Emerald Eyes

Par syrenaa21

549K 18K 122

Agnia Gayatri Purwoko, dokter yang membuat para kaum adam rela berpura-pura sakit, hanya untuk disentuh olehn... Plus

Prolog
1 - Rooftop
2 - New Beginning
3 - Rizelle Group
4 - Kekasih?
5 - Lost Control
6 - Kehilangan Queen
7 - Penculikan?
8 - Jalang
CAST
9 - Pesta
10 - Berubah Drastis
11 - Pulanglah
12 - I Love you Grizelle
13 - Berlian Runtuh
14 - Berteman
15 - Club
16 - Menghindar
17 - Tatto
18 - Paris
19 - Dan terjadi lagi
20 - Aku lebih dulu menyentuhnya
21 - Ancaman
22 - Minta Sesuatu
23 - Bertunangan
24 - Bersandiwara lagi
25 - Memberikan Ciuman?
26 - Tamu Agnia
27 - Yacht
28 - client penting!
29 - Drama
30 - Terungkap
31 - Alaska
32 - My Lady
33 - Perjodohan
34 - Rencana Leo
35 - Minta Restu
36 - Jour De Mariage
37 - Memaafkan diri sendiri
38 - Lift
39 - Dewi Rusia
40 - The Gift
41 - Pria Normal
42 - Australia
43 - Tidur denganku
44 - Istriku
45 - Rencana
46 - fight !
47 - Geheim
48 - Remember
49 - Jealous
50 - Menginap?
51 - Ex boyfriend
52 - Arschloch
53 - Lets Play!
54 - Blood
Extra Part
Extra Part II

Part Ending

12.5K 255 7
Par syrenaa21

Di koridor rumah sakit ternama New York, Ares tengah berdiri bersandar menatap pintu ruang operasi dengan cemas. Istrinya tengah mempertaruhkan nyawa disana, peluru yang bersarang ditubuhnya harus segera dikeluarkan.

"Ares?" Pria paruh baya itu menyapa, langkahnya diikuti oleh beberapa orang yang baru tiba disana.

Ares hanya menoleh, tak biasanya pria itu bersikap dingin pada ayahnya sendiri. Bukan marah tapi bibirnya tak mampu mengeluarkan satu katapun terlebih rasa bersalahnya yang begitu besar. Saran Ayahnya tidak didengarkannya untuk menjaga Agnia dan percaya bahwa wanita itu mencintainya, Ares mengabaikannya hingga berencana berpisah dengan Agnia. Padahal nyatanya dirinya pun tak mampu. Saat Agnia nanti sadar pun, apakah wanita itu akan memaafkannya?

Valero menepuk pelan bahu Ares seolah menyalurkan kekuatan. Ares hanya terpejam membayangkan hal buruk terjadi.

Leo pun tak kalah cemas, pria itu duduk di kursi dengan memijat pelipisnya. Terasa mimpi dikhianati kekasihnya, bahkan Leo sudah berencana melamar Stevy jika ingatan Agnia kembali.

Semuanya hancur sudah, selama ini Stevy rapi menutupi kebohongannya seperti memang sangat menginginkan Leo dihidupnya ternyata hanya memanfaatkannya saja.

"Dad pergi sebentar, kau harus kuat nak."

Ares hanya mengangguk lemah.

Pintu ruang operasi terbuka, seorang pria keluar dengan tenang

"Keluarga Ms. Grizelle ?"

"Saya suaminya." Ares dengan tegas mengucapkan dua kalimat itu, padahal beberapa detik sebelumnya membuka mulutpun bibirnya terasa begitu berat.

Dokter itu terlihat bingung, karena Queen yang terkenal itu belum menikah namun berusaha tenang sesuai sumpahnya.

"Operasinya berjalan dengan lancar, namun kondisinya memburuk dan janinnya sangat lemah. Jika Ms. Grizelle maksud saya Lady Evgene tidak sadar dalam dua puluh empat jam maka kami terpaksa mengeluarkan janin dalam kandungannya. Mohon maaf Lord Evgene kami sudah berusaha semaksimal mungkin."

Ares hanya mengangguk samar. Bahkan untuk marah dan memukul dokter itu karena memurutnya tidak becus pun ia tak mampu lagi. Yang ingin dilakukannya sekarang hanya melihat istrinya.

Agnia ditempatkan di ICU hanya dirinya seorang, sekitar ruangan bahkan rumah sakit dijaga ketat oleh para pengawal Ares dan Agnia.

Wanita itu terbaring lemah di brankar dengan beberapa alat menempel ditubuhnya. Tak disangka Ares, hal ini terulang lagi, wanita yang paling ia cintai harus menderita karena wanita lain yang terobsesi pada dirinya. Mengapa selama ini Ares tidak merasa kalau Stevy menyukainya?

Ares beberapa kali mencium punggung tangan Agnia.

"Maaf, sayang. I Love you my Wife." Ares berbisik lirih.

"Kapan kau menceraikan Queen?" Leo datang dengan penuh amarah, ia tidak bisa lagi menahan diri untuk menghajar Ares.

"Belum dan tidak akan pernah." Tekan Ares.

Leo mengumpat pelan. "Kau sudah menyakiti adikku bajingan."

"Tidak lagi, aku berjanji."

"Kita bicara diluar."

Ares mengikuti langkah Leo, ia memaklumi kecemasan Leo pada adik kesayangannya. Sesampainya di koridor rumah sakit, Leo mencengkram baju Ares.

"Aku akan menghabisi siapapun yang berani menyakiti Queen!"

Ares tak berniat sedikitpun melawan, ia memilih menatap Leo sendu.

"Ada apa ini?" Valero tiba bersama Zhenya.

"Anakmu ini menceraikan adikku."

"Leo jaga bicaramu." Zhenya tidak suka jika ayah dan kakanya direndahkan begitu.

"Kenapa? Aku harus memanggilnya Lord? Setelah yang diperbuatnya pada adikku? Dia terbaring di dalam sana. Kalian tau dia hamil !!"

"Kau tidak bisa menyalahkan anakku sepenuhnya!." Valero membentak

"Aku tidak ada urusan denganmu pak tua." Leo pergi begitu saja. Amarahnya harus dilampiaskan pada orang yang telah mengkhianatinya.

"Kak, aku tau kau punya alasan yang jelas." Zhenya memeluk Ares.

Pria dingin itu juga butuh orang lain untuk menguatkannya, ia hanya terisak di bahu Zhenya. Sementara Valero mengusap punggung Ares.

Mereka masuk ke dalam ruangan dimana Agnia terbaring lemah. Wanita itu seperti putri tidur meskipun dengan wajah pucat masih saja terlihat cantik. Zhenya tidak sanggup menahan tangisannya, Agnia seperti kakaknya sendiri.

"Queen kau pasti sembuh, aku tidak sabar bertemu ponakanku nantinya."

Agnia masih setia menutup matanya. Wanita itu seperti enggan untuk memperlihatkan matanya yang indah.

Duapuluh jam berlalu, keadaan Agnia semakin memburuk, tidak ada tanda tanda wanita itu akan terbangun.

"I love you Agnia." Bisik Ares, pria itu masih duduk disamping Agnia.

"Queen harus dipindahkan ke mansion."
Leo datang dengan tergesa gesa.

Ares menggeram, "Kau lihat kondisinya tidak mungkin untuk dibawa."

"Aku tak punya waktu menjelaskan. Waktunya tidak banyak."

"Apa rencanamu?"

"Kau tuli atau bodoh? Ku bilang tak punya waktu, aku sudah atur semuanya tak perlu izinmu untuk memindahkan adikku."

Ares mengepalkan tangannya, muak terus disalahkan Leo tapi ia tidak mungkin bertengkar dengan Leo saat keadaan Agnia seperti sekarang.

Beberapa bodyguard masuk ruangan diikuti dokter dan perawat, mereka menyiapkan Agnia untuk segera dipindahkan.

Ambulan itu tiba dimansion dengan diiringi beberapa mobil hitam pekat berisi bodyguard Agnia dan Ares. Pintu mansion terbuka, para maid sudah menyambut kedatangan nyonya mereka.

Kalian tunggu disini, Ares ikut aku. Meskipun masih kesal dengan perlakuan Ares tapi dia masih berstatus suami Agnia. Dia berhak penuh untuk melihat rahasia terbesar istrinya.

Mereka tiba di depan pintu besi, Ares baru menyadari ruangan ini belum pernah ia lihat. Karna pintu nya tertutup pintu lain yang menyerupai dinding ruangan, jadi siapapun yang melihat pasti menyangka itu dinding biasa.

Leo menekan layar di samping pintu besi kemudian menarik Ares untuk menatap layar itu. Dengan mudah pintu itu terbuka, dugaan Leo benar, Wajah Ares telah diatur Agnia untuk menjadi kunci ruangan rahasianya selain wajahnya.

Ruangan itu luas, banyak cahaya hijau yang dipancarkan dari bebatuan yang disusun cantik disetiap sudut ruangan. Beberapa benda yang Ares belum pernah melihat sebelumnya. Tapi ruangan ini lebih seperti luar Angkasa yang dipenuhi cahaya hijau.

Saat Leo menyalakan lampunya semua baru terlihat jelas, ini sebuah laboratorium.

"Tidak ada waktu mengagumi hasil karya istrimu. Sekarang bantu aku memindahkannya disana."

Leo menunjuk tempat tidur di tengah ruangan, terlihat aneh memang sebuah lab ada tempat tidur, untuk apa?
Tapi lagi-lagi Ares tak punya waktu untuk menanyakan.

Mereka memindahkan Agnia dengan hati-hati. Leo memasangkan kabel dengan ujung batu berwarna hijau emerald di kedua pelipis Agnia, diikuti sebuah gelang yang Ares sangat mengenali gelang itu, bukankan pecah dan hilang sebagian saat Agnia kecelakaan.

Layar besar menyala, terlihat wajah Ares disana. Tunggu itu moment saat mereka bertengkar di hotel sebelum Agnia menemui Kenzo. Leo berdecak kesal, melihat Ares yang mengatakan ingin menceraikan Agnia. Lalu ia mengetik sesuatu diujung layar.

"Kita harus keluar."

"Kenapa?"

"20 menit tersisa sebelum 24 jam, kau mau Queen mati?!" Tegas Leo.

Ares harus menuruti kemauan Leo walaupun dengan berat hati ia meninggalkan Agnia sendiri di ruangan itu.
Pintu tertutup otomatis, "Kau yakin melakukan hal ini padanya?" Ares kehabisan kesabarannya.

Leo menatap Ares acuh, pria itu masih kesal. "Jawab aku !" Teriak Ares.

"Percaya padaku." Leo mengajak Ares kembali ke ruang utama mansion karena Valero, Felix, Zhenya dan Felicia menunggu disana.

Setibanya keduanya di sana mereka menunggu dengan raut wajah cemas.

"Dimana cucuku?"

"Tenang Lord, Queen aman."

"Kau bilang aman? Dia hamil dan terkena tembakan ha?!"

"Shit!" Leo mengumpat pelan, pasti ada mata mata si kakek tua ini sehingga dia tau kejadian sebenarnya.

"Duduklah biar ku jelaskan."

"Jelaskan sekarang, aku tidak bisa tenang."

"Leo!! Cepat." Bentak Valero, pria yang menjadi mertua Agnia itu tampak cemas, bagaimana tidak karena saat ia ke rumah sakit tadi dengan seenaknya Leo memindahkan Agnia ke mansion tanpa pengawasan dokter.

"Ares kau kenapa diam saja! Kau benar menceraikan cucuku! Dia hamil anakmu keparat!"

"Tenang Lord, Ares pasti punya alasan." Valero menengahi.

"Padahal tadi dia juga ngamuk." Umpat Leo pelan. Geram dengan pertengkaran orang tua ini.

"Aku sudah mempercayakan Agnie padamu Res!" Felix tidak seperti biasanya, rahangnya menegang menahan emosi yang harus ia lampiaskan.

Ares terdiam menunduk pasif, bukan karena memikirkan alasan menceraikan Agnia tapi khawatir keadaan Agnia dan calon anaknya di dalam sana.

Kenapa lama sekali?! Batinnya.

"Aku bertanya padamu!!" Felix mencekal kerah baju kemeja Ares. Tapi ia hanya pasrah saja tanpa perlawanan, malah Valero dan Leo yang terlihat sibuk ingin memisahkan.

"Jawab Aku!!"

"Lord ingat Agnia masih bertaruh nyawa." Leo meyakinkan.

"Kau diam!!"

"Grandpa?" Suara wanita lembut yang khas tapi bukan Zhenya ataupun Felicia. Semua orang menoleh ke sumber suara, wanita cantik dengan wajah segar seperti baru selesai mandi menghampiri mereka.

"Agnie?" Feliks menghampiri wanita itu.

"Ada apa? Kalian seperti melihat hantu?"
Wajah Agnia terheran saat memperhatikan ekspresi keluarganya, kecuali Leo yang santai bersandar di sofa dengan menyesap wine.

"Bukannya kau ditembak?" Felix memperhatikan bahu kanan Agnia yang terekspos karena ia memakai dress berwarna ungu.

Agnia tertawa, "Grandpa lihat, aku baik baik saja kan." Agnia memeluk Feliks, "Jangan khawatirkan aku ya Granpa."

Ares mendekati Agnia, kedua kalinya ia melihat luka Agnia hilang tanpa bekas. Tak berniat membahasnya, pria bangsawan itu memilih memeluk istrinya.

"Sayang I Love You, jangan tinggalkan aku." Bisik Ares.

Agnia tak berniat membalas pelukan suaminya, wanita itu bahkan melepaskan paksa pelukan Ares. "Kau yang mau meninggalkanku. Jangan kau kira aku lupa Tuan bangsawan." Agnia menatap tajam iris caramel itu.

"Sayang aku minta maaf, anak kita baik baik saja kan?" Ares mengelus perut Agnia tapi langsung ditepis wanita itu.

"Jangan sok peduli Pria bangsawan."

"Aku mengkhawatirkanmu Agnia, aku tidak bisa membayangkan kalau terjadi apa apa denganmu dan anak kita."

"Aku tersentuh kau membayangkan dunia tanpa diriku."

"Oh ya kau yakin anak ini anakmu? Bisa saja anak Kenzo." Agnia tersenyum meremehkan dengan alis sebelahnya terangkat. Semua orang yang berada di ruangan itu terkejut hingga Valero menjatuhkan gelas ditangannya.

Ares menggeleng "Aku yakin kau tidak selingkuh dengannya."

Agnia mendekat berbisik, "Kau menceraikanku karena menuduhku selingkuh keparat."

"Agnie, jaga ucapanmu."

"Grandpa, aku bukan semanis yang kalian kira. Jadi berhenti menganggapku wanita baik. Aku jauh dari kata itu." Tegas Agnia lalu keluar mansion, pergi dengan mengendarai mobil hitam yang biasa digunakannya.

"Sial !!!" Ares berteriak langsung menyusul Agnia.

Wanita itu mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, hingga memasuki hutan dan tiba di rumah kecil. Ares mengikutinya dengan hati-hati.

Agnia keluar dari mobilnya dengan memakai coat berwarna coklat karena cuaca sangat dingin. Ia tidak melirik sekeliling karena tempat ini sepi, hanya ada bodyguard nya yang berjaga di pintu rumah itu.

"Mana dia?"

"Didalam Queen, kami telah mengikat keduanya."

Agnia tanpa basa basi masuk ke dalam rumah. Ares yang melihat itu dari kejauhan perlahan mengendap dibalik pepohonan, menuju rumah itu melalui pintu yang lain.

Agnia masuk ke dalam rumah, hal pertama yang mengganggunya adalah bau amis karena bekas darah. Ditempat ini ia biasa menyiksa musuhnya. Benar yang dikatakanya ia bukanlah wanita baik, sekali saja diusik maka kematianlah yang akan diberikan wanita berwajah dewi itu, sayangnya ia dewi pencabut nyawa.

"Bagaimana? Sudah berhasil mengambil hartaku hm?" Agnia tersenyum, namun kali ini bukan senyum manis khas sang Queen yang dikenal banyak orang. Senyum bak iblis yang tak sabar menghabisi nyawa seseorang.

Wanita itu terkejut Agnia harusnya berada di rumah sakit karena luka tembakan. "Agnie please lepaskan akuu." Seorang wanita yang terikat di kursi merintih mengharap belas kasihan. Ia sangat tidak mengenal Agnia versi yang dilihatnya sekarang. Agnia begitu berbeda.

"Apa? Mencabut jantungmu? Oke aku bersedia."

Wanita itu terkejut dan semakin menangis, wajahnya penuh darah dan luka dibeberapa bagian tubuhnya.

"Sayang, kau lupa aku ini kekasihmu." Pria yang terikat di kursi sebelah nya pun memohon dengan wajah memelas.

Agnia memutar mata, ia sungguh muak dengan sandiwara Kenzo yang seolah mencintainya.

"Psikopat sepertimu harusnya mati ditanganku." Ujar Agnia tenang, ia duduk di sofa kecil yang disediakan bodyguard nya, menyilangkan kaki jenjangnya yang terbuka.

"Kau masih bisa membuka mata, sementara aku koma berbulan bulan karena ulahmu jalang."

"Aku aku aku menyesal Agnie, ayolah kita sudah seperti saudara."

Agnia menautkan kedua alisnya, "Apa kau bilang? Saudara? Bagaimana bisa malaikat sepertiku bisa bersaudara dengan iblis sepertimu." Geram Agnia disela sela giginya.

Agnia baru saja mengambil pisau yang diberikan salah seorang bodyguard nya. Namun yang lain datang berbisik padanya. "Suruh dia masuk." Agnia menyeringai.

Begitu pria itu masuk Agnia berdiri, memainkan ujung pisau kecil itu di kulit mulus tahanannya, pisau itu menembus kulit walaupun tidak terlalu dalam namun sayatannya terasa menyakitkan bagi Stevy.

"Leo, kau lihat pacarmu begitu cantik dengan tato buatanku." Ucap Agnia sarkas.

Leo hanya menatap Stevy dengan sorot mata tajamnya, seolah ingin menguliti Stevy. Wanita itu meringis bahkan menangis kesakitan. Agnia menarik rambut Stevy lalu berbisik, "Ini baru permulaan bitch.

Leo melangkah pelan menuju Kenzo, entah dia sudah muak dengan mantan pacarnya itu. Leo mengambil besi panas dan membakarnya, "Jangan ku mohon, aku akan pergi dari negara ini, aku berjanji." Kenzo memohon hingga menangis.

Bukannya Leo kasian pria itu malah tertawa, "Tenang kau akan selamanya di kota ini. Aku pernah memperingatkanmu untuk menjauhi adikku, tapi kau meremehkan kebaikanku." Leo tanpa aba aba langsung menempelkan besi panas itu ke bahu Kenzo yang terbuka.

"Arrrghhhh, anjing kau!!" Kenzo tak mampu menahan sakitnya besi itu membakar kulitnya.

Belum sampai disitu, Leo mengambil pisau dan seenaknya membelah lengan kanan Kenzo. Suara rintihan dan teriakan terdengar, tampaknya Agnia dan Leo menikmati permainN mereka.

"Agnia stop." Suara itu berasal dari pintu ruangan. Spontan mereka menoleh, Ares berdiri dengan tatapan tak lepas dari istrinya.

Agnia terpaksa berhenti sebentar dari kegiatannya melepas kuku Stevy. "Lihat siapa yang datang, kau mau bergabung?" Ajaknya.

Ares tidak menjawab, "Ares tolong aku, wanita ini psikopat." Stevy susah payah mengataannya ditengah tangisnya.

Melihat Ares tidak merespon Agnia melanjutkan kegiatannya, mencabut kuku Stevy yang tersisa tiga. Ares mendekat memeluk Agnia dari belakang, berbisik dengan suara seraknya. "Kau tidak perlu mengotori tanganmu, biar aku yang melakukannya baby." Tangan Ares meraba lengan Agnia hingga menggenggam tangannya, pria itu menuntun Agnia mencabut kuku Stevy.

"Oh Shitt!! Kalian pasangan psikopat!" Teriak Leo. Agnia seketika tertawa, posisi keduanya memang romantis, tapi kegiatan keduanya menyiksa orang, ini yang berbeda.

"Sayang aku mau menjahit, tapi kau harus menimbulkan lukanya dulu." Bisik Agnia manja.

"Apapun yang kau minta baby." Ucapan Ares membuat wanita itu tersenyum lalu, Agnia mencium pipi Ares.

Sesuai permintaan istrinya, ia menyayat tubuh Stevy di bagian lengan kiri. Lalu Agnia menjahit tanpa membiusnya, Ketiganya seperti psikopat tanpa perasaan, mereka menyiksa hingga Stevy dan Kenzo mati.

🔪🔪🔪🔪

Beberapa hari setelah kejadian penyiksaan itu, Agnia tengah berada di mansion Czar, semua masalah perusahaannya telah beres dan kembali seperti semula dipercayakan pada Leo.

"Baby, apa yang kau pikirkan?" Ares mencium pipi Agnia mesra, mengeratkan pelukannya. Tubuh keduanya bersentuhan karena semalaman mereka melakukan kesenangan di ranjang.

"Kau bermain terlalu keras, anak kita pasti merajuk." Agnia cemberut.

Ares terkekeh, "Tidak, dia akan jadi anak yang kuat dan tampan sepertiku."

"Tampan? Bagaimana kau yakin dia laki-laki? Bisa saja perempuan."

"Aku yang sering mengunjunginya, kami telah akrab dan dia laki laki."

Agnia memutar bolamatanya, ia yang mengandung malah Ares yang sok tau jenis kelamin anak mereka.

"Ares Agnie bangun, kalian lupa hari ini resepsi pernikahan kalian."

Feliks mengetuk pintu keras, membangunkan anak dan menantunya.
"Iya mom sebentar." Teriak Agnia. Selanjutnya tidak terdengar ketukan pintu lagi.

"Aku harus mandi." Agnia berusaha membebaskan tubuhnya dari pelukan Ares.

"Mandi bersama." Ares menggoda dengan kilatan nakal dimatanya.

"No!! Kau mau di penggal Grandpa karna aku terlambat ke mansionnya?!" Agnia dengan cepat berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya. Sementara Ares hanya tertawa menggelengkan kepala.

Malam itu di mansion Czar telah berkumpul para bangsawan, pejabat, pemilik perusahaan di seluruh dunia terlah berkumpul. Penikahan yang mendadak mengagetkan banyak orang karena berita pertunangannya lenyap di internet. Alunan biola terdengar sopan ditelinga, pesta mewah bertabur bunga mawar putih diseluruh penjuru ruangan, pesta khas para bangsawan.

Lampu kristal yang semula menyala perlahan redup digantikan lampu sorot mengarah pada tangga besar di ujung ruangan. Tak lama muncul pria dan wanita menggandeng mesra, gaun putih itu terlihat elegan di tubuhnya, sementara sang pria memakai toxedo hitam seperti biasanya. Keduanya saling tatap, iris caramel dan emerald itu tampak menyatu pada sorot teduh menenangkan. Keduanya tersenyum lalu melihat para tamu undangan yang terkagum menatap mereka, langkah keduanya dimulai menuruni tangga. Rasa haru keluarga dan orang terdekat tak dapat disembunyikan, bahkan banyak yaneteskan air mata bahagia. Perjuangan Ares dan Agnia untuk bersama tidaklah mudah, segila apapun keduanya mau menyerah tapi takdir tetap mempersatukan. Sehebat apun manusia yang mau memisahkan keduanya, tapi Tuhan yang menjadi pemenang.

"Aku tidak sanggup melihatnya, ini begitu menguras air mataku." Zenya tanpa sadar bersandar di bahu Leo.

"Aku saksi bagaimana Lord dan Lady yang keras kepala itu untuk tetap bersama." Leo memeluk Zenya yang terisak di dadanya.

Hingga Ares dan Agnia tiba di hadapan keduanya, terheran melihat kedua manusia ini akur.
"Sayang mommy bahagia melihat kalian akhirnya bersama." Kananya memeluk anak dan menantunya.

"Iya mom terimakasih." Ucap Agnia seraya mengelus punggung ibu mertuanya.

"Aku mencintaimu mom." Ares mengecup pipi Kanaya.

Dilanjutkan dengan Feliks, Valero, Felicia, Zenya, dan Leo. Mereka tertawa bahagia membahas kejadian lucu saat keduanya bertengkar. Hingga larut malam Ares menculik Agnia langsung pergi dari acara itu menuju ke Iceland.

Didalam private jet, keduanya berpelukan mesra. "Aku ingin mengajakmu keliling dunia sebelum anak kita lahir." Ares memainkan rambut panjang Agnia, pria itu memeluk istrinya dari belakang menyamping menatap jendela pesawat yng terbuka namun gelap karena malam hari.

"Mengapa mendadak?"

"Aku telah lama menyiapkannya, kau tidak boleh menolak."

"Kali ini aku menjadi istri penurut, tapi kau jangan mengeluh jika merepotkan bawa bumil ini jalan jalan."

"Aku akan menggendongmu jika kau lelah atau kita hanya berdiam dihotel untuk bersenang senang." Ares menyelipkan tangannya dibalik celana piyama Agnia.

Seolah mengerti Agnia menghindar. "No, aku lelah dan anak kita sedang merajuk tidak mau dikunjungi sekarang."

Ares terkekeh. "Aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku meskipun kau bertemu pria lebih kaya dariku suatu saat nanti."

Agnia tertawa "Pria mana yang kau maksud? Lord Evgene pria terkaya, aku bahkan sulit menghabiskan uangnya."

"Kau selalu belanja menggunakan uangmu, bagaimana bisa habis uangku."

"Iya juga, mulai besok ku gunakan kartu pemberianmu, mungkin membeli pulau baru." Goda Agnia.

"Beli papun yang kau suka sayang."

"I love you pria bangsawan mesumku." Agnia mencium bibir Ares sekilas namun di tahan pria itu hingga menjadi lumatan menuntut.

Ending

Tidak menyangka bisa menyelesaikan cerita ini
Terimakasih untuk setia menunggu aku yang sering php ini🥺
Aku akan membuat Sequel Emerald Eyes,
menceritakan anak Ares dan Agnia
Tapi akan ku selesaikan dahulu agar bisa upload rutin setiap hari.
Sebelumnya cerita Air borne telah menunggu untuk diselesaikan

Mohon maaf jika banyak kurangnya,
percayalah aku membaca coment kalian walaupun tidak banyak yg coment 🥲

Sampai bertemu di khayalan yang sama

Luv!

Daddy Ares dan Baby A

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

103K 6.6K 35
Novel Sad Romance. #Manuella Family Sejak dulu Elena Smith selalu mencintai Daniel setulus hatinya meski Elena tahu di hati Daniel tidak ada nama nya...
625K 7.6K 13
Warning 18+ Bekerja sebagai sekretaris selama 4 tahun membuat Clarissa menjadi salah satu orang yang paling mengerti karakter Oliver, si pria dingin...
158K 3.1K 56
Mengandung 21++ Tentang Celine yang harus merelakan dirinya dinikahi oleh Giovano Corrando. Pria yang penuh misteri dan penuh dendam. Celine mengorba...
146K 23.7K 28
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...