FLOWERSTAR - [Regulus Black]

By luzzoei

20K 3.1K 484

"Jika aku harus berhadapan dengan semua orang gila itu agar kau bisa tinggal di dunia yang damai, maka aku ak... More

Bab 1: The Next Heir of Black
Bab 2: Back To Hogwarts
meet them
Bab 3: The Flower
Bab 4: Pekan Hogsmeade
Bab 5: Potions Partner
Bab 6: Ular, Elang dan Singa
Bab 7: Pesta Slug Club
Bab 8: Afterglow
Bab 9: Astronomy Tower
Bab 10: Pure-Blood
Bab 11: Knockturn Alley
Bab 12: The Mark
Bab 14: Helios
Bab 15: Forever & Always
Bab 16: Bloody Christmas
Bab 17: Heart of the Lion
Bab 18, King: The King
Bab 19: Beautiful Flower
Bab 20: Us
Bab 21: Midnight Rain
Bab 22: The Darkness Comes
Bab 23: The Great War
Bab 24: Timeless

Bab 13: Hogwarts

599 118 27
By luzzoei

01 September 1977

"Jadi pria Gaunt adalah Lord Voldemort? Orang yang akhir-akhir ini menjadi pemberitaan utama di Daily Prophet?" Pandora bertanya, menatap terkejut Evan yang baru saja menceritakan tentang Thomas Gaunt.

Barty berjengit mendengar nama itu. Lalu berkata, " jangan menyebut namanya seperti itu! masyarakat sihir percaya namanya mengandung magis, dia akan datang kepadamu jika kau menyebut namanya."

Pandora memutar matanya malas, "itu adalah hal konyol dan aku tidak mempercayainya. Apakah kelompok pria itu juga yang menyerang Manor Macmillan waktu itu?" tanya Pandora kepada Edelweis yang tidak bereaksi apapun sejak tadi.

"Entahlah, aku tidak tahu," Edelweis menjawab. Matanya melirik pemuda berambut hitam yang diam saja sejak tadi, terlihat tidak fokus.

Pintu kompartemen bergeser terbuka dan memperlihatkan seorang siswa Slytherin yang mungkin berada di tahun ketiga sedang menatap takut-takut ke dalam kompartemen. "Profesor Slughorn memintaku untuk mengundang Regulus Black dan Edelweis Macmillan agar menghadiri pertemuan Slug Club di kompartemen pertama, jika Black dan Macmillan berkenan," kata siswa Slytherin itu, sebelum berlalu pergi.

Edelweis menjadi yang pertama kali berdiri, kemudian menatap Regulus, "kau tidak akan ikut?" tanyanya.

"Aku akan," jawab Regulus, berdiri mengikuti Edelweis kemudian berjalan keluar kompartemen tanpa berkata apapun.

"Kenapa dengan Reg?" Edelweis mendengar Evan bertanya ketika dia menutup pintu kompartemen sebelum pergi menyusul Regulus. 

Edelweis dengan cepat mensejajarkan langkahnya dengan Regulus, "apa semua baik-baik saja?" Edelweis bertanya khawatir.

"Ya."

"Kau terlihat tidak baik-baik saja," Edelweis berujar jujur, menatap khawatir Regulus.

Langkah Regulus terhenti, mata abu-abu kelamnya menatap datar Edelweis, kemudian berujar dingin, "kalaupun aku tidak baik-baik saja, itu bukan urusanmu. Berhenti penasaran dengan urusan orang lain dan bertindak terlalu jauh, kau harus tahu dimana batasanmu,"

Edelweis terdiam mendengar perkataan Regulus. Dia tidak mengerti kenapa itu menyakitinya tetapi Regulus benar, itu bukan urusannya dan dia tidak boleh melebihi batasan, bagaimanapun dia adalah orang baru dalam hidup Regulus. "Kau benar, aku telah melebihi batasanku. Aku meminta maaf untuk itu, aku tidak akan melakukannya lagi," ucap Edelweis berusaha menyembunyikan rasa kecewanya, menunduk menatap ujung sepatu yang dia kenakan.

Regulus tanpa kata pergi terlebih dahulu. Edelweis menghela nafas, merutuki kebodohannya yang terlalu penasaran. Tapi dia bukan hanya penasaran, dia peduli tentang semua yang berkaitan dengan pemuda Black itu, karena pemuda itu adalah temannya.

° °

Regulus menghela nafas lelah, menyandarkan punggungnya di sofa hijau yang berada di ruang bersantai Slytherin. Ini sudah dini hari dan matanya menolak untuk tertidur. Biasanya dia akan pergi ke Menara Astronomi jika tidak bisa tertidur tetapi sekarang dia tidak ingin melakukannya, dia tidak ingin bertemu dengan Edelweis Macmillan disana.

Nada kecewa yang berusaha disembunyikan gadis itu membuat Regulus ingin mengutuk dirinya sendiri. Dia tidak bermaksud seperti itu, dia hanya tidak ingin Edelweis tahu kalau dirinya telah menjadi bagian dari kelompok yang pernah menyerang manor gadis itu, dia tidak ingin Edelweis membencinya seperti Sirius. Dia tidak mengerti mengapa dia harus peduli apakah gadis itu membencinya atau tidak.

"Kenapa kau tidak tidur?" Regulus tersentak mendengar pertanyaan itu. Barty Crouch tengah berdiri didepannya.

"Apakah ada sesuatu yang membebanimu?" tanya Barty, mendudukkan dirinya disamping Regulus.

"Tidak."

Regulus dapat mendengar dengusan Barty ketika dia menjawab pertanyaan pemuda itu. "Kau selalu saja seperti itu," Barty berujar, menatap tajam Regulus.

"Apa?" Regulus bertanya tidak mengerti.

"Menyembunyikan masalahmu. Itu membuatku merasa kalau kau tidak menganggap kami sebagai temanmu, Reg," Barty terdiam, lalu melanjutkan, "jika kau berpikir kau bisa melakukan semuanya seorang diri, kau hanya akan gagal." 

Regulus terdiam. "Aku tidak ingin melibatkan kalian dalam bahaya," kata Regulus pada akhirnya.

"Bahaya?" tanya Barty terhina, "apa kau pikir kita tidak cukup kuat, begitu? atau kau tidak mempercayai temanmu?" Barty menggeram.

Helaan nafas Barty terdengar, "aku tahu kau telah bergabung dengan kelompok Pangeran Kegelapan," katanya.

Regulus tersentak, menatap terkejut Barty. "Bagaimana kau tahu? Kau tidak bergabung dengan Pangeran Kegelapan, kan?" tuntut Regulus.

"Aku tidak sengaja melihat tandanya saat lengan kirimu membuka pintu kompartemen tadi, hanya aku yang melihatnya tentu saja dan aku tidak bergabung tetapi aku akan," Barty menjawab mantap.

"Jangan gila!" Regulus berseru, menatap tajam pemuda Crouch disampingnya. "Jangan pernah berpikir untuk bergabung dengan kelompok itu! Kelompok itu adalah neraka!" seru Regulus memperingatkan.

Barty mengangkat bahunya tidak peduli, "dan kau pikir aku akan membiarkanmu di neraka itu sendirian? aku tidak akan melakukan itu," katanya.

Regulus baru akan menjawab, tetapi disela oleh Barty. "Diam saja, Reg. Perkataanmu tidak akan mempengaruhiku," ucap Barty.

"Jangan bergabung, Barty. Lakukan itu untukku," Regulus berujar, dengan nada memohon di suaranya.

° ° °

08 September 1977

Sudah satu minggu berlalu sejak Regulus berkata kepada Edelweis untuk mengetahui batasannya, sudah satu minggu berlalu juga semenjak gadis itu menghindari Regulus. Kalaupun mereka sedang berkumpul bersama, gadis itu lebih memilih duduk disamping Pandora, Barty ataupun Evan dan juga lebih banyak diam.

Disinilah Regulus sekarang, memperhatikan dari jauh Edelweis yang tengah fokus dengan bukunya. Regulus tidak tahan dengan hal ini, dia tidak ingin Edelweis terus menghindarinya seperti ini. Tanpa sadar langkah kakinya telah membawanya mendekati gadis itu.

"Edelweis," panggil Regulus.

Regulus dapat melihat keterkejutan tercetak jelas di wajah Edelweis, tetapi dengan cepat gadis itu sembunyikan. Regulus harus menahan dirinya agar tidak tertawa, wajah Edelweis saat terkejut seperti tadi sangatlah lucu untuknya.

"Ya?" tanya Edelweis.

Perut Regulus terasa anjlok, seolah sedang menuruni tangga dan satu tangga terlewat untuk diinjak. Dia menatap Edelweis yang tampak bingung, mengawasinya. "Aku ingin meminta maaf mengenai saat di Hogwarts Express waktu itu, aku tidak bermaksud demikian," kata Regulus canggung. Dia adalah seorang Black, dan seorang Black tidak pernah meminta maaf.

"Ah, kau tidak perlu meminta maaf, lagipula yang kau katakan benar," gumam Edelweis.

Regulus mengusap rambut hitamnya gusar, mendudukkan diri didepan Edelweis. "Dengar, kau tidak melewati batasanmu dan kalaupun iya, kau boleh melakukan itu kepadaku, aku tidak masalah dengan itu, sungguh. Jadi berhenti menghindariku, bisakah?" Regulus menjelaskan dengan gusar.

"Aku tidak menghindarimu."

"Kau melakukannya!"

Edelweis membuka mulutnya untuk berkata sesuatu, sebelum akhirnya terdiam kembali. Regulus memperhatikan Edelweis yang seolah ingin mengatakan sesuatu. "Lihat? kau tidak menyangkalnya. Jangan menghindariku seperti itu, kau adalah temanku," ucap Regulus.

Edelweis menghela nafas, menatap pemuda Black didepannya. "Maafkan aku, aku hanya tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman," Edelweis berujar jujur.

"Jangan menghindariku lagi, Edelweis."

° ° °

"Aku bosan," kata Barty. "Kuharap Evan segera datang dan kita bisa mengutuk seseorang."

"Barty," peringat Pandora, menatap tajam Barty yang hanya tersenyum bodoh.

"Kau menjadi semakin pemarah, Dora," Barty mengeluh, menyandarkan kepalanya kepada pundak Edelweis yang terlihat tidak terganggu.

"Lihat, itu Reggie," Barty menunjuk pemuda berambut hitam yang tengah berjalan ke arah mereka.

Regulus mengangkat alis melihat Barty menyandarkan kepalanya di pundak Edelweis. "Kau tidak keberatan? Kutuk saja kepala si bodoh itu jika kau merasa itu berat," Regulus berujar, menendang kaki Barty yang langsung mengaduh kesakitan.

Edelweis menggelengkan kepalanya, masih fokus pada buku yang ia baca. "Ini tidak berat, lagipula kepalanya kosong, kan?" Edelweis bertanya asal. Pandora yang mendengar itu tertawa keras, sedangkan Barty langsung memprotes tidak setuju.

Regulus menyeringai mendengarnya. Mendudukan diri bersama mereka. "Dimana Evan?" tanya Regulus ketika tidak menyadari kehadiran pemuda Rosier.

"Itu dia," Pandora menunjuk pemuda yang tengah berjalan tergesa-gesa ke arah mereka. "Kenapa dia?" tanya Barty, memperhatikan wajah Evan yang terlihat seperti sedang menahan amarah.

Wajah Evan terlihat sangat marah, berjalan cepat ke arah Regulus. Evan menarik paksa Regulus untuk berdiri, sebelum memukul telak wajah Regulus, membuat pemuda itu sedikit terhuyung. Barty, Pandora dan Edelweis yang melihat itu sontak berdiri dengan cepat, menahan lengan Evan yang hendak memukul Regulus lagi.

"Kau ini kenapa?" desis Regulus jengkel, mengusap sudut bibirnya yang sedikit berdarah berkat pukulan Evan tadi.

"Kau yang kenapa sialan!" Evan berteriak marah, mencoba melepaskan diri dari Barty yang tengah menahannya.

"Evan, tenanglah. Katakan apa yang salah," Pandora berkata menenangkan, menyentuh lembut tangan Evan.

"Bajingan ini bergabung dengan kelompok Kau-Tahu-Siapa, ayahku memberi tahuku, kalian lihat saja lengan kirinya!" Evan menunjuk Regulus dengan marah, matanya masih menatap marah Regulus.

Baik Pandora ataupun Edelweis berseru terkejut, menatap tidak percaya Regulus yang terlihat sama terkejutnya. "Bagaimana kau tahu?" Bukan Regulus, melainkan Barty yang bertanya.

"Kau juga tahu?" Evan bertanya, tatapan marahnya berubah menjadi kekecewaan. "Aku tidak mengerti mengapa kalian tidak memberitahu kami," Evan bergumam kecewa.

"Evan, dengar aku tidak bermaksud," bisik Barty kepada pemuda itu. Belum sempat Barty menyelesaikan perkataannya, Regulus telah berbicara terlebih dahulu. "Itu tidak penting, kalian tidak perlu mengetahuinya," Regulus berujar datar.

"Tentu saja itu penting, dasar sialan!" Evan berseru marah lagi, hendak memukul Regulus kalau saja Barty tidak dengan sigap menahannya.

"Oh ya, Rosier? Dan mengapa itu penting untukmu?" cemooh Regulus.

"Berhenti bersikap seperti itu, kau bajingan. Kau bertanya mengapa itu penting? Karena kau adalah sahabatku! Berhenti mendorong sahabatmu untuk menjauhimu seperti itu," Evan berujar marah, sebelum pergi meninggalkan mereka.

"Pergilah, cari dia," Regulus berujar ketika melihat Barty yang kebingungan. Barty menganggukkan kepalanya, pergi mencari Evan.

Regulus mendudukkan dirinya. "Maafkan aku, Dora, aku tidak bisa memilih jalan yang berbeda dari keluargaku," gumam Regulus, menghindari tatapan gadis pirang yang berdiri didepannya.

Pandora tersenyum, menundukkan tubuhnya. "Bukankah sudah kukatakan? Jalan apapun yang kau pilih, kami akan selalu mendukungmu," Pandora berkata lembut, menggenggam erat tangan Regulus.

Regulus tersenyum, "terimakasih," katanya. Pandora mengangguk. "Berbaikanlah dengan Evan, aku akan mencoba berbicara dengannya. Dia itu khawatir denganmu, tetapi tidak bisa mengungkapkannya," kata Pandora.

"Pergilah," ucap Regulus, melepaskan genggaman tangan Pandora.

Pandora berjalan pergi mencari Evan. Menyisakan Edelweis dan Regulus yang terlihat sangat canggung. "Kau tidak pergi?" Regulus bertanya, memecah keheningan diantara mereka.

"Kau mengusirku?" Edelweis balik bertanya.

"Tidak, hanya saja kau mung—" "Apapun yang kau pikirkan, itu tidak benar," Edelweis berujar, memotong perkataan Regulus sebelum mendudukkan dirinya disamping pemuda itu.

"Kau berkata seolah kau tahu apa yang aku pikirkan," ucap Regulus.

Edelweis memutar matanya malas, "tentu saja, kau akan berkata seharusnya aku pergi atau seharusnya aku jijik denganmu, bukan?" tebak Edelweis. Regulus terdiam mendengarnya, itu benar. "Lihat, kau tidak mengelak. Kebiasaan sialanmu itu menyimpulkan yang orang lain pikirkan tanpa bertanya terlebih dahulu," Edelweis berujar jengkel.

"Kau tidak masalah mengenai aku yang bergabung dengan kelompok itu?" Regulus bertanya, mengabaikan kejengkelan gadis didepannya.

Edelweis mengangguk. "Tentu saja, kau pasti sudah mendengar apa yang dikatakan Panda tadi," jawab Edelweis.

"Begitu," Regulus berkata, menatap danau hitam yang berada didepan mereka.

"Aku setuju dengan yang Evan katakan tadi," Edelweis berujar tiba-tiba. "Kau harus berhenti mendorong sahabatmu untuk menjauhimu, Panda sangat menyayangimu, begitu pula Evan dan Barty."

"Kau tidak mengerti, aku hanya tidak ingin membahayakan mereka. Cissy hampir saja masuk kelompok sialan itu karenaku, aku tidak ingin itu terjadi kepada mereka," Regulus menjelaskan.

Mata Edelweis membulat sempurna, menatap terkejut Regulus. "Jadi kau bergabung karena kau  menggantikan Cissy?" simpul Edelweis.

"Ya, kau benar-benar seorang Ravenclaw."

Edelweis mendengus mendengarnya. "Kalian seharusnya saling melindungi, dibanding kau mendorong mereka untuk menjauhimu. Lagipula, mereka tidak akan dengan mudah menjauhimu," kata Edelweis.

"Kau benar," Regulus membenarkan, "aku tidak percaya kau bisa mengatakan hal tersebut."

"Karena kau meremehkanku, berdirilah," Edelweis berujar, menarik lengan Regulus agar berdiri mengikutinya.

"Kenapa?" Regulus bertanya, dengan malas berdiri mengikuti gadis itu.

Edelweis tanpa kata memeluk Regulus erat. Membuat Regulus tersentak ketika bau harum gadis itu memasuki indra penciumannya. Edelweis Macmillan terasa hangat dan nyaman.

"Pelukan untukmu karena kau hebat," kata Edelweis, masih memeluk Regulus erat.

Regulus balas memeluk gadis itu, menenggelamkan wajahnya di leher mulus milik Edelweis yang tidak jauh lebih tinggi darinya. "Pelukanmu terasa nyaman, seperti sebuah rumah yang sesungguhnya," bisik Regulus.

"Kalau begitu, kau bisa memelukku kapanpun kau mau."

° °

"Kau masih tidak mau memaafkanku?" tanya Regulus kepada Evan yang sedang pura-pura tertidur.

"Tidak," Evan menjawab acuh.

Regulus menghela nafas melihat itu. "Aku harus apa agar kau memaafkanku?" tanya Regulus lagi.

"Beri aku 100 Galleon."

"Baik, aku akan meminta Kreacher untuk mengambilnya," Regulus berujar serius, Barty yang mendengar itu langsung ternganga tidak percaya.

Evan dengan cepat mendudukkan dirinya, "kita sudah berbaikan," katanya, menyeringai senang menatap Regulus.

"Kau benar-benar bajingan yang hebat, Rosier," Barty berujar menyindir Evan yang hanya mengangkat bahunya tidak peduli.

• • •

a/n: bersulit-sulit dahulu, lebih sulit kemudian. happy reading & have a nice day everyone!

Continue Reading

You'll Also Like

313K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
244K 36.6K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
77.3K 7.5K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
164K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...