, dia merindukan gadisnya lebih dari apapun, tetapi dia telah memilih jalan yang ingin dia lalui, dan dia tidak ingin gadisnya berada dalam bahaya karena berada dalam jalan yang akan dilaluinya.

Regulus berdeham sebentar sebelum berjalan mendekati Edelweis. "Macmillan," panggilnya. Regulus dapat melihat raut terkejut gadis itu. "Profesor McGonagall memintaku memberikan ini kepadamu, ini dari orang tuamu." Regulus menyerahkan bingkisan yang ia genggam.

Edelweis menerima bingkisan itu dengan kikuk. "Well.... Em terimakasih, Black," katanya gugup.

Regulus mengangguk. Dia berdeham sebentar kemudian berujar lagi, "kau sebaiknya kembali ke menara Ravenclaw, sebentar lagi jam malam." Pemuda Black itu kemudian berlalu pergi begitu saja, tidak menyadari senyum kecil yang terlukis di bibir manis milik Edelweis.

° ° °

11 Agustus 1978

Regulus mengambil buku usang yang berada di perpustakaan Hogwarts. Percakapan mengenai Tom Riddle dengan Albus Dumbledore beberapa waktu lalu terus menerus mengusiknya. Satu-satunya informasi yang Regulus dapatkan adalah Tom Riddle merupakan ketua murid, Tom Riddle juga mendapatkan penghargaan layanan khusus untuk Hogwarts.

"Siapa kau sebenarnya, Riddle," gumam Regulus. Dia mulai membuka buku usang yang berisikan nama-nama ketua murid. "Riddle, Tom Riddle." Regulus menelisik dengan cermat.

"Ini dia," ujar Regulus senang. Nama Tom Riddle tertulis paling atas sebagai ketua murid paling cemerlang. Tidak ada informasi apapun selain pemuda itu pernah tinggal di panti asuhan Muggle dan seorang Slyhterin. "Dia Half-Blood?" Regulus mengernyit bingung, mencoba mencari lagi informasi mengenai Tom Riddle tetapi tidak ada satupun yang dia temukan.

Kesadaran seakan menghantamnya ketika Regulus mengingat ada salah satu Profesor Hogwarts yang sangat menyukai pemuda yang cemerlang. "Perlukah aku bertanya kepada Profesor Slughorn?" tanyanya kepada diri sendiri.

Regulus menggelengkan kepalanya, itu terlalu sembrono. "Berdasarkan apa yang dikatakan si tua itu, Riddle sekarang pasti jauh berbeda dengan Riddle yang dulu," gumamnya.

"REG! REGULUS! DIMANA KAU!" Suara teriakan membuat Regulus mengumpat kecil. Itu adalah Barty. Regulus berjalan tergesa menuju sumber suara itu, dia harus segera menghentikan Barty atau Madam Pince akan mengusir mereka.

"Kenapa kau ini?" desis Regulus jengkel, menarik tubuh Barty untuk mengikutinya keluar perpustakaan.

Barty melepaskan cengkraman Regulus. Dia berujar dengan panik, "Hogsmeade di serang oleh para Pelahap Maut! Dan Pandora berkata kepada kami bahwa Edelweis masih berada di Hogsmeade! Evan dan Dor—."

Regulus mengumpat kecil, dia berlari menuju Hogsmeade tanpa menunggu Barty menyelesaikan perkataanya. Tongkat berinti Basilisk yang selalu ia bawa tiba-tiba saja terasa berat di kantong jubahnya. "Apa yang sebenarnya para bajingan itu pikirkan," umpatnya lagi.

Pertempuran telah pecah begitu Regulus sampai di Hogsmeade. Regulus dapat melihat beberapa profesor dan penduduk Hogsmeade tengah terlibat pertarungan dengan para kelompok dengan topeng perak. Regulus melirik ke segala penjuru, mencari gadis rambut hitam panjang favoritnya.

"Sial aku tidak dapat menemukannya," gerutu Regulus. "Dimana kau sebenarnya Edelweis," gumamnya panik. Dia berusaha menghalau beberapa mantra yang sedari tadi ditembakkan ke arahnya.

"Mr Black! Apa yang kau lakukan? Kembali ke kastil!" Profesor McGonagall berseru marah, penyihir tua itu berdiri tak jauh dari tempat Regulus.

"Profesor, Edelweis masih berada di Hogsmeade!" Regulus menjelaskan dengan panik.

"Miss Macmillan aman di tempat Rosmetra dengan yang lainnya." Regulus menghela nafas lega mendengar itu, dia segera berlari menuju Three Broomsticks.

Three Broomsticks tampak terlindungi begitu Regulus tiba. Dia segera memasuki tempat yang sekarang dipenuhi oleh siswa Hogwarts yang terlihat panik. Regulus mengarahkan pandangannya ke segala penjuru tetapi nihil, dia tidak dapat menemukan Edelweis.

"Black! Kau mencari sesuatu?" Salah satu anggota tim Quidditch Slytherin yang berada disitu bertanya kepadanya.

"Kau tahu dimana Edelweis Macmillan?" Regulus balik bertanya kepada pemuda itu.

"Oh Macmillan, dia tadi bersama seorang gadis kecil keluar dari Three Broomsticks."

Sorot mata Regulus menggelap. Dia dengan tergesa-gesa keluar dari Three Broomsticks. Mata abu-abunya menangkap seorang gadis berambut hitam panjang yang dia kenal dan seorang gadis kecil tengah berlari ke arah Three Broomsticks. Regulus langsung berlari ke arah gadis itu.

"Apa kau kehilangan akal? Kembali ke Three Broomsticks!" Regulus berseru marah, menggenggam erat lengan gadis Macmillan itu untuk mengikutinya.

"Apa yang kau lakukan disini? Evan bilang kau tengah berada di perpustakaan dan tidak ikut mengunjungi Hogsmeade," Edelweis bertanya bingung.

"Edelweis! Seseorang dengan topeng perak mendekati kita," peringat gadis kecil yang bersama mereka.

Regulus mengumpat mendengar itu. Dia melirik Pelahap Maut yang tengah berjalan ke arah mereka. "Masuklah, aku akan menahan mereka."

Edelweis menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku akan bertarung denganmu."

"Tidak ada waktu untuk keras kepalamu, Edelweis."

"Aku akan tetap disini, kau tidak berhak mengaturku. Dyanne, kau masuklah terlebih dahulu."  Edelweis berujar lembut kepada gadis kecil yang berdiri disampingnya. Gadis kecil itu berlari memasuki Three Broomsticks, menyisakan Regulus dan Edelweis yang siap bertarung melawan pelahap maut.

• • •

a/n: HAI EVERYONE, hehehe aku minta maaf banget baru bisa update sekarang, i hope y'all belum bosen nungguin ini cerita. Cerita ini makin mendekati ending, sudah siap?

anw semangat buat yang sedang berjuang masuk perguruan tinggi atau sekolah yang memang sudah menjadi wishlist kalian!! Aku tau kalian pasti bosen denger kata semangat dari orang lain but atleast itu satu-satunya yang bisa kita kasih sebagai orang lain. Jangan  menyerah kalau ternyata jalan yang kita lalui buat ngedapetin yang kita mau ternyata ga seperti yang kita bayangin. When life is battle, fighting with pride. Normal kok kalau kita merasa sedih atau kecewa karena kita gabisa dapetin sesuatu yang emang udah menjadi wishlist kita dari lama, tapi inget jangan nyerah. Dan selamat juga untuk kalian yang sudah masuk perguruan tinggi dan sekolah yang kalian mau.

Continue Reading

You'll Also Like

74.2K 8.1K 85
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...
558K 57K 28
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
724K 67.6K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
168K 19.1K 47
#taekook #boyslove #mpreg