FLOWERSTAR - [Regulus Black]

By luzzoei

20K 3.1K 484

"Jika aku harus berhadapan dengan semua orang gila itu agar kau bisa tinggal di dunia yang damai, maka aku ak... More

Bab 1: The Next Heir of Black
Bab 2: Back To Hogwarts
meet them
Bab 3: The Flower
Bab 4: Pekan Hogsmeade
Bab 5: Potions Partner
Bab 6: Ular, Elang dan Singa
Bab 7: Pesta Slug Club
Bab 8: Afterglow
Bab 9: Astronomy Tower
Bab 10: Pure-Blood
Bab 11: Knockturn Alley
Bab 12: The Mark
Bab 13: Hogwarts
Bab 14: Helios
Bab 15: Forever & Always
Bab 16: Bloody Christmas
Bab 17: Heart of the Lion
Bab 18, King: The King
Bab 19: Beautiful Flower
Bab 21: Midnight Rain
Bab 22: The Darkness Comes
Bab 23: The Great War
Bab 24: Timeless

Bab 20: Us

542 89 16
By luzzoei

25 Juni 1978

"Bangun, dasar tukang tidur," Regulus berujar, menatap Edelweis yang tengah tertidur disampingnya.

Edelweis bergumam tidak jelas. Regulus tersenyum lembut melihat itu, dia menarik Edelweis ke dalam pelukannya. "Baiklah, tukang tidur. Aku memberimu waktu beberapa menit lagi untuk tidur," kata Regulus.

Helaan nafas teratur Edelweis membuat Regulus tersenyum lebar. Bau harum Edelweis selalu menenangkannya, begitupula kehadiran gadis itu disekitarnya. Regulus melirik wajah tertidur milik Edelweis, sebelum mengecup singkat dahi gadis itu. "Jangan pernah meninggalkanku, Love. Jangan pernah," gumamnya.

"Aku tidak akan," jawab Edelweis, suaranya terdengar serak khas orang yang baru saja bangun tidur.

"Aku kira kau masih tertidur." Regulus mengernyit, menatap Edelweis yang mulai terbangun.

Edelweis menatap cemberut Regulus, sebelum bersungut kesal, "tidak lagi ketika seseorang mengganggu tidurku."

Tawa keras Regulus terdengar menggema begitu Edelweis menyelesaikan perkataannya. "Maafkan aku, hanya saja sebentar lagi musim panas dan kita akan sulit untuk bertemu," gumamnya.

"Ada misi?" Edelweis bertanya memastikan.

Regulus menganggukkan kepalanya. "Bella mengirimiku surat beberapa waktu lalu, tetapi mungkin aku ingin pergi ke Helios terlebih dahulu," jawab Regulus.

"Helios?" Edelweis mengernyit bingung, Helios adalah nama yang sedikit tidak asing untuknya.

"Seseorang yang tidak sengaja kita temui di Knockturn Alley saat dia sedang meramalkan sesuatu. Aku banyak berlatih darinya, dia sangat banyak membantuku meskipun terkadang pak tua itu menyebalkan," jelas Regulus, menyeringai mengingat Helios yang selalu bersungut kesal ketika dia mendatanginya secara tiba-tiba.

"Kau tidak pernah menceritakan itu kepadaku," Edelweis berkata, cemberut menatap Regulus.

"Aku minta maaf untuk itu," Regulus berujar bersungguh-sungguh, "aku hanya berpikir bahwa Helios tidak akan suka jika aku menceritakan hal tersebut kepada orang yang tidak dia kenal."

"Baiklah," pasrah Edelweis, gadis itu terdiam sebentar sebelum kembali berujar, "tetapi Reg, aku seperti tidak asing dengan nama itu. Aku sepertinya pernah mendengar namanya saat aku masih di Ilvermorny."

Regulus mengangkat alisnya bingung. "Ilvermorny?" tanyanya memastikan. "Helios tidak bercerita banyak mengenai hidupnya, tetapi mungkin aku akan menanyakannya," lanjut Regulus.

Edelweis mengangguk, dia kemudian bangkit untuk duduk. "Aku harus kembali ke menara Ravenclaw atau Panda akan menyadari bahwa aku tidak ada di tempat tidurnya," ujarnya, tetapi Regulus menahan lengan Edelweis yang hendak bangkit berdiri.

"Aku mulai berpikir kalau kita harus memberitahu Dora bahwa kau mungkin akan menghabiskan banyak waktu tidurmu ditempat ini bersamaku, jadi kau tidak perlu bangun pagi-pagi sekali untuk kembali ke menara Ravenclaw dan jika tiba-tiba saja Slughorn ataupun Flitwick datang untuk mengecek keadaan anak asramanya maka mereka bisa membuat alasan untuk ketidakhadiran kita," tukas Regulus.

"Kau bercanda!" Edelweis menatap Regulus dengan pandangan ngeri. "Demi Merlin Reg! Kita tidak mungkin mengatakan hal tersebut," katanya.

"Kenapa tidak? Seisi Hogwarts tahu kau adalah milikku, dan aku adalah milikmu, lagipula kita hanya memberi tahu Dora, Evan dan Barty," ucap Regulus acuh tak acuh.

"Dan bagaimana kau menjelaskan dimana kita tidur? Dan bagaimana kau menjelaskan cara kau menemukan ruangan ini? Dan bagaimana jika mereka berpikir kita melakukan hal itu?" omel Edelweis.

Regulus menyeringai jahil. "Apa maksudmu hal itu?" tanya Regulus.

"Jangan buat aku menyebutnya!"

"Oh ayolah, hal itu memiliki banyak sekali arti jadi apa yang kau maksud."

"Bercinta, bodoh!" Edelweis berteriak kesal, wajahnya memerah menahan malu.

Regulus tertawa keras mendengarnya. Tawa pemuda itu menggema memenuhi ruangan untuk beberapa menit sebelum akhirnya berhenti karena cubitan Edelweis. "Kau mengkhawatirkan hal yang tidak seharusnya kau khawatirkan, Love," ujarnya.

Lengan kanan Regulus terangkat menyentuh surai hitam halus milik Edelweis. Dia sedikit mengacak-acaknya sebelum berujar, "itu hal yang bagus jika mereka memang berpikir seperti itu."

"Tidak ada yang bagus dengan hal itu!" seru Edelweis kesal.

Lengan kanan Regulus turun menyentuh tepi wajah gadis itu. "Jika kau tidak ingin kita menceritakannya, maka aku tidak akan menceritakannya," ucap Regulus dengan lembut.

Senyum manis Edelweis terbit. Dia kemudian memeluk Regulus dengan erat. "Aku hanya bercanda, katakan saja kepada mereka jika kau mau," ujarnya.

"Kau yakin dengan hal tersebut?" Regulus bertanya memastikan. Edelweis menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.

° °

"Jadi kalian sering tidur bersama tanpa sepengetahuanku?" Pandora bertanya histeris, menatap tidak percaya kedua temannya. Mereka sekarang tengah berada di tepi danau hitam setelah menyelesaikan kelas terakhir mereka.

Regulus dan Edelweis mengangguk membenarkan. "Oh Merlin! Itu sebabnya saat aku tidak sengaja terbangun tengah malam aku tidak melihatmu, aku kira kau tengah berada di perpustakaan," gumam Pandora masih terkejut.

"Kalian pernah melakukan itu selama kalian tidur bersama?" Evan bertanya penasaran.

Regulus memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Evan. "Cuci otakmu, Rosier. Kami hanya tertidur, aku bukan orang sepertimu," ejeknya.

"Kau memberi tahu ini kepada kami karena sebuah alasan, kan?" tebak Barty.

"Kau selalu saja menjadi yang pertama menyadari suatu hal, Barty," puji Edelweis gembira.

"Hei, aku juga!" protes Evan.

"Diam Evan! Ini bukan saatnya kau untuk iri!" Pandora berseru marah.

"Kau benar, Barty," Regulus berujar ketika melihat Evan yang hendak menyahuti seruan Pandora. "Bisakah kalian membuat alasan ketidakhadiran kami jika seseorang ataupun profesor menyadari bahwa kami tidak ada?" tanyanya.

Pandora mengangguk pertanda bahwa dia akan melakukannya. Barty dengan enggan mengangguk juga, "aku melakukan ini hanya untuk my flower, aku lebih menyukai ide my flower berkencan denganku," sungutnya.

Regulus memilih menghiraukan sungutan Barty. Pandangan matanya kini beralih menatap Evan, "bagaimana denganmu?" tanya Regulus.

Evan mendengus, bersedekap sembari memandang mereka dengan tatapan kesal. Dia mengalihkan pandangannya. "Oh baiklah," ujarnya menyerah, "aku akan melakukannya," lanjut Evan.

"Tetapi dimana kalian tertidur? Tidak mungkin di asrama Ravenclaw ataupun Slytherin, bukan?" Pandora bertanya bingung ketika menyadari bahwa pasangan itu tidak mungkin di asrama Ravenclaw ataupun Slytherin.

"Ruang kebutuhan," jawab Edelweis, "Regulus tidak sengaja menemukannya."

"Ya, itu adalah ruangan yang berada di lantai tujuh. Aku tidak sengaja menemukannya saat aku tengah menjelajahi Hogwarts," Regulus menjelaskan sedikit berbohong. Dia dan Edelweis sudah sepakat merahasiakan semua hal mengenai Helios.

"Tidak ada namanya ruang kebutuhan, Reggie. Jangan menipuku." Barty mendengus geli,

"Reg tidak menipumu, Barty. Ruang kebutuhan itu benar adanya," Edelweis berujar menyakinkan.

"Oh baiklah, aku mempercayainya, tetapi aku tidak ingin memiliki seorang keponakan kecil sebelum aku keluar dari Hogwarts," canda Barty, dia tersenyum geli melihat wajah Regulus dan Edelweis yang mulai memerah.

° ° °

01 Juli 1978

"Edellie, tahukah kau dimana bukuku?" teriak Pandora dari dalam perpustakaan kecil di kamar mereka.

"Kau telah merapikannya dan meletakkannya di kantong biru, Panda," Edelweis balas berteriak sembari merapikan rambut hitamnya.

"Oh! Aku menemukannya!" teriak Pandora senang.

Edelweis menggelengkan kepalanya. Pandora selalu seperti ini jika mereka hendak pulang untuk liburan musim panas, gadis itu sering sekali melupakan letak barang-barangnya.

"Edellie, apakah ada sesuatu yang aku lupakan?" tanya Pandora, menatap bingung barang-barangnya yang sedikit berserakan.

"Sudahkah kau mengambil syal pemberian Xenophilius?" tanya Edelweis memastikan.

Pandora memekik mendengar pertanyaan Edelweis. Gadis itu segera berlari mengambil syal yang dia letakkan di perpustakaan kamar tidur mereka. "Oh aku hampir saja melupakan syal pemberian Xeno, terimakasih telah mengingatkanku, Edellie," Pandora berujar lega.

Edelweis menganggukkan kepalanya. Dia kembali melanjutkan menata rambut hitamnya. Regulus berkata bahwa Edelweis sangat cantik ketika dia menguncir rambutnya, oleh sebab itu dia akan menguncir rambut hitam panjangnya hari ini.

"Selesai," Edelweis bergumam kepada dirinya sendiri. Gadis itu bangkit berdiri dan berujar, "Panda aku akan pergi ke Reg terlebih dahulu, kau tidak masalah jika aku tinggalkan?" tanya Edelweis. Pandora mengangguk singkat, masih sibuk menata barangnya.

Senyum Edelweis mengembang. Dia berjalan keluar menara Ravenclaw sembari bersenandung gembira. Langkah kakinya telah membawanya ke ruang bawah tanah asrama Slyherin. "Halo, Evan!" sapanya gembira.

"Kau sangat lama!" sungut Evan, "ayo masuk, dan hiraukan saja tatapan para ular berlendir," ajaknya, dia berjalan terlebih dahulu.

Edelweis berjalan di belakang Evan dengan percaya diri. Dia dapat merasakan beberapa siswa Slytherin tengah menatapnya. "Ini kamar kalian?" tanya Edelweis ketika Evan menghentikan langkahnya.

Evan mengangguk. "Reggie ada didalam, masuklah. Aku dan Barty akan pergi," jelasnya.

"Baiklah." Nuansa hijau dan perak menyambut Edelweis begitu dia memasuki kamar itu, terdapat juga sebuah jendela besar yang memperlihatkan ke dalam danau hitam. Edelweis menuju ranjang hitam dengan ukiran nama Regulus Black diatasnya, dia mendudukkan dirinya di ranjang itu.

Suara pintu terbuka membuat Edelweis segara bangkit berdiri. Regulus berdiri tak jauh darinya dengan tubuh tanpa atasan, pemuda itu mengernyit bingung melihat kehadiran Edelweis.

"Apakah semua baik-baik saja? Apa yang membawamu kesini?" Regulus bertanya, berjalan mendekati Edelweis.

"Semua baik-baik saja, aku hanya ingin mengunjungimu." Edelweis tersenyum manis, kembali mendudukkan dirinya diatas ranjang milik Regulus.

Regulus menyeringai mendengar itu. "Kau merindukanku," godanya. Dia mengambil sebuah jubah hitam dan mengenakannya

Edelweis bangkit berdiri. Dia berjalan mendekati jendela besar yang memperlihatkan ke dalam danau hitam. "Bukankah ini adalah yang waktu itu?" Edelweis bertanya, menunjuk pot bunga yang berisi pohon kecil dengan bunga putih di rantingnya.

"Ya, itu pohon yang sama saat kelas Transfigurasi tahun kelima kita, aku menyimpannya," Regulus menjawab membenarkannya. Dia berdiri tepat dibelakang Edelweis.

Edelweis mengamati pohon kecil dengan bunga putih itu. Kesadaran seolah menghantamnya begitu dia menyadari bunga apa itu. "Bukankah itu adalah bunga Edelweiss?" tanyanya memastikan.

"Ya, aku pernah tidak sengaja melihat bunga itu bersama Sirius saat aku masih kecil. Aku sengaja menyimpan pohon kecil ini, karena ketika aku melihat bunga itu, aku seperti melihatmu," kata Regulus, dia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Edelweis. "Tetapi aku ingin kau menyimpannya ketika kita sedang tidak berada di Hogwarts. Pohon kecil ini aku transfigurasi dengan sihirku," lanjutnnya.

"Aku akan menyimpannya." Edelweis mengangguk setuju. Dia kemudian melanjutkan, "Cissy mengirimiku surat, dia meminta aku untuk datang ke acara pertunangannya dengan Lucius Malfoy."

Regulus mengangguk. "Cissy memberitahuku juga. Maukah kau datang bersamaku, Miss Macmillan?" bisiknya di telinga Edelweis.

"Sebuah kehormatan datang bersamamu, Mr Black," gurau Edelweis. Dia melepaskan kedua lengan Regulus yang berada dipinggangnya, kemudian membalikkan tubuhnya menghadap pemuda Black itu. "Tetapi akan sangat sulit mendapatkan izin dari ayah dan kakakku, Mr Black," peringatnya.

"Aku akan melakukan apapun untuk memenangkan hati keluargamu, Miss Macmillan," kata Regulus bersungguh-sungguh.

Edelweis tertawa keras mendengar itu. "Aku akan menunggu hal tersebut," sahutnya. Dia kemudian berjalan menuju pintu masuk tadi, "sekarang kita harus pergi, atau kita akan ketinggalan kereta," ajaknya.

° °

"Demi Salazar! Dimana sih mereka berdua, tidakkah mereka ingat bahwa kereta akan pergi sebentar lagi!" Barty bersungut-sungut kesal.

"Itu mereka." Evan menunjuk ke arah dua orang yang tengah berjalan tergesa-gesa.

"Oh kami tidak terlambat!" Seruan lega Edelweis membuat Evan bersungut kesal. Pemuda Rosier itu memandang kedua orang yang baru datang tadi dengan tatapan mencela, "lama sekali kalian! Cepat masuk, Dora telah mendapatkan kompartemen untuk kita," ajaknya sambil bersungut kesal.

Regulus mengangguk, dia membantu Edelweis untuk naik terlebih dahulu. "Dimana Dora?" tanyanya ketika mereka telah berada di dalam kereta.

"Ikuti saja," Barty menyahut jengkel. Dia berjalan memimpin, kemudian tak lama menghentikan langkahnya didepan sebuah kompartemen. "Hai, Dora. Kami mendapatkan mereka," katanya sembari menunjuk Regulus dan Edelweis.

"Oh bagus," ujar Pandora, melirik singkat Regulus dan Edelweis. Lalu dia mengahlikan pandangannya ke arah pemuda Rosier, "siapa sebenarnya gadis dengan rambut cokelat lebat? Dia tadi datang kesini untuk mencarimu," tanya Pandora, matanya menyipit menatap Evan.

Evan tersentak mendengar itu. Dia berjalan mendekati Pandora, "Apa dia memberitahumu mengapa dia mencariku?" Evan bertanya, memilih mengabaikan pertanyaan Pandora.

"Jangan abaikan pertanyaanku, Evan." Gadis bersurai pirang itu meletakkan buku yang tengah dia baca, menatap kesal Evan Rosier yang berdiri didepannya.

"Dia memberi tahumu atau tidak, Dora," tuntut Evan tidak sabar, mengabaikan tatapan kesal yang diberikan Pandora.

Pandora menghela nafas, menggelengkan kepalanya. Evan mengangguk, menghempaskan dirinya diatas kursi kompartemen. "Kami berkencan," ucap Evan secara tiba-tiba.

"Itu tidak seperti yang kalian pikirkan," kata Evan lagi, dia terdiam sebentar sebelum kembali berujar melanjutkan, "Aku dan Isabelle dijodohkan tidak lama setelah aku menerima tanda kegelapan."

"Jadi namanya Isabelle?" tanya Edelweis.

Evan mengangguk. "Isabelle, Isabelle Greengrass. Dia putri satu-satunya dari Lord Greengrass. Itulah sebabnya ayahku menjodohkanku dengannya, dia ingin memperluas relasi keluarga Rosier," jelas Evan, menyadarkan tubuhnya.

"Apakah kau mencintainya?" Pertanyaan tiba-tiba dari Barty membuat semua orang yang berada dalam kompartemen itu terkejut.

Evan menegakkan tubuhnya. "Tidak, tentu saja tidak." Dia menggelengkan kepalanya, "aku tidak menyukai wanita sepertinya, selalu berpura-pura baik dan lugu, menjijikkan."

"Evan!" Pandora dan Edelweis berseru terkejut. "Jangan berbicara seperti itu," lanjut Pandora. 

"Aku akan tidur, bangunkan aku ketika kita hendak sampai," Barty berkata tiba-tiba. Dia menyandarkan tubuhnya kemudian memejamkan matanya.

"Tidak biasanya dia tertidur seperti itu," gumam Pandora bingung.

Regulus menghela nafas kecil melihat itu. Terlalu banyak rahasia diantara mereka semua. Hanya menunggu waktu sampai rahasia itu menghancurkan mereka semua.

° ° °

10 Juli 1978

"Harus aku akui kau telah berkembang begitu pesat, nak," puji Helios, menatap kagum banyaknya kerusakan yang disebabkan oleh Regulus.

Regulus menyeringai mendengar pujian itu. "Aku memang hebat, pak tua," sombongnya.

Helios memberengut. Dia berjalan memasuki pondok kecilnya, dan tak lama kemudian berjalan keluar membawa banyak buku bersampul hitam. "Pelajari ini," katanya, menyerahkan setumpuk buku itu kepada Regulus.

"Buku apa ini?" Regulus bertanya tidak mengerti.

"Jika kau memang hebat, kau seharusnya bisa membacanya buku apa itu," ejek Helios. Dia kembali berjalan menuju pondok kecilnya, "pergilah, latihan kali ini selesai. Datanglah kepadaku ketika kau selesai membaca semua buku itu."

Regulus memprotes tidak setuju. Dia berjalan mendekati pondok kecil milik Helios tetapi tiba-tiba saja tubuhnya terlempar keluar. "Kau benar-benar menyebalkan, pak tua," gerutunya. Dia bangkit berdiri dan ber-Apparate pergi.

Rak-rak buku hitam terlihat tak lama kemudian. Regulus berjalan menunju perapian yang berada ditengah ruangan itu. Dia mendudukkan dirinya dan mulai membuka buku-buku yang baru saja diberikan Helios.

"Mantra Kuno?" gumam Regulus, menatap tertarik buku itu. Dia meletakkan buku itu di meja didepannya dan mulai membuka buku yang lain. "Sihir paling hitam?" gumam Regulus bingung, dia tidak mengerti mengapa Helios memberikan buku seperti ini kepadanya.

"Kreacher," panggil Regulus. Tak lama suara crack terdengar, bersamaan dengan munculnya peri rumah keluarga Black.

"Ada yang bisa Kreacher bantu, Master Regulus?" Kreacher bertanya, menundukkan kepalanya.

"Bisa tolong letakkan buku itu di kamarku, Kreacher?" Regulus bertanya memastikan, menunjuk tumpukan buku yang baru saja diberikan Regulus.

Kreacher mengangguk antusias. "Kreacher akan melakukannya dengan senang hati, Master Regulus."

"Terimakasih, Kreacher. Jika Father dan Mother mencariku, bilang kepada mereka aku tengah melakukan misi," Regulus berujar, kemudian ber-Apparate pergi.

° °

Edelweis bersenandung gembira. Dia membawa pohon kecil yang Regulus berikan kepadanya, dan kemudian mendudukkan dirinya disamping sang kakak. "Malam, Mum, Dad," sapanya sembari tersenyum manis.

"Apa ini?" Edric Macmillan yang berada disampingnya bertanya penasaran melihat pohon kecil yang Edelweis bawa. Dia menyentuh pohon itu, dan berujar, "ini adalah pohon transfigurasi."

"Jangan menyentuhnya, Ed!" Edelweis memperingati dengan jengkel.

"Sepertinya seseorang secara khusus memberikan itu untukmu," goda Mrs Macmillan, tersenyum menggoda menatap putrinya.

"Mum!" rengek Edelweis, menatap jengkel sang ibu.

"Apakah itu putra Orion?" tebak Lord Macmillan.

Senyum malu-malu Edelweis membuat Edric sang kakak tertawa keras. "Tebakanmu benar, Dad," ucap Edric.

Edelweis mendengus, hendak mengatakan sesuatu tetapi kemunculan peri rumah keluarga mereka membuat dia mengurungkan niatnya. "Tuan, ada Tuan Muda Black diluar dan berkata ingin menemui Nona Edelweis," peri rumah berujar.

Edelweis segera bangkit berdiri. "Biarkan dia masuk, Tini." Suara sang ayah menginterupsinya, Edelweis melotot terkejut mendengar perkataan sang ayah. "Biarkan tamu kita masuk, nak," kata Lord Macmillan lagi.

Dengan enggan Edelweis mendudukkan dirinya kembali. Dia melihat Regulus memasuki ruangan dengan percaya diri, Edelweis tersenyum melihat itu.

"Salam, Lord dan Lady Macmillan." Regulus menganggukkan kepalanya kepada Lord dan Lady Macmillan secara bergantian. Dia beralih menatap Edric yang berada disamping Edelweis, "salam untukmu, Edric Macmillan, the next Heir of Macmillan," katanya lagi.

"Salam untukmu juga, Regulus Black, the next Heir of Black." Edric balas menganggukkan kepalanya kepada Regulus.

Regulus mengangguk. Dia beralih menatap Lord Macmillan lagi, lalu berujar,  "saya kesini untuk menemui putri anda, Lord Macmillan."

Lord Macmillan mengangguk, berjalan mendekati Regulus. "Ikuti aku terlebih dahulu, nak," katanya.

Edelweis terkejut mendengar itu. Dia bangkit berdiri dan berjalan mendekati ayahnya. "Dad, kami hanya akan berada diluar Manor saja, Reg tidak perl—." "Saya akan pergi dengan anda, Lord Macmillan," Regulus memotong perkataan Edelweis. Dia menatap Edelweis, memberi gadis itu senyum penenang.

"Lihat? Regulus tidak keberatan, ayo nak ikuti aku." Lord Macmillan menepuk pundak Regulus, berjalan mendahului pemuda itu.

Edelweis menghela nafas melihat kepergian Regulus. "Apa yang akan Dad lakukan kepada Reg?" gumamnya kecil. Dia menggigiti kukunya panik.

"Duduk Edelweis, ayahmu tidak akan melakukan hal buruk kepada Regulus," Mrs Macmillan berujar menenangkan, menarik paksa putrinya untuk duduk.

"Oh Merlin," ratap Edelweis. Dia melirik berkali-kali ruangan yang dimasuki ayahnya dan Regulus. "Berapa lama lagi mereka akan berada disitu, Mum?" Edelweis bertanya kepada ibunya.

"Oh Edellie jangan berlebihan, mereka bahkan baru memasuki ruangan itu beberapa menit yang lalu." Bukan Mrs Macmillan yang berkata, melainkan Edric. Pemuda itu menatap bosan adiknya yang terlihat sangat khawatir.

Edelweis menghela nafas berat, menunggu dengan khawatir. Setelah lebih dari satu jam berlalu, Dia bangkit berdiri, "ini bahkan sudah lebih dari satu jam, apa yang sebenarnya sedang Dad lakukan," jeritnya frustasi.

Suara pintu yang terbuka membuat Edelweis segera berlari menuju ruangan itu. "Dad! Apa yang membuatmu sangat lama!" seru Edelweis kesal.

"Jangan berseru kepada ayahmu, nak. Lagipula kami hanya berbincang kecil," Lord Macmillan menjawab tanpa rasa bersalah, dia menepuk pundak Regulus sebelum berlalu pergi.

"Kecil?!" jerit Edelweis marah. Dia memelototi ayahnya yang telah berjalan menjauh.

Tepukan kecil pada kepalanya membuat Edelweis mengalihkan perhatiannya kepada pemuda Black yang berdiri dibelakangnya. "Apa yang sebenarnya membuat kalian sangat lama?" Edelweis bertanya cemberut.

Regulus tersenyum. "Hanya percakapan antar lelaki. Ayo pergi, Lord Macmillan telah mengizinkanku membawamu," katanya.

Edelweis mengangguk. Dia dapat merasakan Regulus menggenggam erat lengannya. "Kami permisi, Lord dan Lady Macmillan," ujar Regulus sebelum berlalu keluar.

"Apa terjadi sesuatu?" Edelweis bertanya khawatir ketika mereka telah sampai di perkarangan manor keluarga Macmillan.

Regulus mendudukkan dirinya diatas rerumputan. "Tidak ada, aku hanya merindukanmu," jawab Regulus, tersenyum lembut menatap Edelweis.

"Kau tidak bisa berbohong kepadaku, Reg," desis Edelweis jengkel.

"Duduklah terlebih dahulu," Regulus menyarankan, menunjuk rerumputan kosong yang berada disampingnya.

"Jadi kenapa?" tanya Edelweis, mendudukkan dirinya.

Regulus menatap langit malam yang membentang diatasnya. "Perang terbuka akan segera terjadi, Pangeran Kegelapan telah mengumpulkan banyak sekali pasukan yang tidak akan disangka oleh dunia sihir. Aku dan beberapa Pelahap Maut telah dikirim untuk menawarkan kerjasama dengan para raksasa," Regulus berujar menjelaskan.

"Para raksasa?" Edelweis bertanya tercekat. Para raksasa sangatlah buas dan susah diatur, mereka menyukai pertumpahan darah. Itu akan menjadi bencana besar jika para raksasa ikut dalam perang penyihir.

"Tidak hanya itu. Pangeran Kegelapan juga telah mendapatkan kesetiaan beberapa kawanan serigala. Ini sudah terlalu jauh, Edelweis," kata Regulus, dia terdiam sebentar. "Perang tidak akan bisa dihindarkan, mereka harus segera menemukan sang terpilih yang ada di ramalan Helios," lanjutnya.

"Tetapi hanya kau, aku dan Helios yang mengetahui ramalan itu, Reg," Edelweis berujar mengingatkan.

Regulus mengusap wajahnya lelah. "Kau benar," katanya membenarkan. "Aku telah meminta izin Lord Macmillan agar aku bisa membawamu pergi bersama ke acara pertunangan Cissy," lanjut Regulus.

Edelweis memekik terkejut. "Dan Dad mengizinkan?" tanyanya penasaran. Regulus mengangguk, membuat Edelweis memekik gembira dan memeluk erat pemuda Black itu.

Regulus membalas pelukan gadis itu tak kalah erat. "Sampai jumpa nanti, aku akan menjemputmu. Sekarang aku harus pergi, aku harus melanjutkan misiku," ucapnya.

"Kau akan menemui para raksasa lagi?" Edelweis bertanya ngeri.

"Ya, aku telah meminta saran Helios mengenai para raksasa sebelum aku datang kesini. Dan aku berpikir aku butuh meningkatkan semangatku, oleh sebab itu aku datang kesini." Regulus tersenyum lembut setelah mengatakan itu, dia mengecup singkat bibir Edelweis.

"Tetaplah hidup, Regulus."

"Apapun untukmu, Love."

• • •

a/n: AKU MINTA MAAF KARENA BARU BISA UPDATE SEKARANG. i have no idea siapa yang cocok jadi face claim Isabelle so kalian bebas ngebayangin gimana dia, hope y'all enjoy sama chapter ini and have a nice day everyone!

new character unlocked

Isabelle Greengrass

Continue Reading

You'll Also Like

65.3K 5.9K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
476K 47.4K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
69.5K 5.1K 24
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ Ma...
824K 87.1K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...