FLOWERSTAR - [Regulus Black]

By luzzoei

20K 3.1K 484

"Jika aku harus berhadapan dengan semua orang gila itu agar kau bisa tinggal di dunia yang damai, maka aku ak... More

Bab 1: The Next Heir of Black
Bab 2: Back To Hogwarts
meet them
Bab 3: The Flower
Bab 4: Pekan Hogsmeade
Bab 5: Potions Partner
Bab 6: Ular, Elang dan Singa
Bab 7: Pesta Slug Club
Bab 8: Afterglow
Bab 10: Pure-Blood
Bab 11: Knockturn Alley
Bab 12: The Mark
Bab 13: Hogwarts
Bab 14: Helios
Bab 15: Forever & Always
Bab 16: Bloody Christmas
Bab 17: Heart of the Lion
Bab 18, King: The King
Bab 19: Beautiful Flower
Bab 20: Us
Bab 21: Midnight Rain
Bab 22: The Darkness Comes
Bab 23: The Great War
Bab 24: Timeless

Bab 9: Astronomy Tower

837 144 55
By luzzoei

25 Maret 1977

"Bisakah kau duduk diam?" tanya Evan terganggu, melirik sinis pemuda dengan rambut coklat sedikit terang.

Barty mendengus, menjatuhkan tubuhnya disamping Regulus yang tengah sibuk membaca buku. "Ini gila, OWL membuatku gila," gerutu Barty.

"Bukankah kau tidak peduli dengan hal itu?" Regulus bertanya acuh, masih fokus pada bacaannya.

"Aku tidak," Barty melanjutkan, "tapi ayahku jelas peduli dengan OWL sialan itu."

"Ayolah, kutuk saja ayahmu dengan kutukan sengat. Atau kau mau aku melakukannya untukmu?" Evan menawari, menyeringai senang dengan ide mengutuk seseorang.

"Kutuk saja ayahmu sendiri, idiot." Barty berkata sinis. Evan yang berada didepannya tertawa keras, "oh aku sudah melakukannya." katanya misterius.

Tawa Evan terhenti begitu melihat gadis berwajah seperti katak berjalan ke arah mereka, "ada apa Umbridge? mau menyatakan cinta pada Reg lagi?" Evan bertanya kejam, raut wajahnya menyiratkan rasa jijik yang sangat kentara.

"Aku hanya ingin mengatakan kalau Macmillan sedang menunggu Black didepan pintu asrama," Umbridge berkata sangat cepat, lalu pergi meninggalkan ketiga pemuda yang sedang duduk di sofa pojok common room Slytherin.

"Untuk apa my flower menunggumu?" tanya Barty, memandang Regulus curiga.

Regulus melirik sekilas Barty, kemudian pergi keluar dari asrama Slytherin, membuat Barty yang diabaikan berteriak kesal, "REG! JAWAB PERTANYAANKU SIALAN."

"Apakah menurutmu mereka berkencan?" tanya Barty pada Evan yang hanya mengangkat bahunya tidak tahu. "Entahlah, mereka akan cocok jika berkencan," Evan menjawab acuh.

"Sialan kau, Rosier." umpat Barty kesal, memukul wajah Evan yang langsung berseru sangat marah.

° °

Edelweis menunggu dengan cemas didepan pintu masuk asrama Slytherin. Dia tadi telah meminta seorang siswa Slytherin yang mungkin berada beberapa tahun dibawah mereka untuk memanggil Regulus, tetapi ekspresi sinis siswa itu ketika dia menyebut nama Regulus membuatnya tidak yakin apakah siswa itu akan memanggilkannya atau tidak.

"Ada apa?" Suara tidak asing memasuki pendengaran Edelweis ketika dia hendak berbalik untuk pergi.

"Oh, Merlin!" Edelweis berseru terkejut, "aku kira siswa Slytherin itu tidak akan memanggilkanmu." lanjut Edelweis.

"Ada apa?" Regulus bertanya lagi, wajahnya terlihat tanpa ekspresi seperti biasa.

"Kau benar-benar tidak sabar," Edelweis mendengus, lalu melanjutkan, "apakah kau lupa hari ini ramuan kita seharusnya telah selesai?"

"Aku tidak lupa," Regulus berujar singkat.

"Lalu kenapa kita tidak melihatnya sekarang? untuk memastikan ramuan kita gagal atau tidak," Edelweis berucap sedikit cemas, mendekati OWL membuatnya selalu cemas setiap saat.

"Kau benar-benar tidak sabar," kata Regulus, menyeringai senang telah membalikkan kata-kata yang Edelweis lontarkan padanya tadi.

Edelweis mencibir melihat seringaian pemuda Black didepannya, "kau dan mulutmu yang luar biasa." cibir Edelweis.

"Mulutku yang luar biasa?" Regulus bertanya, menyeringai geli dan melanjutkan, "oh yeah, aku lupa kau pernah merasakannya."

"Itu hanya kecupan selamat malam! Dan demi Merlin, aku tidak pernah merasakannya!" Edelweis berseru malu, wajahnya telah memerah bagaikan tomat. Kejadian saat dia mengecup Regulus Black setelah pesta Slug Club tiba-tiba saja terlintas dipikirannya.

Regulus mengangkat satu alisnya, kemudian berpura-pura berpikir, "dan apakah itu artinya kau ingin merasakannya?" tanya Regulus santai.

"Aku tidak! Dan kita harus pergi mengecek ramuan, sekarang!" Edelweis berseru malu, pergi lebih dulu dari Regulus menuju ruang penyimpanan ramuan.

Edelweis berjalan cepat, tidak berani melihat kebelakang dimana Regulus mungkin saja sedang menertawakannya. Langkahnya yang sangat cepat membuatnya tanpa sengaja menabrak seorang pemuda yang tengah berbincang dengan temannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda itu, menangkap tangan Edelweis agar tidak terjatuh.

"Aku tidak apa-apa," gumam Edelweis, "Michael?" Edelweis bertanya terkejut.

"Edellie? Apa yang kau lak- Oh?" Smith mengangkat alisnya bingung melihat Regulus Black yang kini telah berada dibelakang Edelweis.

Regulus menatap dingin pemuda Hufflepuff, matanya kini beralih ke arah lengan Edelweis yang tengan digenggam oleh Smith, "singkirkan tanganmu, Smith. Aku dan Macmillan sedang buru-buru." Regulus berujar datar.

Smith dengan cepat melepaskan genggamannya, "maafkan aku, jalanlah dengan hati-hati lain kali," ucap Smith, tersenyum ke arah Edelweis.

Regulus berjalan pergi, menarik tangan Edelweis agar mengikutinya tanpa membiarkan gadis itu membalas perkataan yang dilontarkan Michael Smith. Langkahnya terhenti begitu mereka tiba di ruang penyimpanan ramuan dan masuk begitu saja tanpa kata.

"Kau tidak sopan, menarikku pergi begitu saja sebelum aku sempat berterimakasih kepada Michael," ujar Edelweis begitu mereka telah berhenti berjalan.

"Apakah kau ingin menghabiskan waktumu mengobrol dengan kekasihmu itu? Bukankah kau yang menginginkan kita melihat bagaimana jadinya ramuan kita sekarang?" Regulus bertanya sinis, mata abu-abu gelapnya terlihat sangat kesal.

Mata Edelweis menyipit, memerhatikan Regulus dengan seksama, "ada apa dengan perubahan suasana hatimu yang secara tiba-tiba ini?" tanyanya, mengabaikan kata kekasih yang terlontar dari bibir Regulus.

"Apa maksudmu? Jangan banyak bicara dan cepat selesaikan ini, aku memiliki banyak urusan." ucap Regulus datar, mencoba menutupi kemarahan yang tidak dia mengerti.

Edelweis menipiskan bibirnya, menuruti apa yang dikatakan Regulus. Perubahan suasana hati Regulus sedikit menakutkan untuknya, pemuda itu bisa tiba-tiba saja marah seperti ini dan akan berlanjut berhari-hari mendiamkannya lalu kemudian bertingkah seolah tidak terjadi apapun.

"Ramuan ini sempurna, kita hanya perlu menyerahkannya pada Slughorn," kata Regulus, meletakkan pada botol besar yang ada di ruangan itu.

"Hebat," komentar Edelweis singkat.

"Kita akan menyerahkan ini kepada Slughorn besok," Regulus berujar, meletakkan botol besar berisi ramuan Polyjuice lalu berjalan pergi meninggalkan Edelweis yang masih diam didalam ruang penyimpanan ramuan.

Edelweis menghembuskan nafas lega begitu Regulus telah pergi, "Regulus Black dan suasana hatinya yang menyebalkan," gerutu Edelweis.

° °

Regulus berjalan cepat menuju asrama Slytherin, dia butuh menyegarkan pikirannya yang kacau. Dia tidak mengerti mengapa dia harus marah kepada Edelweis dan Smith seperti tadi, mungkin karena Smith mengganggu mereka yang hendak pergi mengecek ramuan yang mereka buat dan ramuan itu sangat penting untuk Regulus karena itu adalah persyaratan mengikuti OWL ramuan.

"Ya, pasti karena itu," Regulus berkata menyakinkan dirinya sendiri, mengucapkan kata sandi asrama Slytherin dan pergi menuju common room.

Suasana common room sangat kacau, dua pemuda telah babak belur dipisahkan oleh pemuda dengan rambut berminyak panjang yang mengacungkan tongkat sihirnya dan beberapa anak Slytherin melihat mereka dengan penasaran. Regulus mengernyitkan alisnya bingung melihat Evan dan Barty sangat kacau, tidak diragukan lagi mereka telah bertarung dengan cara Muggle.

"Apa yang terjadi, Snape?" tanya Regulus kepada pemuda rambut berminyak yang berdiri ditengah Evan dan Barty.

Snape yang menyadari kehadiran Regulus langsung menurunkan tongkat sihirnya, "aku tidak tahu bagaimana awalnya, ketika aku tiba mereka telah saling memukul dengan cara Muggle." jelas Snape.

Regulus mengangkat salah satu alisnya, mengalihkan perhatiannya terhadap Evan dan Barty yang hanya tersenyum polos menatapnya seolah berkata bahwa mereka hanya bercanda.

Regulus mengeraskan ekspresinya, menatap ke sekeliling Evan dan Barty yang telah dipenuhi anak Slytherin. "Dan apa yang kalian pikir kalian lakukan? Ini bukanlah tontonan yang menarik," Regulus berujar sangat dingin, membuat kerumunan anak Slytherin langsung pergi meninggalkan mereka bertiga.

Regulus menghembuskan nafasnya lelah, menarik kerah baju Evan dan Barty lalu melempar mereka ke arah pojok common room Slytherin.

"Kasar sekali, Reg!" gerutu Barty kesal. Evan disampingnya hanya meringis kesakitan.

"Katakan," Regulus berkata singkat, menatap dingin Evan dan Barty.

Evan yang masih meringis kesakitan berkata dengan susah payah, "si sialan itu memukulku karena aku bilang kau dan Edellie cocok, jadi aku memukulnya kembali."

Barty mengangkat bahunya acuh, "aku hanya bercanda," katanya tidak merasa bersalah.

"Itu menyakitkan, kau bajingan sialan!" Evan berseru marah, hendak berdiri untuk memukul Barty lagi sebelum Regulus menahannya.

"Setidaknya jika kalian ingin bertarung, bertarunglah seperti seorang penyihir. Kalian terlihat seperti Muggle, dasar idiot," Regulus berkata sinis, melemparkan mantra penyembuhan yang dia pelajari dari Narcissa.

"Kau memarahi kami tetapi kau tetap menyembuhkan kami walaupun ini akan meninggalkan bekas," Barty berkata dengan senyum bodoh yang terpatri dibibirnya.

Regulus mendengus, menyimpan tongkatnya. "Jika kau ingin Dora yang menyembuhkanmu, maka aku akan menyerahkanmu pada Dora dengan senang hati." kata Regulus.

° °

"Kenapa dengan wajahmu?" tanya Pandora begitu melihat Edelweis mendudukkan diri didepannya.

"Tidak bisa tidur," gumam Edelweis, menyantap sarapan pagi mereka di Great Hall. Sejujurnya Edelweis lebih memilih tidur di kamarnya tetapi dia sangat lapar pagi ini dan Pandora telah pergi sebelum dia bangun.

Pandora menganggukkan kepalanya mengerti, berteman dengan gadis Macmillan itu membuat Pandora tahu bahwa gadis itu sangat sulit untuk tidur.

"Kenapa dengan kalian?" tanya Pandora bingung.

Edelweiss mengangkat alisnya tidak mengerti, melirik Regulus yang sudah mendudukkan dirinya disamping Pandora dengan Barty. Edelweis beralih melirik ke sampingnya dimana ada pemuda Rosier dengan memar ungu yang terlihat mulai menghilang di wajahnya.

"Kau terlihat buruk," komentar Evan, memperhatikan penampilan Edelweis dengan seksama.

"Katakan itu kepada dirimu sendiri," Edelweis membalas acuh, memilih untuk melanjutkan sarapannya.

"Jadi, ada yang bisa jelaskan padaku?" Pandora bertanya, menahan amarahnya yang telah memuncak.

Barty berdecak, menatap Pandora bosan, "urusan lelaki, Dora. Kau tidak perlu tahu."

Mata Pandora menyipit, menatap Barty tajam. "Baik kalau begitu, aku hanya berharap kalian tidak melakukan hal bodoh," seru Pandora, pergi meninggalkan mereka.

"Kalian membuatnya marah," Edelweis menghembuskan nafasnya, menghentikan agenda sarapannya dan pergi menyusul Pandora.

° ° °

12 Mei 1977

Beberapa waktu sebelum O.W.L dan NEWT banyak siswa tahun kelima dan ketujuh yang terlihat sibuk belajar. Di koridor, perpustakaan, danau hitam dan common room masing-masing asrama terlihat banyak sekali dari mereka yang serius belajar untuk O.W.L dan NEWT, bahkan termasuk Barty dan Evan yang kini tengah bergabung dengan Regulus, Edelweis dan Pandora di perpustakaan.

"Sial, aku bisa bosan jika terus seperti ini," Barty berkata lelah, mengacak rambutnya yang telah berantakan dan menyandarkan tubuhnya pada kursi perpustakaan.

"Kau pasti bisa karena kau itu jenius, Barty!" Pandora berseru, memberi semangat kepada pemuda itu.

Barty langsung menegakkan tubuhnya, mengambil buku lainnya. "Kau benar, aku ini jenius," Barty berkata membenarkan.

Edelweis menggelengkan kepalanya melihat itu. Dibanding Barty, Evan lebih banyak diam dan fokus membaca bukunya, akan tetapi dia akan menjadi yang paling menyebalkan jika sudah mengeluh lelah.

"Waktunya makan siang," Pandora berkata, membereskan barang-barang yang dia bawa dan berkata melanjutkan, "ayo kita pergi makan siang dulu."

Barty dan Evan mengikuti apa yang dilakukan Pandora, membereskan barang-barang yang mereka bawa.

"Pergilah lebih dulu, aku akan disini lebih lama," Regulus berkata, tanpa mengalihkan fokusnya dari buku yang dia baca.

Pandora menganggukkan kepalanya mengerti, "kau bagaimana, Edellie?" tanya Pandora kepada Edelweis yang masih fokus pada bukunya.

"Aku juga akan tetap disini, menyelesaikan buku ini lalu makan siang," jawab Edelweis.

Pandora menganggukkan kepalanya lagi, pergi berjalan keluar perpustakaan bersama Evan dan Barty. Regulus mengalihkan perhatiannya dari buku yang dia baca, menatap gadis dengan rambut hitam panjang yang sekarang dikuncir satu. "Pergilah makan siang," ujar Regulus singkat.

"Aku bisa berpindah tempat jika kau terganggu," Edelweis berkata, dengan cepat membereskan barang-barang yang dia bawa. Regulus menuju O.W.L benar-benar tidak ingin diganggu.

Regulus menahan lengan Edelweis yang sedang membereskan barang-barangnya, "aku tidak memintamu untuk berpindah tempat, aku hanya berkata kau harus pergi makan." Regulus menjelaskan, nada suaranya terdengar geli.

"Bukuku belum selesai," Edelweis mengeluh kecil, tapi masih mampu didengar oleh Regulus yang berada didepannya.

"Kau bisa membaca itu nanti di Great Hall setelah makan," ucap Regulus.

"Tidak, fokusku akan terganggu jika aku pergi makan sekarang dan membaca ini di Great Hall," tolak Edelweis, menggelengkan kepalanya tidak setuju.

Regulus terdiam, memikirkan satu tempat yang jarang dia datangi, "bagaimana kalau dapur? hanya ada peri rumah disitu," tawar Regulus.

"Kau tahu?" Edelweis bertanya penasaran.

"Ya."

"Bisakah kita kesana? Itu pasti menakjubkan!" Edelweis berseru gembira, melanjutkan membereskan barang yang dia bawa.

Regulus menggelengkan kepalanya kecil melihat tingkah Edelweis, membereskan barang miliknya.

"Ayo pergi," ajak Regulus, yang dibalas anggukan senang oleh Edelweis.

° ° °

24 Juni 1977

Edelweis terbangun ketika waktu telah menunjukkan tengah malam. Mereka telah selesai O.W.L dan besok mereka akan kembali ke rumah untuk liburan panas, tetapi sampai sekarang Edelweis tidak tertidur lagi begitu telah terbangun tiba-tiba tadi. Edelweis melihat pantulan dirinya di cermin dan sedikit merapikan rambut hitam miliknya kemudian menuju keluar asrama Ravenclaw.

Menara Astronomi terletak tidak jauh dari menara Ravenclaw, itu adalah salah satu tempat yang Edelweis tuju ketika dia terbangun atau tidak bisa tidur. Bangunannya yang sangat tinggi dan luas menjadikan tempat itu menjadi tempat paling nyaman untuk melihat bintang pada malam hari.

Edelweis membuka pintu kemudian memasuki ruangan terbuka paling atas menara Astronomi, tetapi langkahnya terhenti begitu dia melihat pemuda berambut hitam sedang duduk ditempat biasa dia duduk.

"Apa yang kau lakukan?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Edelweis begitu saja, bahkan sebelum sempat dia menyusun kata-kata.

"Tidak bisa tidur," jawab Regulus sekenanya, mengahlikan perhatiannya kepada gadis yang masih menatapnya dengan terkejut, "kenapa? duduklah." lanjut Regulus

Edelweis tanpa kata berjalan mendekati Regulus dan mendudukkan dirinya disamping pemuda itu. "Aku tidak pernah melihatmu disini, Black." ujar Edelweis.

"Dan aku tidak pernah melihatmu disini, Macmillan."

Edelweis terkekeh mendengar balasan pemuda itu, "mungkin saat ini kebetulan kita berada di waktu yang sama," Edelweis terdiam sebentar, lalu melanjutkan, "aku mendengar bahwa kau seluruhnya mendapatkan Outstanding pada O.W.L beberapa waktu lalu."

Gadis itu tersenyum manis, menatap Regulus dengan bangga. "Selamat, Black. Kau pantas mendapatkan itu semua." ujar Edelweis, tersenyum senang.

"Regulus," ucap Regulus tiba-tiba.

"Maaf?" Edelweis mengangkat satu alisnya bingung, tidak mengerti.

"Panggil aku Regulus saja. Black terlalu banyak, bukan hanya aku," kata Regulus, mengalihkan wajahnya agar tidak menatap gadis Macmillan yang baru saja memberinya senyuman manis.

"Hanya jika kau memanggilku Edelweis," jawab Edelweis santai, menatap hamparan langit yang membentang dengan banyak bintang-bintang dan bulan yang bersinar terang.

Keheningan menyelimuti mereka, baik Regulus ataupun Edelweis tidak ada yang berniat untuk memecahkan keheningan itu. Regulus mengalihkan pandangannya, menatap samping wajah Edelweis yang terlihat cantik terkena cahaya bulan.

"Edelweis," panggil Regulus. Gadis itu mengalihkan perhatiannya, menatap Regulus yang juga menatapnya.

Regulus tanpa kata memiringkan kepalanya, sebelum mendekatkan bibirnya dengan bibir milik Edelweis. Regulus bisa merasakan Edelweis terkejut tetapi dia tidak peduli bahkan jika gadis itu marah sekalipun. Regulus menggigit lembut bibir Edelweis sebelum menciumnya dengan lembut.

Mata Edelweis terpejam, membalas ciuman Regulus yang sangat lembut. Edelweis bisa merasakan wajahnya memerah ketika Regulus menghentikan ciuman mereka setelah beberapa saat.

"Kenapa? Kenapa kau menciumku?" tanya Edelweis malu, begitu kesadarannya telah terkumpul sempurna.

Regulus tersenyum, mengecup singkat bibir Edelweis sekali lagi. "Karena kau sangat cantik," jawab Regulus.

Edelweis mendengus, "apakah kau akan menciumi semua gadis yang menurutmu sangat cantik?" Edelweis bertanya sinis.

Regulus tertawa mendengar nada sinis yang keluar dari bibir yang baru saja diciumnya tadi, "tentu saja tidak, hanya kau." katanya tanpa ragu.

"Kalau begitu kau harus menahannya." Edelweis berkata acuh.

"Menahan?" Regulus mengernyitkan alisnya bingung.

Edelweis mengibaskan rambut hitam panjangnya, "menahan untuk menciumiku, karena aku sangat cantik setiap saat." Edelweis menjawab dengan percaya diri.

Regulus tertawa mendengarnya, mengecup bibir gadis itu sekali lagi. "Kirimi aku surat saat musim panas nanti, dan sekarang saatnya tidur, aku akan mengantarmu ke asrama Ravenclaw," Regulus berujar, sembari menarik Edelweis untuk berdiri mengikutinya.

• • •

a/n: temen tapi ciuman, siapa lagi kalo bukan mereka

Continue Reading

You'll Also Like

56.7K 4.1K 27
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
78.2K 7.6K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
314K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
75.6K 3.3K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...